Halusinasi adalah suatu persepsi sensorik yang memaksa sensasi nyata dari persepsi yang sebenarnya, tetapi terjadi tanpa adanya rangsangan ekstrenal dari organ sensorik yang relevan.
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstern : persepsi palsu.
Halusinasi adalah persepsi yang salah, yang muncul tanpa stimulus eksternal : persepsi ini dianggap nyata dan hidup, dan terjadi pada ruang eksternal (yaitu diluar kepala pasien).
Faktor – faktor
Terdapat dua faktor yang memepengaruhi terjadinya halusinasi yaitu:
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi meliputi:
1) Biologis
Penelitian oleh para ahli menunjukkan tentang abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
-
Penelitian pencitraan otak menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik dapat berhubungan dengan perilaku psikotik.
-
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan serta masalah-masalah pada system reseptor dopamin dapat dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
-
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal pada otak manusia menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post- mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh, lingkungan sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor presipitasi
Faktor penyebab halusinasi yang lain adalah faktor presipitasi, yang meliputi :
-
Biologis
Yaitu gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, dalam mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak sehingga mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
-
Stress lingkungan
Berhubungan dengan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan dapat menentukan terjadinya gangguan perilaku.
-
Sumber koping
Sumber koping dapat mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
Penyebab Halusinasi
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panic, stress berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial. Secara umum gangguan halusinasi terjadi akibat adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Pendapat lain menyebutkan bahwa halusinasi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti adanya kegagalan dalam menyelesaikan tahap perkembangan sosial, koping individu tidak efektif, adanya stress yang menumpuk, koping keluaraga tidak efektif, dan hubungan antar anggota keluarga yang kurang harmonis.
Dari tiga pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor penyebab halusinasi, meliputi faktor bio, psiko, sosial maupun spiritual yang dialami oleh seseorang dan menjadi stressor yang tidak dapat diatasi oleh orang tersebut, sehingga menyebabkan berbagai manifestasi penyimpangan perilaku perupa halusinasi.
Tanda dan Gejala Halusinasi
Klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi dapat memperlihatkan berbagai manifestasi klinis yang bisa diamati dalam perilaku mereka sehari-hari. Tanda dan gejala halusinasi meliputi : perubahan sensori akut, konsentrasi kurang, kegelisahan, mudah tersinggung, disorientasi waktu, tempat dan orang, perubahan kemampuan pemecahan masalah, perubahan pola perilaku, seperti bicara dan tertawa sendiri, mengatakan melihat dan mendengar sesuatu padahal objek sebebnarnya tidak ada, menarik diri, dan mondar- mandir.
Mengganggu lingkungan juga sering ditemui pada pasien dengan halusinasi. Individu menjadi sulit untuk berpikir dan mengambil suatu keputusan, sebaliknya, beberapa pasien halusinasi justru mengganggu lingkungan karena penyimpangan perilaku tersebut.(28)
Tahapan Halusinasi
Halusinasi dapat dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu :
a. Sleep Disorder
Sleep disorder adalah halusinasi tahap awal, atau tahap sebelum muncul halusinasi. Memiliki karakteristik dan perilaku seperti :
-
Karakteristik
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah semakin terasa sulit karena stressor yang terakumulasi dan support system yang kurang serta persepsi terhadap masalah sangat buruk.
-
Perilaku
Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal, dan menganggap menghayal sebagai awal pemecah masalah.
b. Comforthing
Comforthing adalah halusinasi tahap menyenangkan : Cemas sedang. Karakteristik dan perilaku yang ditunjukkan yaitu :
-
Karakteristik
Klien mengalami perasaan yang mendalam seperti cemas, kesepian, merasa bersalah, takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan cemas. Klien cenderung meyakini bahwa pikirang-pikirang dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika cemas dapat ditangani.
-
Perilaku
Klien terkadang tersenyum, tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
c. Condemning
Condemning adalah tahap halusinasi menjadi menjijikkan: Cemas berat. Memiliki karakteristik dan perilaku seperti :
-
Karakteristik
Klien seolah-olah mengalami pengalaman sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin merasa dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
-
Perilaku
Ditandai dengan meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom, seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah. Rentang perhatian dengan lingkungan berkurang, dan terkadang asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
d. Controling
Controling merupakan tahap pengalaman halusinasi yang berkuasa: Cemas berat, dengan karakteristik dan perilaku sebagai berikut:
-
Karakteristik
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
-
Perilaku
Perilaku klien yaitu klien tampak taat pada perintah halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain, respon perhatian terhadap lingkungan berkurang, biasanya hanya beberapa detik saja, ketidakmampuan mengikuti perintah dari orang lain, tremor dan berkeringat.
e. Conquering
Conquering adalah tahap halusinasi yang terakhir, pada tahap ini pasien berada dalam tahap halusinasi panik: Umumnya menjadi melebur dalam halusinasi.
-
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.
-
Perilaku
Perilaku panik, resiko tinggi mencederai, bunuh diri atau membunuh. Tindak kekerasan agitasi, menarik atau katatonik, ketidak mampuan berespon terhadap lingkungan.
Jenis halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi yaitu sebagai berikut :
-
Halusinasi Pendengaran (Auditorik)
Yaitu persepsi bunyi yang palsu, biasanya suara tetapi juga bunyi- bunyi lain seperti musik. Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
-
Halusinasi Penglihatan (Visual)
Yaitu persepsi palsu tentang penglihatan, karakteristik ditandai dengan adanya stimulus penglihatan, bisa dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan tersebut dapat menyenangkan atau menakutkan.
-
Halusinasi Penghidu (Olfaktory)
Yaitu persepsi membau yang palsu, paling sering pada gangguan organic. Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, bau amis dan bau yang menjijikkan, misalnya seperti darah, urine dan feses, namun, bisa juga terhidu bau harum.
-
Halusinasi Peraba (Tactile)
Yaitu persepsi palsu tentang perabaan atau sensasi permukaan. Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, sebagai contoh yaitu merasakan sensasi listrik yang datang dari tanah, dari benda mati ataupun dari orang lain.
-
Halusinasi Pengecap (Gustatory)
Yaitu persepsi tentang rasa kecap yang palsu. Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
-
Halusinasi Sinestetik
Yaitu persepsi palsu tentang fungsi alat tubuh bagian dalam. Karakteristik ditandai dengan seolah – olah ada persaan tertentu yang timbul seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, merasakan makanan dicerna atau merasakan pembentukan urine.
-
Halusinasi Kinestetik
Yaitu persepsi tentang gerak tubuh. Karakteristik ditandai dengan merasakan pergerakan sementara, seperti badannya bergerak di sebuah ruang tertentu sementara tubuhnya berdiri tanpa bergerak.
Penatalaksanaan
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dengan demikian selain penatalaksanaan yang sama seperti skizofrenia maka diperlukan pula penatalaksanaan lain sebagai berikut untuk mencegah resiko-resiko tersebut. Intervensi untuk halusinasi meliputi:
-
Mengurangi rangsangan dari lingkungan seperti suara yang keras, warna yang terang, atau sinar lampu. Jika terjadi halusinasi visual, instruksikan klien untuk menggambarkan apa yang dilihat.
-
Mengidentifikasi faktor pencetus dengan bertanya pada klien tentang apa yang terjadi sebelum timbulnya halusinasi (onset). Jika terjadi halusinasi pendengaran, tanyakan pada klien tentang apa yang dikatakan suara-suara. Sarankan klien untuk bersenandung, mendengarkan musik, berolahraga, atau berbicara dengan orang lain.
-
Memantau program televisi untuk meminimalkan rangsangan eksternal yang dapat memicu halusinasi
-
Memantau perintah halusinasi yang dapat memicu perilaku agresif atau perilaku kekerasan
-
Mengelola resep obat sesuai dengan instruksi.
Manajemen Halusinasi
Klien dengan halusinasi perlu mendapatkan perawatan secara integrasi baik dari aspek psikofarmakologis maupun aspek psikososial seperti penatalaksanaan pada klien skizofrenia. Penatalaksanaan halusinasi ditekankan agar klien dapat mengontrol halusinasinya sehingga klien tidak larut dalam halusinasi tersebut. Umumnya tindakan tersebut berupa terapi psikologis dan sosial dengan tujuan sebagai promosi terhadap kesembuhan pasien atau mengurangi penderitaan pasien.
Adapun manajemen yang dilakukan untuk mengontrol halusinasi akan diuraikan sebagai berikut:
1. Strategi Pelaksanaan (SP) Keperawatan
Strategi pelaksanaan keperawatan merupakan rangkaian percakapan perawat dengan pasien pada saat melaksanakan tindakan keperawatan. Strategi pelaksanaan keperawatan melatih kemampuan intelektual tentang pola komunikasi dan pada saat dilaksanakan merupakan latihan kemampuan yang terintegrasi antara intelektual, psikomotor dan afektif.
Manajemen halusinasi di dalam strategi pelaksanaan (SP) antara lain :
a. Tindakan Keperawatan, meliputi :
-
Membantu pasien mengenali halusinasi
Yaitu dengan cara melakukan diskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadi halusinasi, situasi yang dapat menyebakan munculnya halusinasi dan respon pasien saat terjadi halusinasi.
-
Melatih pasien mengontrol halusinasi
Terdapat 4 cara yang terbukti dapat mengontrol halusinasi yang dapat diajarkan, antara lain:
- Menghardik halusinasi
- Bercakap-cakap dengan orang lain
- Melakukan aktivitas yang terjadual
- Menggunakan obat secara teratur
Strategi pelaksanaan (SP) dapat dilakukan baik pada pasien maupun pada keluarga pasien. Berikut uraian SP pada pasien yang terdiri dari 4 SP :
- SP 1 pasien: membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
- SP 2 pasien: melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan orang lain
- SP 3 pasien: melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan aktivitas terjadual
- SP 4 pasien: melatih pasien menggunakan obat secara teratur.
2. Standar Asuhan Keperawatan (SAK)
Sebuah studi menunjukkan bahwa standar asuhan keperawatan halusinasi (SAK) dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dan juga menurunkan tanda dan gejala halusinasi.
Adapun standar asuhan keperawatan tersebut meliputi proses :
a. Pengkajian
-
Mengkaji jenis halusinasi
Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami oleh pasien.
-
Mengkaji isi halusinasi
Mengkaji isi halusinasi yaitu dengan menanyakan suara apa yang didengar, apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
-
Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi
Perawat perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi serta untuk menentukan intervensi saat terjadi halusinasi. Dengan menghindari situasi yang dapat menyebabkan munculnya halusinasi, diharapkan pasien tidak larut dengan halusinasi yang dialaminya. Pengkajian dilakukan dengan menanyakan kepada pasien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu. Bila memungkinkan pasien diminta untuk menjelaskan kapan tepatnya waktu terjadi halusinasi tersebut.
-
Mengkaji Respon Terhadap Halusinasi
Hal ini dilakukan untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien. Pengkajian dilakukan dengan cara menanyakan apa yang dilakukan oleh pasien saat terjadi halusinasi. Apakah pasien masih dapat mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.
b. Tindakan Keperawatan pada Pasien Halusinasi
-
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
- Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
- Pasien dapat mengontrol halusinasinya
- Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
-
Tindakan Keperawatan
a) Membantu Pasien Mengenali Halusinasi
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat melakukan diskusi dengan pasien mengenai halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan pasien saat halusinasi muncul.
b) Melatih Pasien Mengontrol Halusinasi
Terdapat empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi :
-
Melatih Pasien Menghardik Halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memerdulikan halusinasinya. Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :
- Menjelaskan cara menghardik halusinasi
- Memperagakan cara menghardik
- Meminta pasien memperagakan ulang
- Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
-
Melatih Bercakap-cakap dengan Orang Lain
Bercakap – cakap dengan orang lain merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut.
-
Melatih Pasien Beraktivitas Secara Terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa membantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu. Tahapan intervensi sebagai berikut :
- Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
- Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien.
- Melatih pasien melakukan aktivitas
- Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu
- Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
-
Melatih Pasien Menggunakan Obat Secara Teratur Untuk mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Sebab bila pasien mengalami putus obat akibatnya pasien dapat mengalami kekambuhan. Oleh karena itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan untuk menghindari hal tersebut.
Berikut tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
- Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguanjiwa
- Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program
- Jelaskan akibat bila putus obat
- Jelaskan cara mendapatkanm obat/ berobat
- Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5B (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis)
c. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah Perawat lakukan untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Pasien Mempercayai Perawatnya sebagai terapis, ditandai dengan:
- Pasien mau menerima perawat sebagai perawatnya
- Pasien mau menceritakan masalah yang dia hadapai kepada perawatnya, bahkan hal-hal yang selama ini dianggap rahasia untuk orang lain
- Pasien mau bekerja sama dengan perawat, setiap program yang perawat tawarkan ditaati oleh pasien
2) Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada obyeknya dan merupakan masalah yang harus diatasi, ditandai dengan:
- Pasien mengungkapkan isi halusinasinya yang dialaminya
- Pasien menjelaskan waktu, dan frekuensi halusinasi yang dialaminya
- Pasien menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi
- Pasien menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi
- Pasien menjelaskan bahwa ia akan berusaha mengatasi halusinasi yang dialaminya
3) Pasien dapat Mengontrol Halusinasi, ditandai dengan:
4) Keluarga mampu merawat pasien dirumah, ditandai dengan:
- Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien
- Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien dirumah
- Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien
- Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pasien
- Keluarga melaporkan keberhasilan merawat pasien
3. Nursing Intervention Classification (NIC)
Nursing Intervention Classification atau (NIC) merupakan bahasa standar komprehensif yang menggambarkan treatment atau perawatan yang dilakukan oleh seorang perawat. Hallucination management (manajemen halusinasi) adalah mempromosikan keamanan, kenyamanan, dan orientasi realitas terhadap pasien yang mengalami halusinasi. Manajemen halusinasi NIC meliputi:
-
Bangun kepercayaan, hubungan interpersonal dengan pasien
-
Pantau dan mengatur tingkat aktivitas dan stimulasi dalam lingkungan
-
Jaga lingkungan yang aman
-
Sediakan tingkat pengawasan/supervise untuk memantau pasien
-
Catatan perilaku pasien yang menunjukkan halusinasi
-
Pertahankan rutinitas yang konsisten
-
Tetapkan care giver yang konsisten setiap hari
-
Promosikan komunikasi yang jelas dan terbuka
-
Berikan kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan halusinasinya
-
Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan yang tepat
-
Kembalikan focus pasien ke topic, jika komunikasi pasien tidak sesuai dengan keadaan
-
Pantau isi halusinasi yang bersifat kekerasan atau membahayakan diri
-
Dorong pasien untuk mengembangkan kontrol / tanggung-jawab atas perilaku sendiri, jika memungkinkan.
-
Dorong pasien untuk mendiskusikan perasaan dan dorongan, daripada bertindak pada mereka (halusinasi)
-
Dorong pasien untuk memvalidasi halusinasi dengan yang dipercaya orang lain (misalnya, uji realitas)
-
Tunjukkan, jika ditanya, bahwa Anda tidak mengalami rangsangan sama
-
Hindari berdebat dengan pasien tentang validitas halusinasi
-
Fokus diskusi pada perasaan yang mendasari, bukan isi dari halusinasi (misalnya, “tampaknya Anda merasa takut”)
-
Sediakan obat antipsikotik dan antiansietas secara rutin dan dasar PRN
-
Berikan edukasi tentang pemberian obat kepada pasien dan hal penting lainnya
-
Monitor pasien untuk efek samping obat dan efek terapeutik yang diinginkan
-
Sediakan keamanan dan kenyamanan pasien dan orang lain, ketika pasien tidak mampu mengontrol perilaku (misalnya, pengaturan batas, pembatasan wilayah, menahan fisik, dan seclution)
-
Hentikan atau kurangi obat (setelah berkonsultasi dengan pembuat resep) yang mungkin menyebabkan halusinasi
-
Berikan edukasi tentang penyakit kepada pasien / orang lain, jika halusinasi penyakit didasarkan penyakit (misalnya, delirium, skizofrenia, dan depresi)
-
Berikan edukasi kepada keluarga dan orang lain tentang cara – cara mengangani pasien yang mengalami halusinasi
-
Monitor self-care keluarga
-
Bantu perawatan diri, sesuai kebutuhan
-
Monitor status fisik pasien (misalnya, berat badan, hidrasi, dan telapak kaki pasien)
-
Berikan istirahat yang cukup dan nutrisi yang cukup
-
Libatkan pasien dalam kegiatan nyata yang mungkin dapat mengalihkan perhatian: dari halusinasi (misalnya, mendengarkan musik).