Apa yang dimaksud dengan infeksi Cacing Tambang atau Ankilostomiasis?

Ankilostomiasis atau infeksi cacing tambang

Ankilostomiasis atau infeksi cacing tambang merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Ancylostoma duodenale atau Necator americanus. Jenis cacing tambang dapat mengisap darah sehingga bisa menimbulkan keluhan yang ada hubungannya dengan anemia, bisa menyebabkan retardasi mental, dan gangguan pertumbuhan yang terutama pada anak-anak.

Apa yang dimaksud dengan infeksi Cacing Tambang (Ankilostomiasis) ?

Penyakit cacing tambang adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Di Indonesia infeksi oleh N. americanus lebih sering dijumpai dibandingkan infeksi oleh A.duodenale. Hospes parasit ini adalah manusia, cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis. Diperkirakan sekitar 576 – 740 juta orang di dunia terinfeksi dengan cacing tambang.

Di Indonesia insiden tertinggi ditemukan terutama didaerah pedesaan khususnya perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%. Dari suatu penelitian diperoleh bahwa separuh dari anak-anak yang telah terinfeksi sebelum usia 5 tahun, 90% terinfeksi pada usia 9 tahun. Intensitas infeksi meningkat sampai usia 6-7 tahun dan kemudian stabil.

Penyakit cacing tambang

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan Migrasi larva

  1. Sewaktu menembus kulit, bakteri piogenik dapat terikut masuk pada saat larva menembus kulit, menimbulkan rasa gatal pada kulit (ground itch). Creeping eruption (cutaneous larva migrans), umumnya disebabkan larva cacing tambang yang berasal dari hewan seperti kucing ataupun anjing, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan oleh larva Necator americanus ataupun Ancylostoma duodenale.
  2. Sewaktu larva melewati paru, dapat terjadi pneumonitis, tetapi tidak sesering oleh larva Ascaris lumbricoides.

Cacing dewasa

Cacing dewasa umumnya hidup di sepertiga bagian atas usus halus dan melekat pada mukosa usus. Gejala klinis yang sering terjadi tergantung pada berat ringannya infeksi; makin berat infeksi manifestasi klinis yang terjadi semakin mencolok seperti :

  1. Gangguan gastro-intestinal yaitu anoreksia, mual, muntah, diare, penurunan berat badan, nyeri pada daerah sekitar duodenum, jejunum dan ileum.
  2. Pada pemeriksaan laboratorium, umumnya dijumpai anemia hipokromik mikrositik.
  3. Pada anak, dijumpai adanya korelasi positif antara infeksi sedang dan berat dengan tingkat kecerdasan anak.

Bila penyakit berlangsung kronis, akan timbul gejala anemia, hipoalbuminemia dan edema. Hemoglobin kurang dari 5 g/dL dihubungkan dengan gagal jantung dan kematian yang tiba-tiba. Patogenesis anemia pada infeksi cacaing tambang tergantung pada 3 faktor yaitu:

  1. Kandungan besi dalam makanan
  2. Status cadangan besi dalam tubuh pasien
  3. Intensitas dan lamanya infeksi

Faktor Risiko

  1. Kurangnya penggunaan jamban keluarga
  2. Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk
  3. Tidak menggunakan alas kaki saat bersentuhan dengan tanah
  4. Perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Gejala dan tanda klinis infestasi cacing tambang bergantung pada jenis spesies cacing, jumlah cacing, dan keadaan gizi penderita.

Pemeriksaan Fisik

  1. Konjungtiva pucat
  2. Perubahan pada kulit (telapak kaki) bila banyak larva yang menembus kulit, disebut sebagai ground itch.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopik pada tinja segar ditemukan telur atau larva atau cacing dewasa.

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Klasifikasi:

  1. Nekatoriasis
  2. Ankilostomiasis Diagnosis Banding: -

Komplikasi:

Anemia, jika menimbulkan perdarahan.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

  1. Memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:

    • Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga.
    • Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
    • Menggunakan alas kaki, terutama saat berkontak dengan tanah.
  2. Farmakologis

    • Pemberian Pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB, atau
    • Mebendazole 100 mg, 2x sehari, selama 3 hari berturut-turut, atau
    • Albendazole untuk anak di atas 2 tahun 400 mg, dosis tunggal, sedangkan pada anak yang lebih kecil diberikan dengan dosis separuhnya. Tidak diberikan pada wanita hamil. Creeping eruption: tiabendazol topikal selama 1 minggu. Untuk cutaneous laeva migrans pengobatan dengan Albendazol 400 mg selama 5 hari berturut-turut.
    • Sulfasferosus

Konseling dan Edukasi

Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara lain:

  1. Sebaiknya masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga. Sehingga kotoran manusia tidak menimbulkan pencemaran pada tanah disekitar lingkungan tempat tinggal kita.
  2. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk.
  3. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja manusia.
  4. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola limbah/sampah.
  5. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukkan aktifitas dengan menggunakan sabun dan air mengalir.
  6. Menggunakan alas kaki saat berkontak dengan tanah. Kriteria Rujukan: -

Peralatan

  1. Peralatan laboratorium mikroskopis sederhana untuk pemeriksaan spesimen tinja.
  2. Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin.

Prognosis
Penyakit ini umumnya memiliki prognosis bonam, jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat, kecuali terjadi perdarahan dalam waktu yang lama sehingga terjadi anemia.

Referensi

  1. Gandahusada, S. 2000. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (Gandahusada, 2000)
  2. Written for World Water Day. 2001. Reviewed by staff and experts from the cluster on Communicable Diseases (CDS) and Water, Sanitation and Health unit (WSH), World Health Organization (WHO).
  3. King CH. Hookworms. In: Berhman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editors. Nelson’s Tetxbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: W.B.Saunders Company; 2012. p.1000-1.