Cardiac arrest atau henti jantung adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association, 2010).
Cardiac arrest adalah semua keadaan yang memperlihatkan penghentian mendadak fungsi pemompaan jantung, yang mungkin masih reversible jika dilakukan intervensi dengan segera tetapi dapat menimbulkan kematian jika tidak dilakukan intervensi. Kecenderungan keberhasilan intervensi berhubungan dengan mekanisme terjadinya cardiac arrest dan kondisi klinis pasien (Parnia, 2012).
Etiologi Cardiac Arrest
Penyebab cardiac arrest adalah serangan jantung atau infark miokard (aritmia jantung, khususnya fibrilasi ventrikel dan ventrikel tachycardia tanpa nadi) terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah material (plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak semakin buruk sirkulasi ke jantung dan otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.
Sumbatan jalan napas oleh benda asing, tenggelam, stroke atau CVA, overdosis obat-obatan (antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen) dapat menyebabkan aritmia. Tercekik, trauma inhalasi, tersengat listrik, reaksi alergi yang hebat (anafilaksis), trauma hebat misalnya kecelakaan kendaraan bermotor dan keracunan (Suharsono, T., & Ningsih, D. K., 2012).
Manifestasi klinis cardiac arrest
Gejala yang paling umum adalah munculnya rasa tidak nyaman atau nyeri dada yang mempunyai karakteristik seperti perasaan tertindih yang tidak nyaman, diremas, berat, sesak atau nyeri. Lokasinya ditengah dada di belakang sternum. Menyebar ke bahu, leher, rahang bawah atau kedua lengan dan jarang menjalar ke perut bagian atas. Bertahan selama lebih dari 20 menit. Gejala yang mungkin ada atau mengikuti adalah berkeringat, nausea atau mual, sesak nafas (nafas pendek- pendek), kelemahan, tidak sadar (Suharsono & Ningsih, 2012).
Patofisiologi cardiac arrest
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia yaitu fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol (Kasron, 2012).
-
Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
-
Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinya takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama.
-
Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.
-
Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
Gambar Algoritma penatalaksanaan henti jantung pada arithmia. Sumber : (American Heart Association, 2010)
Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung. Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal.
Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 . Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64 (American Heart Assosiacion, 2010).