Apa yang dimaksud dengan gaya didup atau lifestyle?

Istilah gaya hidup dapat menunjukkan minat, pendapat, perilaku, dan orientasi perilaku individu, kelompok, atau budaya.

Apa yang dimaksud dengan gaya hidup atau lifestyle ?

2 Likes

Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya. Kasali (1998)

Menurut Solomon (1999), “life style refers to pattern of consumption reflecting a person’s choices of he or she spend time and money”.

Demikian pula Mowen dan Miror (1998), mengungkapkan hal yang senada bahwa “lifestyle denotes how people live, how they spend their money and how they allocate their time”.

Gaya hidup berbeda dengan kepribadian. Kepribadian lebih menggambarkan karakteristik terdalam yang ada dalam diri manusia. Kepribadian sering juga disebut cara seseorang berfikir, merasa dan berpersepsi, walaupun kedua konsep tersebut berbeda, namun gaya hidup dan kepribadian sangat berhubungan. Kepribadian merefleksikan karakteristik internal dari konsumen, gaya hidup menggambarkan manifestasi eksternal dari karakteristik tersebut, yaitu perilaku seseorang.

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk melihat gaya hidup seseorang :

  1. Pendekatan AIO
    Para peneliti pasar yang menganut pendekatan gaya hidup cenderung mengklasifikasikan konsumen berdasarkan variabel- variabel AIO yaitu Activity, Interest and Opinion. Joseph Plumer (1974) mengatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur aktivitas-aktivitas manusia dalam hal :
  • Bagaimana mereka menghabiskan waktunya
  • Minat mereka, apa yang dianggap penting di sekitarnya
  • Pandangan-pandangannya baik terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain
  • Karakter-karakter dasar seperti tahap yang mereka pernah lalui dalam kehidupan (lifestyle), penghasilan, pendidikan dan dimana mereka tinggal.

Komponen-komponen segmentasi gaya hidup dalam bentuk AIO dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel Dimensi Gaya Hidup
image
Source : William D.Well and Douglas J.Tiger, “Activities, interest and Opinions,” Journal of Advertising Research 11 (August 1971) : 27-35. By the Advertising Research Foundation.

2. Pendekatan Vals (Value and Lifestyles)

VALS merupakan sebuah metode segmentasi pasar yang bersifat psikografis, diciptakan pada tahun 1970 untuk menerangkan dan memprediksi nilai dan gaya hidup serta konsumsi masyarakat Amerika Serikat yag dikembangkan dengan menggunakan gabungan beberapa teori yang kemudian disebut dengan riset VALS.

Teori-teori tersebut adalah :

  1. Teori Hirarki kebutuhan manusia (need hierarchy)
    Teori ini dikembangkan oleh Abraham H. Maslow, menurut teori ini, ada lima tingkat kebutuhan yang dilalui oleh manusi, yaitu kebutuhan fisik dasar, rasa aman, memiliki, esteem dan aktualisasi diri. VALS mengidentifikasi nilai-nilai yang dianut masyarakat pada setiap kebutuhan tersebut

  2. Teori tentang dorongan-dorongan kepribadian (The Inner and Outer Directed Personality Theory)
    Teori ini diperkenalkan oleh Riesman, Glazer dan Denney (1950). Terminology other directed kemudian oleh VALS diubah menjadi outer directed (dorongan dari luar)

    VALS juga dapat dengan mudah diterapkan untuk memprediksi kelakuan serta gaya membeli dari pelaku bisnis dan konsumen. Tipologi VALS melahirkan 9 segmen psikografis, yaitu:

    - Survivors
    - Sustainers
    - Belongers
    - Emulators
    - Achievers
    - I-am-me
    - Experentials
    - Sosially Conscious
    - Integrated

    Diketahui bahwa ternyata VALS memiliki banyak kelemahan sehingga VALS disempurnakan dalam VALS 2 di mana kelompok-kelompok konsumen dibagi segi empat dan mempunyai dua dimensi. Pada VALS 2, dimensi vertikal merupakan representasi dari tingkat inovasi dan resources para konsumen.

Kerangka Kerja VALS 2
Gambar Kerangka Kerja VALS 2

Resources dapat berupa penghasilan, tingkat pendidikan, tingkat kepercayaan diri, intelegensia, kepemimpinan, dan pengaruh. Kelompok yang terletak di atas digolongkan dalam kelompok High Resources, sementara kelompok yang dibawah digolongkan dalam Low Resources.

Dimensi horizontal merupakan representasi dari motivasi yang terdiri dari 3 jenis. Segi empat paling kiri yang berwarna biru melambangkan konsumen yang termotivasi oleh nilai-nilai. Konsumen ini terdiri dari kelompok Thinkers dan Believers. Segi empat di tengah melambangkan konsumen yang termotivasi oleh prestasi. Bagi mereka, pembelian adalah simbol keberhasilan dan alat pertunjukan dari pencapaian mereka.
Konsumen ini terdiri dari kelompok Achievers dan Strivers.

Segi empat yang paling kanan melambangkan konsumen yang digerakkan oleh hasrat pengekspresian diri. Kelompok ini adalah orang-orang yang menyukai aktivitas, variasi hidup serta mencintai risiko. Kelompok konsumen ini terdiri dari Experiences dan Makers. Di paling atas dari bagan segi empat ini, muncul satu kelompok yang disebut Innovators (pembaharu) yang mempunyai resources yang besar dan juga tingkat inovasi yag menjulang. Mereka dapat mempunyai salah satu atau kombinasi dari tiga motivasi pokok.

Di bawah segi empat adalah Survivors yang mencukupkan diri dalam kondisi mereka, dan biasanya tidak mempunyai motivasi yang kuat serta kebanyakan merupakan orang-orang yang kolot dan statis. Pada dasarnya, dengan menggunakan VALS, anda dapat memprediksi gaya dan kebiasaan anda dalam membeli, mengetahui apa motivasi anda dalam berbelanja dan mengukur pola konsumsi anda.

Dengan demikian, VALS adalah psikografi yang mewakili kelompok-kelompok konsumen di Amerika. Kelompok-kelompok ini tentu berbeda dengan kelompok-kelompok konsumen di Indonesia, karena kedua masyarakat ini mempunyai nilai-nilai kehidupan dan budaya yang berbeda dan tahapan perkembangan ekonomi dan sejarah yang berbeda pula. Selain itu komposisi penduduk dan etnik juga mempengaruhi (Khassali, 1998, Sources: SRI International, Menlo Park, CA)

Psikografik

  • Psikografi adalah suatu instrumen untuk mengukur gaya hidup, yang memberikan pengukuran kuantitatif dan bisa dipakai untuk menganalisis data yang sangat besar (untuk melihat segmen pasar).
  • Adalah suatu riset konsumen yang menggambarkan segmen konsumen dalam hal kehidupan mereka, pekerjaan, dll.
  • Menggambarkan psikologi konsumen.
  • Pengukuran kuantitatif gaya hidup, kepribadian dan demografis penduduk.
  • Studi psikografik bisa dalam beberapa bentuk :
    1. Profil gaya hidup
    2. Profil produk spesifik
    3. Studi yang menggunakan kepribadian ciri sebagai faktor yang menjelaskan
    4. Segmentasi gaya hidup
    5. Segmentasi produk spesifik

Sejak VALS 2 diterima secara baku, hampir semua negara maju telah menerapkannya. Jepang misalnya sudah memiliki VALS jepang yang menghasilkan 10 segmen, yaitu: integrators, sustainers, self innovation, self adopters, ryshiki innovators, ryshiki adapters, traditional adapters, high pragmatic, dan low pragmatic.

Di Indonesia sendiri, riset-riset tentang psikografi antara lain telah dirintis oleh PT. Surindo Utama Indonesia. Biro riset milik swasta tersebut sudah dua kali melakukan pemetaan segmen gaya hidup di perkotaan (Urban Lifestyles) yaitu pada tahun 1988 dan 1995. PT. Surindo Utama Indonesia mengambil sampel sebanyak 400 responden dari 5 kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan. Kelompok-kelompok segmen psikografi hasil Surindo Utama ini telah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, salah satunya adalah tabloid olahraga “bola”.

Berdasarkan analisa faktor, Surindo Utama menemukan tiga kelompok besar.

  1. Pleasure – achievement factor
    Menjelaskan tingkat atau kualitas upaya kerja keras seseorang untuk mencapai sesuatu. Pleasure yang berarti bersenang-senang, menunjukkan bahwa individu tersebut memberikan kontribusi yang minimal atau cenderung santai untuk meraih sesuatu. Sebaliknya untuk achievement.

  2. Follower – commander factor
    Menggambarkan seberapa jauh peranan seseorang dalam kelompoknya. Commander merupakan suatu sikap pemimpin yang berani mengambil sikap, resiko dan mempengaruhi orang lain. Sebaliknya dengan follower.

  3. Low profile – high profile factor
    Menunjukkan seberapa jauh seseorang untuk mencari perhatian. Low profile menggambarkan suatu karakter yang cenderung tidak ingin menonjolkan diri dan kurang terbuka terhadap perubahan. Sebaliknya untuk high profile.

Berdasarkan ketiga faktor di atas, Surindo Utama menemukan 8 segmen untuk perilaku gaya hidup perkotaan Indonesia, yaitu :

1. The Affluent (15%)
2. The Achievers (14%)
3. The Anxious (6%)
4. The loners (10%)
5. The Pusher (11%)
6. The Sosialite (6%)
7. The Attention Seekers (17%)
8. Pleasure Seekers (20%)

Studi lainnya yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikografi, telah dilakukan oleh Susianto (1993) dengan menggunakan rumusan AIO. Peneliti dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini mendapatkan 6 kelompok segmen gaya hidup, yatu :

  1. Hura-hura
  2. Hedonis
  3. Rumahan
  4. Sportif
  5. Kebanyakan
  6. Orang untuk orang lain (Kasali, 1998)
Referensi

Rini Dwiastuti, Agustina Shinta, Riyanti Isaskar, Ilmu Perilaku Konsumen. Malang : UB Press.

Konsumsi dipandang bukan sebagai sekedar pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkaitan dengan aspek-aspek sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup (Damsar, 1997).

Gaya hidup didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya, kelas sosial, demografi, dan variabel lain. Gaya hidup adalah konsepsi ringkasan yang mencerminkan nilai konsumen (James F. Engel, dkk, 1994).

Gaya hidup didefinisikan sebagai bagaimana seseorang hidup, termasuk bagaimana seseorang menggunakan uangnya, bagaimana ia mengalokasikan waktunya, dan sebagainya (Ristiayanti dan Ihalauw, 2006). “Orang yang berasal dari subbudaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin mempunyai gaya hidup yang cukup berbeda” (Kotler dan Armstrong, 2008).

Gaya hidup berbeda dengan kepribadian. Gaya hidup lebih menunjukkan pada bagaimana individu menjalankan kehidupan, bagaimana membelanjakan uang, dan bagaimana memanfaatkan waktunya. Kepribadian lebih merujuk pada karakteristik internal. Meskipun keduanya merupakan konsep yang berbeda, namun sebagai karakteristik psikologi yang melekat pada individu, keduanya terkait erat. Misalnya konsumen yang memiliki karakteristik berani mengambil resiko mungkin akan memilih aktivitas yang spekulatif seperti berspekulasi di pasar modal, mendaki gunung, atau lainnya, yang ini sangat tidak mungkin dilakukan oleh konsumen yang kurang berani menerima resiko (Tatik Suryani, 2008).

Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat)”. Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat yang lainnya. Bahkan dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah, sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen (Sutisna, 2002).

Mowen dan Minor mengungkapkan bahwa gaya hidup merupakan (Silvya L. Mandey, 2009):

  1. Aktivitas, yaitu meminta kepada konsumen untuk mengidentifikasikan apa yang mereka lakukan, apa yang mereka beli, dan bagaimana mereka menghabiskan waktu mereka.
  2. Interest (minat), yaitu memfokuskan pada preferensi dan prioritas konsumen.
  3. Opini, yaitu menyelidiki pandangan dan perasaan mengenai topiktopik peristiwa dunia, lokal, moral ekonomi, dan sosial

Pengukuran Gaya Hidup

Untuk mengetahui gaya hidup konsumen, dapat dipergunakan pengukuran psikografis yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menilai gaya hidup. Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya dipakai mengungkapkan aktivitas, minat, dan opini konsumen (Tatik Suryani, 2008). Psikografik memberikan pengukuran kuantitatif dan bisa dipakai untuk menganalisis data yang sangat besar. Psikografik sering diartikan sebagai pengukuran AIO (Ujang Sumarwan, 2011). AIO merupakan istilah yang mengacu pada pengukuran kegiatan, minat, dan opini. AIO mengukur bentuk operasional dari gaya hidup. AIO adalah singkatan dari activities (kegiatan), interest (minat), dan opinion (opini) (James F. Engel, 1994). Gaya hidup akan berkembang pada masing-masing dimensi AIO seperti telah diidentifikasi oleh Plummer sebagai berikut:

image

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup

Armstrong menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal) (Angga Sandy Susanto, 2013):

  1. Faktor Internal
  • Sikap
    Sikap bisa dipahami sebagai cara seseorang dalam memberikan tanggapan terhadap suatu hal sesuai dengan keadaan jiwa dan pikirannya dan mempengaruhi secara langsung terhadap perilaku orang tersebut. Sikap menggambarkan evaluasi, perasaan, dan tendensi yang relatif konsisten dari seseorang terhadap objek atau ide. Sikap menempatkan orang ke dalam kerangka pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu, untuk bergerak menuju atau meninggalkan sesuatu (Kotler dan Armstrong, 2008). “Secara psikologis perilaku konsumtif ditandai dengan emosi yang tinggi, terkadang tidak disadari, dan tidak logika” (Callebaut dalam Tiurma, 2009).

  • Pengalaman dan Pengamatan
    Pengalaman didapat dari belajar dan juga dapat disalurkan ke orang lain dengan cara mengajarkannya. Pengamatan atas pengalaman orang lain juga dapat mempengaruhi opini seseorang sehingga pada akhirnya membentuk gaya hidup.

  • Kepribadian Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain. Kepribadian meliputi beberapa karakteristik khusus seperti dominasi, keagresifan, rasa percaya diri, dan sebagainya. Lina dan Rosyid menyebutkan bahwa salah satu faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi perilaku konsumtif adalah kepribadian. Dalam hal ini kepribadian yang kemungkinan besar mempengaruhi perilaku konsumtif adalah kepribadian narsistik (Yusi dan Ranni, 2011). Fausiah dan Widury mengungkapkan bahwa individu dengan kepribadian narsistik merasa dirinya spesial, ambisius, dan suka mencari ketenaran, sehingga sulit menerima kritik dari orang lain (Yusi dan Ranni, 2011).

  • Konsep Diri
    Cara seseorang memandang dirinya sendiri akan menentukan minat seseorang terhadap suatu objek termasuk juga suatu produk. “Konsumen yang tidak yakin pada dirinya sendiri dan mempunyai harga diri yang rendah akan membeli setiap produk yang mempunyai arti simbolik yang dianggap bisa menaikkan harga dirinya. Kecenderungan remaja untuk menjadi konsumtif tersebut bisa merupakan indikasi bahwa mereka kurang percaya diri dan rendah diri” (Hawkins dalam Meida, 2009).

  • Motif
    Perilaku individu terbentuk karena adanya motif. Jika motif seseorang akan prestise cukup besar, maka akan ada kecenderungan orang tersebut memiliki gaya hidup hedonis sehingga bisa menjadi target pasar yang tepat untuk barang mewah.

  • Persepsi
    Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu pemahaman dan gambaran mengenai sesuatu. Persepsi dapat mempengaruhi seseorang untuk memilih suatu produk. Sebagai contoh setelah adanya informasi yang disosialisasikan secara global mengenai isu global warming, terbentuk interprestasi seseorang terhadap isi sosialisasi tersebut dan terbentuk pemahaman mengenai pentingnya mengkonsumsi produk yang dapat mengurangi dampak global warming.

  1. Faktor Eksternal
  • Kelompok Referensi
    Kelompok referensi merupakan individu atau kelompok yang dijadikan rujukan yang mempunyai pengaruh nyata bagi individu. Konsumen yang mengacu perilakunya pada kelompok referensi tertentu belum tentu menjadi anggota kelompok itu. Misalnya sekelompok anak muda yang penampilannya menirukan penampilan group band “Ungu”, tidak berarti bahwa mereka harus menjadi anggota group band tersebut (Tatik Suryani, 2013).

  • Keluarga
    Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Budaya salah satu anggota keluarga dapat menjadi kebiasaan bagi anggota keluarga lainnya yang mengamati setiap harinya. Gaya hidup anak cenderung mengikuti gaya hidup orang tuanya. Orang tua menanamkan nilai-nilai, membiasakan perilaku, dan menciptakan situasi sehingga terbentuk minat yang kemudian berkembang menjadi gaya hidupnya (Tatik Suryani, 2013).

  • Kelas Sosial
    Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Setiap kelas cenderung memiliki gaya hidup yang khas dibandingkan kelas sosial lainnya. Kelas sosial bisa diklasifikasikan sebagai kelas bawah, menengah, atas, dan sebagainya. Konsumen dari keluarga kelas bawah seringkali tidak menyadari irasionalitas mereka dalam berbelanja. Mereka sering irasional ketika membeli barang-barang yang tergolong mewah karena keinginannya untuk menghilangkan “stigma” yang membuat mereka tertekan dianggap sebagai kelas bawah (Tatik Suryani, 2013).

  • Kebudayaan Kebudayaan bisa meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang membentuk gaya hidup seseorang. “Nilai-nilai kebarat-baratan, khususnya yang ada di wilayah Eropa Barat, telah berkembang dan menjadi identitas kultural bangsa Timur. Berarti, gaya hidup semacam gaya berbusana, gaya busana, tren-tren tentang sesuatu, bukan nilai asli yang ada di Indonesia. Ini adalah adobsi dan hasil pemaksaan budaya yang disenangi oleh orang-orang pribumi” (Giddens dalam Azharina, 2011).

Referensi

Indriani, Lia. 2015. Pengaruh Pendapatan, Gaya Hidup, Dan Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Konsumsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ekonomi FE UNY.

Menurut Kotler (2014) Gaya hidup adalah cara ekspresi yang bersifat dasar dan unik yang muncul dalam bidang usaha manusia. Sedangkan menurut Lamb, Hair dan Mc Daniel (2008) adalah suatu cara hidup (mode of living), merupakan cara orang untuk memutuskan bagimana ia akan menghidupi hidupnya.

Menurut Susanto (Nugrahani, 2003) gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku. Selanjutnya Adler (Hall & Lindzey, 1985) menyatakan bahwa gaya hidup adalah hal yang paling berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan 3 hal utama dalam hidup yaitu pekerjaan, persahabatan, dan cinta.

Aspek Gaya Hidup

Menurut John dan Bonfield, gaya hidup dibagi dalam lima kelompok, positivism self confidence, libelarism cosmopolitanism, frustration, home family orientation, community involvement. Gaya hidup pada dasarnya terdiri dari pola konsumsi makanan, olahraga, optimalisasi aktifitas yang berhubungan dengan mental maupun spiritual. Secara elaboratif aspek dalam gaya hidup meliputi hubungan personal, mobilitas, refreshing, aktifitas bekerja, dan komunitas (Maria, 2011).

Sedangkan Jakson (2005) membagi tiga bagian indikator dari gaya hidup yaitu, pertama, aspek dasar atau suatu hal yang wajib ada: survive, kesehatan, reproduksi, persahabatan, dan keamanan. Kedua, aspek sosial: cara komunikasi dalam hal kepentingan sosial, dimensi psikologis dan budaya hidup. Ketiga, aspek praktek sosial: kebiasaan atau rutinitas tugas, aktifitas sehari-hari dalam hidup.

Pengukuran gaya hidup

Menurut Sutisna (2008) untuk mengukur gaya hidup ditinjau dari aspek kultural, program ini disebut sebagai VALS 1 (Value And Life Style 1) yaitu terdiri atas:

  1. Outer directed, yaitu merupakan gaya hidup konsumen yang jika dalam membeli suatu produk harus sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma tradisional yang telah terbentuk. Motivasi pembelian dipengaruhi oleh bagaimana pandangan dan pikiran orang lain.
  2. Inner directed, kelompok konsumen yang membeli produk untuk memenuhi keinginan dari dalam dirinya untuk untuk memiliki sesuatu, dan tidak terlalu memikirkan norma-norma budaya yang berkembang.
  3. Need driven, merupakan kelompok konsumen yang membeli sesuatu didasarkan atas kebutuhan dan bukan keinginan berbagai pilihan yang tersedia.

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya Sedangkan menurut Assael (1984), gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Kotler, 2002).

Sedangkan menurut Assael (1984), gaya hidup adalah “A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they consider important in their environment (interest), and what they think of themselves and the world around them (opinions)”.

Menurut Minor dan Mowen (2002), gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Selain itu, gaya hidup menurut Suratno dan Rismiati (2001) adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang bersangkutan.

Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu.

Gaya hidup diartikan dalam WHO 1998 yaitu life style is a way of living based on identifiable patterns of behaviour which are determined by the interplay between an individual’s personal characteristics, social interactions, and socioeconomicand environmental living condition.

Pola pola perilaku (behavioral patterns) akan selalu berbeda dalam situasi atau lingkungan sosial yang berbeda, dan senantiasa berubah, tidak ada yang menetap (fixed). Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain.

Dalam “kesehatan” gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja, tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang mempengaruhi pola perilakunya.

Harus disadari bahwa tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang “sama dan cocok” yang berlaku untuk semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan fisik, lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja, menciptakan berbagai “gaya” dan kondisi kehidupan lebih menarik, dapat diterapkan dan diterima (Ari, 2010).

Gaya hidup merupakan gambaran bagi setiap orang yang mengenakannya dan menggambarkan seberapa besar nilai moral orang tersebut dalam masyarakat disekitarnya. Atau juga, gaya hidup adalah suatu seni yang dibudayakan oleh setiap orang. Gaya hidup juga sangat berkaitan erat dengan perkembangan zaman dan teknologi. Semakin bertambahnya zaman dan semakin canggihnya teknologi, maka semakin berkembang luas pula penerapan gaya hidup oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam arti lain, gaya hidup dapat memberikan pengaruh positif atau negatif bagi yang menjalankannya, tergantung pada bagaimana orang tersebut menjalaninya. Dewasa ini, gaya hidup sering disalahgunakan oleh sebagian besar remaja. Apalagi para remaja yang berada dalam kota Metropolitan.

Mereka cenderung bergaya hidup dengan mengikuti mode masa kini. Tentu saja, mode yang mereka tiru adalah mode dari orang barat. Jika mereka dapat memfilter dengan baik dan tepat, maka pengaruhnya juga akan positif. Namun sebaliknya, jika tidak pintar dalam memfilter mode dari orang barat tersebut, maka akan berpengaruh negatif bagi mereka sendiri (Siti Nurhasanah, 2009).