Fetisisme berasal dari bahasa Latin facticius (“buatan”) dan facere (“untuk membuat”). Fetish adalah sebuah objek diyakini memiliki kekuatan supranatural, atau khusus, benda buatan manusia yang memiliki kekuasaan atas orang lain. Pada dasarnya, fetisisme adalah atribusi dari nilai yang melekat atau kekuatan suatu benda. Istilah “fetish erotis” dan “fetish seksual” pertama kali diperkenalkan oleh Alfred Binet. Kadang-kadang, kata fetish dapat dianggap sinonim untuk “fetish seksual” (misalnya, bila digunakan dalam pornografi berdasarkan fetishes seksual).
Secara umum, fetisisme adalah ketertarikan seksual yang kuat dan berulang terhadap objek yang tidak hidup. Dalam fetishisme fokus seksual adalah benda-benda (seperti sepatu, sarung tangan, pakaian dalam, dan stocking) yang berhubungan erat dengan tubuh manusia. Objek disebut fetish sedangkan penderitanya disebut fetishis.
Gangguan ini hampir selalu ditemukan kepada laki-laki. Objek fetisisme meliputi rambut, telingan, tangan, pakaian dalam, sepatu, parfum, dan objek sama yang diasosiasikan lawan jenis. Beberapa fetishis memegang atau memakai objek fetishisme, beberapa yang lain terangsang dengan membaui objek, menggosok-gosoknya, atau melihat orang lain memakainya saat melakukan hubungan seksual. Pada beberapa kasus, fetishis bahkan tidak memiliki hasrat untuk berhubungan seksual dengan pasangannya, malah lebih memilih melakukan masturbasi dengan objek fetishismenya.
Fetisisme melibatkan jenis perilaku kompulsif yang tampaknya diluar kendali individu serta dapat menjadi sumber distress yang hebat dan masalah pribadi. Meskipun beberapa fetishis menggabungkan perilaku fetishisme mereka kedalam hubungan seksual dengan pasangan mereka yang menerima perilaku tersebut, perilaku fetishme lebih sering mengganggu fungsi seksual yang normal.
Biasanya, gangguan ini dimulai pada masa remaja, walaupun pemujaan mungkin telah diderita pada masa anak-anak. Jika telah diderita, gangguan cenderung menjadi kronik. Aktivitas seksual mungkin diarahkan kepada pemujaan itu sendiri (sebagai contohnya, masturbasi dengan atau kedalam sepatu), atau pemujaan dapat digabungkan kedalam hubungan seksual (sebagai contohnya, mengharuskan menggunaan sepatu bertumit tinggi).
Pengidap fetisisme mungkin akan melakukan pencurian, bahkan sampai penyerangan untuk mendapatkan barang atau benda yang diinginkan. Barang yang dicuri tidak begitu penting, biasanya pakaian dalam wanita. Umpamanya seorang pemuda mengakui telah memasuki beberapa rumah dimana memasuki rumah itu sendiri cukup untuk mendapatkan orgasme.
Pola pemuasan fetisisme biasanya menjadi pola yang dipilih hanya jika seseorang mengalami maladjustment, misalnya maladjustment yang berhubungan dengan perasaan keraguan akan potensi dan kemaskulinitas seseorang, perasaan takut ditolak, dan perasaan terhina. Dengan praktek dan penguasaan fetisitis terhadap benda-benda mati yang melambangkan objek seksual yang diinginkan - seseorang pria merasa bisa melindungi dan menutupi kekurangan dirinya.
Menurut Freud, pemujaan berperan sebagai simbul falus karena orang memiliki ketakutan kastrasi yang tidak disadari. Behaviorisme fetishisme ditelusuri kembali kepengkondisian klasik dan muncul dengan banyak teori teori khusus. Tema umum adalah bahwa ransangan sexual dan objek fetish disajikan secara bersamaan, menyebabkan mereka harus terhubung dalam proses pembelajaran. Karna pengkondisisan klasik tampaknya tidak mampu menjelaskan bagaimana perilaku ac tanpa pengulangan apapun. Beberapa behavioris mengatakan bahwa fetishisme merupakan hasil dari bentuk khusus dari pengkondisian, yang disebut imprinting pengkondisian seperti ini terjadi selama waktu tertentu pada anak usia dini, dimana orientasi sexual dicantumkan pada pikiran anak dan tinggal disana selama sisa hidupnya.
Tingkatan pada Fetisisme
Seperti yang telah disampaikan, fetishisme merupakan salah satu kelainan seksual, dimana individu dalam melakukan aktifitas seksual melibatkan barang-barang tertentu. Bila benda-benda yang menyertai aktifitas tersebut tidak ada, maka individu tidak bergairah atau kehilangan libido seksualnya.
Fetishisme pada umumnya dapat diterima pada masyarakat selama tidak terjadinya kekerasan akibat pemaksaan salah satu pasangan. Pria akan memberi objek-objek yang menjadi fantasinya untuk digunakan kepada pasangannya, wanita kebanyakan tidak keberatan dengan aksesoris tersebut selama tidak membuatnya tersiksa, hal lain juga dianggap sebagai variasi sex. Namun fetishisme bisa menjadi suatu kelaian yang berbahaya bila perilakunya mulai ekstrim, berikut ini ada beberapa tingkatan fetishisme menurut keparahan penyimpangannya:
-
Tingkat pertama: Pemuja (Desires)
Tingatan ini adalah tahap awal, tidak terlalu berpengaruh atau tidak menganggu pikiran. Contohnya adalah saat seorang pria mengidamkan wanita dengan payudara yang besar, rambut pirang, atau berbibir tipis. Namun bila pria ini tidak mendapatkan wanita yang diimpikan, dia tidak akan terlalu mempermasalahkannya dan hubungan sexual dengan wanita tetap berjalan dengan normal.
-
Tingkat kedua: Pecandu (Cravers)
Ini adalah tingkatan lanjutan dari tingkatan awal. Pada tingkatan ini psikologis orang ini membuat dirinya “amat membutuhkan” pasangan dengan fetish tertentu yang didambakannya. Bila hal itu tidak terpenuhi, akan mengganggu hubungan sexual dengan wanita, misalnya bila hasrat sexual atau tidak tercapainya orgasme/klimaks.
-
Tingkatan tiga: Fetish tingkat menengah
Ini termasuk tingkat yang berbahaya, Fetishis akan melakukan apapun demi mendapakan fetish yg dia inginkan dengan menculik, menyiksa, atau hal-hal sadis lainnya. Hasrat seksual Fetishis ini hanya akan terlampiaskan dengan seseorang yg memiliki bagian yg dia inginkan tidak peduli itu lawan jenis atau sejenis.
-
Tingkatan empat: Fetisis tingkat tinggi
Lebih sadis dari tingkat ketiga, pada tingkat ini seseorang tidak akan peduli dengan hal lain di luar fetish-nya. Misal Fetish seseorang adalah stocking wanita, maka dia tidak membutuhkan wanita itu, hanya stockingnya saja. Dan yang lebih parah adalah bila Fetish seseorang adalah bagian tubuh, dia hanya membutuhkan bagian tubuh orang itu saja dan tidak peduli dengan orang yg memiliki bagian tubuh itu sendiri.
-
Tingkatan lima: Fetisis Murderer
Pada tingkat ini memang sudah parah sekali. Seorang fetishisme rela membunuh, memutilasi, demi mendapatkan fetish yang dia inginkan. Penyakit psikologis ini bisa sembuh dengan terapi psikologis dan pengobatan kejiwaan lainnya. Tergantung dari tingkat Fetishis itu sendiri.
Pedoman Diagnostik
Berdasarkan DSM-IV :
-
Selang waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat hayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya, pakaian dalam wanita)
-
Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
-
Objek fetish bukan pakaian wanita yang digunakan dalam “cross-dressing” (berpakaian lawan jenis) (seperti pada fetisisme transvestik) atau lat-alat yang dirancang untuk stimulasi taktil pada genital (misalnya sebuat vibrator)
Berdasarkan PPDGJ-III & DSM-V :
-
Mengandalkan pada beberapa benda mati (non-living object) sebagai rangsangan untuk membangkitkan keinginan seksual dan memberikan kepuasan seksual. Kebanyakan benda tersebut (objek fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaian atau sepatu.
-
Diagnosis ditegakkan apabila objek fetish fetish benar-benar merupakan sumber yang utama dari ransangan seksual atau penting sekali untuk respons seksual yang memuaskan.
-
Fantasi fetishistik adalah lazim, tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai mengganggu hubungan seksual dan menyebabkan penderitaan bagi individu
-
Fetishisme terbatas hampir pada pria saja
Penanganan dan Pengobatan
Secara umum, penanganan seseorang yang mengalami gangguan fetisisme adalah dengan terapi. Psikoterapi berorientasi tilikan adalah pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pasien diberi kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan perkembangan parafilia. Psikoterapi juga memungkinkan pasien kembali meraih harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan menemukan metoda yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terapi kelompok juga beguna.
-
Terapi Seks
Terapi seks adalah pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang menderita disfungsi seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitas seksual yang tidak mentimpang dengan pasangannya.
-
Terapi Perilaku
Digunakan untuk memutuskan pola parafilia apa yang dipelajari. Stimuli yang menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau menyengat, telah dipasangkan dengan implus tersebut, yang selanjutnya menghilang. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan oleh pasien bilamana mereka akan bertindak atas dasar implusnya.
-
Terapi Obat
Antiandrogen, seperti cyproterone acetate di Eropa dan Medroxyprogesterone acetate (Depo-Provera) di Amerika Serikat, telah digunakan secara eksperimental pada parafilia hiperseksual. Beberapa kasus telah melaporkan penurunan perilaku.
Sedangkan untuk fetisisme sendiri, telah ada eksperimen untuk menguji hipotesis dari fetisisme. Untuk menguji hipotesis pembelajaran ini (dalam eksperimen yang akan dianggap tidak etis dengan standar saat ini), salah satu kelompok peneliti melaporkan bahwa mereka dapat mengondisikan subjek laki-laki untuk menjadi fetis (Rachman, 1966; Rachman & Hodgson, 1968).
Dalam salah satu penelitian tersebut, peneliti memperlihatkan kepada subjek laki-laki gambar telanjang dari wanita yang hamper tak berbusana (stimulus tak terkondisikan) dipasangkan dengan bot berbalut bulu (stimulus yang dikondisikan) dan menggunakan suatu apparatus untuk mengukur respons ereksi subjek laki-laki. Setelah mengulang-ulang pemasangan gambar wanita dan sepatu bot (dan aksesoris kaki lainnya), subjek laki-laki menjadi terangsang hanya dengan melihat aksesoris kaki (stimulus terkondisikan). Menghilangkan perilaku ini kemudian dicapai dengan secara berulang memperlihatkan sepatu dan bot tanpa gambar wanita. Setelah itu, subjek kehilangan ketertarikan terhadap objek tersebut yang tidak lagi memiliki asosiasi seksual.
Hal yang sama kontroversialnya dengan penelitian ini adalah memberikan seorang model untuk melakukan treatmen terhadap fetisis dan peneliti menyatakan bahwa extinction dan metode perilaku lainnya adalah strategi treatmen yang efektif. Salah satu teknik tersebut adlah terapi aversif yang dilakukan dengan member hukuman kepada fetisis, seperti memakan obat penyebab muntah atau dihipnotis agar merasa muak saat melakukan mastrubasi dengan objek fetisismenya.
Pengkondisian kembali orgasmik (orgasmic reconditioning) adalah metode perilaku lainnya yang didasarkan pada proses belajar kembali. Dalam prosedur untuk menangani parafilia ini, individu dipaksa untuk merangsang dirinya dengan suatu fantasi terhadap objek yang tidak dapat diterima, kemudian melakukan mastrubasi sambil melihat stimulus seksual yang tepat seperti gambar pasangan dewasa. Jika rasangannya menurun, maka ia boleh difantasi lagi dengan objek yang tidak dapat diterima, namun ia hanya boleh mencapai orgasme saat focus pada stimulus yang dapat diterima. Pada saat itu, individu diharapkan semakin berkurang ketergantungannya pada objek yang tidak dapat diterima dan semakin meningkat kepuasan seksualnya saat distimulasi dengan objek yang dapat diterima.