Apa yang dimaksud dengan Globalisasi atau Globalization?

Globalisasi

Globalisasi atau Globalization merupakan bentuk integrasi teknologi, pasar, politik, budaya, tenaga kerja, dan perdagangan dalam skala global. Globalisasi dapat dilihat sebagai proses dan hasil dari integrasi berbagai kekuatan ini.

Referensi : Louise Kelly & Chris Booth, 2004, Dictionary of Strategy: Strategic Management, SAGE Publications, Inc.

Menurut Andrew Heywood, Globalisasi adalah sebuah konsep yang licin dan tidak mudah dipahami. Secara tidak langsung, Heywood menyampaikan bahwa tidak mudah untuk mengenal globalisasi lebih dalam. Secara garis besar Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainya.

Adapun definisi lain dari globalisai menurut Anthony Giddens yang dimana berdampat bahwa globalisasi merupakan intesifikasi hubungan sosial dunia yang menghubungkan tempat-tempat jauh sehingga pristiwa di suatu tempat dapat dipengaruhi oleh pristiwa yang terjadi di tempat lain yang jauh dan sebaliknya.

Sedangkan menurut Thomas Larsson menyatakan bahwa globalisasi merupakan proses penyusutan dunia sehingga jarak semakin pendek dan segala hal terasa semakin dekat. Globalisasi mengacu pada semakin mudahnya interaksi antara seseorang di suatu tempat dengan orang lain di belahan dunia yang berbeda.

Referensi :

  • Giddens, Anthony. (1991). The Consequences of Modernity Cambridge: Polity Press. Hal 64. ISBN 9780745609232
  • Heywood, Andrew. 2013. Politik. Pustaka Pelajar. Edisi Ke-empat. Yogyakarta 55167. Hal 244
  • Larsson, Thomas. (2001). The Race to the Top: The Real Story of Globalization Washington, D.C.: Cato Institute. Hal 9. ISBN 978-1930865150

Globalisasi merupakan suatu proses yang menyeluruh atau mendunia yang dimana setiap orang sama sekali tidak terikat oleh negara atau batas-batas wilayah. Dapat diartikan setiap individu dapat terhubung dan saling bertukar informasi dimanapun dan kapanpun melalui media elektronik maupun di media cetak.

Pengertian globalisasi menurut bahasa yaitu suatu proses yang mendunia. Globalisasi merupakan suatu proses masuknya negara ke dalam pergaulan dunia. Adanya globalisasi dapat membuat suatu negara menjadi semakin kecil atau sempit yang dikarenakan kemudahan dalam berinteraksi antarnegara baik itu dalam hal perdagangan , pertukaran informasi, teknologi, dan gaya hidup maupun dengan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Jadi, arti Globalisasi secara singkat yaitu untuk menyatukan negara-negara besar yang ada di dunia untuk disatukan menjadi negara yang sangat kecil.

Adapun pengertian globalisasi menurut para ahli maupun ahli pakar internasional yaitu :

  • Globalisasi merupakan percepatan dari intensifikasi interaksi dan integrasi antara orang-orang, perusahaan, dan pemerintah dari negara yang berbeda-beda (Laurence E. Rothernberg).

  • Globalisasi adalah intensifikasi hubungan sosial secara mendunia sehingga menghubungkan antara kejadian yang terjadi dilokasi yang satu dengan lokasi lainnya serta menyebabkan terjadinya perubahan pada keduanya (Anthony Giddens).

  • Globalisasi adalah suatu proses dari seluruh penduduk yang terhubung ke dalam komunitas dunia tunggal maupun komunitas tunggal (Martin Albrow).

  • Globalisasi adalah proses yang meliputi penyebab, kasus dan konsekuensi dari integrasi transnasional dan transkultural kegiatan manusia maupun non-manusia (Dr. Nayef R.F. Al-Rodhan).

  • Globalisasi ialah suatu jaringan kerja global yang mempersatukan masyarakat secara bersamaan yang sebelumnya tersebar menjadi terisolasi ke dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia (Emanuel Ritcher).

Globalisasi, sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

Globalisasi adalah sebuah teori yang bertujuan meliputi interpretasi dari kejadian terkini di ranah internasional dalam hal pengembangan, kondisi ekonomi, skenario sosial, dan pengaruh politik dan budaya (Waters 1995).

Globalisasi adalah sebuah klaim teoritis yang menggarisbawahi dua kecendrungan utama yaitu:

  • Sistem komunikasi aktif di seluruh dunia, dan
  • Kondisi ekonomi lancar, terutama tingginya mobilitas sumber daya keuangan dan perdagangan (Stiglitz 2006).

Thomas L. Friedman, seorang jurnalis, kolumnis, dan penulis asal Amerika dalam bukunya yang berjudul The World is Flat yang terbit pada 2005 lalu membagi globalisasi dalam tiga fase. Fase pertama, globalisasi 1.0 diawali oleh Columbus pada tahun 1492 ketika melakukan pelayaran untuk menemukan belahan bumi lainnya dan melakukan perdagangan. Era tersebut mengantarkan interaksi antara dunia lama pada dunia baru. Era ini berlangsung sampai tahun 1800-an. Pelaku utama perubahan atau kekuatan yang mendorong proses penyatuan global pada era ini masih sederhana, yaitu bertumpu pada seberapa besarnya kekuatan muscle (otot, tenaga manusia), kekuatan kuda ( horsepower) , kekuatan angin ( windpower ), sampai akhirnya oleh kekuatan mesin-mesin yang digerakkan oleh tenaga uap ( steam power ).

Selanjutnya globalisasi 2.0 berlangsung pada tahun 1800-an sampai tahun 2000. Era ini adalah era menyempitnya dunia dari ukuran medium ( medium size ) menjadi ukuran yang kecil ( small size ). Pelaku utama yang mendorong penyatuan global adalah perusahaan- perusahaan multinasional. Era ini ditandai oleh ekspansi perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris dan terjadinya revolusi industri sejalan dengan ditemukannya berbagai perangkat keras seperti kapal uap dan kereta api, hingga telepon dan komputer.

Terakhir, globalisasi 3.0 berlangsung mulai tahun 2000-an, era ini adalah era menyempitnya dunia dari ukuran yang kecil ( small size ) menjadi ukuran yang sangat kecil ( tiny size ). Pelaku utama yang mendorong penyatuan global adalah kekuatan individu untuk mampu membangun kolaborasi dan kompetisi pada era global.

Friedman dalam bukunya, The Lexus and The Olive Tree yang terbit pada tahun 1999, mengatakan bahwa globalisasi adalah kesempatan bagus bagi semua orang untuk meningkatkan standar hidup dan kebebasan pribadi mereka, termasuk akses informasi dan pilihan ekonomi. Namun, ia juga menyadari bahwa globalisasi dapat menjauhkan individu dari apa yang ia sebut “The Olive Tree”, yaitu akar historis dan identitas kebudayaan mereka. Olive tree tersebut menjadi penyeimbang yang kuat di era globalisasi.

Sedangkan teori selanjutnya yaitu the trickle down theory of fashion yang pertamakali dicetuskan oleh Thoristen Veblen dalam bukunya, The Theory of The Leisure Class , pada 1899. Veblen mencetuskan bahwa teknologi terbaru atau barang mewah awalnya dilepas ke pasar dengan harga tinggi, yang mengakibatkan hanya kelas elit yang dapat membelinya. Seiring berjalannya waktu, perusahaan lain membuat tiruan dari barang-barang tersebut dengan harga yang lebih terjangkau, dan seketika kelas yang lebih rendah mulai membeli barang-barang tersebut. Beberapa tahun setelah Veblen memperkenalkan teori tersebut, tepatnya pada tahun 1904 Georg Simmel mengaplikasikan teori tersebut ke dalam industri mode ( Fashion International Quarterly, issue 10, 1904) . Simmel mengatakan bahwa kelas rendah yang ia sebut dengan kelompok subordinat memiliki kecenderungan untuk melakukan imitasi atau meniru pakaian dan segala simbol kemewahan kelas atas atau kelompok superordinat dengan tujuan untuk mendapatkan status baru yang lebih baik. Sementara kelompok superordinat itu sendiri memiliki kecenderungan untuk tampil beda dengan selalu melakukan diferensiasi.

Kenichi Ohmae (1989) mendefinisikan globalisasi sebagai ‘dunia tanpa batas’ yang artinya globalisasi tidak hanya berjalan pada batas-batas suatu wilayah nasional dan negara terhadap batas–batas politik tradisional. Tetapi, globalisasi juga menjadi pembagian–pembagian masyarakat yang sebelumnya terpisahkan oleh waktu dan yang semakin kurang signifikan dan relevan.

Sedangkan Scholte (2005) mengartikan keterkaitan globalisasi dengan pertumbuhan hubungan-hubungan ‘suprateritorial’ antara masyarakat di seluruh dunia dimana dalam kehidupan sosial telah melampaui batas teritorial dngan meningkatnya hubungan komunikasi dan interaksi lintas batas dan lintas global. Makanya, bisa dikatakan konsep dasar dalam globalisasi ialah kompresi ruang dan waktu yang dimana menjadi sebuah keharusan dalam perkembangan zaman sehingga terdapat intensifikasi proses dari masyarakat regional menjadi masyarakat internasional (Jati, 2013).

Globalisasi merupakan sebuah proses yang bersifat top down, yakni pembentukan sebuah sistem global tunggal yang bergerak keseluruh belahan dunia. Artinya globalisasi terkait pula dengan homogenisasi terkait kecendrungan yang terdiri dari seluruh bagian atau unsur untuk menjadi bagian yang sama dan identik. Akan tetapi, globalisasi seringkali beriringan dengan lokalisasi, regionalisme dan multikulturalisme.

Hal tersebut terjadi dikarenakan keberagaman alasan yang muncul, diantaranya :

  • Kemampuan negara – nasional yang menurun untuk pengorgannisasian kehidupan ekonomi dan politik dalam cara yang bermakna sehingga menyebabkan kekuasaan menjadi tersedot ke bawah ataupun sebaliknya tergencet keatas.
  • Ketakutan akan ancaman homogenisasi
  • Pembentukan pola-pola keragaman sosial dan kebudayaan bagi negara berkembang dan negara maju.

Maka saling berketerkaitan yang dimunculkan oleh globalisasi harus berdasarakan sifat multidimensional yang artinya globalisasi berjalan secara sistematik dan saling berketergantungan memberikan makna bagi kehidupan kita yang semakin ditentukan dan dipengaruhi oleh keputusan – keputusan serta tindakan – tindakan yang berlangsung disebuah tempat. Munculnya anggapan tentang globalisasi yang telah melemahkan negara dan telah mereduksi dengan segala atribut baik itu teritori maupun kedaulatan, yaitu kemampuan sebuah negara dalam merespon kondisi eksternal negara, kapasitas dari negara tersebut dalam menghadapi globalisasi, dan pentingnya power dari negara itu sendiri dalam menghadapi dinamika dunia internasional (Weiss 2000 dalam Kusumawardhana & Zulkarnain, 2016)

Bentuk globalisasi


1. Globalisasi Ekonomi

Globalisasi Ekonomi menjadikan berkurangnya kapasitas pemerintahan nasional dalam mengatur dan mengelola ekonomi-ekonomi pemerintahan tersebut dan penolakan terhadap rekstruksi pemerintahan selaras dengan garis-garis besar pasar bebas dalam perkembangan globalisasi ekonomi. Sehingga tidak adanya ekonomi nasional yang terpisah maupun menyendiri dikarenakan saling terkaitnya dalam ekonomi global. Globalisasi ekonomi mencerminkan aliran-aliran modal dan barang lintas negara, menghancurkan ide tentang kedaulatan ekonomi. Proses dari globalisasi ekonomi sendiri ialah terjadinya suatu perubahahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau secara terstruktur dan berkembang dengan pesat yang mengikuti kemajuan teknologi dengan proses yang semakin cepat.

Perkembangan globalisasi ekonomi terlihat dengan meningkatnya hubungan saling ketergantungan dan juga memperkuat persaingan antar negara yang tidak hanya bergerak di perdagangan internasional melainkan juga dalam investasi, finansial dan produksi. Globalisasi ekonomi sendiri ditandai dengan semakin tipisnya batas kegiatan ekonomi atau pasar baik dalam skala nasional maupun regional, tetapi harus bergerak dalam skala internasional yang melibatkan banyak negara. Globalisasi ekonomi pun dapat diartikan sebagai pengaturan sosial untuk produksi, pertukaran, distribusi dan konsumsi lahan, modal, barang dan layanan tenaga kerja(Waters, 2011).

Berbagai alasan penyebab semakin menipisnya batas-batas kegiatan ekonomi secara nasional maupun regional, seperti yang dikatakan oleh (Halwani,2002) ialah komunikasi dan transportasi yang semakin canggih dan murah, lalu lintas devisa yang semakin bebas, ekonomi negara yang semakin terbuka, keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang digunakan oleh berbagai negara, metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang semakin efisien, dan pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di sebagian negara. (Zaroni, 2015)

2. Globalisasi Kebudayaan

Pertumbuhan globalisasi kebudayaan didasari karena informasi dan gambaran dari suatu wilayah dalam pemasaran yang dilakukan telah masuk sebagai sebuah aliran global yang cenderung menipisikan perbedaan budaya antara suatu bangsa, wilayah, dan individu. Hal tersebut biasanya digambarkan dengan suatu proses komoditas-komoditas global dan praktek perdagangan terkait pemasaran. Munculnya istilah revolusi informasi didasari dengan dorongan globalisasi kebudayaan. Akan tetapi, kekuatan globalisasi kebudayaan dapat dibatasi dan diloloskan karena penyebaran sebuah perdagangan memerlukan kepekaan terhadap kebudayaan dan praktek sosial pribumi suatu bangsa. Maka globalisasi kebudayaan merupakan sebuah kekuatan yang mampu meloloskan dan membatasi kekuatan-kekuatan globalisasi.

Lain halnya ketika globalisasi budaya diartikan dalam pengaturan sosial untuk produksi, pertukaran dan ekspresi simbol (tanda-tanda) yang mewakili fakta, mempengaruhi, makna, keyakinan, komitmen, preferensi, selera dan nilai-nilai. (Waters, 2011). Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa globalisasi kebudayaan dapat dikaitkan dengan gaya hidup yang ada disuatu wilayah berkembang sehingga diikuti oleh masyarakat diwilayah yang berbeda. Seperti masyarakat yang menikmati McDonald, Coca Cola, Kintucky Fried Chicken, serta mode pakaian dan bergaya yang beredar disuatu wilayah dan diikuti masyarakat luar sesuai trendnya (Siswanto,2010 dalam(Yuniarto, 2014).

Untuk membendung globalisasi kebudayaan yang semakin marak masuk ke kebudayaan lokal, maka perlunya mempertahankan nilai-nilai kebudayaan lokal, dengan cara (Annafie & Nurmandi, 2016):

  • Pilar Regulatif, yakni dengan adanya Peraturan pemerintah setempat yang berkaitan dengan nilai kebudayaan, sanksi, dan monitoring. Sehingga menjadi pendukung pelaksanaan nilai-nilai budaya yang mampu mendorong dan mengaplikasikannya kepada masyrakat tentang nilai-nilai kebudayaan yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.

  • Pilar Normatif, yakni setelah dikeluarkannya peraturan pemerintah setempat perlu dilakukannya evaluasi dan kewajiban serta tanggung jawab.

  • Pilar cultural, yakni melihat dari sisi budaya lokal, kategori, tipikasi dan skema lembaga dengan mempertahankan kebudayaan yang ada di wilayah tersebut agar tetap dilestarikan dan dijalankan agar tidak hilang seiring jalannya arus globalisasi.

3. Globalisasi Politik

Globalisasi politik masih jauh tertinggal dengan globalisasi ekonomi dan globalisasi kebudayaan ketika diartikan dari sebuah komitmen idealis pada skala internasionalisme dan sebagian bentuk pemerintahan dunia, dikarenakan penekanan-penekanan antar negara dari globalisasi poltik terpisah dari konsep globalisasi ekonomi dan kebudayaan yang terlihat dari peran pelaku non-negara dan berbasis pasar. Globalisasi politik pun sebagai pengaturan sosial untuk konsentrasi dan penerapan kekuasaan yang dapat menetapkan kendali atas populasi, wilayah dan aset lainnya, terutama sejauh dimanifestasikan sebagai pertukaran yang dipaksakan dan pengawasan terorganisir (militer, polisi, birokrasi, dll.); praktek-praktek transformasi institusionalisasi ini sebagai otoritas, regulasi, administrasi dan diplomasi; dan sumber daya seperti dukungan elektoral, sumbangan politik, kapasitas untuk redistribusi, hak kewarganegaraan, dukungan perpajakan, lobi, dan kepatuhan (Waters, 2011).

Maka globalisasi politik sangat berharap dengan peran dari organisasi – organisasi yang bersifat transansional yang mencakup wilayah kerja beberapa negara. Seperti Perserikatan Bangsa – Bangsa, NATO, Komunitas Ekonomi Eropa dan berbagai penerusnya, Dewan Ekonomi dan Uni Eropa, Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pengaruh organisasi-organisasi internasional sangat penting dalam perkembangan globalisasi politik. (Heywood, 2014).

Referensi

Heywood, A. (2014). Politik (Edisi Ke 4). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jati, W. R. (2013). Memahami Globalisasi sebagai Evolusi Kapitalisme. Global & Strategis , 7 , No. 2 , 241–258.

Kusumawardhana, I., & Zulkarnain. (2016). Globalization And Strategy: “Negara, Teritori & Kedaulatan di Era Globalisasi,” (54).

Waters, M. (2011). Globalization (2nd ed.). Routledge.

Yuniarto, P. R. (2014). Masalah Globalisasi di Indonesia : Antara Kepentingan, Kebijakan, dan Tantangan. Jurnal Kajian Wilayah , Vol. 5 , No (1), 29.

Konsep Dan Teori Globalisasi


Globalisasi merupakan perkembangan kontemporer yang memiliki pengaruh terhadap munculnya berbagai kemungkinan perubahan dunia. Pengaruh globalisasi dapat menghilangkan berbagai hambatan yang membuat dunia semakin terbuka dan saling membutuhkan antara satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa globalisasi membawa perspektif baru tentang konsep “Dunia Tanpa Batas” yang saat ini telah menjadi realita dan berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan budaya yang akhirnya membawa perubahan baru. Berikut ini adalah pengertian dan definisi globalisasi menurut beberapa ahli:

Globalisasi juga sering diartikan sebagai internasionalisasi karena keduanya memiliki banyak persamaan dari segi karakteristik, sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Beberapa pihak mendefinisikan globalisasi sebagai sesuatu yang berhubungan dengan berkurangnya kekuatan, peran dan batas-batas suatu negara. Dalam arti yang luas, globalisasi mengacu kepada seluruh kegiatan masyarakat dunia. Bahkan, globalisasi dapat juga didefinisikan sebagai intensifikasi hubungan sosial di seluruh dunia yang menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan berbagai cara, dimana kejadian-kejadian lokal terbentuk oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di tempat lain dan sebaliknya. Dibawah ini tercantum beberapa definisi globalisasi menurut para ahli.

Waters mendefinisikan globalisasi dari sudut pandang yang berbeda. Dia mengatakan bahwa globalisasi merupakan sebuah proses sosial, dimana batas geografis tidak penting terhadap kondisi sosial budaya, yang akhirnya menjelma ke dalam kesadaran seseorang (Waters, 1995). Definisi ini hampir sama dengan apa yang dimaksudkan oleh Giddens. Dimana, globalisasi adalah adanya saling ketergantungan antara satu bangsa dengan bangsa lain, antara satu manusia dengan manusia lain melalui perdagangan, perjalanaan, pariwisata, budaya, informasi, dan interaksi yang luas sehingga batas-batas negara menjadi semakin sempit (Giddens, 1990). Pengertian globalisasi seperti ini juga telah disampaikan oleh beberapa ahli yang mengatakan bahwa globalisasi adalah proses individu, kelompok, masyarakat dan negara yang saling berinteraksi, terkait, tergantung, dan saling mempengaruhi antara satu sama lain, yang melintasi batas negara

Tomlinson mendefinisikan globalisasi sebagai suatu penyusutan jarak yang ditempuh dan pengurangan waktu yang diambil dalam menjalankan berbagai aktifitas sehari-hari, baik secara fisik (seperti perjalanan melalui udara) atau secara perwakilan (seperti penghataran informasi dan gambar menggunakan media elektronik), untuk menyebrangi mereka (Tomlinson, 1999).

Menurut Lyman bahwa globalisasi biasanya diartikan sebagai " rapid growth of interdependency and connection in the world of trade and finance " (Lyman, 2000). Tetapi, ia sendiri berpendapat bahwa globalisasi tidak hanya terbatas hanya pada fenomena perdagangan dan aliran keuangan yang berkembang dengan kian meluas saja, ini karena adanya kecendrungan lain yang didorong oleh kemampuan teknologi yang memfasilitasi perubahan keuangan, seperti globalisasi komunikasi “there are other trends driven by the same explosion of technological capability that have facilitated the financial change. Globalization of communication is one such trend”. Globalisasi dapat dilihat sebagai kompresi ruang dan waktu dalam hubungan sosial dan munculnya kesadaran global tentang kemampatan tersebut. Dalam bahasa sehari- hari, proses ini bisa dikatakan sebagai “dunia menjadi semakin kecil”.

Globalisasi dapat juga didefenisikan sebagai proses pertumbuhan dan perkembangan kegiatan ekonomi lintas batas nasional dan regional. Ini diperlihatkan melalui pergerakan barang, informasi, jasa, modal dan tenaga kerja melalui perdagangan dan investasi. Scholte (2005) melihat beberapa defenisi yang dimaksudkan dengan globalisasi, antaranya adalah sebagai berikut:

  • Internasionalisasi . Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya aktivitas hubungan internasional. Walaupun masing-masing negara masih mempertahankan identitasnya, namun menjadi semakin tergantung antara satu sama lain.

  • Liberalisasi. Globalisasi juga diartikan sebagai semakin berkurangnya batas-batas sebuah negara. Misalnya, masalah harga ekspor/impor, lalu lintas devisa dan migrasi.

  • Universalisasi. Semakin luasnya penyebaran material dan immaterial ke seluruh dunia, hal ini juga diartikan sebagai globalisasi. Pengalaman di satu tempat dapat menjadi pengalaman di seluruh dunia.

  • Westernisasi. Westernisasi merupakan satu bentuk dari universalisasi, dimana makin luasnya penyebaran budaya dan cara berfikir sehingga berpengaruh secara global

  • Hubungan transplanetari dan suprateritorialiti. Definisi yang kelima ini sedikit berbeda dengan keempat definisi sebelumnya. Keempat definisi sebelumnya mengidentifikasi bahwa masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya, namun pada definisi yang kelima ini menyatakan bahwa dunia global mempunyai ontologinya sendiri, bukan sekedar gabungan dari berbagai negara.

Menurut Mars bahwa pada sifatnya, imperealisme merupakan bentuk dari globalisasi. Atau paling tidak, dapat dianggap sebagai agen globalisasi (Mars, 2001). Seperti yang kita tahu bahwa setiap imperialisme memiliki kecendrungan untuk mengglobalisasikan objek-objek tertentu. Berdasarkan pandangan ini, kita dapat mengatakan bahwa peradaban Romawi dan peradaban Persia, yang ada sebelum peradaban Islam, telah memicu tren globalisasi dan mempercepat perkembangannya. Tentu, globalisasi saat ini tentu memiliki perbedaan dengan globalisasi pada masa lampau. Namun perbedaan itu bukan dari segi sifatnya tetapi dari segi fitur-fiturnya. Artinya, selagi kita berbicara fakta yang sama yaitu globalisasi, maka sifatnya akan tetap sama walupun zamannya telah berubah. Sifat globalisasi adalah proses pengaliran secara global dari berbagai objek. Malahan, secara kasarnya, bidang- bidang aktifitas manusia yang terlibat dalam proses pengaliran objek-objek tersebut tidak berubah.

Sebelumnya, Briones dan Loy mengemukakan bahwa globalisasi memiliki berbagai dimensi, tidak hanya ada globalisasi bisnis dan ekonomi, tetapi juga terdapat globalisasi di lembaga-lembaga demokrasi, sosial, kemanusiaan dan gerakan perempuan.14 Pada umumnya, konsep globalisasi ekonomi dipandang sebagai suatu inti fenomena yang dinamakan globalisasi, maka Osman berpendapat bahwa globalisasi ekonomi adalah proses pendalaman saling ketergantungan ekonomi dunia dalam berbagai bidang - termasuk pasar - yang mengoptimalkan faktor distribusi produksi dan berbagai sumber dengan mendorong aliran lintas batas dari sumber daya manusia, modal, komoditas, pengkhidmatan, teknologi dan informasi (Briones, 1977).

Globalisasi Sebagai Pemindahan


Mungkin arti yang pertama dan paling biasa dari globalisasi adalah ia merupakan suatu transfer yang intensif atau pertukaran hal di antara unit-unit yang telah ada sebelumnya, baik politik, ekonomi maupun budaya. Globalisasi ditunjukkan dengan proses perubahan yang berasal dari tingkat unit, terutama dalam hal konsekuensi - yang tidak diinginkan - dari suatu interaksi antara unit-unit tersebut. Globalisasi sebagai transfer menunjukkan perubahan yang dapat melintasi batas unit-unit dan sistem yang ada, tetapi masih dianggap bahwa sistem serta unit- unit ini tetap dalam proses globalisasi.

Ditafsirkan dengan cara ini, konsep globalisasi adalah individualis secara ontologi. Sedangkan secara logika adalah terbuka kepada kemungkinan metodologi strukturalisme. Konsep globalisasi mengacu pada perubahan yang dapat dilihat pada tingkat unit, bahkan kadang-kadang juga terlihat sebagai hasil - yang tidak diinginkan - dari interaksi antara unit-unit. Akhirnya, bagaimanapun, globalisasi dapat berubah menjadi alasan yang beroperasi di tingkat unit, seperti perbuatan yang sadar dan sengaja oleh agen tertentu, yang diklasifikasikan dalam dimensi kausal yang berbeda. Jadi, menurut logika, konsep globalisasi terjadi di sepanjang proses globalisasi itu sendiri.

Seperti yang telah dinyatakan Scholte bahwa sangat sedikit perbedaan antara konsep globalisasi jika dibandingkan dengan konsep yang lebih tua dari internasionalisasi dan saling ketergantungan (Scholte, 1997). Hal ini berarti bahwa lebih sedikit perubahan atau gerakan yang melintasi batas-batas unit tetapi tidak pernah ada yang mengubah batasnya atau sifat unit-unit itu sendiri. Fokus pada tingkat unit berarti bahwa sementara fitur seperti kepentingan, maksud dan strategi mungkin bervariasi dari waktu ke waktu karena kedua sebab dan akibat globalisasi dan unit-unit akan tetap pada dasarnya yang sama. Akibat dari terkumpulnya interaksi akan dapat mengubah struktur sistem di mana unit-unit terletak, namun karena sistem ini akhirnya hanya disebabkan oleh komponen-komponen bagian, maka ia akan tetap pada dasar yang sama selama unit-unit penyusunnya tetap sama, dan begitu sebaliknya.

Satu contoh nyata dari sebuah konsep yang telah disediakan oleh teori-teori sebelumnya, saling ketergantungan seperti mereka bersuara - dalam oposisi - untuk realisme politik dalam teori hubungan internasional. Dalam konteks saling ketergantungan ini mengacu pada situasi yang ditandai oleh pengaruh timbal balik di antara negara-negara atau di kalangan aktor di negara-negara yang berbeda.36 Konon, akibat utama dari saling tergantung yang kompleks adalah bahwa konsep ini menolak aturan interaksi antara negara dari kepedulian tradisional dengan keamanan militer.

Pandanngan awal dari globalisasi budaya tetap mematuhi logika yang sama. Meskipun dalam cara yang jelas, ungkapan berbeda dari suatu budaya tertentu dapat menyebar dan berbaur ke seluruh dunia. Namun, budaya tertentu akan tetap selama perubahan yang membuat prospek dari suatu kebenaran budaya global terlihat utopia. Smith mengatakan bahwa dunia budaya bersaing akan berusaha untuk memperbaiki posisi status perbandingannya dan membesarkan sumber budayanya, serta berusaha ke arah global (Smith, 1990). Dari perspektif lain, jika ada hal seperti itu maka benar-benar seperti budaya global. Hal ini karena semua struktur berbagai makna yang didistribusikan adalah saling terkait (Hannerz, 1990).

Akun globalisasi budaya sepanjang garis ini sering menerima hal-hal seperti perbedaan budaya dari tempat asal, karena jika tidak, pertanyaan tentang globalisasi budaya tidak akan masuk akal. Globalisasi budaya mungkin terjadi, tetapi ini adalah akibat dari pertukaran antara unit budaya yang ada, dengan demikian akan membuka jalan untuk pembahasan hegemoni budaya dan imperialisme.

Berikut ini logis dari konsep globalisasi sebagai transfer. Saat ini terjadi perdebatan sengit sebagai akibat dari sistem yang lebih besar dan ditambah dengan ketidakmampuan yang berhubungan dengan perhitungan tentang bagaimana unit-unit dapat berubah dalam proses. Salah satu kontroversi utama saat ini adalah adanya kekhawatiran kepada pengaruh globalisasi terhadap kekuatan dan otonomi negara modern. Namun, oleh karena komitmen dari individualis ontologi yang menginformasikan ide globalisasi sebagai transfer, yang mengatakan bahwa negara modern cendrung terlihat lebih sebagai sumber globalisasi yang berkelanjutan bukannya sebagai korban utamanya.

Globalisasi Sebagai Transformasi


Jika globalisasi difahami dalam konsep pertama (globalisasi sebagai pemindahan) yaitu sebagai suatu proses interaksi dan pemindahan antara unit-unit yang tersedia. Konsep kedua (globalisasi sebagai transformasi) tidak banyak membalikkan gambaran ini, dalam arti kata ini, globalisasi adalah satu proses transformasi yang terjadi di tingkat sistem, dan ia dapat memberi pengaruh kepada sistem tersebut sebanyak ia dapat mengeksplor identitas unit.

Globalisasi yang terjadi ke atas unit-unit merupakan sebagai suatu hasil dari interaksi antara variabel sistemik yang melintasi dimensi berbeda dan sektor-sektor dari sistem itu. Globalisasi mengikut definisi dari sebuah proses multidimensi adalah suatu proses yang terjadi di luar sistem. Sejauh proses ini melibatkan berbagai unit, hal itu menjadikan globalisasi masuk ke dalam siklus pertumbuhan bagi proses sistemik dan kuasa, yang akhirnya akan mengubah identitasnya.

Walaupun konsep globalisasi sebagai transformasi (konsep kedua) adalah berbeda dengan globalisasi sebagai pemindahan (konsep pertama), namun terdapat kesinambungan antara keduanya. Sejauh mana teori konsep kedua secara tepat seperti apa enigmatik yang ditinggalkan dan diberikan oleh konsep yang pertama, dan ia menjadikan itu dilihat - atau membantu untuk mencipta dan mengabadikan – sebagai rangkain baru dari fenomena yang jelas berada di luar pemahaman konsep pertama. Satu lagi cara meletakkannya adalah dengan mengasumsikan bahwa konsep kedua sebagai artikulasi yang pertama, karena ia sukar untuk membuat pandangan dari sebuah sistem tanpa unit, tetapi sepenuhnya mungkin untuk membayangkan satu unit tanpa sistem.

Ide globalisasi seperti yang terjadi dalam dunia global memandang bahwa secara konseptual dunia merupakan sesuatu yang lebih dari semata-mata jumlah dari bagian-bagian konstituennya, individu atau masyarakat. Dalam konteks teori sosial modern, mungkin artikulasi teori yang pertama dan menjustifikasi pandangan sedemikian dapat ditemui dalam sistem dunia modern (Wallerstein 1974a & 1974b; Meyer et al. 1997). Bukannya menganalisis trajektori negara atau masyarakat tunggal, namun perubahan di dalamnya kini dapat dianggap sebagai pengaruh dari evolusi dan interaksi sistem dunia. Namun, sistem dunia ini juga mempunyai batas, struktur, kelompok anggota, peraturan, status dan keakraban.

Globalisasi Sebagai Transeden (Pembawa Keunggulan)


Sejauh ini kita telah berada dalam batas yang didefenisikan oleh ontologi sains sosial, dalam dunia yang berstrata ke dalam unit dan sistem, serta terbagi ke dalam sektor pemikiran dan tindakan manusia. Oleh karena dunia ini didefenisikan sebagai prasyarat penjelasan itu, apa yang terjadi di luarnya oleh definisi adalah menentang teori dari segi kesahihanya.

Jadi, apa yang terjadi di dunia ini hanya dapat diberikan transfaran dari segi kekinian. Set konotasi terkini yang direndam oleh konsep globalisasi telah menjanjikannya untuk mengelak dari batasan pemikiran sosial modern dengan melanggar standar ontologi dunia ke dalam unit dan sistem, serta dengan memperdebatkan pembagiannya ke dalam sektor atau dimensi. Oleh karena globalisasi difahami bahwa implikasi telah melampaui perbedaannya bersama-sama dengan keadaan unit, sistem serta identitas dimensi. Globalisasi tidak di dalam- keluar maupun luar - ke dalam, tetapi sebaliknya merupakan proses yang melarutkan jurang antara dalam dan luar.

Konsep ini (konsep ketiga) adalah lebih sukar untuk masuk akal berbanding konsep yang kedua karena referensinya terletak di luar kategori teori konvensional. Namun, konsep ini mengasumsikan apa yang telah diturunkan oleh konsep kedua bahwa dunia secara keseluruhan adalah titik referensi dan global adalah objek penyelidikan. Malahan, apabila ia dikonsepkan dari segi Transcendence , globalisasi telah membawa perubahan bukan saja untuk identitas unit dan sistem, tetapi juga kepada keberadaan objek siasatan dan bidang di mana mereka terletak. Globalisasi tersebut merupakan despatializes dan detemporalizes praktek manusia serta keadaan pengetahuan manusia, dan projek sebagai suatu keberadaannya. Globalisasi didorong ke batasan oleh dinamika tersendiri dan tidak dapat dikurangi kepada asas tunggal dalam sektor atau dimensi tertentu.

Lash & Urry mengatakan mengenai dunia lama telah digantikan oleh struktur informasi dan komunikasi karena meningkatnya mobilitas. Sementara globalisasi sendiri dibentuk oleh rangkaian aliran “networks of flows” bukannya oleh unit atau agen sebelumnya. Dunia objek-objek secara perlahan-lahan digantikan oleh dunia tanda-tanda.68 Begitu juga, menurut Castells bahwa flows rather than organizations merupakan unit dasar dari suatu informasi ekonomi global (Castella, 1969).

Flows mempunyai pengaruh yang mendalam terhadap wajah dunia. Flows merupakan decentering, despatializing, daya dematerializing , yang bekerja bersama- sama dan menentang kode geopolitik kedaulatan. Terdapat dunia dan fakta-fakta baru yang tercipta oleh rangkaian pertukaran transnasional yang dipercepatkan seperti identitas baharu, kesatuan dan munculnya nilai-nilai dari pembagian akses kepada simbol-simbol, pasaran dan komoditi yang sama (Luke, 1993).

Globalisasi, Pengalaman dan Prediksi


Bagaimana kita dapat memahami urutan konsep dan makna?, dan bagaimana kaitan mereka antara satu sama lain? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu menjawab pertanyaan tentang identitas konsep globalisasi. Apakah konsep globalisasi bermakna dalam berbagai konteks secara teori dan wacana. Semua konsep globalisasi di atas - tiga konsep - dibatasi dalam wacana kontemporari, teori- teori yang tidak dapat dibandingkan satau sama lain mungkin merupakan satu sumber utama dari kekeliruan yang terjadi. Tidak dapat tidak, ini memaksa kita untuk mempertimbangkan apakah kita sedang berhadapan dengan satu atau tiga konsep globalisasi. Namun, ini adalah Hal perspektif.

Bartelson mengatakan bahwa konsep ini dapat diletakkan ke dalam sebuah penggantian sejarah kabur dan kemudian ditafsirkan sebagai gambaran evolusi wacana. Fenomena utama dari wacana telah menyebabkan ia dapat difahami, serta aspirasi bidang globalisasi telah temengkajinya sendiri. Di balik tidak jelasnya perbandingan antara perbedaan konsep globalisasi, maka ini mungkin dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu elemen kesinambungan karena ia telah siap dengan fokusnya pada globalisasi sebagai satu proses perubahan yang tidak dapat diprediksi.

Adalah penting untuk tidak terlalu keras dalam hal penekanan tahap penggantian sejarah dan kesinambungan antara konsep-konsep ini, karena tumpang tindih yang terjadi antara konteks-konteks yang berbeda itu tidak dapat dielakkan. Hakikatnya, konsep-konsep ini berada dengan aman dalam wacana kontemporari. Sejarah telah memberitahu kita, namun masih menunjukkan beberapa Hal penting tentang trajektori konsep globalisasi.