Apa yang dimaksud dengan Hardiness?

image

Hardiness adalah suatu konstalasi karakteristik kepribadian yang membuat individu menjadi lebih kuat, tahan, stabil, dan optimis dalam menghadapi stres dan mengurangi efek negatif yang dihadapi (Kobasa, dalam Tizar).

1 Like

Kobasa (1979) mengembangkan suatu konsep kepribadian yang didasarkan pada daya tahan seseorang terhadap masalah yang dialaminya, tipe kepribadian ini disebut dengan kepribadian hardiness.

Menurut Kobasa (1979) kepribadian hardiness adalah suatu susunan karakteristik kepribadian yang membuat individu menjadi lebih kuat, tahan, dan stabil dalam menghadapi stress dan mengurangi efek negatif yang dihadapi.

Kobasa melihat kepribadian hardiness sebagai kecenderungan untuk mempersepsikan atau memandang peristiwa-peristiwa hidup yang potensial mendatangkan stress sebagai sesuatu yang tidak terlalu mengancam.

Menurut Maddi (2013):

Hardiness emerged as a pattern of attitude and strategies that together facilitate turning stressful circumtances from potential disarters into growth opportunities. “Ketangguhan muncul sebagai pola sikap dan strategi yang bersama-sama memfasilitasi mengubah keadaan stress dari potensi bencana kedalam pertumbuhan peluang”

Berdasarkan pendapat Maddi, ketangguhan merupakan pola sikap yang berguna untuk mengubah keadaan stress menjadi sebuah peluang tumbuh. Menurut Kobasa (1979), individu yang memiliki kepribadian hardiness tinggi memiliki sikap serangkaian sikap yang membuat tahan terhadap stres.

Individu dengan kepribadian hardiness senang membuat suatu keputusan dan melaksanakannya karena memandang hidup ini sebagai sesuatu yang harus dimanfaatkan dan diisi agar mempunyai makna, dan individu dengan kepribadian hardiness sangat antusias menyongsong masa depan karena perubahan-perubahan dalam kehidupan dianggap sebagai suatu tantangan dan sangat berguna untuk perkembangan hidupnya.

Ketangguhan (hardiness) adalah gaya kepribadian yang dikarakteristikkan oleh suatu komitmen (daripada ketreasingan), pengendalian (daripada ketidakberdayaan) dan persepsi terhadap masalah-masalah sebagai tantangan (daripada ancaman) (Santrock,2002).

Schultz & Schultz (2006) mengatakan bahwa hardiness merpakan suatu variabel kepribadian yang dapat menjelaskan perbedaan individual dalam kerentanan stress. Individu dengan kepribadian hardiness yangtinggi mempunyai perilaku-perilaku yang membuat mereka lebih kat dalam pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain yang mereka senangi serta mengubah pandangan bahwa sesuat yang mengancam dapat menjadi sebuah tantangan.

Aspek-aspek Kepribadian Hardiness

Kobasa (1979) menyatakan, bahwa kepribadian hardiness ini menunjukkan adanya kontrol, komitmen, dan tantangan.

1. Kontrol

Kontrol sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai hasil-hasil yang diinginkan melalui tindakannya sendiri. Individu merasa memiliki kontrol pribadi ketika dirinya mampu mengenal apa yang dapat dan tidak dapat dipengaruhi lewat tindakan pribadi dalam sebuah situasi.

Individu dapat mengontrol atau mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang dialami dengan pengalaman. Individu yang memiliki kontrol kuat akan selalu optimis dalam menghadapi hal-hal diluar individu. Individu akan cenderung berhasil dalam menghadapi masalah.

Aspek kontrol muncul dalam bentuk kemampuan untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan pribadi atau kemampuan untuk memilih dengan bebas diantara beragam tindakan yang dapat diambil. Individu yang memiliki aspek kontrol tinggi juga memiliki kendali kognitif atau kemampuan untuk menginterpretasikan, menilai, menyatukan berbagai peristiwa kedalam rencana kehidupan selanjutnya.

Lawan dari kontrol adalah powerlessness, yaitu perasaan pasif dan merasa akan selalu ditakuti akan hal-hal yang tidak dapat dikendalikan oleh individu. Kurang inisiatif dan kurang merasakan adanya sumber dari diri individu, sehingga merasa tidak berdaya jika berhadapan dengan hal yang menimbulkan ketegangan (Kobasa, 1979).

2. Komitmen

Kemampuan untuk dapat terlibat mendalam terhadap aktivitas- aktivitas yang harus dilakukan individu dalam kehidupan individu tersebut.Keterlibatan ini menjadi sumber penangkal stres. Individu yang memiliki komitmen mempunyai alasan dan kemampuan untuk meminta bantuan orang lain ketika kondisi menuntut suatu penyesuaian baru atau berada dibawah tekanan yang berat.

Individu yang memiliki komitmen mempunyai kepercayaan yang dapat dirasakan dari peristiwa-peristiwa yang menimbulkan stres.Situasi yang merugikan pada akhirnya dilihat sebagai sesuatu yang bermakna dan menarik (Maddi & Kobasa, dalam Bissonette, 1998).

Individu yang memiliki komitmen kuat tidak akan mudah menyerah pada tekanan. Pada saat menghadapi stres individu ini akan melakukan strategi coping yang sesuai dengan nilai, tujuan dan kemampuan yang ada dalam dirinya.

Komitmen ditunjukkan dengan tidak adanya keterasingan (Bigbee, dalam Bissonette, 1998), komitmen tercermin dalam kapasitas individu untuk terlibat, bukannya merasa terasing.Lawan dari komitmen adalah terasing (alienation), individu ini biasanya mudah bosan terhadap tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh individu tersebut.

Individu merasa tidak berarti dan selanjutnya akan menarik diri. Individu yang memiliki komitmen yang tinggi akan lebih komit dalam beberapa aspek dalam hidupnya seperti hubungan interpersonal, keluarga, juga dirinya sendiri.

3. Tantangan

Kecenderungan untuk memandang suatu perubahan yang terjadi dalam hidup individu sebagai sesuatu yang wajar. Perubahan tersebut dapat diantisipasi sebagai suatu stimulasi yang berguna bagi perkembangan diri individu.Individu yang mempunyai karakter ini cenderung merasa bahwa hidup sebagai suatu tantangan yang menyenangkan dan dinamis, serta mempunyai kemauan untuk maju.

Ditunjukkan dengan tidak adanya kebutuhan untuk keamanan, itu merupakan sikap positif individu terhadap perubahan dan keyakinan bahwa akan mendapat keuntungan dari kegagalan serta keberhasilan (Brooks, dalam Bissonette, 1998).

Lawan dari tantangan adalah threatned, individu yang mempunyai perasaan terancam (threatened) menganggap bahwa itu harus stabil karena individu itu merasa khawatir dengan adanya perubahan. Perubahan dianggap merusak dan menimbulkan rasa tidak aman.Selain itu individu yang threatned tidak bisa menyambut dengan baik perubahan atau memandang perubahan sebagai suatu ancaman daripada sebagai tantangan dan selalu mengaitkan dengan penekanan dan penghindaran.

Hardiness menurut Kobasa dan Maddi dan Kahn adalah :

“A personality variable that functions as a resource to resist the negative consequences of adverse conditions”.
“ A personality variable that develops early in life and reasonably stable over time” .

Jadi, hardiness adalah variabel kepribadian yang berkembang sejak dini, relatif stabil sepanjang waktu, dan berfungsi sebagai sumber kekuatan yang memberikan kemampuan bagi individu untuk bertahan dalam kondisi yang kurang menguntungkan di dalam hidupnya. Kondisi yang kurang menguntungkan ini termasuk di antaranya adalah peristiwa-peristiwa yang dirasakan penuh tekanan bagi individu.

Menurut Bartone (1989, dalam Simon-boyd, 2002) hardiness merupakan kepribadian yang menjadi dasar atau disposisi seseorang yang memiliki kemampuan resiliensi yang baik, oleh karena itu ia menggunakan istilah dispositional resiliency untuk menggambarkan hardiness.

Resiliensi adalah kemampuan untuk tetap berperan optimal dalam keadaan yang buruk sekalipun, dan mampu menghadapi tantangan atau ancaman, dan dalam hal ini individu memiliki kemampuan untuk bangkit kembali dari pengalaman traumatik yang dialami. Kebangkitan kembali individu dari keterpurukannya itu, menjadikannya individu lebih kuat dalam proses menghadapi peristiwa traumatik tersebut.

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi cenderung lebih dapat mempertahankan kesehatannya dalam situasi yang penuh tekanan. Ketika menghadapi tantangan dan saat yang sulit dalam hidup, individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi akan mempunyai keadaan fisik dan mental yang lebih sehat karena mereka mempunyai penilaian yang lebih positif terhadap stresor yang dihadapi, dan tetap berharap untuk membuat kemajuan dalam situasi yang buruk sekalipun (Lewis, 2002).

Kobasa (1979) menyebutkan bahwa individu yang hardy menggunakan transformational coping saat menghadapi situasi yang penuh tekanan, yaitu dengan mengubah kognisi dan tingkah laku mereka. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan masalah, yaitu dengan merestrukturisasi pikiran mereka kembali ke pemikiran yang positif (positive cognitive restructuring), memperluas perspektif (enhaced perspective), mencoba memahaminya sebaik mungkin (deepened understandings), menentukan tindakan yang akan diambil (decisive action), dan mencari dukungan emosional (emotional support).

Di lain pihak, individu yang memiliki tingkat hardiness yang rendah cenderung menggunakan regressive coping, seperti menghindari kognisi dan reaksi tingkah laku mereka terhadap peristiwa yang penuh tekanan. Perbedaan gaya coping inilah yang menyebabkan individu yang hardy lebih dapat bertahan dalam situasi yang penuh tekanan dibandingkan individu yang kurang hardy.

Hardiness (Tahan Banting)


Sebagaimana dikatakan oleh Gentry dan Kobasa, bahwa kejadian dalam hidup yang menimbulkan stress mempunyai kontribusi terhadap berkembangnya penyakit fisik. Kemampuan setiap individu dalam menghadapi kejadian hidup yang penuh stress tidaklah sama, tergantung pada banyak hal, salah satunya yang membedakan adalah tipe kepribadian, khususnya kepribadian hardiness.

Menurut Maddi dan Kobasa hardiness berkembang pada masa kanak- kanak secara tepat dan muncul sebagai perubahan dan merupakan akibat dari pengalaman-pengalaman hidup.

Kepribadian hardiness pertama kali dideskripsikan oleh Kobasa, sebagai proses penilaian kognitif yang tersususun atas tiga karakteristik; control, commitment, dan challenge. Kepribadian hardiness merupakan suatu konstalasi kepribadian yang membuat individu menjadi kuat, tahan, stabil, dan optimis dalam mengahadapi stres dan mengurangi efek negatif yang dihadapi.

Cotton, mengartikan lebih jelas lagi tentang hardiness sebagai komitmenyang kuat terhadap diri sendiri, sehingga dapat menciptakan tingkah yang laku aktif terhadap lingkungan dan perasaan bermakna yang menetralkan efek negatif stres.

Sementara Quick dkk, menyatakan hardiness sebagai konstruksi kepribadian yang merefleksikan sebuah orientasi yang lebih optimis terhadap hal-hal yang menyebabkan stres. Ini sesuai dengan pendapat Kobasa yang melihat hardiness sebagai kecenderungan untuk yang potensial memandang stres sebagai sesuatu yang tidak terlalu mengancam, serta mampu untuk melindungi individu dari pengaruh stres yang negatif.

Individu yang memiliki hardiness tinggi mempunyai serangkaian sikap yang tahan akan stres. Individu tersebut, senang bekerja kerja keras karena menikmati pekerjaan yang dilakukan, senang membuat sesuatu keputusan dan melaksanakannya karena memandang hidup ini sebagai sesuatu yang harus dimanfaatkan dan diisi agar mempunyai makna. Individu yang memiliki hardiness sangat antusias dalam menyongsong masa depan karena perubahan- perubahan dalam kehidupan dianggap sebagai suatu tantangan dan sangat berguna untuk perkembangan hidupnya. Dampak-dampak kepribadian hardiness pada kesehatan mental adalah menengahi penilaian kognitif individu pada situasi yang penuh stres dengan strategi penanganannya.

Hardiness menjadikan individu memiliki strategi koping yang tepat untuk mencari problem-solving. Dua mekanisme tersebut, termaksud upaya-upaya untuk menguarangi jumlah pengalaman psikologis yang penuh stres dan untuk mendukung terciptanya kepribadian yang sehat pada individu dalam waktu yang lama. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hardiness adalah suatu karakteristik kepribadian yang mempunyai daya tahan dalam menghadapi kejadian-kejadian yang menekan atau menegangkan (stressfull) yang didalamnya terdapat aspek control, commitment, dan challenge.

Mc.Cubbi (dalam Smet, 1994) mengungkapkan bahwa hardiness merupakan kekuatan dasar individu untuk menemukan kapasitas dalam menghadap tekanan. Menurut Sheridan dan Radmacher (dalam Smet 1994) hardiness merupakan kepercayan bahwa seseorang akan survive dan mampu tumbuh, belajar dan menghadapi tantangan.

Cotton (dalam Heriyanto, 2011), lebih jelas lagi mengartikan hardiness sebagai komitmen yang kuat terhadap diri sendiri, sehingga dapat menciptakan tingkah laku yang aktif terhadap lingkungan dan perasaan bermakna yang menetralkan efek negatif stres.

Aspek Hardiness

Franken (dalam Heriyanto, 2011) menjelaskan adanya tiga aspek hardiness . Ketiga aspek itu adalah :

1. Kontrol

Kontrol adalah keyakinan individu bahwa dirinya dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang terjadi atas dirinya, Kobasa dan Maddi (2005). Aspek ini berisi keyakinan bahwa individu dapat memengaruhi atau mengendalikan apa saja yang terjadi dalam hidupnya. Individu percaya bahwa dirinya dapat menentukan terjadinva sesuatu dalam hidupnya, sehingga tidak mudah menyerah ketika sedang berada dalam keadaan tertekan.

Individu dengan hardiness yang tinggi memiliki pandangan bahwa semua kejadian dalam lingkungan dapat ditangani oleh dirinya sendiri dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang harus dilakukan sebagai respon terhadap stres.

2. Komitmen

Komitmen adalah kecenderungan untuk melibatkan diri dalam aktivitas yang sedang dihadapi, Kobasa dan Maddi (2005). Aspek ini berisi keyakinan bahwa hidup itu bemakna dan memiliki tujuan. Individu juga berkeyakinan teguh pada dirinya sendiri walau apapun yang akan terjadi.

Individu dengan hardiness yang tinggi percaya akan nilai-nilai kebenaran, kepentingan dan nilai-nilai yang menarik tentang siapakah dirinya dan apa yang marnpu ia lakukan. Selain itu, individu dengan hardiness yang tinggi juga percaya bahwa perubahan akan membantu dirinya berkernbang dan mendapatkan kebijaksanaan serta belajar banyak dari pengalaman yang telah didapat.

3. Tantangan

Tantangan adalah kecenderungan untuk memandang suatu perubahan yang terjadi sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri, bukan sebagai ancarnan terhadap rasa amannya, Kobasa dan Maddi (2005). Aspek ini berupa pengertian bahwa hal-hal yang sulit dilakukan atau diwujudkan adalah sesuatu yang umum terjadi dalam kehidupan, yang pada akhirnya akan datang kesempatan untuk melakukan dan mewujudkan hal tersebut.

Dengan demikian individu akan secara ikhlas bersedia terlibat dalam segala perubahan dan melakukan segala aktivitas baru untuk bisa lebih maju. Individu seperti ini biasanya menilai perubahan sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menantang daripada sesuatu yang sifatnya mengancam. Dengan pandangan yang terbuka dan fleksibel, tantangan dapat dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan harus dihadapi. Bahkan, tantangan dilihat sebagai kesempatan untuk belajar lebih banyak.

Fungsi Hardiness

Menurut Florian (dalam Heriyanto, 2011) fungsi hardiness adalah:

  1. Membantu individu dalam proses adaptasi dan lebih memiliki toleransi terhadap stres.

  2. Mengurangi akibat buruk dari stres kemungkinan terjadinya burnout dan penilaian negatif terhadap suatu kejadian yang mengancam dan meningkatkan pengharapan untuk melakukan coping yang berhasil.

  3. Membuat individu tidak mudah jatuh sakit.

  4. Membantu individu mengambil keputusan yang baik dalam keadaan stress.

Faktor yang mempengaruhi hardiness

Faktor yang mempengaruhi hardiness menurut Florian (dalam Heriyanto, 2001) antara lain :

  1. Kemampuan untuk membuat rencana yang realistis, dengan kemampuan individu merencanakan hal yeng realistis maka saat individu menemui suatu masalah maka individu akan tahu apa hal terbaik yang dapat individu lakukan dalam keadaan tersebut.

  2. Memiliki rasa percaya diri dan positif citra diri, individu akan lebih santai dan optimis jika individu memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan citra diri yang positif maka individu akan terhindar dari stres.

  3. Mengembangkan keterampilan komunikasi, dan kapasitas untuk mengelola perasaan yang kuat dan impuls.

Hardiness merupakan suatu faktor yang mengurangi stres dengan mengubah cara stresor dipersepsikan (Ivanevich, 2007). Kreitner dan Kinicki (2005) menyebutkan bahwa hardiness melibatkan kemampuan secara sudut pandang atau secara keperilakuan mengubah stressor yang negatif menjadi tantangan yang positif. Merujuk pada beberapa penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa hardiness adalah karakteristik kepribadian yang melibatkan kemampuan untuk mengendalikan kejadiankejadian yang tidak menyenangkan dan memberikan makna positif terhadap kejadian tersebut sehingga tidak menimbulkan stres pada individu yang bersangkutan.

Karakter Kepribadian Hardiness mempunyai pengaruh yang positif pada berbagai status individu dan berfungsi sebagai sumber perlawanan pada saat individu menemui kejadian yang menimbulkan stres. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Rahardjo (2005), tentang kontribusi hardiness dan self-efficacy terhadap stres kerja pada perawat dimana hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara hardiness dengan stres kerja yang artinya dimana semakin tinggi hardiness yang dimiliki maka akan semakin rendah stres kerja yang dirasakan.

Konsep hardiness ini bisa juga disebut dengan kepribadian ketabahan, atau hardy personality . Kobasa (dalam Kreitner & Kinicki, 2005) mengidentifikasi sekumpulan ciri kepribadian yang menetralkan stres yang berkaitan dengan pekerjaan. Kumpulan ciri ini dikatakan sebagai keteguhan hati (hardiness) , melibatkan kemampuan untuk secara sudut pandang atau secara keperilakuan mengubah bentuk stresor yang negatif menjadi tantangan yang positif.

Schultz dan Schultz (2002), menjelaskan bahwa individu yang memiliki tingkat hardiness yang tinggi memiliki sikap yang membuat mereka lebih mampu dalam melawan stres. Individu dengan hardy personality percaya bahwa mereka dapat mengontrol atau mempengaruhi kejadiankejadian dalam hidupnya. Mereka secara mendalam berkomitmen terhadap pekerjaannya dan aktivitas-aktivitas yang mereka senangi, dan mereka memandang perubahan sebagai sesuatu yang menarik dan menantang lebih daripada sebagai sesuatu yang mengancam. Sebaliknya, kurangnya hardiness dalam diri individu dapat dihubungkan dengan tingkat stres yang tinggi (Riggio & Porter, 1990).

Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian McCalister (2006) yang menunjukkan bahwa hardiness berhubungan dengan sedikitnya distres psikologi, meningkatnya kebahagiaan dan penyesuaian. Berbagai penelitian tentang hardiness merujuk pada aspek-aspek yang dibangun oleh Kobasa (1984 dalam Kreitner & Kinicki, 2005), meliputi:

  • Komitmen (commitment) Komitmen mencerminkan sejauhmana seorang individu terlibat dalam apapun yang sedang ia lakukan. Orang yang berkomitmen memiliki suatu pemahaman akan tujuan dan tidak menyerah di bawah tekanan karena mereka cenderung menginvestasikan diri mereka sendiri dalam situasi tersebut.

  • Kontrol (control) Kontrol melibatkan keyakinan bahwa individu mampu mempengaruhi kejadiankejadian dalam hidupnya. Orang-orang yang memiliki ciri ini lebih cenderung meramalkan peristiwa yang penuh stres sehingga dapat mengurangi keterbukaan mereka pada situasi yang menghasilkan kegelisahan. Selanjutnya, persepsi mereka atas keadaan terkendali dan mengarahkan ”hal-hal internal” untuk menggunakan strategi penanggulangan yang proaktif.

  • Tantangan (challenge) Tantangan merupakan keyakinan bahwa perubahan merupakan suatu bagian yang normal dari kehidupan. Oleh karena itu, perubahan dipandang sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan dan bukan sebagai ancaman pada keamanan.

Kepribadian Hardiness adalah komitmen yang kuat terhadap diri sendiri, sehingga dapat menciptakan tingkah laku yang aktif terhadap lingkungan pada dan menetralkan situasi –situasi yang menekan (Cotton dalam sudirman 2007) Kreitner dan kinicki (2005) menyebutkan bahwa hardiness melibatkan kemampuan secara sudut pandang atau secara keperilakuan mengubah stressor yang negative menjadi tantangan yang positif.

Bishop (1994) mengatakan bahwa , hardiness adalah salah satu dari tipe kepribadian yang secara terutama tahan terhadap stress, hardiness juga merupakan kombinasi dari karakteristik kepribadian yang dapat dipercaya memberi gambaran individu yang tetap sehat walau dalam keadaan yang kurang baik sekalipun. Schultz & Schultz (1998) mengatakan,bahwa salah satu strategi penyesuaian yang dimiliki individu dengan kepribadian tahan banting (hardiness) adalah dengan menggunakan sumber-sumber sosial di sekitarnya.

Santrock (2002) mengatakan hardiness adalah gaya kepribadian yang dikarakteristikkan oleh suatu komitmen (dari pada aliensi/keterasingan), pengendalian (daripada ketidakberdayaan), dan persepsi terhadap masalah-masalah sebagai tantangan (dari pada sebagai ancaman).

Mc. Cubbi (dalam Putri, 2008) mengungkapkan bahwa hardiness merupakan kekuatan dasar keluarga untuk menemukan kapasitas dalam menghadapi tekanan. Menurut Sheridan dan Radmacher (dalam Putri, 2008) hardiness merupakan kepercayan bahwa seseorang akan survive dan mampu tumbuh, belajar dan menghadapi tantangan.

Dimensi Hardiness


Adapun dimensi Hardiness menurut kobasa (1979) :

  1. Control. Keyakinan bahwa individu dapat mempengaruhi apa saja yang terjadi dalam hidupnya.
  2. Commitmen. Kecenderungan melibatkan diri dalam aktivitas yang dihadapi dan bahwa hidup itu memiliki makna dan tujuan
  3. Challenge. Bahwa hal hal yang sulit dilakukan atau diwujudkan adalah sesuatu yang umum terjadi dalam kehidupan namun pada akhirnya akan datang kesempatan untuk melakukan dan mewujudkan hal tersebut.

Bower (1998) (dalam Amelia Rahayu 2009) mengungkapkan 3 karakteristik umum orang yang memiliki hardiness yaitu :

  1. percaya bahwa mereka bisa mengendalikan dan mempengaruhi peristiwa yang terjadi dalam hidupnya
  2. memiliki perasaan yang dalam atau rasa komitmen yang tinggi terhadap semua kegiatan yang ada dalam hidupnya
  3. menganggap perubahan sebagai kesempatan untuk berkembang menjadi lebih baik

Ciri-ciri Hardiness


Gardner (1999), mengemukakan ciri-ciri orang yang memiliki hardiness Yaitu:

  1. Sakit dan senang adalah bagian hidup
    Orang yang memilki hardiness menganggap sakit dan senang ataupun semua kejadian yang baik dan tidak baik sebagai bagian dari hidup dan mereka mampu melalui semuanya bahkan mampu untuk menikmatinya. Fokus utama mereka adalah Menjadi berguna dalam setiap keadaan.

  2. Keseimbangan
    Orang yang memiliki hardiness memiliki keseimbangan emosional, spritual, fisik, hubungan antar interpersonal dan profesionalisme dalam hidup. Mereka tidak terbiasa terperangkap dalam situasi yang tidak baik dan mereka memilki solusisolusi yang kreatif untuk keluar dari situasi tersebut

  3. Leadership
    Orang yang memiliki hardiness mampu bertahan dalam keadaan tertekan atau terkendali. Orang ini memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas yang mereka miliki, orang ini aktif, mampu mengendalaikan dan memilki harapan-harapan.

  4. Perspektif (pandangan)
    Orang yang memilki hardiness memilki pandangan hidup yang tidak hanya berdasarkan “aku”nya atau hanya berdasarkan pemikirannya sendiri. Mereka tidak narsistik, tidak egosentris dan tidak sombong. Mereka memiliki pandangan yang lebih luas dalam dalam melihat sesuatu.

  5. Self – knowlage
    Orang yang memilki hardiness memilki pengetahuan diri dan kesadaran diri yang tinggi. Mereka mengetahui kelebihan dan kekurangannya dan dia merasa nyaman dengan hal itu. Mereka tidak berusaha membandingkan diri dengan orang lain, mereka menerima diri mereka apa adanya.

  6. Tanggung jawab
    Orang yang memiliki hardiness mampu menerima tanggung jawab. Mereka mampu untuk “menikmati” keadaan yang sedang mereka alami ataupun akibat negatif dari keadaan yang mereka alami.

Faktor yang mempengaruhi hardiness


Faktor yang mempengaruhi hardiness , antara lain :

  1. Kemampuan untuk membuat rencana yang realistis , dengan kemampuan individu merencanakan hal yang realistis maka saat individu menemui suatu masalah maka individu akan tahu apa hal terbaik yang dapat individu lakukan dalam keadaan tersebut.

  2. Memiliki rasa percaya diri dan positif citra diri , individu akan lebih santai dan optimis jika individu memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan citra diri yang positif maka individu akan terhindar dari stress.

  3. Mengembangkan ketrampilan komunikasi, dan kapasitas untuk mengelola perasaan yang kuat dan impuls.

Cara Meningkatkan Hadiness


Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menuju kepribadian hardiness seperti dikemukakan Malani (2010), yaitu :

  1. Menetapkan misi hidup. Beberapa penjabaran dari penetapan misi hidup, antara lain: membangun misi kehidupan, membulatkan tekad, membangun visi, menciptakan wawasan, transformasi visi, dan komitmen total.

  2. Membangun karakter yaitu dilakukan dengan beberapa langkah strategis berikut: relaksasi, membangun kesadaran diri, membangun kekuatan afirmasi, mengembangkan pengalaman positif, membangkitkan dan menyeimbangkan energi batiniah, dan mengasah prinsip (pelatihan penjernihan emosi).

  3. Pengendalian diri (self controlling) yaitu kemampuan mengelola kondisi kemauan, kebutuhan, impuls (desakan), drive (dorongan) dan sumberdaya diri sendiri. Beberapa aspek, yang berkaitan dengan kemampuan pengendalian diri, antara lain: kendali diri (Self Control) yakni mengelola emosi-emosi dan desakan (impuls) hati-hati yang merusak, sifat dapat dipercaya (Trustworthiness) yakni memelihara dan internalisasi norma kejujuran dan integritas pribadi, Kehati-hatian (Conscientiousness) yakni bertanggungjawab atas kinerja pribadi, dan Inovasi (innovation) yakni mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi-informasi baru.