Apa yang dimaksud dengan filsafat?

Filsafat

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar.

Filsafat tidak di dalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika.

Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.

-wikipedia-

Apa yang dimaksud dengan filsafat ?

Plato : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.

Aristoteles : filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.

Al Farabi : filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:

Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

Harold H.Titus (1979) :

  1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi;

  2. Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan;

  3. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian (konsep); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.

Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.

Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.

Filsafat pertama kali muncul pada tahun 624-546 SM. Orang yang pertama kali memunculkan filsafat ialah Thales, oleh karena itu ia digelari Bapak Filsafat. Sejarah lain mengenai filsafat mengungkapkan bahwa istilah philosophia pertama kali digunakan oleh Phytagoras (sekitar abad ke-6 SM). Ketika diajukan pertanyaan kepadanya, bahwa apakah ia termasuk orang yang bijaksana?

Dengan rendah hati Phytagoras menjawab, “Saya hanya seorang philosophos, pecinta kebijaksanaan.

Jawaban Phytagoras ini sebagai reaksi terhadap kaum sophis, yakni sekelompok cendekiawan yang menggunakan hujah-hujahnya untuk mengalahkan lawan-lawan debatnya. Lebih dari itu, kaum sophis menjajakan kepandaiannya untuk mengambil untung dari lawan-lawan debatnya atau masyarakat yang diajarinya dengan menarik bayaran tertentu (Maksum, 2009).

Filsafat berasal dari kata Arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani. Kata Yunaninya ialah philosophia. Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai pada yang diinginkan itu; sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Pengertian menurut bahasa filsafat dapat diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada kebajikan.

Filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu (Bakry, 1971).

Sistematika Filsafat

Secara garis besar filsafat mempunyai tiga cabang besar, yaitu teori pengetahuan (epistemologi), teori hakikat (ontologi), dan teori nilai (aksiologi).

Pembahasan mengenai filsafat tidak bisa lepas dari tiga aspek yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.

  1. Ontologi atau teori hakikat membahas keberadaan sesuatu yang bersifat kongkrit secara kritis;

  2. Epistemologi atau teori pengetahuan adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah);

  3. Aksiologi atau teori nilai membahas nilai-nilai kegunaan yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan.

Untuk mempelajari filsafat dapat digunakan tiga macam metode. Tiga macam metode itu, yakni:

  1. Metode sistematis, metode pembahasan filsafat yang didasarkan pada pendekatan material (isi pemikiran). Melalui metode ini, seseorang bisa mempelajari filsafat mulai dari aspek ontology filsafat , kemudian dilanjutkan pada aspek epistemology, dan akhirnya sampai pada pembahasan mengenai aspek aksiologi filsafat;

  2. Metode historis, suatu metode pengkajian filsafat yang didasarkan pada prinsip-prinsip metode historigrafi yang meliputi empat tahapan: heuristic, kritik, interpretasi, dan historigrafi. Heuristic artinya penentuan sumber kajian. Intepretasi artinya melakukan intepretasi terhadap isi sebuah sumber kajian atau pemikiran seorang ahli filsafat mengenai pemikirannya disekitar bahasa. Sementara itu historigrafi adalah tahapan penulisan dalam bentuk rangkaian cerita sejarah;

  3. Metode kritis digunakan oleh mereka yang mempelajari filsafat tingkat intensif. Bagi yang menggunakan metode ini haruslah sudah memiliki pengetahuan filsafat (Salam, 2000).

Klasifikasi Filsafat

Pengklasifikasian filsafat ada dua macam, yaitu menurut zamannya dan menurut alirannya.

Menurut zamannya filsafat tergolong menjadi empat periode. Empat periode itu yakni filsafat pada zaman Yunani kuno, filsafat pada abad pertengahan (Skolastik), filsafat pada zaman modern, dan filsafat postmodern

Sedangkan pengklasifikasian filsafat menurut alirannya antara lain :

  1. Filsafat materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Pada zaman Aufklärung (pencerahan), materialisme mendapat tanggapan dan penganut yang penting di Eropa Barat;

  2. Filsafat dualisme adalah ajaran atau faham yang memandang alam ini terdiri atas dua macam hakikat yaitu hakikat materi atau hakikat ruhani. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas berdiri sendiri, sama asasi dan abadi. Perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan dalam alam;

  3. Filsafat empirisme, empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan cara observasi atau pengindraan;

  4. Filsafat rasionalisme, adalah faham atau aliran yang berdasar rasio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Sebagai aliran dalam filsafat yang mengutamakan rasio untuk memperoleh pengetahuan dan kebenaran, rasionalisme selalu berpendapat bahwa akal merupakan faktor fundamental dalam suatu pengetahuan;

  5. Filsafat Kritisisme, tokoh yang memperkenalkan aliran ini pertama kali ialah Immanuel Kant. Bagi Kant, dalam pengenalan indriawi selalu sudah ada dua bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subjek sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subjek yang mengindra, tetapi realitas tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal gejala-gejala yang merupakan sintesis antara yang di luar (aposteriori) dan ruang waktu (a priori);

  6. Filsafat idealisme, adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami kaitannya dengan jiwa dan ruh. Istilah idealisme diambil dari kata idea, yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa;

  7. Filsafat Renaissance, istilah Renaissance berasal dari bahasa Perancis yang berarti kebangkitan kembali. Ciri filsafat ini ada pada filsafat modern, yaitu menghidupkan kembali rasionalisme Yunani;

  8. Filsafat eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri berasal dari bahasa ex: keluar, dan sister: berdiri. Jadi, eksistensi berarti berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Filsafat membedakan antara esensia dan eksistensia. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Para pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari segala yang ada, karena memang sudah ada. Namun, mereka mempersoalkan bagaimana segala yang ada berada dan untuk apa berada. Dengan mencari cara berada dan eksis yang sesuai, esensia pun akan ikut terpengaruhi;

  9. Filsafat fenomenologi, secara harfiah fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Inti dari fenomenalisme adalah tesis dari" intensionalisme" yaitu hal yang disebut konstitusi;

  10. Filsafat intuisionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berpikir yang tidak didasarkan pada penalaran;

  11. Filsafat tomisme, nama aliran ini disandarkan kepada Thomas Aquinas. Teologi dan filsafat adalah dua hal yang banyak dikaji dan ditelaahnya. Bagi Thomas, kedua disiplin ilmu tersebut tidak bisa dipisah malah saling berkelindan, dan memengaruhi;

  12. Filsafat pragmatisme, istilah pragmatisme berasal dari kata Yunani “pragma” yang berarti perbuatan atau tindakan. ''Isme" di sini sama artinya dengan isme yang lainnya, yaitu aliran atau ajaran. Dengan demikian, pragmatisme berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Kriteria kebenarannya adalah faedah atau manfaat. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil;

  13. Filsafat analitik, aliran ini disebut aliran filsafat analitik. Dalam berfilsafat aliran ini berprinsip bahwa jangan katakan jika hal itu tidak dapat dikatakan;

  14. Filsafat strukturalisme adalah suatu metode analisis yang dikembangkan oleh semiotisian berbasis model linguistik, Saussure. Strukturalis bertujuan untuk mendeskripsikan keseluruhan pengorganisasian sistem tanda sebagai ‘bahasa’- seperti yang dilakukan Levi- Strauss dan mitos, keteraturan hubungan dan totemisme, Lacan dan alam bawah sadar; serta Barthes dan Greimas dengan ‘grammar’ pada narasi. Mereka melakukan suatu pencarian untuk suatu “struktur yang tersembunyi” yang terletak di bawah ‘permukaan yang tampak’ dari suatu fenomena;

  15. Filsafat post-strukturalisme, istilah post-strukturalisme sebenarnya jarang digunakan. Post-strukturalisme sebenarnya lebih ditujukan pada munculnya pemikiran-pemikiran yang mengembangkan strukturalisme lebih jauh (Maksum, 2009).

Seorang yang berfilsafat digambarkan oleh Jujun S. Suriasumantri seperti orang yang berpijak di bumi sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Seorang yang berdiri di puncak bukit, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya, dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya (Jujun Sriasumantri, 1996).

Seperti juga yang digambarkan oleh Harold H. Titus dan kawan-kawan, ketika ada pertanyaan seorang bocah berumur empat tahun yang menanyakan soal-soal luar biasa yang keluar dari mulutnya. Ia menanyakan " bagaimana dunia ini bermula?" , atau " benda-benda itu itu terbuat dari apa ?", atau " apa yang terjadi pada seseorang jika ia mati ?" (Harold H. Titus dkk., 1984).

Gambaran dan pertanyaan-pertanyaan di atas akan membawa, menuntun, dan mengantarkan seseorang pada dunia pemikiran yang sangat mendasar dan substansial . Ketika seseorang memikirkan dan berusaha menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, tanpa disadarinya bahwa ia sedang berfilsafat. Menurut Titus, kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, baik dan buruk, benar dan salah, keindahan dan kejelekan, dan sebagainya (Harold H. Titus dkk., 1984). Untuk bisa mengetahui dan menjelaskan hakekat hal-hal tersebut , dibutuhkan suatu pemikiran dan perenungan, yang dapat disebut sebagai berpikir filsafati. Pertanyaannya adalah apakah yang dimaksud dengan berpikir filsafati tersebut?

Kata filosofi (philosophy) berasal dari perkataan Yunani philos (suka, cinta) dan sophia (kebijaksanaan). Jadi kata filosofi berarti cinta kepada kebijaksanaan. Suatu definisi filsafat dapat diberikan dari berbagai pandangan. Berikut ini dapat dicermati beberpa definisi filsafat.

Pertama , filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi ini merupakan arti yang informal tentang filsafat atau kata-kata "mempunyai filsafat", misalnya ketika seseorang berkata: "Filsafat saya adalah…", ia menunjukkan sikapnya yang informal terhadap apa yang dibicarakan.

Jika seseorang mengalami suatu krisis atau pengalaman yang luar biasa, kemudian ditanyakan kepadanya: "bagaimana pengaruh kejadian itu?", "bagaimana ia menghadapinya?". Kadang-kadang jawabannya adalah: "ia menerima hal itu secara falsafiah". Ini berarti bahwa ia melihat problema tersebut dalam perspektif yang luas, atau sebagai suatu bagian dari susunan yang lebih besar. Oleh karena itu, ia menghadapi situasi itu secara tenang dan dengan berpikir, dengan keseimbangan dan rasa tenteram.

Kedua , filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi. Ini adalah arti yang formal dari "berfilsafat". Dua arti filsafat, "memiliki dan melakukan", tidak dapat dipisahkan sepenuhnya satu dari lainnya. Oleh karena itu, jika tidak memiliki suatu filsafat dalam arti yang formal dan personal, seseorang tidak akan dapat melakukan filsafat dalam arti kritik dan reflektif ( reflective sense ).

Meskipun demikian, memiliki filsafat tidak cukup untu melakukan filsafat. Suatu sikap falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari . Sikap itu adalah sikap terbuka , toleran , dan mau melihat segala sudut persoalan tanpa prasangka . Berfilsafat tidak hanya berarti " membaca dan mengetahui filsafat". Seseorang memerlukan kebolehan berargumentasi , memakai teknik analisa , dan mengetahui sejumlah bahan pengetahuan , sehingga ia dapat memikirkan dan merasakan secara falsafi.

Ahli filsafat selalu bersifat berpikir dan kritis. Mereka melakukan pemeriksaan kedua ( a second look ) terhadap bahan-bahan yang disajikan oleh faham orang awam ( common sense ). Mereka mencoba untuk memikirkan bermacam-macam problema kehidupan dan menghadapi fakta-fakta yang ada hubungannya dengan itu. Memiliki pengetahuan banyak tidak dengan sendirinya akan mendorong dan menjamin seseorang untuk memahami , karena pengetahuan banyak belum tentu mengajar akal untuk mengadakan evaluasi kritis terhadap fakta-fakta yang memerlukan pertimbangan ( judment ) yang bersifat konsisten dan koheren .

Evaluasi-evaluasi kritis sering berbeda. Ahli filsafat, teologi, sains, dan lain-lainnya mungkin berbeda karena beberapa alasan:

  1. Mereka melihat benda dari sudut pandang yang berbeda dikarenakan adanya pengalaman pribadi, latar belakang kebudayaan, dan pendidikan yang berbeda.

  2. Mereka hidup dalam dunia yang berubah . Manusia berubah, masyarakat berubah, dan alam juga berubah. Sebagian manusia ada yang mau mendengarkan ( responsive ) dan peka ( sensitive ) terhadap perubahan, sebagian lainnya berpegang pada tradisi dan status quo , kepada sistem yang dibentuk pada masa silam dan karena diangga final.

  3. Mereka itu menangani bidang pengalaman kemanusiaan di mana bukti-buktinya tidak cukup sempurna, sehingga dapat ditafsirkan bermacam-macam. Meskipun demikian, ahli filsafat tetap memeriksa, menyelidiki, dan mengevaluasi bahan- bahan itu dengan harapan dapat menyajikan prinsip-prinsip yang konsisten yang dapat dipakai oleh seseorang dalam kehidupannya.

Ketiga , filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan . Filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam. Seorang ahli filsafat ingin melihat kehidupan, tidak dengan pandangan seorang saintis, seorang pengusaha atau seorang seniman, akan tetapi dengan pandangan yang menyeluruh , mengatasi pandangan-pandangan yang parsial.

Dalam membicarakan filsafat spekulatif (speculative philosophy) yang dibedakan dari filsafat kritik (critical philosophy), C.D. Broad mengatakan:

“maksud dari filsafat spekulatif adalah untuk mengambil alih hasil-hasil sains yang bermacam-macam, dan menambahnya dengan hasil pengalaman keagamaan dan budi pekerti. Dengan cara ini diharapkan akan dapat sampai pada suatu kesimpulan tentang watak alam ini serta kedudukan dan prospek manusia di dalamnya”.

Tugas dari filsafat adalah untuk memberikan pandangan dari keseluruhan , kehidupan , dan pandangan tentang alam , dan untuk mengintegrasikan pengetahuan sains dengan pengetahuan disiplin-disipllin lain agar mendapatkan suatu keseluruhan yang konsisten . Menurut pandangan ini, filsafat berusaha membawa hasil penyelidikan manusia – keagamaan, sejarah, dan keilmuan – kepada suatu pandangan yang terpadu , sehingga dapat memberi pengetahuan dan pandangan yang mendalam bagi kehidupan manusia.

Keempat , filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Memang ini merupakan fungsi filsafat . Hampir semua ahli filsafat telah memakai metoda analisa serta berusaha untuk menjelaskan arti istilah-istilah dan pemakaian bahasa . Tetapi ada sekelompok ahli filsafat yang menganggap hal tersebut sebagai tugas pokok dari filsafat bahkan ada golongan kecil yang menganggap hal tersebut sebagai satu-satunya fungsi yang sah dari filsafat.

Kelompok ini menganggap filsafat sebagai suatu bidang khusus yang mengabdi kepada sains dan membantu menjelaskan bahasa, dan bukannya suatu bidang yang luas yang memikirkan segala pengalaman kehidupan. Pandangan seperti ini merupakan hal baru dan telah memperoleh dukungan yang besar pada abad ke-20. Pandangan ini akan membatasi apa yang dinamakan pengetahuan ( knowledge ) kepada pernyataan ( statement ) tentang fakta-fakta yang dapat dilihat serta hubungan-hubungan antara keduanya, yakni urusan sains yang beraneka macam.

Memang ahli-ahli analisis bahasa ( linguistic analysis ) tidak membatasi pengetahuan sesempit itu. Memang betul mereka itu menolak dan berusaha untuk membersihkan bermacam-macam pernyataan yang non-ilmiah ( non scientific ), akan tetapi banyak di antara mereka yang berpendapat bahwa manusia dapat memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip etika dan sebagainya yang dihasilkan dari pengalaman . Mereka yang memilih pandangan yang lebih sempit, mengabaikan, walaupun tidak mengingkari, semua pandangan yang menyeluruh tentang dunia kehidupan, tentang filsafat moral yang tradisional dan teologi. Dari segi pandangan yang lebih sempit ini tujuan filsafat adalah untuk menonjolkan “kebauran dan omong kosong” serta untuk menjelaskan arti dan pemakaian istilah-istilah dalam sains dan urusan sehari-hari.

Kelima , filsafat adalah sekumpulan probema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli- ahli filsafat. Filsafat mendorong penyelidikannya sampai kepada soal-soal yang

paling mendalam dari eksistensi manusia. Sebagian dari soal-soal filsafat pada zaman dahulu telah terjawab dengan jawaban yang memuaskan kebanyakan ahli filsafat. Sebagai contoh, adanya ide bawaan telah diingkari orang semenjak zamannya John Locke abad ke-17. Walaupun begitu, banyak soal yang sudah terjawab hanya untuk sementara, dan ada juga problema-problema yang belum terjawab.

Apakah soal-soal kefilsafatan itu? Soal-soal kefilsafatan adalah berkenaan dengan persoalan yang mendasar dalam kehidupan manusia. Misalnya, apakah kebenaran itu?, Apakah bedanya antara yang benar dan yang salah?, Apakah kehidupan itu?, Untuk apa manusia hidup?, Mau kemana akhir dari kehidupan ini?, dan seterusnya. Semua soal itu adalah falsafi. Usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan masalah terhadapnya telah menimbulkan teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme, filsafat analitik, eksistensialisme, dan fenomenologis . Filsafat juga berarti bermacam-macam teori dan sistem pemikiran yang dikembangkan oleh para filosof besar seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Augustine, Thomas Aquinas, Descartes, dan seterusnya.

Metodologi Filsafat


Oleh karena filsafat berangkat dari rasa heran, bertanya, dan memikirkan tentang asumsi-asumsi yang fundamental, maka diperlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Problema- problema filsafat tidak dapat dipecahkan dengan sekedar mengumpulkan fakta- fakta. Untuk mencapai tujuan tersebut, metoda dasar untuk penyelidikan filsafat adalah metoda dialektika .

Filsafat berlangsug dengan mengikuti dialektika argumentasi. Istilah dialektika menunjukkan proses berpikir yang berasal dari Socrates . Menurut Socrates, cara yang paling baik untuk mendapatkan pengetahuan yang diandalkan adalah dengan melakukan pembicaraan yang teratur ( disciplined conversation ) dengan memainkan peranan seorang intellectual midwife (orang yang memberi dorongan atau rangsangan kepada seseorang untuk melahirkan pengetahuan yang terpendam dalam pikiran). Metoda yang dipakai Socrates dinamakan dialektika .

Proses dialektika adalah dialog antara dua pendirian yang bertentangan. Socrates dan filosof-filosof yang datang kemudian berkeyakinan bahwa dengan proses dialog di mana setiap peserta dalam pembicaraan akan terpaksa untuk menjelaskan idenya. Hasil terakhir dari pembicaraan tersebut akan merupakan pernyataan tentang apa yang dimaksudkan. Hal penting adalah bahwa dialektika itu merupakan perkembangan pemikiran dengan memakai pertemuan ( interplay ) antar ide.

Pemikiran dialektika atau metoda dialektika berusaha untuk mengembang- kan suatu contoh argumen yang di dalamnya terjalin implikasi bermacam-macam proses (sikap) yang saling mempengaruhi. Argumen tersebut akan menunjukkan bahwa tiap-tiap proses (sikap) tidak menyajikan pemahaman yang sempurna tentang kebenaran. Dengan begitu timbullah pandangan dan alternatif yang baru. Tiap tahap dar dialektika akan memasuki lebih dalam kepada problema asli, dan dengan begitu ada kemungkinan untuk lebih mendekati kebenaran.

Dengan menggunakan netoda dialektika akan lebih mendekati kebenaran, akan tetapi sesungguhnya tidak jarang problema filsafat yang semula belum juga terpecahkan. Masih banyak soal-soal yang dikemukakan serta argumentasi yang ditentang. Dengan metoda dialektika setidaknya akan sampai kepada pemecahan sementara, ada jawaban-jawaban yang tampak lebih memuaskan, tetapi ada juga jawaban yang harus dibuang.

Cabang-cabang Tradisional dari Filsafat


Menurut sejarah, persoalan-persoalan filsafat telah dibahas dalam kategori-kategori berikut: logika, metafisika, epistemologi, dan etika.

  • LOGIKA

    Filsafat berusaha untuk memahami watak dari pemikiran yang benar dan mengungkapkan cara berpikir yang sehat. Satu hal yang dijumpai dalam seluruh sejarah filsafat adalah ajakannya kepada akal, argumentasi, dan logika . Setiap orang menggunakan argumentasi untuk menopang pendapat atau membedakan antara argumentasi yang benar dan yang salah. Tetapi bagaimana membedakan antara argumentasi yang benar dan yang salah?

    Pada dasarnya, suatu argumentasi merupakan seba-sebab ( premise /Inggris atau muqaddimah /Arab) untuk menguatkan atau menolak suatu posisi ( conclusion /Inggris atau natijah /Arab). Logika atau mantik adalah pengkajian yang sistematis tentang aturan-aturan untuk menguatkan sebab-sebab yang mengenai konklusi; aturan-aturan itu dapat dipakai untuk membedakan argumen yang baik dari argumen yang tidak baik.

    Argumentasi dan dialektika merupakan alat atau instrumen yang sangat perlu bagi ahli filsafat. Argumentasi harus mempunyai dasar yang sehat dan masuk akal . Tugas untuk menciptakan ukuran untuk menetapkan manakah argumen yang benar ( valid ) dan yang tidak benar adalah termasuk dalam cabang filsafat yang dinamakan logika. Kemampuan untuk memeriksa sesuatu argumen dari segi konsistensi logika, untuk mengetahui akibat-akibat logis dari asumsi- asumsi, dan untuk menentukan kebenaran sesuatu bukti yang dipakai oleh seorang filosof adalah sangat penting untuk berfilsafat.

  • METAFISIKA

    Bagi Aristoteles, istilah metafisika berarti filsafat pertama ( fisrt philosophy ), yaitu pembicaraan tentang prinsip-prinsip yang paling universal. Istilah tersebut mempunyai arti sesuatu yang di luar kebiasaan ( beyond nature ).

    Metafisik membicarakan watak yang sangat mendasar ( ultimate ) dari benda, atau realitas yang berada di belakang pengalaman yang langsung ( immediate experience) .

    Tidak dapat diragukan lagi bahwa istilah metafisik adalah cabang filsafat yang sangat sukar dipahami. Metafisik berusaha untuk menyajikan pandangan- pandangan yang komprehensif tentang segala yang ada; ia membicarakan problema seperti hubungan antara akal dan benda, hakekat perubahan, arti kemerdekaan, kemauan, wujud Tuhan, dan kehidupan setelah mati.

  • EPISTEMOLOGI

    Secara umum epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji sumber- sumber, watak, dan kebenaran pengetahuan . Apakah yang dapat diketahui oleh akal manusia?; Dari manakah kita memperoleh pengetahuan?; Apakah kita memiliki pengetahuan yang dapat diandalkan?; Apakah kemampuan kita terbatas dalam mengetahui fakta pengalaman indera, atau apakah kita dapat mengetahui lebih jauh dari apa yang diungkapkan oleh indera?

    Istilah untuk nama teori pengetahuan adalah epistemologi, yang berasal dari kata Yunani episteme (pengetahuan). Ada tiga pokok persoalan dalam bidang ini, yaitu:

    Apakah sumber-sumber pengetahuan? Dari mana pengetahuan yang benar itu datang, dan bagaimana kita dapat mengetahui? Ini semua adalah problema asal ( origins ).

    Apakah watak dari pengetahuan? Adakah dunia yang riil di luar akal, dan kalau ada, dapatkah kita mengetahui? Ini semua adalah problema penampilan ( appearance ) terhadap realitas.

    Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? Bagaimana kita membedakan antara kebenaran dan kekeliruan? Ini adalah problema mencoba kebenaran ( verification ).

    Dalam tradisi filsafat, kebanyakan dari para filosof yang telah mengemuka-kan jawaban terhadap persoalan-persoalan tersebut dapat dikelompokkan dalam salah satu dari dua aliran: rasionalisme atau empirisme . Kelompok rasionalis berpendapat bahwa akal manusia sendiri tanpa bantuan lain, dapat mengungkapkan prinsip-prinsip pokok dari alam. Kelompok empiris berpendapat bahwa semua pengetahuan itu pada dasarnya datang dari pengalaman indra , dan oleh karena itu pengetahuan seseorang terbatas pada hal- hal yang hanya dapat dialami.

  • ETIKA

    Dalam arti yang luas, etika adalah pengkajian soal moralitas. Apakah yang benar, dan apakah yang salah dalam hubungan antar manusia? Dalam moralitas dan etika ada tiga bidang yang besar: etika deskriptif ( descriptive ethics ), etika normatif (normative ethics ), dan metaetika ( metaethics ).

    Etika deskriptif berusaha untuk menjelaskan pengalaman moral dengan cara deskkriptif. Etika deskriptif berusaha untuk mengetahui motivasi, kemauan, dan tujuan sesuatu tindakan dalam kelakuan manusia. Etika deskriptif berusaha untuk menyelidiki kelakuan perseorangan atau personal morality , kelakuan kelompok atau social morality , serta contoh-contoh kenudayaan dari kelompok nasional atau rasial. Etika deskriptif merupakan suatu usaha untuk membedakan apa yang ada dan apa yang harus ada .

    Tingkatan kedua dari penyelidikan etika adalah etika normatif (apa yang harus ada). Di sini para filosof berusaha merumuskan perimbangan (judgment) yang dapat diterima tentang apa yang harus ada dalam pilihan dan penilaian. “Kamu harus memenuhi janjimu” dan “Kamu harus menjadi orang terhormat” adalah contoh dari penilaian ( judgment ) yang normatif ( keharusan ). Keharusan moral ( moral ought ) merupakan subject mater , bahan pokok dalam etika. Sejak jaman Yunani Purba, para filosof telah merumuskan prinsip-prinsip penjelasan untuk menyelidiki mengapa manusia bertindak seperti yang mereka lakukan, dan apakah prinsip-prinsip kehidupan mereka. Pernyataan prinsip-prinsip tersebut dinamakan teori-teori etika.

    Tingkatan ketiga adalah metaetika atau critical ethics . Di sini perhatian orang dipusatkan kepada analisa, arti istilah dan bahasa yang dipakai dalam pembicaraan etika, serta cara berpikir yang dipakai untuk membenarkan pernyataan-pernyataan etika. Metaetika tidak menganjurkan sesuatu prinsip atau tujuan moral, kecuali dengan cara implikasi; metaetika seluruhnya terdiri atas analisa falsafi. Apakah arti baik (good)?, dan apakah penilaian moral dapat dibenarkan?, dan adakah problema-problema khas dalam metaetika?

    Philip Wheelwright telah menulis definisi etika yang jelas dan tepat tentang etika. Etika dapat dibatasi sebagai cabang filsafat yang merupakan pengkajian sistematis tentang pilihan reflektif, ukuran kebenaran, dan kesalahan yang membimbingnya, atau hal-hal yang bagus yang pilihan reflektif harus diarakan kepadanya.

Menurut Clarence I. Lewis, “filsafat merupakan proses refleksi dari bekerjanya akal” yang mengandung berbagai kegiatan atau masalah kehidupan. Suatu proses kegiatan atau masalah kehidupan dianggap sebagai pemikiran filsafat jika memiliki ciri-ciri:

  • Universal → “the question tend to be very of general problem of the highest degree of generality”
  • Tidak faktual = spekulatif → dugaan-dugaan dalam filsafat masuk akal tapi tidak berdasarkan bukti
  • Bersangkutan dengan nilai → filsafat adalah usaha mecari pengetahuan (fakta-fakta berupa penilaian) – mempetahankan nilai (nilai sosial, keagamaan, budaya, dll) à memberikan patokan dan diskusi moral untuk manusia dari lingkungan sosialnya
  • Berkaitan dengan arti → yang bernilai punya arti à filsuf mengungkapkan ide-idenya sarat arti dengan kalimat-kalimat logis dan bahasa yang tepat (ilmiah) untuk menghindahi kesalahan berpikir
  • Mengandung implikasi atau akibat logis

Beberapa Kegunaan Filsafat

1. Menambah ilmu pengetahuan

Filsafat , seperti semua bidang lain, tujuan utamanya adalah mendapatkan pengetahuan, yang membangun kesatuan dan sistem tubuh ilmu pengetahuan. Pengetahuan yang dihasilkan filsafat merupakan hasil dari kajian kritis terhadap prasangka dan keyakinan. Dengan bertambahnya ilmu pengetahuan, filsafat mampu membantu menyelesaikan masalah dengan cara bijaksana

Perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan terdapat pada dasar pertanyaan yang dikaji serta pendekatan yang dilakukan oleh ilmuwan (untuk ilmu pengetahuan) dan filsuf (untuk filsafat). Kajian ilmu pengetahuan cenderung membahas hal yang spesifik, sementara filsafat memerlukan kajian yang sangat besar untuk dapat menghasilkan jawaban yang dapat dipercaya dari suatu pertanyaan, sehingga informasi yang diberikan sangat luas dan cenderung abstrak.

Jika anda seorang ahli matematika, sejarawan, sosiolog ataupun psikolog, bidang keilmuan yang dipelajari sudah dapat dipastikan, dan cenderung sudah memiliki pengetahuan yang sangat kaya untuk digunakan sebagai landasan berpikir atau melakukan kajian lanjutan. Namun pada kajian filsafat, para filsuf tidak dapat menyatakan bahwa hasil studinya mencapai hasil yang positif seperti yang telah dicapai oleh ilmu-ilmu lainnya . Hal ini sebagian besar disebabkan oleh fakta bahwa pada bidang-bidang ilmu pengeatahuan memberikan hasil kajian yang relatif dapat dibuktikan kebenarannya.

Yang perlu diingat adalah sebelum suatu bidang ilmu pengetahuan resmi diakui menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan tersendiri, dikenal sebagai bagian (cabang) dari filsafat. Sebagai contoh kajian tentang langit, yang sekarang menjadi bidang ilmu astronomi, pernah dimasukkan dalam filsafat. Karya besar Newton disebut sebagai ‘prinsip-prinsip matematika dari filsafat alam’ . Demikian pula kajian tentang pikiran manusia, yang merupakan bagian dari filsafat, kini telah dipisahkan dari filsafat dan telah menjadi Blog Psikologi . Dengan demikian , untuk sebagian besar, ketidakpastian filsafat lebih jelas daripada yang sebenarnya : pertanyaan-pertanyaan yang sudah mampu jawaban pasti ditempatkan dalam ilmu , sedangkan untuk yang pada saat ini tidak ada jawaban yang pasti dapat diberikan, tetap disebut sebagai filsafat.

2. Memuat ide-ide fundamental

Filsafat memuat ide-ide fundamental yang dapat meningkatkan kesadaran dalam tindakannya. Dengan demikian, manusia dapat lebih hidup dan lebih peka terhadap diri dan lingkungannya, serta lebih sadar hak dan kewajiban yang dimilikinya. Banyak filsuf, memang, telah menyatakan bahwa filsafat dapat membangun kebenaran, dimana jawaban tertentu dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar. Sebagai contoh, para filsuf menganggap bahwa apa yang paling penting dalam keyakinan keagamaan dapat dibuktikan dengan peragaan yang ketat untuk menjadi benar.

Dalam rangka untuk menilai upaya tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian pengetahuan manusia, serta menghasilkan suatu penjelasan tentang metode dan keterbatasan penelitian yang dilakukan. Pada subjek tersebut tidak bijaksana untuk mengucapkan dogmatis, namun kita akan dipaksa untuk meninggalkan harapan untuk menemukan bukti filosofis keyakinan agama. Nilai filsafat tidak dapat bergantung pada bidang kajian yang dilakukan, namun seharusnya pengetahuan yang dihasilkan dipastikan akan dihasilkan oleh orang-orang yang mempelajarinya.

3. Sebagai sense of direction

Memberikan ilmu yang dapat memberikan pengarahan atau sense of direction untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga terhindar dari kehilangan pendirian, bingung dan skeptic. Filsafat pada kenyataannya dapat dijadikan sebagai dasar pegangan yang dicari sebagian besar orang dalam sangat ketidakpastiannya . Orang yang tidak memiliki nilai-nilai yang dihasilkan filsafat akan menjalani hidup dipenjara dalam prasangka yang berasal dari akal sehat, keyakinan, kebiasaan, usia, bangsanya, atau dari keyakinan yang telah tumbuh dalam pikirannya. Dengan demikian, orang seperti tesebut dia atas cenderung memiliki kehidupan yang serba terbatas

Sebaliknya, jika seseorang menggunakan filsafat sebagai dasar kehidupannya, akan menemukan jawaban lengkap untuk semua permasalahannya dari apa yang dialaminya sehari-hari. Meskipun tidak dapat memberitahu dengan pasti apa jawaban yang benar dari semua pertanyaan yang ada, filsafat mampu menunjukkan banyak kemungkinan yang dapat memperluas wawasan dan membebaskan seseorang dari kebiasaan-kebiasaan yang mengekang seseorang. Jadi, filsafat dapat mengurangi kebingungan akibat ketidakpastian,dan dapat menghilangkan dogmatis sehingga dapat ‘akrab’ terhadap sesuatu yang baru atau asing.

Terlepas dari kegunaannya dalam menunjukkan kemungkinan tak terduga , filsafat memiliki nilai - nilai utamanya dimana melalui kebesaran benda yang merenungkan, dan kebebasan yang menjadi tujuan yang dihasilkan dari kontemplasi ini . Kehidupan manusia secara naluriah diam dalam lingkaran kepentingan pribadinya. Keluarga dan teman-teman dapat diikutsertakan dalam pertimbangannya, namun dunia di luar dirinya tersebut tidak akan dianggap kecuali jika dapat membantu atau menghalangi apa yang diinginkan oleh pribadi tersebut . Filsafat akan berguna bagi manusia jika memperlihatkan kemajuan positif bagi manusia

Hubungan Filsafat Dengan Ilmu dan Agama

Filsafat, ilmu, dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif dengan manusia yang baru dapat dirasakan manfaatnya lewat proses refleksi diri dengan menggunakan akal pikir, rasa dan keyakinan (tiga alat dan daya utama manusia) manusia mampu mencapai kebahagiaan

Ilmu didasarkan oleh akal pikiran lewat pengalaman dan indra; filsafat didasarkan oleh otoritas akal murni yang bebas dalam penyelidikan terhadap kenyataan dan pengalaman; agama didasarkan otoritas wahyu

Menurut Prof. Nasroen, S.H. seorang ahli filsafat di Indonesia, “filsafat sejati harus didasarkan pada agama”

Hubungan Filsafat Dengan Psikologi

Psikologi modern lahir tahun 1879 saat Wilheim Wundt mendirikan lab penelitian psikologi di Universitas Leipzig, Jerman, namun fokus kajiannya: mind and behavior sudah menjadi pokok kajian filsuf Yunani Kuno (Socrates, Plato, Aristoteles, dll) yang mengkaji tubuh dan jiwa serta hubungan antara keduanya

Source
  • Achmadi, A., 2012, Filsafat Umum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
  • Suhar, H. (2010). Filsafat Umum: Konsepsi, sejarah, dan aliran. Jakarta: Gaung Persada Press
  • Warburton, N. 2004. Philosophy: Basic Readings.

Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda serta hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi dan terminologi.

  • Filsafat secara etimologi
    Kata filsafat dalam bahasa Arab dikenal denga istilah Falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal istilah Phylosophy serta dalam bahasa Yunani dengan istilah Philosophia . Kata Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta ( love ) dan sophia yang berarti kebijasanaan ( wisdom ) sehingga secara etimologis istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan ( love of wisdom ) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582−486 SM). Arti filsafat pada waktu itu, kemudian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470−390 SM) dan filsuf lainnya.

  • Filsafat secara terminologi
    Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Hal ini disebabkan batasan dari filsafat itu sendiri banyak maka sebagai gambaran diperkenalkan beberapa batasan sebagai berikut.

    • Plato , berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli karena kebenaran itu mutlak di tangan Tuhan.

    • Aristoles , berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, dan estetika

    • Prof. Dr. Fuad Hasan , filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya suatu gejala, dari akaranya suatu hal yang hendak dipermasalahkan.

    • Immanuel Kant , filsuf barat dengan gelar raksasa pemikir Eropa mengatakan filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan:

      • apa dapat kita ketahui, dijawab oleh metafisika?

      • apa yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh etika?

      • apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh antropologi? dan

      • sampai di mana harapan kita, dijawab oleh agama?

    • Rene Descartes , mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.

Filsafat adalah feeling (lave) in wisdom . Mencintai mencari menuju penemuan kebijaksanaan atau kearifan. Mencintai kearifan dengan melakukan proses dalam arti pencarian kearifan sekaligus produknya.

  1. Di dalam proses pencarian itu, yang dicari adalah kebenaran-kebenaran prinsip yang bersifat general
  2. Prinsip yang bersifat general ini harus dapat dipakai untuk menjelaskan segala sesuatu kajian atas objek filsafat.

Pengertian filsafat tersebut memberikan pemahaman bahwa filsafat adalah suatu prinsip atau asas keilmuan untuk menelusuri suatu kebenaran objek dengan modal berpikir secara radikal.

Objeknya mengikuti realitas empiris dikaji secara filsafat untuk menelusuri hakikat kebenarannya suatu entitas menggunakan metode yang disebut metode ilmiah (kebenaran ilmiah).

Ciri-ciri filsafat yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Berikut merupakan ciri berfilsafat.

  • Menyeluruh, artinya pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan tidak hanya ditinjau dari satu sudut pandang tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dan ilmu- ilmu lainnya, hubungan ilmu dan moral, seni, serta tujuan hidup.

  • Mendasar, artinya pemikiran yang dalam sampai pada hasil yang fundamental atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Filsafat tidak hanya berhenti pada kulit-kulitnya ( periferis ) saja, tetapi sampai menembus ke kedalamannya (hakikat).

  • Spekulatif, artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya. Hasil pemikiran berfilsafat selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menelusuri bidang-bidang pengetahuan yang baru. Namun demikian, tidaklah berarti hasil pemikiran kefilsafatan tersebut meragukan kebenarannya karena tidak pernah tuntas.

Ciri-ciri berpikir secara kefilsafatan menurut Ali Mudhofir sebagai berikut.

  1. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal . Radikal berasal dari bahasa Yunani, Radix artinya akar. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya, berpikir sampai pada hakikat, esensi, atau sampai ke substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi.

  2. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara universal (umum). Berpikir secara universal adalah berpikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum, dalam arti tidak memikirkan hal-hal yang parsial. Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum dari umat manusia. Dengan jalan penelusuran yang radikal itu filsafat berusaha sampai pada berbagai kesimpulan yang universal (umum).

  3. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual . Konsep di sini adalah hasil generalisasi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses- proses individual. Dengan ciri yang konseptual ini, berpikir secara kefilsafatan melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari.

  4. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensif . Komprehensif adalah mencakup secara menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan. Berpikir secara kefilsafatan berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.

  5. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas . Sampai batas-batas yang luas maka setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas. Bebas dari segala prasangka sosial, historis, kultural, ataupun religius.

  6. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan dengan pemikiran yang bertanggung jawab . Seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sambil bertanggung jawab. Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Di sini tampaklah hubungan antara kebebasan berpikir dalam filsafat dan etika yang melandasinya. Fase berikutnya adalah cara bagaimana ia merumuskan berbagai pemikirannya agar dapat dikomunikasikan pada orang lain.

  7. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir (logis). Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.

  8. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik . Sistematik berasal dari kata sistem. Sistem di sini adalah kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu. Dalam mengemukakan jawaban terhadap sesuatu masalah. Pendapat- pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.