Apa yang dimaksud dengan Gangguan somatoform ?

Gangguan Somatoform

Gangguan Somatoform adalah kelompok gangguan yang meliputi simtom fisik (misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara medis.

Apa yang dimaksud dengan Gangguan somatoform ?

Gangguan Somatoform adalah individu yang mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik, yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Somatoform (terutama gangguan konversi atau disebut juga reaksi-reaksi konversi) adalah gangguan-gangguan neurotik yang khas bercirikan emosionalitas yang ekstrem, dan berubah menjadi simtom-simtom fisik, simtom-simtom fisik itu mungkin berupa kelumpuhan-kelumpuhan anggota tubuh, rasa sakit dan nyeri luar biasa, buta tuli, tidak bisa bicara, muntah terus-menerus, sakit kepala atau gementar.

Menurut Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medis, 1993, Somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya.

Ciri utama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negative dan juga sudah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Seandainya ada gangguan fisik, maka gangguan tersebut tidak menjelaskan gejala atau distress dan preokupasi yang dikemukakan pasien. Meskipun onset dan kelanjutan dari gejala-gejala tadi mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan ataupun konflik-konflik, pasien biasanya menolak upaya-upaya untuk membahas kemungkinan adanya penyebab psikologis, bahkan meskipun ditemukan gejala-gejala anxietas dan depresi yang nyata. (Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik,1993)

Jenis Gangguan Somatoform


Macam-macam gangguan Somatoform yaitu:

  1. Gangguan nyeri (pain disorder)

    Pada gangguan ini individu akan mengalami gejala sakit atau nyeri pada satu tempat atau lebih, yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis (non psikiatri) maupun neurologis. Simtom ini menimbulkan strees emosional ataupun gangguan fungsional, dan gangguan ini dianggap memiliki hubungan sebab akibat dengan factor psikologis. Keluhan yang dirasakan pasien berfluktuasi intensitasnya, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi, kognitif, atensi, dan situasi. Dengan kata lain, faktor psikologis mempengaruhi kemunculan, bartahannya, dan tingkat keparahan gangguan. (Fausiah, Widury, 2005)

    Pasien pain disorder kemungkinan tidak mampu untuk bekerja dan menjadi tergantung dengan obat pada pereda rasa sakit. Rasa nyeri yang timbul dapat berhubungan dengan konflik atau stress atau dapat pula terjadi agar individu dapat terhindar dari kegiatan yang tidak menyenangkan dan untuk mendapatkan perhatian dan simpati yang sebelumnya tidak didapat. Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut. Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis untuk yang bersangkutan. (Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medic,1993)

  2. Body Dysmorphic Disorder

    Definisi gangguan ini adalah preokupasi dengan kecacatan tubuh yang tidak nyata (misalnya hidung yang dirasakannya kurang mancung), atau keluhan yang berlebihan tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil. Perempuan lebih cenderung untuk memfokuskan pada bagian kulit, dada, paha, dan kaki. Sedangkan pria lebih terfokus pada tinggi badan, ukuran alat vital, atau rambut tubuh. (Fausiah, Widury,2005)

    Pada body dysmorphic disorder, individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka, biasanya di bagian wajah, misalnya kerutan di wajah, rambut pada wajah yang berlebihan, atau bentuk dan ukuran hidung. Beberapa individu yang mengalami gangguan ini secara kompulsif akan menghabiskan berjam-jam setiap harinya untuk memperhatikan kekurangannya dengan berkaca di cermin. Beberapa bahkan mengurung diri di rumah untuk menghindari orang lain melihat kekurangan yang dibayangkannya. Faktor social dan budaya memainkan peranan penting pada bagaimana seseorang merasa apakah ia menarik atau tidak, seperti pada gangguan pola makan. (Ardani,2011)

  3. Hipokondriasis

    Kata “hipokondriasis” berasal dari istilah medis lama ”hypochondrium”, yang berarti di bawah tulang rusuk, dan mereflesikan gangguan pada bagian perut yang sering dikeluhkan pasien hipokondriasis. Hipokondriasis adalah hasil interpretasi pasien yang tidak realistis dan tidak akurat terhadap simtom atau sensasi. Sehingga mengarah pada preokupasi dan ketakutan bahwa mereka memiliki gangguan yang parah, bahkan meskipun tidak ada penyebab medis yang ditemukan. Pasien yakin bahwa mereka mengalami penyakit yang serius dan belum dapat dideteksi, dan tidak dapat dibantah dengan menunjukkan kebalikannya. (Fausiah, Widury,2005)

    Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja dan cenderung terus berlanjut. Individu yang mengalami hal ini biasanya merupakan konsumen yang seringkali menggunakan pelayanan kesehatan, bahkan terkadang mereka menganggap dokter mereka tidak kompeten dan tidak perhatian (Pershing et al.).

    Dalam teori disebutkan bahwa mereka bersikap berlebihan pada sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang kadang terjadi, rasa sakit, sakit perut, sebagai bukti dari kepercayaan mereka. Hypochondriasis seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan mood. (Ardani, 2010)

    Tanda dan gejala penyakit Hipokrondria termasuk :

    • Ketakutan atau kecemasan yang berlebihan mengalami penyakit tertentu
    • Khawatir bahwa gejala minor berarti memiliki penyakit yang serius.
    • Mencari mengulangi ujian atau konsultasi medis
    • Sering berganti dokter
    • Frustrasi dengan dokter atau perawatan medis
    • Hubungan sosial tegang
    • Gangguan emosi
    • Sering memeriksa tubuh untuk masalah-masalah, seperti benjolan atau luka
    • Sering memeriksa tanda-tanda vital seperti denyut nadi atau tekanan darah
    • Ketidakmampuan diyakinkan oleh ujian medis
    • Berpikir mempunyai penyakit setelah membaca atau mendengar tentang hal itu
    • Menghindari situasi yang membuat merasa cemas, seperti berada di rumah sakit

    Ciri utama dari hypochondriasis adalah kecenderungan untuk salah menafsirkan gejala fisik yang tidak berbahaya sebagai bukti dari penyakit fisik. Tafsiran umum tidak berbahaya diabaikan, dan ketika pasien merasakan gejala fisik, akan timbulnya pikiran negatif tentang makna gejala yang timbul dari pengalaman. Misalnya, sakit kepala akan segera dievaluasi sebagai bukti dari tumor otak, dan penjelasan yang lebih umum, seperti ketegangan atau mabuk, akan diabaikan.(Warwick, 1998)

  4. Gangguan Konversi

    Gangguan konversi menurut DSM IV (Kaplan, sadock, & Grebb) adalah gangguan dengan karakteristik munculnya satu atau beberapa simtom neurologis yang ada. Pada conversion disorder, gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan rusaknya system saraf, padahal organ tubuh dan system saraf individu tersebut baik-baik saja. Aspek psikologis dari gejala conversion ini ditunjukan dengan fakta bahwa biasanya gangguan ini muncul secara tiba-tiba dalam situasi yang tidak menyenangkan. Gejala conversion biasanya berkembang pada masa remaja atau awal masa dewasa, dimana biasanya muncul setelah adanya kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup.

    Conversion disorder biasanya berkaitan dengan diagnosis Axis 1 lainnya seperti depresi dan penyalahgunaan zat-zat terlarang, dan dengan gangguan kepribadian.

  5. Gangguan Somatisasi

    Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai keluhan atau gejala somatic yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Perbedaan antara gangguan somatisasi dengan gangguan somatoform lainnya adalah banyaknya keluhan dan banyaknya system tubuh yang terpengaruh. Gangguan ini sifatnya kronis (muncul selama beberapa tahun dan terjadi sebelum usia 30 tahun), dan berhubungan dengan strees psikologis yang signifikan, hendaya dalam kehidupan social dan pekerjaan, serta perilaku mencari pertolongan medis yang berlebihan. (Fausiah, Widury, 2005)

    Ciri utamanya adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam, berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung beberapa tahun sebelum pasien datang ke psikiatri. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik ke pelayanan kesehatan dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negative. Keluhannya dapat mengenai setiap system atau bagian tubuh manapun, tetapi yang paling lazim adalah yang mengenai keluhan gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, muntah, mual, dsb) dan keluhan-keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa terbakar, kesemutan, pedih) serta bercak-bercak pada kulit. (Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medic,1993)

Penanganan Gangguan Somatoform


1. Terapi Pain Disorder

Pengobatan yang efektif cenderung memiliki hal-hal berikut:

  • Memvalidasikan bahwa rasa nyeri itu adalah nyata dan bukan hanya ada dalam pikiran penderita

  • Relaxation training tidak dapat dilakukan oleh penderita akibat rasa nyeri yang dialaminya, tetapi mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi strees, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan control diri. (Ardani,2011)

2. Cognitive-behavioral therapy

Secara umum, pendekatan cognitive-behavioral terbukti efektif dalam mengurangi hypochondriasis. Cognitive-behavioral therapy dapat bertujuan untuk mengubah pemikiran pesimistis. Selain itu, pengobatan juga hendaknya dikaitkan dengan strategi yang mengalihkan penderita gangguan ini dari gejala-gejala tubuh dan meyakinkan
mereka untuk mencari kepastian medis bahwa mereka tidak sakit

3. Terapi Somatization Disorder

Pada ahli kognitif dan behavioral meyakini bahwa tingginya tingkat kecemasan yang diasosiakan dengan somatization disorder dipicu oleh situasi khusus. Akan tetapi semakin banyak pengobatan yang dibutuhkan, bagi orang yang “sakit” sekian lama maka akan tumbuh kebiasaan akan ketergantungan-untuk menghindari tantangan hidup sehari-hari daripada menghadapi tantangan tersebut sebagai orang dewasa. Dalam pendekatan yang lebih umum mengenai somatization disorder, dokter hendaknya tidak meremehkan validitas dari keluhan fisik, tetapi perlu diminimalisir penggunaan tes-tes diagnosis dari obat-obatan , mempertahankan hubungan dengan mereka terlepas dari apakah mereka mengeluh tentang penyakitnya atau tidak.(Ardani, 2011)

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan penderita untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.

Intinya, somatoform merupakah sebuah kelainan yang menagkibatkan si penderita merasakan suatu rasa sakit tanpa ada penyebab yang jelas secara klinis dan semuanya hanya didasarkan pada perasaan pribadi saja.

Terdapat lima gangguan somatoform yang spesifik adalah :

  • Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ.

  • Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.

  • Hipokondriasis ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.

  • Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.

  • Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.

Ciri Gangguan Somatoform


Ciri-ciri dari penderita gangguan somatoform adalah sebagai berikut :

  1. Biasanya menyerang usia sebelum usia 30 tahun dan lebih sering pada wanita.

  2. Keluhan atau gejala fisik berulang, banyak gejala dan berubah-ubah. Gejala yang sering dialami pasien antara lain:

    • Sakit perut, diare, atau sembelit
    • Sakit kepala yang berpindah-pindah
    • Sakit punggung, sakit lengan, dan sendi-sendi tubuh seperti lutut dan pinggul
    • Pusing bahkan sampai pingsan
    • Masalah menstruasi, misalnya kram saat menstruasi
    • Sesak napas
    • Sakit dada dan jantung berdebar-debar
    • Mual, kembung, begah
    • Masalah saat berhubungan seksual
    • Gangguan tidur, baik insomnia atau hipersomnia
    • Lemah, letih, lesu dan kurang bertenaga
  3. Perilaku tersebut sudah berlangsung lebih dari 2 tahun.

  4. Pasien datang dengan disertai permintaan pemeriksaan medis, bahkan sampai memaksa dokter.

  5. Hasil pemeriksaan medis yang dilakukan dokter tidak menunjukkan adanya kelainan yang dapat menjelaskan keluhan tesebut.

  6. Pasien biasanya menolak membahas kemungkinan adanya penyebab psikologis. Pasien selalu mencari informasi tentang gejala yang dialaminya dan bersikap “sok tahu”.

  7. Gejala awal dan lanjutan dari keluhan yang dialami berhubungan erat dengan peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau konflik-konflik di kehidupan pasien.

  8. Pasien biasanya menunjukkan perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama karena pasien tidak puas dan tidak berhasil membujuk dokter menerima pikirannya bahwa keluhan yang dialami merupakan penyakit fisik dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

  9. Pasien selalu tidak mau menerima nasihat dari berbagai dokter yang menyatakan tidak ada kelainan medis yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut

Penanganan Gangguan Somatoform


Langkah awal untuk menghentikan gangguan somatisasi adalah menerima bahwa gejala yang timbul berasal dari pikiran. Dengan sikap menerima, Anda akan lebih mudah untuk mengatasi gejala yang diderita. Kemudian, hentikan kebiasaan “belanja dokter” secara bertahap. Periksakan gejala yang Anda alami konsisten pada satu dokter dan bangun kepercayaan pada dokter tersebut.

Anda juga sebaiknya mengontrol tingkat stress yang dapat memicu gejala tersebut datang menghampiri. Caranya dengan banyak melakukan aktivitas fisik, hobi, olahraga, ataupun rekreasi bersama keluarga. Selain itu, olahraga yang memadukan olah fisik dan pikiran seperti yoga, dapat dicoba sebagai pengalaman baru. Relaksasi dan olah napas juga dapat membantu meredakan gejala yang dialami.

Keluhan yang dialami berasal dari pikiran, sehingga Anda harus mampu mengendalikan jika keluhan tersebut mulai datang. Perbanyak komunikasi dengan keluarga dan sahabat tanpa membantu melupakan gejala tersebut. Bergabung dengan komunitas baru juga mampu mengusir gejala yang selama ini Anda alami secara bertahap. Jika memungkinkan, Anda bisa meminta dokter kepercayaan untuk mengikuti program tertentu. Salah satu program untuk penderita gangguan ini adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT). Terapi ini merupakan salah satu tatalaksana yang efektif untuk mengelola gangguan somatoform dalam jangka panjang.

Gangguan Somatoform

Gangguan Somatoform merupakan sekumpulan kondisi yang melibatkan keluhan atas gejala fisik yang seolah-olah memerlukan penanganan medis namun dalam pemeriksaan tidak ditemukan patologis atau abnormalitas fisik untuk menjelaskan keluhannya.

DSM-IV-TR mengklasifikasikan Gangguan Somatoform dalam tujuh subkategori mayor yaitu:

  1. Gangguan Somatisasi
  2. Gangguan Somatoform Yang-Tak-Tergolongkan (YTT)
  3. Gangguan Konversi
  4. Gangguan Nyeri
  5. Hipokondriasis
  6. Gangguan Dismorfik Tubuh
  7. Gangguan Somatoform lainnya (APA, 2000).

Gangguan somatoform lebih cocok digolongkan ke dalam gangguan psikologis daripada gangguan fisik karena pada penderitanya tidak ditemukan abnormalitas secara fisik yang dapat menjelaskan keluhan fisiknya.

Ketidakmampuan penderita akibat keluhannya, misalnya rasa sakit atau kaku (harus) tidak ada hubungannya dengan gangguan fisik apapun (Halgin & Whitbourne, 2005). Hal ini yang membedakan dengan gangguan psikosomatis (psikofisiologis) yang mana faktor psikologis berperan secara nyata pada sakit fisik (Passer & Smith, 2007). Penderita gangguan somatisasi biasanya mengeluhkan lebih dari empat gejala somatik pada lebih dari dua sistem metabolisme tubuh disertai dengan disabilitas dalam pekerjaan dan sosial, serta perilaku memeriksakan diri yang berulang-ulang. Bila pada penderitanya hanya ditemukan keluhan nyeri pada satu bagian tubuh secara progresif, maka diklasifikasikan ke dalam gangguan nyeri. Keluhan ekstrim misalnya kebutaan dan kelumpuhan cenderung mengarah pada diagnosis gangguan konversi sedangkan penderita yang mengalami hipokondriasis secara khas ditunjukkan melalui ketakutannya yang sangat besar sedang mengalami sakit yang menimbulkan kematian. Diagnosis gangguan somatoform YTT mensyaratkan lebih sedikit gejala yang berlangsung selama minimal 6 bulan terakhir (APA, 2000).

Berdasarkan hal di atas, bentuk keluhan fisik penderita somatoform dapat sangat beragam hingga tampak sebagai keluhan yang sangat ekstrim, atau berupa gangguan pada sistem saraf, atau berupa gejala fisik yang majemuk dan konstans dalam satu waktu, seperti problem nyeri kronis, gangguan perut, dan sakit kepala (pening, pusing). Penderita gangguan ini cenderung menolak atau tidak puas pada hasil pemeriksaan dokter maupun hasil tes medis yang menegasi sakit tertentu. Mereka cenderung memeriksakan diri berulang kali pada dokter dibandingkan pada ahli kesehatan mental. Akibatnya, keluhan yang dimunculkan sulit dievaluasi secara objektif. Para dokter terkadang kesulitan mengenali penyebab faktor psikologis pada masalah pasien sehingga menjalankan prosedur medis yang tidak diperlukan untuk mengobati pasien (Oltmanns & Emery, 2012).