Apa yang dimaksud dengan Harden Off pada tanaman?

Harden off merupakan tanaman yang dibesarkan di rumah kaca secara bertahap menjadi lebih terbiasa dengan suhu alami di luar ruangan. Setelah semai ditanam di rumah kaca, bibit perlu dikeraskan sebelum ditanam di luar di tanah terbuka.

Harden off atau hardening pada dunia pertanian memiliki arti penguatan bibit atau pindah semai. Perlakuan hardening ini memiliki fungsi untuk mempertahankan dan membantu pertumbuhan tanaman untuk beradaptasi di lingkungan. Perlakuan ini sering disebut juga dengan perlakuan pra-aklimatisasi. Dimana, aklimatisasi merupakan proses penyesuaian pada kondisi lingkungan yang berbeda sehingga kondisi tersebut tidak menimbulkan stress bagi tanaman. Hal ini dapat dilakukan dikarenakan setiap organisme memiliki kemampuan mengatur morfologi pada tubuh mereka sehingga dapat menyatu dengan lingkungan hidup yang baru, proses ini merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis dan adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. (Harazika,2003).

image
Tahapan pengerasan planlet (hardening) turunan in vitro pada singkong
(sumber : Riya, 2018)

Berdasarkan perlakuan hardening ini biasanya dapat dilakukan pada tahapan kultur jaringan, yaitu pada tahapan dari mikropropagasi atau kultur jaringan adalah sebagai berikut : (Diny,2020)

  • Tahap 0 : Persiapan tanaman induk dan eksplan, dimana pada tahap ini dimulai dari pemilihan tanaman induk hingga mempersiapkan alat dan bahan serta media yang akan digunakan.
  • Tahap I : Insiasi Eksplan
  • Tahap II : Multiplikasi Tunas Makro.
  • Tahap III : Pengakaran Tunas Makro.
  • Tahan IV : Hardening dan Aklimatisasi.

Tahapan hardening adalah penguatan dengan diberikan retardant ( paklobutrazol ancymirol, cycocel atau sadh ) pada medianya, ditingkatkan intensitas cahaya dan suhu, dikuranginya gula. Hal ini dikarenakan tanaman invitro memiliki sifat heterotrof, tidak berfotosintesis, memiliki unsur hara yang minimal, kelembaban yang tinggi dan suhu ruangan yang rendah. Sehingga, hal yang perlu diperhatikan ialah kontaminasi yang rentan untuk terkena. Selain itu, tanaman yang diperbanyak secara kultur jaringan sifatnya masih belum banyak memiliki lapisan lilin yang membuat tanaman menjadi kuat saat menghadapi lingkungan luar.

Proses ini diperlukan pada planlet in vitro karena sifat utamanya adalah heterotrof yang berarti tanaman tidak dapat membuat makanan dengan sendirinya sehingga tanaman ini memiliki sifat memiliki stomata yang umumnya terbuka, jumlah stomata per satuan luas lebih banyak, lapisan lilin dan kutikula yang tipis, dan palisade belum berkembang sempurna. Sehingga, apabila langsung di proses aklimatisasi saja maka persentase planlet yang hidup cukup rendah, selain itu juga akan mengalami tingkat transpirasi tinggi dan mudah terserang OPT. Hardening adalah suatu proses untuk pengkuatan, dimana memberikan perlakuan pre-aklimatisasi (sebelum aklimatisasi) pada planlet yang masih berada didalam botol kultur dengan upaya untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi. Ada beberapa teknik dari proses ini, diantaranya yaitu :

  1. Hardening Fotoautotrof
    Perbanyakan kultur jaringan dengan cara merangsang kemampuan fotosintesis tanaman di dalam kultur in vitro. Pada proses ini diberi plastik steril yang sudah dilubangi dan ditutup dengan microtape dengan tujuan untuk menyaring atau memfilter karbondioksida dapat keluar masuk botol, apabila tidak ditutup maka udara yang masuk tidak steril sehingga menyebabkan kontaminasi.

  2. Hardening Lingkungan Fisik atau Cengkaman Kekeringan
    Dapat mengguanakan PEG (senyawa yang menurunkan potensiak osmotik larutan) dimana menyebabkan ketersediaan air dalam media berkurang.

Selain itu ada juga teknik seperti :

  • Peningkatan suhu dan kadar fotosintat (hasil fotosintesis)

  • Peningkatan intensitas cahaya

  • Pengurangan konsentrasi gula, hal ini untuk mengurangi ketergantungan tanaman pada gula sehingga tanaman mulai belajar melakukan fotosintesis. Pengurangan gula ini dapat dilakukan saat tanaman masuk ke fase fotoautotrof, karena apabila tanpa gula sama sekali maka media tanaman juga tidak akan berkembang hingga menyebabkan kematian. Biasanya pemberian gula menjadi 10 -20 gram/liter pada proses fotoautotrof membantu tanaman dalam beradaptasi saat fotosintesis.

  • Konsentrasi Karbon dioksida : dimana jika diberikan konsentrasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan kematian eksplan karena jika lubang yang diberi lebih dari empat maka menyebabkan tanaman menjadi cepat kering karena penguapan ataupun juga karena kelembaban di dalam botol sangat rendah.

  • Kelembaban (Kadar Air) : dimana kelembapan udara yang optimal pada lingkungan fotoautotrofik untuk tanaman yang berada digurun pasir kelembababn udara 10% - 20%, dan daerah tropis bisa sekitar 50% - 60%.

  1. Hardening Pemberian Retardant, dimana zat retardant ini sebagai zat penghambat pertumbuhan yang dapat mengakibatkan memperkecil ukuran sel, sehingga batang dan daun menjadi lebih kompak dan kuat. Senyawa yang biasa digunakan adalah Paclobutrazol, CCC, Ancymidol, Uniconazol, dan SADH. Jika pemberian konsentrasu terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman menjadi pendek sehingga membutuhkan sitokinin dan giberelin untuk bisa kembali normal pada sel.

Tahapan Hardening membutuhkan waktu sekitar 2 – 4 minggu hingga tanaman ingin diaklimatisasi dan tergantung juga dengan jenis tanaman. Tujuan dari Hardening adalah menguatkan seperti tanaman menjadi lebih mudah beradaptasi pada saat aklimatisasi. Oleh karena itu, mengalami pengurangan konsentrasi gula untuk belajar berfotosintesis, mengurangi kelembaban suhu menjadi lebih tinggi, intensitas cahaya menjadi lebih tinggi. Seiring dengan berkembangnya tanaman dengan pembentukan lapisan lignin lilin kutikula dan stomata dapat tertutup maka tanaman akan meningkatkan imun terhadap serangan OPT. Alasan dari plantet yang mengalami hardening lebih mudah adaptasi saat aklimatisasi dengan persentase hidup lebih tinggi adalah karena stomata lebih fleksibel membuka – menutup saat menyerap karbondioksia, lebih tahan terhadap suhu yang lebih tinggi dan intensitas cahaya dan kelembaban yang lebih rendah. Beberapa hasil penelitian yang telah diuji yaitu pada tanaman kentang , krisan, dan eukaliptus. Setiap tanaman memiliki cara hardening yang berbeda, contoh pada pisang dan anggrek hanya meletakkan botol kultur yang akan diaklimatisasi ditempat dekat jendela dengan penyinaran cahaya matahari tanpa AC (dengan suhu 25C) jangka waktu dua minggu, namun pada kentang dapat dilakukan hardening lebih baik dengan fotoautotrof. Tidak adanya syarat khusus untuk tanaman yang hardening akan menuju proses aklimatisasi. (Diny,2020).

Hardening pada Tanaman Hias : Anggrek

Pada jurnal Citra Widya Edukasi tahun 2019 yang melakukan penelitian teknik hardening oleh Handini disebutkan juga bahwa pemeliharaan bibit dari botol menjadi tanaman dewasa masih menemukan banyak permasalahan terutama pada fase aklimatisasi, yaitu pemindahan bibit dari lingkungan aseptik dari dalam botol kultur ke lingkungan non aseptik. Kondisi anatomi tanaman dari hasil perbanyakan in vitro umumnya memiliki lapisan kutikula yang tipis, sel palisade lebih sedikit dan lebih kecil, dan stomata tidak berfungsi sempurna (Zulkarnain, 2009). Adanya hambatan dalam proses aklimatisasi dipandang merugikan dalam budidaya anggrek, sehingga diperlukan perbaikan dalam metode aklimatisasi yakni dengan teknik hardening dan teknis budidaya.

Teknik hardening merupakan upaya khusus memberikan perlakuan praaklimatisasi pada planlet yang masih berada di dalam botol kultur (Yusnita, 2012). Planlet diberikan perlakuan suhu ruang sebelum dikeluarkan dari botol kultur. Teknik hardening dilakukan sebagai upaya meningkatkan keberhasilan aklimatisasi. Yusnita (2010) menyatakan penguatan (hardening off) pada planlet hasil kultur akan membuat bibit memiliki vigor lebih baik, daun lebih hijau, lebih kokoh dan persentase hidup planlet lebih tinggi. Selain memberikan perlakuan teknik hardening, planlet hasil kultur juga diberikan zat pengatur tumbuh guna menunjang keberhasilan tumbuh di lapang (Madusari, 2018). Paclobutrazol merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk menekan pertumbuhan tanaman yang tidak bersifat permanen.

Hazarika (2003) menyatakan bahwa, paclobutrazol dapat memperkuat batang, akar dan menekan hilangnya air oleh daun melalui regulasi fungsi stomata dan kutikula serta meningkatkan sintesis klorofil per unit area pada daun. Pemberian paclobutrazol pada konsentrasi yang tepat akan menunjukkan daun lebih hijau, akar lebih kokoh, ruas batang memendek, dan kompak (Harjadi, 2009). Pemberian paclobutrazol ini diharapkan mampu memberikan respon positif terhadap hasil aklimatisasi, sehingga tanaman yang dihasilkan dapat tumbuh lebih kokoh, warna daun lebih hijau, persentase tumbuh planlet tinggi dan dapat tumbuh secara optimal.

Hasil penelitian ini yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, pada perlakuan H2P2 menunjukkan hampir di seluruh pengamatan memberikan hasil terbaik bagi keberhasilan aklimatisasi. Sehingga dapat disimpulkan perlakuan terbaik dan dapat dijadikan rekomendasi dalam meningkatkan vigor planlet anggrek Phalaenopsis amabilis adalah teknik hardening 4 minggu dan pemberian paclobutrazol 15 ppm.

Hardening pada Tanaman Kehutanan

Pada tanaman kehutahan juga diperlukan proses ini disebutkan bahwa pada salah satu tahapan kriteria bibit tanaman hutan siap tanam unttuk pembangunan dan rehabilitas lahan yang disusun oleh Nurhasybi tahun 2019 disebutkan tahapan Aklimatisasi merupakan tahap akhir dari proses perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Proses ini merupakan proses adaptasi planlet/ bibit terhadap lingkungan baru yang lebih alamiah. Proses ini dilakukan karena planlet hasil kultur jaringan masih sangat peka terhadap perubahan lingkungan sehingga proses ini sangat penting untuk dilakukan.

Kegiatan ini umumnya dilakukan dengan memindahkan eksplan ke luar dari ruangan aseptik, yaitu ke kondisi rumah kaca. Kegiatan ini dilakukan secara bertahap, sebagai berikut:

  1. Tahap awal aklimatisasi harus tetap menjaga kestabilan kondisi pertumbuhan, yaitu dengan memberikan sungkup sebagai pelindung dari udara luar.

  2. Tahap selanjutnya, sungkup dibuka secara bertahap sehingga perubahan kondisi lingkungan tidak terjadi secara ekstrem.

  3. Tahapan selanjutnya dari proses pembuatan bibit tanaman hutan relatif sama antara pembiakan generatif dengan pembiakan secara vegetatif, seperti aplikasi mikoriza (jika diperlukan), pemeliharaan bibit, pengerasan bibit (hardening off) dan seleksi bibit.
    Seleksi dan aklimatisasi (hardening off) Seleksi bibit dilakukan dengan tujuan untuk menyortir atau memisahkan bibit yang memiliki pertumbuhan yang tertekan, terdapat gejala serangan hama atau penyakit, memiliki batang utama bercabang, bengkok, mati atau patah. Bibit-bibit terpilih diharapkan memiliki penampilan yang relatif seragam dengan karakter morfologi yang memungkinkan lolos persyaratan seritifikasi mutu bibit. Bibit siap tanam dipisahkan, dikelompok dan dilakukan aklimatisasi sebelum didistribusikan ke lapangan (Sudrajat et al., 2010).

image
Bibit jati yang belum diaklimatisasi (kiri) dan bibit yang sudah diaklimatisasi (kanan) (Sudrajat, 2010)

Aklimatisasi disebut juga hardening off (pengerasan bibit) merupakan kegiatan untuk mempersiapkan bibit agar mampu beradaptasi pada lingkungan penanamannya. Pengurangan penyiraman, meningkatkan cahaya yang diterima oleh bibit, dan peningkatan jarak antar bibit merupakan cara yang umum dilakukan untuk meningkatkan mutu fisiologis bibit. Aklimatisasi dilakukan secara bertahap dengan mengurangi naungan secara bertahap sehingga cahaya matahari semakin banyak dan akhirnya secara penuh tersinari matahari. Selain penyiraman, cahaya dan jarak antar bibit, perlakuan pembuangan daun-daun yang ada di bagian bawah batang bibit juga dapat dilakukan sehingga bibit akan cepat berkayu. Aklimatisasi untuk jenis-jenis tahan naungan, apabila bibit dipindahkan langsung ke areal terbuka akan menyebabkan pertumbuhan bibit tidak optimal sehingga sebaiknya bibit tersebut masih diberi naungan ringan. Aklimatisasi umumnya dilakukan 1 bulan bibit di bawa ke areal penanaman. Regim persemaian termasuk aklimatisasi sangat menentukan karakteristik fungsional bibit, mempengaruhi perakaran setelah penanaman dan kapasitas pertumbuhan awal bibit pasca penanaman (Sudrajat et al., 2010) dan memberian cahaya penuh, aklimatisasi juga dilakukan dengan memberi jarak antar bibit yang berpengaruh pada kekokohan batang dan mempercepat membentukan kayu pada batang (Puslitbang Perum Perhutani, 2007a,b).

Selanjutnya, mengenai harden off juga bisa dilakukan dengan beberapa teknik yaitu:

image
image
image
image
image

Sumber : https://www.fix.com/blog/steps-to-harden-seedlings/

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka :
Diny, D. 2020. Bahan Ajar Kultur Jaringan : Teknologi Industri Benih. Bogor
Handini AS. 2019. Teknik Hardening dan Aplikasi Paclobutrazol dalam Meningkatkan Vigor Planlet Anggrek Phalaenopsis amabilis. Bekasi : Jurnal Citra Widya Edukasi Vol XI No. 1 April 2019 ISSN. 2086-0412. Program Studi Teknologi Produksi Tanaman Perkebunan Politeknik Kelapa Sawit.
Hazarika, BN. 2003. Acclimattization of tissue cultured plants. Current Science. Vol 85 (12). Hal 1704 – 1712.
Nurhasybi, Sudrajat DJ, Suita Eliya. 2019. Kriteria Bibit Tanaman Hutan Siap Tanam : Untuk Pembangunan Hutan dan Rehabilitasi Lahan. Bogor (ID) : IPB Press
Pusbanghut Perum Perhutani. (2007a). Standar operasional prosedur pembuatan persemaian jati plus Perhutani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani. Cepu. 33p.
Sudrajat, D. J. (2010a). Dormansi benih tanaman hutan (tinjauan mekanisme, pengendali dan teknik pematahannya) untuk mendukung pengembangan hutan rakyat. Prosiding seminar hasil-hasil penelitian, Bandung 20 Oktober 2010. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan, Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor. Bogor.
Yusnita. (2010). Perbanyakan In Vitro Tanaman Anggrek. Lampung: Universitas Lampung.
Yusnita. (2012). Pemuliaan Tanaman untuk Menghasilkan Anggrek Hibrida Unggul. Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.