Apa yang dimaksud dengan hikmah Allah ?

Hikmah adalah mengetahui hakikat segala sesuatu apa adanya, dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya

Apa yang dimaksud dengan hikmah Allah ?

Hikmah secara leksikal bermakna ‘adl (adil), itqân (kukuh) dan lain sebagianya. Mengikut kamus, gelar hakim dilekatkan bagi orang yang menunaikan seluruh urusannya dan kegiatannya hingga tuntas dengan kukuh.

Hikmah secara teknikal terminologis juga disebutkan memiliki dua makna:

  • Mengenal hakikat-hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya.
  • Mengerjakan sebuah perbuatan dengan baik, sempurna, dan sesuai dengan kemaslahatan seluruh entitas dan ciptaan.

Allah Swt adalah Hakim (Mahabijak) dalam dua pengertian dan makna di atas; karena makrifat-Nya terhadap segala sesuatu merupakan makrifat yang paling sempurna dan perbuatan-perbuatan-Nya juga dikerjakan dengan paling kukuh dan kuat.

Adapun dalil-dalil untuk menetapkan sifat hikmah bagi Allah Swt ini dapat dilakukan dengan beberapa jalan di antaranya adalah sebagai berikut:

Dalil Rasional

Di antara makna hikmah adalah bahwa perbuatan-perbuatan Allah Swt berada pada puncak rasionalitas dan amat sangat logis. Setiap perbuatan yang dilakukan bukan untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu merupakan hal yang sia-sia di hadapan seluruh orang-orang yang berakal budi. Perbuatan sia-sia adalah buruk dan tercela di sisi orang-orang berakal sehat. Hal ini telah ditetapkan sebelumnya bahwa perbuatan buruk mustahil dapat dilakukan oleh Tuhan Yang Mahabijaksana. Karena itu perbuatan sia-sia mustahil dan tentu tidak dapat dilakukan oleh Allah Swt.

Adapun disebutkan bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan memiliki tujuan hal itu tidak bermakna bahwa tujuan tersebut secara esensial (dzati) kembali kepada Tuhan; karena sebagaimana yang telah disebutkan bahwa zat Tuhan adalah sempurna dan tidak memerlukan perbuatan-perbuatan seperti ini serta sejatinya tujuan-tujuan ini kembali dan berpulang kepada makhluk-makhluk.

Hal ini dapat dijelaskan lebih jauh bahwa terkadang seorang pelaku perbuatan melakukan sebuah perbuatan maka tujuannya kembali kepada dirinya sendiri dan terkadang melakukan sesuatu untuk berbagi dan menyampaikan manfaat kepada seseorang. Apabila tujuan termasuk pada jenis pertama maka hal tersebut merupakan tujuan untuk meraih kesempurnaan (istikmâli) dan tentu saja tidak tepat dan benar dilekatkan pada Allah Swt; karena hal itu merupakan pertanda adanya kekurangan dan cela sang pelaku perbuatan. Tentu saja Allah Swt suci dari segala bentuk kekurangan dan cela. Namun apabila tujuan yang disasar termasuk pada jenis kedua maka ia adalah kesempurnaan itu sendiri dan bersumber dari kesempurnaan pelaku.

Allah Swt memiliki selaksa sifat-sifat yang kita kenal sebagai sifat-sifat keindahan (jamâl) dan kesempurnaan (kamâl); seperti berilmu, berkuasa, menghendaki kebaikan dan lain sebagainya. Oleh itu, Entitas yang menyandang sifat-sifat seperti ini harus mengeluarkan dan mengkreasi sistem terbaik dan paling bijak karena selain dari itu maka harus dikatakan bahwa Tuhan tidak memiliki sifat-sifat seperti ini, padahal tidak demikian adanya. Karena itu Allah Swt senantiasa menyandang sifat-sifat keindahan dan kesempurnaan ini.

Dalam bahasa Indonesia, kata “hikmah” diartikan sebagai: 1) kebijaksanaan (dari Allah) 2) kesaktian, sehingga orang yang memiliki hikmah adalah orang yang memiliki kebijaksanaan atau kesaktian, sedangkan “kata-kata hikmah” adalah kata-kata yang mengandung kebijaksanaan atau kesaktian.

Al-Alūsī mengemukakan dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan ḥikmah adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, atau pemahaman terhadap agama, baik yang bersumber dari kitab Alquran maupun dari hadis. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa ḥikmah itu terbagi dua, ada yang berbentuk teoretis dan ada yang berbentuk praktis, sedangkan Ibnu Āsyūr berpendapat bahwa yang disebut dengan ḥikmah adalah penyempurnaan ilmu pengetahuan dan pengamalan sesuai dengan ilmu yang dimiliki.

Ibnu Rajab memberikan komentar tentang makna ḥikmah yang mencakup semua makna. Ia mengatakan: ‘Yang dimaksud dengan ḥikmah adalah segala yang menghalangi dari kebodohan dan mencegah dari yang kejelekan.’

Kata ḥikmah berasal dari akar kata “ḥakama”, kata yang menggunakan huruf ’, kāf dan mīm yang oleh Ibn Fāris diartikan dengan “menghalangi” seperti hakam yang berarti menghalangi terjadinya penganiayaan, kendali bagi hewan disebut hakama yang berarti menghalangi hewan untuk mengarah kepada hal yang tidak diinginkan, atau liar.

Kata ḥikmah dalam berbagai bentuknya dalam Alquran terulang dalam 210 ayat. Kata kerja dengan pola ḥakama sebanyak 1 kali, ḥukman sebanyak 11 kali, ḥukm sebanyak 53 kali, yaḥkumu sebanyak 23 kali, ahkām sebanyak 3 kali, ḥākim sebanyak 81 kali,

Kata ḥikmah mempunyai makna yang berbeda-beda, menurut al-Rāzī11, kata al-ḥikmah memiliki empat pengertian, yaitu : 1). Mawāiẓ al-Qur’ān, 2). Al-Fahm wa al-‘Ilm’ 3). Kenabian, dan 4). Pemahaman yang mendalam terhadap Alquran.

Mawā’iz al-Qur’ān


Hal tersebut dapat ditemukan di dalam Q.S. al-Baqarah(2): 231 berikut ini:

Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa hikmah adalah segala sesuatu yang dapat memberi pelajaran, yang memerintahkan kepada segala perbuatan yang baik dan menghindari segala perbuatan yang jelek. Dan pelajaran tersebut tertuang dalam Alquran dan hadis.

Al-Fahm wa al-‘Ilm


Ungkapan tersebut dapat dipahami dari firman Allah dalam Q.S. Luqman: 12 berikut ini:

Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

Hikmah yang dimaksud pada ayat di atas menurut al-Tabarī adalah pemberian pemahaman terhadap agama, akal, serta perkataan yang jujur. Karena itulah doa Rasulullah saw. kepada Abdullāh bin Abbās ra. yang berbunyi semoga Allah swt. mengajarkan kepadanya ḥikmah, kitab dan paham dalam agama, dan digabungkan dalam riwayat al-Bukhārī dengan sabda nabi:

Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah.

Maksudnya adalah paham terhadap Alquran dan sunah, serta mengamalkan keduanya, seperti yang ditegaskan oleh mayoritas tābi’īn dan dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah yang mengatakan: ‘… adapun ḥikmah dalam Alquran, maka maksudnya adalah mengenal kebenaran dan mengamalkannya…’

Kenabian

Pengertian ini dapat ditemukan di dalam Q.S. an-Nisā (4): 54 berikut ini:

Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan kitab dan hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.

Pemberian hikmah kepada keluarga Ibrahim adalah menyangkut masalah kenabian, Allah swt. mengangkat keturunan Nabi Ibrahim as. seperti Nabi Ismail, Nabi Ya’kub, dan Nabi Muhammad saw.

Pemahaman yang Mendalam terhadap Alquran

Pengertian ini dikemukakan dalam Q.S. al-Nahl (16):125 berikuti ini :

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang- orang yang mendapat petunjuk.

Dari ayat di atas, jelas bahwa hikmah adalah usaha untuk memahami dan memelajari Alquran dan hadis yang dibawa oleh Rasulullah saw. sehingga dapat dijadikan sebagai pengendali dalam kehidupan sehari-hari.

Pemberi Hikmah

Berdasarkan penelusuran terhadap ayat-ayat Alquran, dapat dikemukakan bahwa pemberi hikmah adalah Allah swt. dan rasul- Nya.

Allah swt.


Di dalam Q.S. al-Baqarah (2): 251 disebutkan sebagaimana berikut:

Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.

Pada ayat tersebut di atas, dikisahkan bahwa kemenangan Thalut atas tentara Jalut adalah karena izin Allah swt. bukan karena kekuatan Thalut. Bahkan dalam perang itu Daud yang merupakan salah seorang tentara Thalut, berhasil membunuh Jalut. Setelah keberhasilan mereka raih, Allah memberikan kepadanya kekuasaan/kerajaan dan ḥikmah, setelah meninggal Thalut dan Allah mengajarkan kepadanya apa yang dikehendakinya

Nikmat Allah yang dimaksud adalah petunjuk-petunjuk-Nya yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga, yaitu petunjuk- petunjuk ilahi menyangkut masalah perkawinan. Peringatan terhadap nikmat Allah swt. yang berasal dari Allah itu digandengakan dengan peringatan bahwa kitab dan ḥikmah itu berasal dari Allah swt.

Allah swt. menggandengakan kata al-ḥikmah dengan al-kitāb dan kata al-ḥikmah dengan al-mulk. Ketika al-ḥikmah digandengkan dengan kata-kata al-kitāb, dapat dipahami bahwa hikmah yang dimaksud adalah makna yang terkandung dalam kitab tersebut, sedangkan ketika digandengkan dengan al-mulk, ḥikmah yang dimaksud adalah menyangkut masalah kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan di dalam melaksanakan suatu pemerintahan.

Rasul


Kata rasūl yang bentuk jamaknya adalah rusul secara etimologis berarti utusan atau kurir, dan di dalam Alquran ditemukan sebanyak 117 kali,19 sedangkan dalam bentuk jamak terulang sebanyak 73 kali.

Rasul adalah orang yang diutus kepada seluruh makhluk dengan membawa risalah Allah melalui malaikat Jibril, secara tatap muka, dan berhadap-hadapan langsung. Abū Zakariya Muhy al-Dīn

Di dalam Q.S. al-Baqarah (2): 269 disebutkan sebagai berikut:

Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.

Dari ayat di atas jelas bahwa Rasulullah dipilih oleh Allah swt. untuk membacakan ayat-ayat Allah, mensucikan serta mengajarkan kitāb dan ḥikmah kepada umatnya sehingga mereka menjadi umat yang baik dalam menata kehidupannya.

Orang yang memiliki niat yang baik dan ibadah yang benar, kebaikannya hanya terbatas untuk dirinya sendiri dan tidak memberi pengaruh kepada orang lain (intransitif), selama ia tidak diberikan ḥikmah dalam berinteraksi dan benar dalam memilih. Sebagaimana orang yang memiliki ḥikmah, ḥikmah-nya menjadi salah satu bagian kemunafikan sosial jika tidak disertai kejiwaan yang tinggi dan istiqamah di atas jalur Alquran dan sunah.

Sumber : Muhyiddin Tahir, Hikmah dalam persfektif al-Quran, UIN Alauddin