Apa yang dimaksud dengan Ijarah?

Apa yang dimaksud dengan Ijarah ?

Apa yang dimaksud dengan Ijarah ?

1 Like

Definisi Ijarah


Ijarah atau sewa-menyewa, kontrak, menjual jasa, upah-mengupah dan lain-lain. Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti Al ‘Iwaḍu (ganti). Ijarah menurut arti bahasa adalah nama upah. Menurut pengertian syara’, Al Ijarah ialah: Suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.

Dari pengertian di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan sewamenyewa itu adalah pengambilan manfaat sesuatu benda, jadi dalam hal ini bendanya tidak kurang sama sekali, dengan perkataan lain dengan terjadinya peristiwa sewa-menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan tersebut, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang seperti kendaraan, rumah dan manfaat karya seperti pemusik, bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti pekerja.

Dalam syariat Islam, ijarah adalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi. Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ulama:

  1. Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikan ijarah sebagai transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan.
  2. Ulama Mazhab Syafi’i mendefinisikannya sebagai transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu.
  3. Ulama Malikiyah dan Hanbaliyah mendefinisikannya sebagai pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.

Dalam istilah hukum Islam, orang yang menyewakan disebut muajjir, sedangkan orang yang menyewa disebut musta’jir, benda yang diistilahkan ma’jur dan uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat barang disebut ajran atau ujrah. Sewa-menyewa sebagaimana perjanjian lainnya, merupakan perjanjian yang bersifat konsensual (kesepakatan). Perjanjian itu mempunyai kekuatan hukum, yaitu pada saat sewa-menyewa atau upah-mengupah berlangsung. Apabila akad sudah berlangsung, pihak yang menyewakan (mu’ajjir) wajib menyerahkan barang (ma’jur) kepada penyewa (musta’jir). Dengan diserahkan manfaat barang atau benda maka penyewa wajib pula menyerahkan uang sewanya (ujrah).

Dasar hukum Ijarah


Al-ijarah dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum asalnya menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara’ berdasarkan ayat al-Qur’an, hadishadis Nabi dan ketetapan Ijma Ulama.

Adapun dasar hukum tentang kebolehan al-ijarah dalam al-Quran terdapat dalam beberapa ayat diantaranya firman Allah antara lain:12 1. Surat at-Thalaq ayat 6: “Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah mereka”

Rukun dan syarat Ijarah


Dari segi ini, ijarah dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, ijarah yang mentransaksikan manfaat harta benda yang lazim disebut persewaan. Misalnya menyewa rumah, pertokoan, kendaraan, dan lain sebagainya. Kedua, ijarah yang mentransaksikan manfaat SDM (Sumberdaya Manusia) yang lazim disebut perburuhan.

Adapun rukun dan syaratnya sebagai berikut:

  1. Rukun Ijarah
    a. ‘Aqid (orang yang akad)
    b. Sigat akad
    c. Ujrah (upah)
    d. Manfaat.
    c. Benda yang diijarahkan; dan
    d. Akad

  2. Syarat ijarah
    a. ‘Aqid
    b. Sigat akad antara mu’jir dan musta’jir
    c. Ujrah (upah)

Sementara itu, menurut Sayyid Sabiq sebuah akad sewa (ijarah) dinyatakan sah jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Kerelaan kedua pihak pelaku akad. Apabila salah satu pihak dipaksa untuk melakukan akad, maka akadnya dinyatakan tidak sah.
  2. Mengetahui manfaat barang tersebut dengan jelas guna mencegah terjadinya fitnah. Upaya dilakukan dengan melihat langsung barang. Atau cukup dengan penjelasan akan kriteria barang termasuk masa sewa, sebulan atau setahun.
Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/11223/8/bab%202.pdf

secara etimologi kata Al-ijarah berasal dari kata al-ajru‟ yang berarti al-„iwad yang dalam bahasa indonesia berarti ganti atau upah. Sedangkan secara istilah ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan adanya pembayaran upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Oleh karnanya, Hanafiah mengatakan bahwa ijarah adalah akad atas manfaat di sertai imbalan.

Menurut pengertian lain mengatakan bahwa secara etimologi ijarah adalah upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjaka satu pekerjaan sebagai balasan atas pekerjaannya. Untuk definisi ini digunakan istilah-istilah ajr, ujrah dan ijarah . Kata ajara-hu dan ajara-hu di gunakan apabila seseorang memberikan imabalan atas orang lain. Istilah ini hanya digunakan pada hal-hal positif, bukan pada hal-hal negatif. Kata al- ajr (pahala) biasanya digunakan untuk balasan di akhirat, sedangkan kata ujrah (upah sewa) digunakan untuk balasan di dunia. Adanya kaidah-kaidah dalam hukum kontrak (kesepakatan) dapat dibagi menjadi dua macam yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum kontrak tertulis adalah kaidah-kaidah yang tedapat di peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum yang tidak tertulis adalah kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

Definisi hukum kesepakatan atau kontrak merupakan sumber perikatan dan persetujuan salah satu syarat sah kesepakatan. Kesepakatan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat atau menimbulkan akibat hukum.

Ijarah dalam konsep awalnya yang sederhana adalah akad sewa sebagaimana yang telah terjadi pada umumnya. Hal yang harus diperhatikan dalam akad ijarah ini adalah bahwa pembayaran oleh penyewa merupakan timbal balik dari manfaat yang telah ia nikmati. Maka yang menjadi objek dalam akad ijarah adalah manfaat itu sendiri, bukan bendanya. Benda bukanlah objek akad ini, meskipun akad ijarah kadang-kadang mengaggap benda sebagai objek dan sumber manfaat. Dalam akad ijarah tidak selamanya manfaat di peroleh dari sebuah benda, akan tetapi juga bisa berasal dari tenaga manusia. Ijarah dalam hal ini bisa disamakan dengan upah mengupah dalam masyarakat.

Upah adalah sejumlah uang yang di bayar oleh orang yang memberi pekerjaan kepada seorang pekerja atas jasanya sesuai perjanjian.35 Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam bidang produksi atau faktor produksi lainnya, tenaga kerja diberikan imbalan atas jasanya dengan kata lain upah adalah harga dari tenaga yang dibayarkan atas jasa dalam produksi.

Dalam arti terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan oleh Ulama fiqih. Menurut Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa: “ Ijarah yaitu suatu akad yang dipergunakan untuk pemilik manfaat, yang diketahui dan disengaja dari suatu barang yang disewakan dengan cara penggantian (bayar)”.

Perbedaan Tingkat Upah Dalam Islam

Pandangan orang tentang tingginya tingkat upah boleh dikatakan tidak berubah, yaitu asal mencukupi. Namun arti mencukupi sangat relatif dan tergantung sudut pandang yang disepakati. Sisi lain dari mencukupi adalah kewajaran. Sebenarnya berapa tingkat upah yang wajar, dalam sejarah pemikiran ekonomi Islam dikenal berbagai Mazhab yang masing-masing mempunyai konsep sendiri-sendiri tentang upah wajar.
Upah didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi. Adakalanya perbedaan upah sangat mencolok sekali. Ada yang upahnya hanya cukup untuk hidup, ada yang memungkinkan untuk kehidupan yang menyengkan. Bahkan bisa mencapai suatu kehidupan yang sangat mewah. Akan tetapi yang penting untuk dianalisa di sini adalah faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan upah tersebut. Adapun faktor- faktor yang menjadi sumber perbedaan upah yaitu:

  1. Perbedaan jenis pekerjaan
    Kegiatan Ekonomi meliputi berbagai jenis pekerjaan, diantara jenis pekerjaan tersebut, ada pekerjaan yang ringan dan sangat muda, tetapi ada pula pekerjaan yang harus dikerjakan dengan mengeluarkan tenaga yang besar.

  2. Perbedaan kemampuan, keahlian dan pendidikan
    Kemampuan keahlian dan keterampilan para pekerja di dalam suatu jenis pekerjaan sangatlah berbeda. Ada sebagian pekerja yang mempunyai kemampuan fisik dan mental yang lebih baik dari pada segolongan pekerja lainnya. Secara lahiriah, sebagian pekerja mempunyai kepandaian, ketekunan dan ketelitian yang lebih baik. Sifat tersebut menyebabkan mereka mempunyai produktifitas yang lebih tinggi.

  3. Ketidak sempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja
    Dalam teori sering kali diumpamakan bahwa terdapat mobilitas faktor-faktor produksi, termasuk juga mobilitas tenaga kerja. Dalam konteks mobilitas tenaga kerja perumpamaan ini berarti: kalau dalam pasar tenaga kerja terjadi perbedaan upah, maka para pekerja akan mengalir ke pasar tenaga kerja yang upahnya lebih tinggi.39 Faktor geografis yang merupakan salah satu sebab yang menimbulkan ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja. Adakalanya ditempat-tempat tertentu terdapat masalah kekurangan buruh walaupun tingkat upahnya lebih tinggi.

    Sedangkan di tempat lain, terdapat banyak pengangguran dan tingkat upah relatif lebih rendah. Dalam keadaaan seperti ini, wajar apabila para penganggur itu berpindah ke tempat di mana terdapat kekurangan tenaga kerja dihadapi. Perbedaan tingkat upah juga bisa ditimbulkan karena perbedaan keuntungan yang tidak berupa uang. Perbedaan biaya latihan pun sering menyebabkan adanya perbedaan tingkat upah. Perbedaan tingkat upah bisa juga disebabkan oleh ketidaktahuan atau juga keterlambatan. Tetapi dalam beberapa hal, hukum Islam mengakui adanya perbedaan upah di antara tingkatan kerja. Hal ini karena adanya perbedaan kemampuan serta bakat yang dapat mengakibatkan perbedaan penghasilan, dan hasil material.

    Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpukan bahwa perbedaan tingkat upah diakibatkan karena perbedaan bakat, kesanggupan dan kemampuan. Hal tersebut telah diakui dalam agama Islam. Akan tetapi dengan syarat, para pengusaha tidak boleh mengekploitasi tenaga para pekerja tanpa memperhatikan upah mereka. Sedangkan para pekerja tidak boleh mengeksploitir pengusaha melalui serikat buruh. Mereka juga harus melaksanakan tugas pekerjaan mereka dengan tulus dan jujur.

    Selain itu pengupahan dalam konteks Islam terdapat perbedaan yang sangat mencolok dengan pengupahan orang-orang kapitalis. Pengusaha-pengusaha kapitalis menerapkan upah kepada karyawannya tanpa memperhatikan atas pertimbangan kebutuhan hidup karyawannya. Sedangkan dalam Islam, upah menjadi perhatian penting demi keberlangsungan kesejahteraan karyawannya.

Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunah, al ijarah berasal dari kata al-ajru (upah) yang berarti al-iwadh (ganti/kompensasi). Menurut pengertian syara’ ijarah berarti akad pemindahan hak guna dari barang atau jasa yang diikuti dengan pembayaran upah atau biaya sewa tanpa disertai dengan perpindahan hak milik.

Ulama hanafiyah berpendapat ijarah adalah akad atau suatu kemanfaatan dengan pengganti. Sedangkan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu. Adapun ulama Malikiyyah dan Hanabilah menyatakan bahwa ijarah adalah menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.

Menurut fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan pada penyewa.

Definisi fiqh Al-ijarah disebut pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Ijarah adalah suatu jenis perikatan atau perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian dan kerelaan kedua belah pihak dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan.

Dengan demikian Ijarah itu adalah suatu bentuk muamalah yang melibatkan dua belah pihak, yaitu penyewa sebagai orang yang memberikan barang yang dapat dimanfaatkan kepada si penyewa untuk diambil manfaatnya dengan penggantian atau tukaran yang telah ditentukan oleh syara’ tanpa diakhiri dengan kepemilikan.

Ada dua jenis Ijarah dalam hukum islam :

  1. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
  2. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.

Landasan Hukum Ijarah


Dasar hukum atau landasan hukum ijarah adalah Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijma’. Dasar hukum ijarah dari Al-Qur’an adalah Surat At-Thalaq: 6 dan Al-Qashash: 26.

1. Al-Qur’an

  1. At-Thalaq: 6
    “tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteriisteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusui (anakanak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS. Ath-Thalaq: 6)

  2. Al-Qashash: 26
    “salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Qashash: 26).

2. Al-Hadits

  1. Hadis Riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”.
  2. Hadis riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al Khuduri, Nabi s.a.w bersabda: “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”.
  3. Hadis riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasaiy dari Sa’d bin Abi Waqas menyebutkan: “Dahulu kita menyewa tanah dengan jalan membayar dengan hasil tanaman yang tumbuh disana. Rasulullah lalu melarang cara yang demikian dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang mas atau perak.”

3. Ijma’

Mengenai disyari’atkannya ijarah, semua Ulama bersepakat, tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan ijma’ ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat dalam tataran teknisnya.

Pakar-pakar keilmuan dan cendekiawan sepanjang sejarah di seluruh negeri telah sepakat akan legitimasi ijarah. Dari beberapa nash yang ada, kiranya dapat dipahami bahwa ijarah itu disyari’atkan dalam Islam, karena pada dasarnya manusia senantiasa terbentur pada keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, manusia antara yang satu dengan yang lain selalu terikat dan saling membutuhkan.

Ijarah (sewa menyewa) merupakan salah satu aplikasi keterbatasan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Bila dilihat uraian diatas, rasanya mustahil manusia bisa berkecukupan hidup tanpa berijarah dengan manusia. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa pada dasarnya ijarah itu adalah salah satu bentuk aktivitas antara dua pihak atau saling meringankan, serta termasuk salah satu bentuk tolong menolong yang diajarkan agama.

Fatwa DSN-MUI Tentang Pembiayaan Ijarah


Ketentuan objek ijarah dan kewajiban Lembaga Keuangan Syariah dan nasabah dalam pembiayaan ijarah di dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 9/DSN-MUI/2000, tentang pembiayaan ijarah, yaitu :

Pertama: Rukun dan Syarat Ijarah :

  1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
  2. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa/pengguna jasa.
  3. Objek akad ijarah yaitu :
  • Manfaat barang dan sewa, atau
  • Manfaat jasa atau upah

Kedua: Ketentuan Objek Ijarah :

  1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa.
  2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
  3. Manfaat barang atau jasa harus bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
  4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
  5. Manfaat barang atau jasa harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidakjelasan) yang akan mengakibatkan sengketa.
  6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
  7. Sewa atau upah harus disepakati dalam akad dan wajib dibayar oleh penyewa/pengguna jasa kepada pemberi sewa/pemberi jasa (LKS) sebagai pembayaran manfaat atau jasa. Sesuatu yang dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam ijarah.
  8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.
  9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

Ketiga: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah

  1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa :
  • Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
  • Menanggung biaya pemeliharaan barang.
  • Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
  1. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa :
  • Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai akad (kontrak).
  • Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).
  • Jika barang yang dirusak. Bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

Keempat: jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.