Apa yang dimaksud dengan Hukum Jaminan?

Hukum Jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas/kredit.

Apa yang dimaksud dengan Hukum Jaminan ?

Pengertian jaminan tidak dijumpai dalam undang-undang, namun dalam literature dijumpai istilah zackerheidsrechten yang lazim diterjemahkan sebagai hukum jaminan.

Pitlo seorang ahli hukum mengartikan zackerheidsrechten sebagai hak (een recht) yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik dari pada kreditur-kreditur lainnya. Recht dalam istilah zackerheidsrechten diartikan sebagai hak dan bukan hukum.

Namun demikian meskipun undang-undang tidak memberikan pengertian tentang hukum jaminan, dalam KUHPerdata dapat dijumpai pasal yang mengatur tentang jaminan secara umum yaitu Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata.

Pasal 1131 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua barang milik debitur baik yang bergerak maupun tetap, yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi tanggungan/jaminan untuk seluruh utang debitur. Jadi ada dua macam unsur, yaitu schuld (utang) dan haftung (tanggung jawab) yang ada pada diri debitur.

Sedang Pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjual dari benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang-piutang, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Jadi hasil dari penjualan seluruh kebendaan milik debitur digunakan untuk membayar kreditur secara berimbang menurut besar kecil piutangnya, kecuali apabila ada hak didahulukan.

Oleh karena itu seseorang yang akan meminjam uang, tidak hanya wajib mengembalikan uang yang dipinjamnya itu saja, akan tetapi diapun wajib menyediakan harta bendanya sebagai jaminan pelunasan hutang. Hal ini disebut sebagai jaminan yang bersifat umum, artinya seluruh harta benda milik debitur baik benda yang bergerak maupun tetap, yang sudah ada maupun yang masih akan ada dijadikan sebagai jaminan.

Disamping jaminan umum dikenal pula jaminan khusus, dimana untuk adanya jaminan itu harus diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak. Jaminan khusus ini dapat berupa jaminan yang bersifat perorangan (persoonlijke) maupun bersifat kebendaan (zakelijke).

Jaminan terhadap harta benda milik debitur ini merupakan jaminan yang bersifat kebendaan, sedangkan jaminan perorangan adalah adanya pihak ketiga baik badan pribadi maupun badan hukum yang sanggup menjamin pemenuhan hutang debitur apabila debitur wanprestasi.

Jaminan yang dilembagakan sebagai jaminan khusus yang bersifat kebendaan di dalam KUHPerdata adalah gadai dan hipotik, sedangkan yang diluar KUHPerdata adalah fiducia dan credit verband. Namun setelah berlakunya UU Nomor 4 Tahun 1996, hipotik dan credit verband atas tanah diganti menjadi hak tanggungan.

Gadai


Pengertian gadai menurut Pasal 1150 KUHPerdata adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada siberpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya; dengan perkecualian biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan. Jadi menurut pasal tersebut gadai adalah hak.

Syarat gadai adalah benda gadai harus ditaruh dibawah kekuasaan pemegang gadai (inbezitstelling).

Tidak semua benda dapat digadaikan. Beberapa contoh benda yang tidak dapat digadaikan, yaitu: binatang ternak, benda yang mudah rusak dan mudah busuk, benda yang harganya tidak stabil, benda milik negara dan lain-lain Adapun hak pemegang gadai, yaitu:

  1. Menjual benda gadai
  2. Menahan benda gadai mendapat pembayaran lebih dahulu Sedangkan kewajiban pemegang gadai:
    1. Bertanggung jawab atas hilangnya benda jaminan
    2. Memberitahukan kepada pemberi gadai jika benda akan dijual ulang
    3. Memperhitungkan hasil penjualan benda gadai

Hapusnya gadai atau berakhirnya hak gadai karena beberapa cara, yaitu:

  1. Hapusnya perikatan pokok
  2. Benda gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai
  3. Musnahnya benda gadai
  4. Penyalahgunaan benda gadai (Pasal 1159 ayat (1) KUHPerdata)
  5. Pelaksanaan eksekusi
  6. Kreditur melepaskan benda gadai secara sukarela (Pasal 1152 ayat(2) KUHPerdata)

Fiducia


Pengertian fiducia adalah hak kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari benda bergerak yang hak miliknya diserahkan kepada pihak debitur.

Penyerahan hak milik dalam fiducia ini adalah penyerahan secara kepercayaan, tidak bermaksud memindahkan hak milik tetapi hanya sebagai jaminan.

Perbedaan antara fiducia dan gadai, yaitu dalm fiducia yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur adalah hak miliknya dan fisik bendanya masih pada debitur, sedangkan pada gadai yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur adalah fisik bendanya dan hak miliknya masih ada pada debitur.

Benda-benda yang dapat difiduciakan menurut Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 42 Tahun 1999 adalah benda-benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda yang tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.

Perjanjian fiducia harus dibuat dengan akta fiducia oleh notaris. Setelah dibuat akta fiducia oleh notaris kemudian harus di adakan pendaftaran jaminan fiducia pada kantor pendaftaran fiducia yang berada di bawah departemen kehakiman. Fiducia dapat hapus atau berakhir karena :

  1. Hapusnya hutang pokok
  2. Musnahnya benda fiducia
  3. Keluarnya benda fiducia dari pemegang fiducia karena hilang atau dicuri orang

Hak Tanggungan


Pengertian hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu daripada kreditur lain.

Lahirnya hak tanggungan pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan, yaitu pada tanggal hari ke-7 (tujuh) setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya.

Peringkat hak tanggungan ditentukan oleh tanggal pendaftarannya, tetapi jika hak tanggungan didaftarkan pada tanggal yang sama, peringkatnya ditentukan oleh tanggal pembuatan akta pemberian hak tanggungan.

Janji-janji yang dapat dicantumkan dalam akta pemberian hak tanggungan meliputi:

  1. Janji tentang sewa hak tanggungan
  2. Janji mengubah objek hak tanggungan
  3. Janji untuk mengelola hak tanggungan
  4. Janji untuk menyelamatkan hak tanggungan
  5. Janji untuk menjual hak tanggungan
  6. Janji untuk membersihkan hak tanggungan
  7. Janji untuk tidak melepaskan objek hak tanggungan
  8. Janji untuk memperoleh ganti rugi dari objek hak tanggungan
  9. Janji untuk memperoleh uang asuransi
  10. Janji untuk mengosongkan objek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan
  11. Janji bahwa sertifikat hak atas tanah yang telah diberi catatan pembebanan hak tanggungan dipegang oleh penerima hak tanggungan.

Sedangkan cara hapus atau berakhirnya hak tanggungan karena:

  1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan
  2. Dilepas oleh pemegangnya
  3. Pembersihan hak tanggungan
  4. Hapusnya hak atas tanah

Borgtocht


Pengertian borgtocht menurut Pasal 1820 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga guna kepentingan siberhutang, meghikatkan diri untuk memenuhi perikatan siberhutang manakala si berhutang itu wanprestasi.

Dari beberapa ketentuan undang-undang dapat disimpulkan bahwa perjanjian penanggungan (borgtocht) bersifat accesoir, dalam arti selalu dikaitkan dengan perjanjian pokok. Adapun ciri-ciri borgtoch:

  1. Tidak ada penanggungan tanpa adanya perikatan pokok yang sah
  2. Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya perikatan pokok
  3. Penanggung berhak mengajukan tangkisan-tangkisan yang bersangkutan dengan perikatan pokok
  4. Beban pembuktian yang tertuju pada siberhutang dalam batas-batas tertentu mengikat juga si penanggung
  5. Penggung pada umumnya akan hapus dengan hapusnya perikatan pokok

Dalam kedudukannya sebagai perjanjian yang bersifat accesoir maka perjanjian penanggungan seperti halnya perjanjian-perjanjian accesoir yang lain akan memperoleh akibat-akibat:

  1. Adanya perjanjian penggungan tergantung pada perjanjian pokok
  2. Jika perjanjian pokok batal maka perjanjian penanggungan juga ikut batal
  3. Jika perjanjian pokok hapus maka perjanjian penaggungan juga ikut hapus
  4. Dengan beralihnya piutang pada perjanjian pokok maka semua perjanjian accesoir yang melekat pada piutang tersebut akan ikut beralih

Hak-hak dari seorang borg adalah:

  1. Hak untuk menuntut lebih dahulu
  2. Hak untuk membagi hutang
  3. Hak untuk mengajukan tangkisan gugat
  4. Hak untuk diberhentikan dari penanggungan (karena terhalang melakukan subrogasi sebagai akibat kesalahan kreditur).

Penanggung juga mempunyai hak regres dan hak subrogasi dalam hubungan hukum antara penanggung dengan debitur. Hak regres adalah hak menuntut kembali pembayaran tersebut dari si debitur, baik penanggungan itu terjadi dengan sepengetahuan atau tanpa sepengetahuan debitur.

Pengertian Hukum Jaminan Kredit


Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan Seminar Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan, bahwa istilah “hukum jaminan” itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, pengertian hukum jaminan, melainkan memberikan bentang lingkup dari istilah hukum jaminan itu, yaitu meliputi jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan.

Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang (Satrio, 2007).

Definisi ini difokuskan pada pengaturan pada hak-hak kreditur semata-mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitur. Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan.

Menurut M. Bahsan (2008), hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Sementara itu, Salim HS (2008) memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.

Unsur-unsur yang tercantum di dalam definisi ini adalah:

  • Adanya kaidah hukum
    Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.

  • Adanya pemberi dan penerima jaminan
    Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank.

  • Adanya jaminan
    Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.

  • Adanya fasilitas kredit
    Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.

Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak mampu membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya. Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, segala harta kekayaan debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan.

Terhadap jaminan ini akan timbul masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur di mana masing-masing kreditur menginginkan haknya didahulukan. Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti hak tanggungan, fiducia, gadai, maupun cessie piutang. Kreditur yang memegang hak tersebut memiliki hak utama untuk mendapatkan pembayaran kredit seluruhnya dari hasil penjualan benda jaminan. Apabila terdapat kelebihan dalam penjualan benda jaminan terebut dapat diberikan kepada kreditur lain. Eksistensi adanya perjanjian penjaminan tergantung pada perjanjian pokok. Perjanjian pokok biasanya berupa perjanjian kredit. Perjanjian penjaminan tidak mungkin ada tanpa perjanjian kredit. Apabila perjanjian pokoknya berakhir, maka perjanjian penjaminan akan berakhir pula.

Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit adalah Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan yang menyatakan bahwa:

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”

Jaminan pemberian kredit menurut Pasal 8 ayat (1) adalah bahwa keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Dengan demikian, hal ini menegaskan bahwa jaminan hendaklah mempertimbangkan dua faktor, yaitu :

  • Secured , artinya jaminan kredit mengikat secara yuridis formal sehingga apabila suatu hari nanti nasabah debitur melakukan wanprestasi (cedera janji), maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.

  • Marketable, artinya bila jaminan tersebut hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.

Kerangka Hukum Jaminan menurut KUHPerdata


Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang sepenuhnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang. Materi atau isi peraturan perundang-undangan tersebut memuat ketentuan- ketentuan yang secara khusus mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga- lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang dan sebagainya.
Di dalam KUHPerdata tercantum beberapa ketentuan yang dapat digolongkan sebagai hukum jaminan. Hukum jaminan dalam ketentuan hukum KUHPerdata adalah sebagaimana yang terdapat pada Buku Kedua yang mengatur tentang prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga-lembaga jaminan (Gadai dan Hipotek) dan pada Buku Ketiga yang mengatur tentang penanggungan utang adalah sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip Hukum Jaminan
Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuan- ketentuan KUHPerdata adalah sebagai berikut.

  • Kedudukan Harta Pihak Peminjam
    • Pasal 1131 KUHPerdata mengatur tentang kedudukan harta pihak peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan jaminan (tanggungan) atas utangnya.

    • Pasal 1131 KUHPerdata menetapkan bahwa semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari merupakan jaminan atas perikatan utang pihak peminjam.

Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata pihak pemberi pinjaman akan dapat menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih akan dimilikinya di kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh pihak peminjam di kemudian hari.

Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata sering pula dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang dicantumkan sebagai klausul dalam perjanjian kredit bila ditinjau dari isi (materi) perjanjian disebut sebagai isi yang naturalia. Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi yang naturalia merupakan klausul fakultatif, artinya bila dicantumkan sebagai isi perjanjian akan lebih baik, tetapi bila tidak dicantumkan, tidak menjadi masalah kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti demikian sudah diatur oleh ketentuan hukum yang berlaku.

  • Kedudukan Pihak Pemberi Pinjaman
    Bagaimana kedudukan pihak pemberi piinjaman terhadap harta pihak peminjam dapat diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu:
    • Yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing; dan
    • Yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.

Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara pihak pemberi pinjaman itu mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan.

Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak pemberi pinjaman.


Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Ketentuan yang demikian diatur oleh Pasal 1154 KUHPerdata tentang Gadai, Pasal 1178 KUHPerdata tentang Hipotek.

Larangan bagi pihak pemberi pinjaman untuk memperjanjikan akan memiliki objek jaminan utang sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan lembaga jaminan tersebut tentunya akan melindungi kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi pinjaman lainnya, terutama bila nilai objek jaminan melebihi besarnya nilai utang yang dijamin. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan ketentuan lembaga jaminan dilarang serta-merta menjadi pemilik objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji. Ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas tentunya akan dapat mencegah tindakan sewenang-wenang pihak pemberi pinjaman yang akan merugikan pihak peminjam.

Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Hemat Salim berpendapat bahwa hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.

Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas yang intinya pengertian hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu dengan suatu jaminan, bahwa dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai pihak pemberi hutang saja melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak penerima hutang atau hukum jaminan tidak hanya mengatur hak - hak kreditur yang berkaitan dengan jaminan pelunasan hutang utang tertentu namun sama - sama mengatur hak - hak kreditur dan hak - hak debitur yang berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu tersebut.

Menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan hukum jaminan adalah hukum mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda - benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup menyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga - lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar, dengan jangka waktu lama dan bunga yang relatif rendah. Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjhoen Sofwan ini merupakan suatu konsep yuridis yang berkaitan dengan penyusunan peraturan perundang - undangan yang mengatur tentang jaminan pada masa yang akan datang.

Saat ini telah dibuat berbagai peraturan perundang - undangan yang berkaitan dengan jaminan. Berdasarkan pengertian di atas, unsur - unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan ialah sebagai berikut :

  • Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah - kaidah hukum yang terdapat didalam peraturan perundang - undangan, traktat, yurispundensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah - kaidah hukum jaminan yang bertumbuh, hidup dan berkembang didalam masyarakat.

  • Adanya pemberian jaminan dan penerima jaminan

Pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Pemberian jaminan dapat juga dikatakan orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit disebut sebagai debitur. Penerimaan jaminan adalah orang atau badan hukum yang meneriman barang jaminan dari pemberi jaminan atau dari debitur. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit. Lembaga yang memberikan fasilitas kredit tersebut dapat berupa lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank.

  • Adanya jaminan

Pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada pihak kreditur adalah jaminan materil yang merupakan jaminan berupa hak – hak kebendaan seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak.

  • Adanya fasilitas kredit

Pembebanan jaminan yang dilakukan pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau dari lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit ini merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan. Maksud dari kata berdasarkan kepercayaan disini adalah bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup mengembalikan pokok pinjaman dan membayar bunga serta biaya yang dikeluarkan untuk memelihara obyek gadai atau benda jaminan. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.

Menurut Rahmadi Usman unsur - unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan ada sebagai berikut :

  • Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumberkan kepada ketentuan hukum yang tertulis dan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah ketentuan hukum yang berasal dari peraturan perundang – undangan. Sedangkan ketentuan hukum jaminan tidak tertulis adalah ketentuan hukum yang terpelihara didalam masyarakat.

  • Ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur). Pemberi jaminan disebut sebagai debitur yaitu pihak yang berhutang dalam suatu hubungan utang piutang tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai jaminan kepada penerima jaminan (kreditur). Dalam hal ini yang dapat bertindak sebagai pemberi jaminan bisa orang atau badan hukum yang akan mendapatkan fasilitas kredit tertentu atau pemilik benda yang menjadi objek jaminan utang tertentu. Adapun penerima jaminan disebut sebagai kreditur yaitu pihak yang berpiutang dalam suatu utang piutang tertentu, yang menerima penyerahan suatu kebendaan tertentu sebagai jaminan dari pemberi jaminan. Dalam hal ini yang dapat menjadi penerima jaminan bisa orang perseorangan atau badan hukum. Sama halnya badan hukum yang dimaksud disini ialah bank atau lembaga keuangan nonbank.

  • Adanya jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur. Karena hutang yang dijamin itu berupa uang maka jaminan disini harusdapat dinilai dengan uang.

  • Pemberi jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan dimaksudkan sebagai jaminan bagi pelunasan hutang tertentu yang artinya pembebanan kebndaan jaminan dilakukan dengan maksud untuk mendapat hutang, pinjaman atau kredit yang diberikan oleh seseorang atau badan hukum kepada seseorang atau badan hukum berdasarkan kepercayaaan. Pembebanan kebendaan jaminan dimaksudkan untuk menjamin pelunasan hutang tertentu terhadap kreditur bila debitur mengalami wanprestasi.