Apa yang dimaksud dengan istilah "Hubungan Membutuhkan Pemahaman/Pengetahuan" dalam Ilmu Sosiologi?

image

Dalam ilmu sosiologi terdapat istilah hubungan membutuhkan pemahaman/pengetahuan.

Apa yang dimaksud dengan hubungan membutuhkan pemahaman/pengetahuan dalam ilmu sosiologi?

Tak jarang di antara orang-orang itu menjalin hubungan yang pragmatis. Hubungan pragmatis tentunya tak disadari oleh motivasi yang kuat untuk membangun hubungan kecuali hanya untuk memenuhi kepentingan sempitnya. Pada faktanya, tak sedikit orang yang tak mau memikirkan hubungan yang serius dengan komitmen yang kuat serta dengan tujuan yang lebih bermartabat.

Hubungan dibangun tanpa diiringi kegiatan yang intensif untuk mengenal dan mengetahui latar belakang orang yang diajak berhubungan. Motivasi-motivasi instan dan pragmatis menjadi latar belakang dilangsungkannya hubungan. Sebagai misal, motivasi untuk menyalurkan kebutuhan seksual secara cepat dalam kasus membangun hubungan pacaran dan pernikahan. Tanpa pemahaman dan pengetahuan, tanpa pegangan terhadap nilai-nilai dalam membangun relasi, seakan motivasi seksualitas menjadikan makna pernikahan menjadi menjijikkan. Bagi laki-laki, misalnya, kalau hanya sekadar hubungan seksual, bukankah hubungan singkat bisa dibangun hanya dengan mendatangi rumah bordir dengan sekian jumlah uang lalu memilih perempuan yang bisa diajak menyalurkan hasrat seksualnya, dimasukkan ke kamar dan melakukan komunikasi hanya dengan alat kelamin dan merasa puas secara fisikal maupun psikologis?

Membangun hubungan yang lebih serius dan bermartabat tentunya tak dapat diwakili dengan uang. Anda tidak boleh membeli orang agar orang itu mau berhubungan dengan Anda. Jika itu terjadi, sama halnya Anda membeli realitas, memaksa, atau menilai orang yang Anda ajak berhubungan dengan Anda. Sama halnya Anda menunjukkan ketidakmampuan untuk meyakinkan selain dengan uang, tidak ada kualitas kepribadian yang Anda jadikan “modal” untuk membangun hubungan.

Yang perlu diingat bahwa Anda akan membangun hubungan, sebaiknya mengandalkan kemampuan untuk berhubungan. Anda harus memahami arti pasangan (orang lain) bagi Anda dan bagi tujuan yang akan Anda bangun. Yang harus Anda persiapkan bukan hanya uang dan alat kelamin, melainkan kemampuan memahami dan memberi penjelasan pada pasangan Anda. Anda berhubungan dengan keseluruhan eksistensi Anda, bukan hanya dengan uang maupun organ-organ tubuh Anda, tetapi organ tubuh yang paling seksi adalah OTAK yang memungkinkan Anda memahami hubungan yang ingin Anda jalankan. Jadi, kualitas hubungan ditentukan oleh tujuannya. Jika tujuannya hanya untuk menyalurkan hal-hal yang remeh, hubungan itu remeh. Akan tetapi, jika tujuannya adalah untuk mencapai suatu cita-cita yang lebih besar, itulah hubungan yang lebih agung. Pemahaman dan pengetahuan menjadi elemen penting bagi kesadaran membangun tujuan-tujuan hidup.

Erich Fromm yang merupakan psikolog yang barangkali paling menyarankan agar kita tak menjalani hubungan yang remeh, hubungan yang baginya harus disandarkan pada kekuatan jiwa yang dihiasi dengan pengetahuan. Dalam pembukaan bukunya, The Art of Loving, ia mengutip kata-kata pemikir zaman dulu untuk melihat hubungan antara mencintai dan mengetahui. Ia mengutip Paracelcus yang mengatakan:

“Siapa yang tak tahu apa pun, tak mencintai apa pun. Siapa yang tak melakukan apa pun, tidak memahami apa pun. Barangsiapa yang tak memahami apa pun, tidaklah berarti. Namun, siapa yang memahami juga mencintai, memerhatikan, melihat… Pengetahuan yang semakin luas terkandung dalam satu hal, semakin besarnya cinta…Siapa pun yang membayangkan bahwa semua buah masak pada saat yang sama, tidak ada bedanya dengan stroberi yang tak tahu apa pun tentang anggur.”

Jika kita mencintai kekasih kita, kita tentu memahaminya. Kita mengetahui keinginannya, demikian juga ketakutan-ketakutannya. Kita mencari penjelasan yang ilmiah dari semua bentuk obsesi dan gundah gulana. Kita akan mencari solusi bersama-sama dari segala ekspresi kebutuhan kemanusiaan kita (termasuk kebutuhan seks—tetapi bukan satu-satunya kebutuhan). Yakinkan bahwa yang kita cari bukanlah penyatuan fisik belaka, melainkan juga penyatuan emosional dan intelektual. Intelektualitas juga produk energi seksual. Intelektualitas Anda membuat energi seks Anda tidak seperti energi hewan yang hanya menuntut Anda melampiaskan kebutuhan biologis, tetapi membuat Anda seperti manusia (makhluk berakal) yang ingin menyatu dengan dunia.

Pengetahuan menyatukan Anda dengan dunia. Membuat Anda membawa kekasih Anda memeluk kehidupan, nafsu Anda sungguh dalam dan bermakna jika Anda menyetubuhi dunia. Insting cinta pada akhirnya harus kembali pada insting kehidupan dan penyatuan: EROS! Tak ada makhluk paling erotis di dunia ini kecuali intelektual, filsuf, sastrawan, dan pemberontak! Para penjaja tubuh yang tak berpikir, yang hanya jual tampang, penampilan, suara (lagu)—para artis-selebritis yang kegiatannya hanya menghibur dan bersenang-senang itu—tak lebih dari makhluk erotis berkualitas rendah yang layak dibuang ke tempat sampang peradaban comberan.

Oleh karenanya, wajar jika hubungan yang baik harus dimulai dengan perkenalan dan kebiasaan untuk saling mengetahui antara masing-masing pihak. Dalam hubungan pernikahan, misalnya, Anda seharusnya menikahi orang yang telah Anda kenal dan karena kenal itulah kecocokan dan ketidakcocokan akan dapat diidentifi kasi. Sebagai sebuah hubungan yang akan dilangsungkan seumur hidup, mencari suami atau istri harus dilakukan dengan cara yang serius agar sebelum mengikatkan diri dalam “ikatan” mereka bisa mengetahui apakah pasangannya cocok atau tidak.

“Witing tresno jalaran soko kulino”, begitulah kata-kata yang masih dapat kita ingat dari orangtua Jawa zaman dulu. Cinta berasal dari kebiasaan atau pengenalan yang berlangsung lama. Menurut penulis, inilah fi lsafat yang meskipun lahir dari masyarakat tradisional, tampaknya juga terkesan modern dan ilmiah untuk menjelaskan masalah yang sedang kita diskusikan.

Cinta dalam hubungan tak datang begitu saja. Cinta bukanlah suatu hal yang dapat diperoleh dalam waktu singkat. Mustahil untuk menyatukan orang-orang yang belum mengenal sebelumnya ke dalam hubungan yang intim dan penuh cinta. Justru, perasaan sayang (tresno) dibentuk karena kita telah menjalani hubungan yang lama dan terbiasa mengenalnya. Kita mampu karena kita telah terbiasa (kulino).

Sebelum cinta datang, sebelum hubungan yang serius dibangun, dibutuhkan penyelaman atau pengenalan (ta’aruf), bukannya tiba-tiba dua orang dijodohkan tanpa tahu dan tanpa saling mengenal sebelumnya. Ada kisah yang terjadi di zaman orangtua dan kakek-nenek kita dulu soal cinta. Pada zaman itu, cinta tidak dibangun dengan proses perkenalan, waktu itu tak ada pacaran. Jodoh tidak lahir karena upaya dari orang yang akan membangun hubungan. Hubungan hanyalah pernikahan, yang tidak didahului dengan proses perkenalan yang panjang. Tidak ada pilihan. Anak yang membangkang orangtua dalam hal jodoh dianggap sebagai ketidakpantasan yang sangat luar biasa.