Apa yang dimaksud dengan imunisasi?

image

Imunisasi adalah program pencegahan penyakit menular yang diterapkan dengan memberikan vaksin sehingga orang tersbut imun atau resisten terhadap penyakit tersebut.

Program imunisasi dimulai sejak usia bayi hinggan masuk usia sekolah.

Melalui program ini, anak akan diberikan vaksin yang berisi jenis bakteri atau virus tertentu yang sudah dilemahkan atau dinonaktifkan guna merangsang sistem imun dan membentuk antibodi di dalam tubuh mereka. Antibodi yang terbentuk setelah imunisasi bermanfaat untuk melindungi tubuh dari serangan bakteri dan virus tersebut di masa yang akan datang.

Apa yang dimaksud dengan imunisasi ?

Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif (Satgas IDAI, 2008).

Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005).

Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi pasif dengan memberikan antibody atau faktor kekebalan pada seseorang yang membutuhkan. Contohnya pemberian immunoglobulin spesifik untuk penyakit tertentu misalnya immunoglobulin antitetanus untuk penderita tetanus. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh, seperti kekebalan alami yang diperoleh janin dari ibu akan perlahan menurun dan habis.

Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen secara alamiah atau melalui imunisasi. Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif disebut imunisasi aktif dengan memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin dan tindakannya disebut vaksinasi. Kekebalan yang diperoleh dengan vaksinasi berlangsung lebih lama dari kekebalan pasif karena adanya memori imunologis walaupun tidak sebaik kekebalan aktif yang terjadi karena infeksi alamiah.

Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus memiliki zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia disebut antibody. Zat anti terhadap racun kuman disebut antitoksin. Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan membentuk antibody untuk melawan bibit penyakit yang menyebabkan terinfeksi. Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja untuk bibit penyakit tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan tidak terhadap bibit penyakit lainnya (Satgas IDAI, 2011).

Tujuan Imunisasi

a. Tujuan Umum

Tujuan umum imunisasi adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), measles (campak), polio dan tuberculosis.

b. Tujuan Khusus, antara lain:

  1. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/kelurahan pada tahun 2010.

  2. Tercapainya ERAPO (Eradikasi Polio), yaitu tidak adanya virus polio liar di Indonesia yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya virus polio liar pada tahun 2008.

  3. Tercapainya eliminasi tetanus maternal dan neonatal MNTE (Maternal Neonatal Tetanus Elimination).

  4. Tercapainya RECAM (Reduksi Campak), artinya angka kesakitan campak turun pada tahun 2006.

  5. Peningkatan mutu pelayanan imunisasi.

  6. Menetapkan standar pemberian suntikan yang aman (safe injection practices).

  7. Keamanan pengelolaan limbah tajam (safe waste disposal management).

Sasaran Program Imunisasi

Sasaran program imunisasi mencakup:

  1. Bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, polio, campak dan hepatitis-B.

  2. Ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin (Catin) untuk mendapatkan imunisasi TT.

  3. Anak sekolah dasar (SD) kelas 1, untuk mendapatkan imunisasi DPT.

  4. Anak sekolah dasar (SD) kelas II s/d kelas VI untuk mendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003), anak-anak SD kelas II dan kelas III mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI, 2005).

Manfaat Imunisasi

Manfaat yang didapat dari pemberian imunisasi di antaranya adalah sebagai berikut:

  1. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit menular yang sering berjangkit.
  2. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan jika anak sakit.
  3. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Depkes RI, 2005).

Jenis Imunisasi

a. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah proses mendapatkan kekebalan dimana tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama bertahun-tahun. Vaksin dibuat “hidup dan mati”. Vaksin hidup mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan antibodi. Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksit yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid.

Imunisasi dasar yang dapat diberikan kepada anak adalah:

  1. BCG, untuk mencegah penyakit TBC.
  2. DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus.
  3. Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis.
  4. Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles).
  5. Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis.

b. Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah pemberian antibody kepada resipien, dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibody yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus (Satgas IDAI, 2008).

Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan antibody tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibody tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya.

Jenis-Jenis Vaksin Imunisasi Dasar

  1. Vaksin BCG (Bacillius Calmette Guerine)
    Diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Kementerian Kesehatan RI menganjurkan pemberian BCG pada umur antara 0-12 bulan.

  2. Hepatitis B
    Diberikan segera setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu pada bayinya.

  3. DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus)
    Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu.

  4. Polio
    Diberikan segera setelah lahir sesuai pedoman program pengembangan imunisasi (PPI) sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan yang tinggi.

  5. Campak
    Dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan.

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Ranuh, 2008)

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). (Hidayat, 2008)

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti anak di berikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal terhadap suatu penyakit tapi belum kebal terhadap penyakit yang lain. (Notoatmodjo, 2003)

Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. (Atikah, 2010)

Tujuan imunisasi

Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu dari dunia. (Ranuh, 2008)

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosis. (Notoatmodjo, 2003)
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
Secara umun tujuan imunisasi antara lain: (Atikah, 2010)

  1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular

  2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular

  3. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita

Manfaat imunisasi

  • Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
  • Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
  • Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

Jenis-jenis imunisasi

Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

  • Imunisai aktif

    Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu:

    1. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.

    2. Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan- bahan yang digunakan seperti air raksa dan antibiotik yang biasa digunakan.

    3. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum, dan bahan kultur sel.

    4. Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.

  • Imunisasi pasif

    Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

Macam-macam imunisasi dasar

  1. Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin (BCG)
  • Fungsi

    Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis (TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama Mycobacterium tuberculosis complex. Pada manusia, TBC terutama menyerang sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ tubuh lainnya juga dapat terserang (penyebaran atau ekstraparu TBC). Mycobacterium tuberculosis biasanya ditularkan melalui batuk seseorang. Seseorang biasanya terinfeksi jika mereka menderita sakit paru-paru dan terdapat bakteria didahaknya. Kondisi lingkungan yang gelap dan lembab juga mendukung terjadinya penularan. Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung bakteri tuberkulosis. Bakteri ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput selaput otak (yang terberat). Infeksi primer terjadi saat seseorang terjangkit bakteri TB untuk pertama kalinya. Bakteri ini sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berkembang.

    Komplikasi pada penderitaan TBC, sering terjadi pada penderita stadium lanjut. Berikut, beberapa komplikasi yang bisa dialami:

    1. Hemomtasis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipofolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

    2. Lobus yang tidak berfungsi akibat retraksi bronchial.

    3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat) pada proses pemulihan atau retraksi pada paru.

    4. Pneumotorak spontan (adanya udara di dalam rongga pleura): kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.

    5. Penyebaran infeksi ke organ lainnya seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.

    6. Insufiensi kardio pulmoner.

    Menurut Nufareni (2003), Imunisasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB miliar. Faktor-faktor yang mempangaruhi efektifitas BCG terhadap TB adalah perbedaan vaksin BCG, lingkungan, faktor genetik, status gizi dan faktor lain seperti paparan sinar ultraviolet terhadap vaksin.

  • Cara pemberian dan dosis

    Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan. Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikan, vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,05 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Imunisasi BCG dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang dewasa jika sudah melalui tes tuberkulin dengan hasil negatif.

    Imunisasi BCG disuntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10 mm, ukuran 26). Kerjasama antara ibu dengan petugas imunisasi sangat diharapkan, agar pemberian vaksin berjalan dengan tepat.

  • Kontra indikasi

    Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi:

    1. Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya.
    2. Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang sedang menderita TBC
  • Efek samping

    Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada imunisasi dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pastula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengen sendirinya secara spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher. Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam.

  1. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus)
  • Fungsi

    Imunisasi DPT bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 380 C, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring dan tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak napas disertai bunyi (stridor). Pada pemeriksaan apusan tenggorok atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan menyebarkan racun kedalam tubuh, sehingga penderita dapat menglami tekanan darah rendah, sehingga efek jangka panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer. Cutaneus dari bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder pada kulit penderita.

    Difteri disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung. Difteri menyebabkan selaput tumbuh disekitar bagian dalam tenggorokan. Selaput tersebut dapat menyebabkan kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bisa mengakibatkan mati lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar keseluruh tubuh dan menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti kelumpuhan dan gagal jantung. Sekitar 10 persen penderita difteri akan meninggal akibat penyakit ini. Difteri dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang terkena penyakit ini.

    Pertusis, merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Bordetella Perussis. Kuman ini mengeluarkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan lama, batuk terjadi beruntun dan pada akhir batuk menarik napas panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Batuk bisa mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis disebut juga “batuk seratus hari”. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita. Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang berlangsung 1-2 minggu, gejala belum jelas. Penderita menunjukkan gejala demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras. Pada stadium selanjutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas panjang disertai bunyi “whoops” . Stadium paroksismal ini berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi batuk tidak khas, “whoops” tidak ada tetapi sering disertai penghentian napas sehingga bayi menjadi biru (Muamalah, 2006). Akibat batuk yang berat dapat terjadi perdarahan selaput lendir mata (conjunctiva) atau pembengkakan disekitar mata (oedema periorbital) . Pada pemeriksaan laboratorium asupan lendir tenggorokan dapat ditemukan kuman pertusis (Bordetella pertussis) .

    Batuk rejan adalah penyakit yang menyerang saluran udara dan pernapasan dan sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini, anak akan megap-megap untuk bernapas. Serangan batuk seringkali diikuti oleh muntah-muntah dan serangan batuk dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Dampak batuk rejan paling berat bagi bayi berusia 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap dirumah sakit. Batuk rejan dapat mengakibatkan komplikasi seperti pendarahan, kejang-kejang, radang paru-paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan otak permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu diantara 200 anak di bawah usia enam bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk rejan dapat ditularkan melalui batuk dan bersin orang yang berkena penyakit ini.

    Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali puat tanpa alat yang steril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisional yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi spora kuman tetanus, kuman ini paling banyak terdapat pada usus kuda berbentuk spora yang tersebar luas di tanah.

    Penderita akan mengalami kejang-kejang baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk, selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium tetani berada pada lingkungan anaerob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin yang akan menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih dari suatu toksin yang akan terikat pada syaraf menyebabkan penurunan ambang rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari ke 3 atau ke 4 dan berlangsung 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat luka, demam, kejang rangsang, risus sardonicus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan lengkung) pada umur diatas 1 bulan.

    Tetanus disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu dan kotoran hewan. Bakteri ini dapat dimasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang menyerang sistem syaraf dan seringkali menyebabkan kematian. Tetanus menyebabkan kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang. Tetanus dapat mengakibatkan kesusahan bernafas, kejang-kejang yang terasa sakit, dan detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit tetanus kini jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini masih terjadi pada orang dewasa yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntik ulang (disuntik vaksin dosis booster).

  • Cara pemberian dan dosis

    Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan diberika pada paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc.
    Cara memberiakn vaksin ini, sebagai berikut:

    1. Letakkan bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan seluruh kaki telanjang

    2. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi

    3. Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk

    4. Masukkan jarum dengan sudut 90 derajat

    5. Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam otot. Untuk mengurangi rasa sakit, suntikkan secara pelan-pelan

    Pemberian vaksin DPT dilakukan tiga kali mulai bayi umur 2 bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu. Imunisasi ini diberikan 3 kali karena pemberian pertama antibodi dalam tubuh masih sangat rendah, pemberian kedua mulai meningkat dan pemberian ketiga diperoleh cukupan antibodi. Daya proteksi vaksin difteri cukup baik yiatu sebesar 80-90%, daya proteksi vaksin tetanus 90-95% akan tetapi daya proteksi vaksin pertusis masih rendah yaitu 50-60%, oleh karena itu, anak-anak masih berkemungkinan untuk terinfeksi batuk seratus hari atau pertusis, tetapi lebih ringan.

  • Efek samping

    Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat bayi menangis hebat kerana kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan syok.

  1. Imunisasi campak
  • Fungsi

    Imunisai campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak, measles atau rubelal adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne).

    Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet melalui udara, menempel dan berkembang biak pada epitel nasifaring. Tiga hari setelah infasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi vitemia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru.

    Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3C = coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan. Virus juga dapat berbiak pada susunan syaraf pusat dan menimbulkan gejala klinik ensefalitis. Setelah masa konvalesen menurun, hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi semakin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disababkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.

  • Gejala klinis

    1. Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5, pada saat ruam keluar

    2. Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang berat. Membaik dengan cepat pada saat panas menurun.

    3. Conjunctivitis ditandai dengan mata merah pada conjunctiva disertai dengan keradangan disertai dengan keluhan fotofobia.

    4. Cough merupakan akibat keradangan pada epitel saluran nafas, mencapai puncak pada saat erupsi dan menghilang setelah beberapa minggu.

    5. Munculnya bercak koplik (koplik’s spot) umumnya pada sekitar 2 hari sebelum munculnya ruam (hari ke 3-4) dan cepat menghilang setelah beberapa jam atau hari. Koplik’s spot adalah sekumpulan noktah putih pada daerah epitel bukal yang merah, merupakan tanda klinik yang patognomonik untuk campak.

    6. Ruam makulopapular semula berwarna kemerahan. Ruam ini muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga, menyebar ke arah perifer sampai pada kaki. Ruam umumnya saling rengkuh sehingga pada muka dan dada menjadi confluent. Ruam ini membedakan dengan rubella yang ruamnya diskreta dan tidak mengalami desquamasi. Telapak tangan dan kaki tidak mengalami desquamasi.

      Diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan serologik atau virologik yang positif yaitu bila terdapat demam tinggi terus menerus 38,50 o C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Gejala klinik terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium:

      • Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.

      • Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam mukulo-papular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut kebelakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstremitas.

      • Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah tiga hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.

      • Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai timbulnya komplikasi. Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat.

  • Cara pemberian dan dosis

    Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang derisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan. Cara pemberian:

    • Atur bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dengan seluruh lengan telanjang.
    • Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi, dan gunakan jari-jari tangan untuk menekan ke atas lengan bayi.
    • Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan sudut 45 derajat.
    • Usahakan kestabilan posisi jarum.
  • Efek samping

    Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.

  • Kontraindikasi

    Pemberian imunisasi tidak boleh dilakukan pada orang yang mengalami immunodefisiensi atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia, dan limfoma.

  1. Imunisasi hepatitis B
  • Fungsi

    Imunisasi hepatitis B, ditujukan untuk memberi tubuh berkenalan terhadap penyakit hepatitis B, disebakan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver (hati). Virus ini akan tinggal selamanya dalam tubuh. Bayi-bayi yang terjangkit virus hepatitis berisiko terkena kanker hati atau kerusakan pada hati. Virus hepatitis B ditemukan didalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani.

  • Penularan

    Virus hepatitis B biasanya disebarkan melalui kontak dengan cairan tubuh (darah, air liur, air mani) penderita penyakit ini, atau dari ibu ke anak pada saat melahirkan. Kebanyakan anak kecil yang terkena virus hepatitis B akan menjadi ”pembawa virus”. Ini berarti mereka dapat memberikan penyakit tersebut pada orang lain walaupun mereka tidak menunjukan gejala apapun. Jika anak terkena hepetitis B dan menjadi ”pembawa virus”, mereka akan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena penyakit hati dan kanker nantinya dalam hidup.

    Ibu yang terjangkit Hepatitis B dapat menularkan virus pada bayinya. Hepatitis B dapat menular melalui kontak antara darah dengan darah, sebagai contoh apabila luka pada tubuh kita telah terkontaminasi cairan yang dikeluarkan oleh penderita hepatitis B, seperti jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, tranfusi darah dan gigitan manusia, hal ini termasuk hubungan seksual. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatitis, kenker hati dan menimbulkan kematian.

    Secara umum orang yang dapat atau berisiko tertular hapatitis B, dapat diidentifikasi dari perilakunya. Individu yang dimaksud, termasuk dalam beberapa kriteria, seperti para pengguna narkoba suntik, pasangan seks orang yang terinfeksi hepatitis, bayi yang dilahirkan dari ibu yang terifeksi hepatitis, orang yang suka berganti-ganti pasangan seks. Laki-laki homoseksual, atau laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki juga berisiko tertular penyakit ini, jika seorang petugas kesehatan tidak menggunakan standar perlindungan diri dengan tepat. Petugas kesehatan yang sedang merawat pasien dalam kondisi terinfeksi hepatitis, harus menggunakan standar perlindungan diri, seperti sarung tangan, dan jangan pernah menyentuh cairan tubuh dari pasien secara langsung.

  • Gejala

    Gejala mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam, urine menjadi kuning dan sakit perut.

  • Cara pemberian dan dosis

    Imunisasi diberikan tiga kali pada umur 0-11 bulan melalui injeksi intramuskular. Kandungan vaksin adalah HbsAg dalam bentuk cair. Terdapat vaksin Prefill Injection Device (B-PID) yang diberikan sesaat setelah lahir, dapat diberikan pada usia 0-7 hari. Vaksin B-PID disuntikan dengan 1 buah HB PID. Vaksin ini, menggunakan Profilled Injection Device (PID), merupakan jenis alat suntik yang hanya diberikan pada bayi. Vaksin juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang dimasa kecilnya belum diberi vaksin hepatitis B. Selain itu orang –orang yang berada dalam rentan risiko hepatitis B sebaiknya juga diberi vaksin ini.

    Cara pemakaian:

    • Buka kantong alumunium atau plastik dan keluarkan alat plastik PID

    • Pegang alat suntik PID pada leher dan tutup jarum dengan memegang keduanya diantara jari telunjuk dan jempol, dan dengan gerakan cepat dorong tutup jarum ke arah leher. Teruskan mendorong sampai tidak ada jarak antara tutup jarum dan leher.

    • Buka tutup jarum, tetap pegang alat suntik pada bagian leher dan tusukan jarum pada anterolateral paha secara intremuskular, tidak perlu dilakukan aspirasi.

    • Pijat reservior dengan kuat untuk menyuntik, setelah reservior kempis cabut alat suntik.

    • Efek samping

      Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

    • Kontra indikasi

      Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin- vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.

Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang (Lisnawati, 2011).

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes RI, 2013).

Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan pada penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif (Ranuh et.al, 2011).

Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat (populasi), atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola (Ranuh et.al, 2011).

Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit (Proverawati dan Andhini, 2010). Program imunisasi mempunyai tujuan umum yaitu menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Tujuan khusus program ini adalah sebagai berikut:

  1. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh desa/kelurahan pada tahun 2014.
  2. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2013.
  3. Global eradikasi polio pada tahun 2018.
  4. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015 dan pengendalian penyakit rubella 2020.
  5. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah medis (safety injection practise and waste disposal management) (Kemenkes RI, 2013).

Manfaat Imunisasi

Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :

  1. Untuk Anak. Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.

  2. Untuk Keluarga. Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.

  3. Untuk Negara. Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

Jenis-jenis Imunisasi

Imunisasi dapat terjadi secara alamiah dan buatan dimana masing-masing imunitas tubuh (acquired immunity) dapat diperoleh secara aktif maupun secara pasif.

  1. Imunisasi Aktif
    Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon (Maryunani, 2010).

    Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per oral/ melalui mulut. Terhadap pemberian vaksin tersebut, maka tubuh membuat zat-zat anti terhadap penyakit bersangkutan (oleh karena itu dinamakan imunisasi aktif, kadar zat-zat dapat diukur dengan pemeriksaan darah) dan oleh sebab itu menjadi imun terhadap penyakit tersebut. Jenis imunisasi aktif antara lain vaksin BCG, vaksin DPT (difteri-pertusis-tetanus), vaksin poliomielitis, vaksin campak, vaksin typs (typus abdominalis), toxoid tetanus dan lain-lain (Maryunani, 2010).

    Namun hanya lima imunisasi (BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, Campak) yang menjadi Program Imunisasi Nasional yang dikenal sebagai Program Pengembangan Imunisasi (PPI) atau extended program on immunization (EPI) yang dilaksanakan sejak tahun 1977. PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi untuk mencapai komitmen internasional yaitu Universal Child Immunization (Ranuh et.al, 2011).

  2. Imunisasi Pasif
    Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus. Mekanisme kerja antibodi terhadap infeksi bakteri melalui netralisasi toksin, opsonisasi, atau bakteriolisis.

    Kerja antibodi terhadap infeksi virus melalui netralisasi virus, pencegahan masuknya virus ke dalam sel dan promosi sel natural-killer untuk melawan virus. Dengan demikian pemberian antibodi akan menimbulkan efek proteksi segera. Tetapi karena tidak melibatkan sel memori dalam sistem imunitas tubuh, proteksinya bersifat sementara selama antibodi masih aktif di dalam tubuh resipien, dan perlindungannya singkat karena tubuh tidak membentuk memori terhadap patogen/ antigen spesifiknya (Ranuh et.al, 2011).

    Transfer imunitas pasif didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya (Ranuh et.al, 2011). Imunisasi pasif dimana zat antinya didapat dari luar tubuh, misalnya dengan suntik bahan atau serum yang mengandung zat anti. Zat anti ini didapat oleh anak dari luar dan hanya berlangsung pendek , yaitu 2-3 minggu karena zat anti seperti ini akan dikeluarkan kembali dari tubuh anak (Maryunani, 2010).