Apa yang dimaksud dengan Instrumen Kebijakan Luar Negeri?

Apa yang dimaksud dengan Instrumen Kebijakan Luar Negeri ?

Apa yang dimaksud dengan Instrumen Kebijakan Luar Negeri ?

Instrumen Kebijakan Luar Negeri


Instrumen kebijakan luar negeri terdiri dari tiga hal yakni diplomasi, ekonomi, dan militer (Baldwin, 2000). Selama ini negara-negara di dunia mengenal tiga hal itu ketika mereka ingin menjalankan politik luar negerinya. Pada prakteknya instrumen diplomasi dapat digunakan secara bersamaan namun tidak menutup kemungkinan juga hanya satu instrumen saja yang digunakan.

Diplomasi menjadi instrumen politik luar negeri yang paling sering digunakan sebab, hal yang pertama dilakukan oleh negara ketika terjadi suatu kendala atau masalah yang terjadi di lapangan adalah dengan melakukan pembicaraan atau diplomasi antar pihak-pihak yang terlibat. Sejauh diplomasi dikedepankan dan menghasilkan kesepakatan maka instrumen lain tidak perlu digunakan. Instrumen inipula yang biasanya menjadi standar politik luar negeri saat ini, karena memang pada prosesnya terjadi pertukaran kepentingan yang terjadi. Keberhasilan proses diplomasi cenderung memiliki banyak manfaat salah satunya adalah menghindari sanksi-sanksi yang sifatnya lebih keras. Oleh karena itu diplomasi selalu identik dengan persahabatan, karena sejatinya tidak hanya digunakan ketika masalah muncul, namun bisa digunakan dalam mempererat hubungan antar negara. Diplomasi memiliki beberapa bentuk tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi suatu negara, terdapat pola diplomasi bilateral yang melibatkan dua orang aktor, trilateral yang melibatkan tiga orang aktor, dan multilateral yang melibatkan banyak aktor. Khusus multilateral terdapat negara yang menjadi penengah atau netral dalam suatu forum diplomasi, dan biasanya dari negara yang tidak memiliki power begitu besar agar tidak ada intervensi.

Instrumen ekonomi menuntut kondisi, ketika jalur diplomasi tidak menemui titik terang pada saat itulah sanksi ekonomi bisa diterapkan. Sanksi ekonomi bisa berupa embargo barang komoditi yang menjadi andalan suatu negara, hal ini akan memaksa negara yang melakukan impor atas komoditi yang dikenai sanksi tidak berjalan. Hasilnya negara tersebut tidak bisa menjual komoditi andalan negaranya ke pasar internasional. Instrumen ini diberikan oleh negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi dunia seperti Amerika Serikat, tidak bisa dikeluarkan oleh negara yang ekonominya masih kecil. Selain embargo terdapat bentuk lain dari sanksi ekonomi, seperti pembekuan aset negara, pembekuan cadangan devisa negara. Negara yang dikenakan sanksi akan mengalami stagnasi ekonomi, dan hal ini akan berbuntut pada jatuhnya pendapatan negara tersebut, efek lainnya adalah nilai mata uang yang jatuh menyebabkan ekonomi negara tersebut kolaps (Bozyk, 2006).

Terakhir adalah instrumen militer, pada instrumen ini penggunaan hard power menjadi senjata utama. Biasanya penggunaanya jika instrumen diplomasi dan ekonomi tidak memberi efek yang cukup bagi negara yang dimaksud, dengan begini instrumen militer menjadi jalan satu-satunya. Penggunaanya pun sangat jarang dilakukan, jika suatu negara mencapai tahap ini, hal ini memungkinkan untuk terjadinya perang terbuka bahkan bisa berkembang kepada perang dunia jika aktor yang dilibatkan cukup banyak. Saat ini penggunaannya hanya sebatas gertakan saja, hal ini dimaksudkan supaya negara lain tunduk dan patuh. Dalam politik luar negeri, opsi militer merupakan opsi yang paling akhir setelah berbagai cara tidak menemui titik terang dalam perundingan yang telah dilakukan. Militer merupakan opsi untuk menunjukan siapa yang paling kuat dan berpengaruh dan siapa yang lemah harus tunduk. Ketiga instrumen tersebut menjadi cara bagi suatu negara untuk menjalankan politik luar negerinya, pada prakteknya ada yang hanya menggunakan satu instrumen saja tapi ada juga yang menggunakan ketiganya sekaligus, hal ini bergantung dari peliknya masalah yang dihadapi. Ketiganya bermain dalam politik luar negeri saat ini, bergantung bagaimana pengampu kebijakan memainkannya dalam politik global.

Menurut Rosenau, kebijakan luar negeri adalah tindakan otoritas pemerintah yang dilakukan guna mempertahankan kepentingan yang dimiliki atau merubah kepentingan tersebut di kalangan internasional. Sedangkan menurut Breuning, kebijakan luar negeri adalah totalitas kebijakan negara pada interaksi dengan lingkungan di luar perbatasan suatu negara.

Dari kedua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan luar negeri berlandaskan pada tujuan nasional suatu negara yang berpengaruh pada masyarakat. Kebijakan luar negeri dapat berupa statement yang jika dilakukan tindak lanjut akan menjadi kebijakan luar negeri yang tertulis atau dilakukan.

Kebijakan luar negeri menurut sifatnya dikategorikan sebagai kebijakan luar negeri positif dan negatif. Kebijakan luar negeri negatif cenderung diartikan sebagai kebijakan luar negeri yang merespon negara lain dengan kebijakan yang semakin membuat hubungan kedua negara tidak baik atau bukan memberikan solusi. Misalnya saja kecaman, sindirian, penyerangan, perang, pemutusan hubungan diplomatik dan lain sebagainya.

Sedangkan kebijakan luar negeri positif adalah kebijakan luar negeri yang cenderung mengarah pada solusi atau perbaikan seperti kerjasama, pemulihan hubungan diplomatik dan lain sebagainya.

Foreign Policy atau Kebijakan luar negeri dapat dikatakan sebagai salah satu hal penting yang yang mengantarkan suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Kebijakan luar negeri pun bisa dikatakan sebagai salah satu cara suatu negara untuk berkomunikasi dengan negara lain dalam berbagai bidang seperti ekonomi, sosial-budaya dan keamanan. Menurut Holsti, kebijakan luar negeri adalah ide-ide yang dibuat atau direncanakan oleh pembuat kebijakan untuk melakukan problem solving atau pemecahan masalah yang berakibat pada perubahan baik berupa kebijakan, sikap atau tindakan negara bagian.

Apa yang dipaparkan oleh Holsti tersebut dapat diartikan bahwa kebijakan luar negeri adalah satu tindakan negara guna mempertahankan dan mengupayakan kepentingan nasionalnya. Holsti menambahkan bahwa dalam melakukan analisa terhadap kebijakan luar negeri, terdapat empat sifat dasar dari kebijakan luar negeri.

Pertama adalah Foreign Policy Orientation yakni sifat kebijakan luar negeri yang menunjukkan tingkah laku sekaligus komitmen suatu negara pada lingkungan internasionalnya sehingga mengeluarkan kebijakan yang dianggap sebagai strategi. Hal ini berkaitan erat dengan fokus yang menjadi kepentingan nasional suatu negara yang diimplementasikan dengan kebijakan luar negeri.

Kedua adalah role, yakni kebijakan luar negeri memiliki sifat mendukung peran negara perihal keterkaitannya dalam hubungan internasional. Sifat ini berkaitan erat dengan bagaimana citra negara terutama dalam menghadapi berbagai kondisi sekaligus isu. Kebijakan yang dikeluarkan suatu negara akan menunjukkan bagaimana posisi suatu negara dalam pergaulan internasional. Hal ini berkaitan erat dengan hubungan antar negara yang terjalin.

Ketiga adalah goal yang berarti bahwa kebijakan luar negeri akan selalu berisi tujuan tertentu yang tentu saja untuk mengamankan sekaligus mendapatan kepentingan nasionalnya. Hal tersebut menjelaskan bahwa pengaruh suatu negara terhadap negara lain menjadi salah satu modal penting guna mendapatkan apa yang ingin di capai. Suatu negara tidak mungkin menjalin hubungan jika kesepakatan yang terjalin tidak saling menguntungkan. Oleh karena itu sebelum menjalin kerjasama dengan negara lain, suatu negara akan memperjuangkan kepentingan nasionalnya.

Keempat adalah action, yang berarti sifat kebijakan luar negeri akan berhubungan dengan aksi yang digunakan sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai atau dipertahankan.43 Implikasi dari kepentingan nasional adalah kebijakan luar negeri, sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan luar negeri adalah perpanjangan tangan dari kepentingan nasional. Namun, kebijakan luar negeri tidak hanya direalisasikan dengan tindakan, kecaman dan kritikan sudah bisa dianggap sebagai kebijakan luar negeri.

Pemaparan dari Holsti memberikan gambaran bahwa kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh faktor internal yakni kepentingan nasional berupa ekonomi dan keamana, faktor eksternal seperti keadaan politik internasional. Kedua faktor ini harus dapat dikondisikan dengan baik sehingga terciptalah kebijakan luar negeri yang sesuai.