Apa yang dimaksud dengan Fatalisme atau Fatalistis?

Fatalisme

Fatalisme dari kata dasar fatal, adalah sebuah sikap seseorang dalam menghadapi permasalahan atau hidup, dimana seseorang tersebut dianggap sangat putus asa dalam segala hal, sehingga seseorang tersebut merasa sudah dikuasai oleh nasib dan tidak bisa mengubahnya.

Kata sifat daripada fatalisme adalah fatalistis.

Fatalisme, dalam bahasa Inggris: fatalism, dari Latin: fatalis (berkaitan atau bertalian dengan nasib/takdir)- fatum (nasib, takdir) adalah paham yang menganggap bahwa segala sesuatu ditetapkan oleh nasib.

Fatalistik berarti suatu pengakuan atas nasib, di mana nasib dianggap sebagai penentu segala-galanya dan bahwa itu telah ditentukan dari semula.

Fatalisme merupakan keyakinan bahwa segala sesuatu pasti terjadi menurut caranya sendiri tanpa mempedulikan usaha kita untuk menghindari atau mencegahnya. Usaha-usaha kita untuk membatalkan nasib tidak boleh tidak pasti gagal. “Apa yang terjadi, pasti terjadi.” Individu merupakan produk-produk kekuatan-kekuatan predeterministik yang bekerja dalam alam semesta. Individu sama sekali tidak dapat berbuat lain selain menerima adanya dan bertidak sebagaimana ditentukan.

Peristiwa-peristiwa tertentu akan terjadi dalam kehidupan pada saat tertentu ditempat yang tertentu. Lebih jauh, dapat dikatakan nasib seseorang, telah ditetapkan dan tidak berpautan dengan pilihan-pilihan dan tindakan-tindakannya. Hari esok berada di luar kekuasaannya.

Seorang fatalis, jika ada, berpikir bahwa ia tidak dapat melakukan sesuatu pada hari esok. Apa yang akan terjadi pada tahun yang akan datang, hari esok atau sebentar lagi tidak ada kaitannya dengan dia. Oleh karena itu tidak ada gunanya memfokuskan pada apa yang dilakukan.

Fatalisme merupakan sebuah konsepsi filosofis anti-dialektis. Menurut konsep ini segala proses di dunia sejak awal sudah ditakdirkan dan diatur oleh keharusan/keniscayaan dengan mengesampingkan kebebasan dan usaha kreatif. Pada mulanya fatalisme berkembang dalam mitologi sebagai gagasan bahwa manusia dan bahkan para dewa secara tak terelakan diatur oleh nasib buta, tak berguna dan sia-sia.

Dalam Filsafat, fatalisme diberi beberapa tafsiran. Kaum stoik mengajarkan bahwa nasib yang tidak dapat ditawar-tawar menguasai alam semesta; dan bahwa setelah kebakaran besar berulang-ulang secara periodik melanda dunia, segala sesuatu dimulai kembali. Menurut Leibniz, dalam ajarannya mengenai harmoni yang telah ditentukan sebelumnya (pre established harmony), interaksi antara monade-monade sudah ditakdirkan Allah.

Dalam sistem idealis-obyektif Schelling, jurang antara kebebasan dan kegagalan meniadakan kemungkinan obyektif dan menyamakan kausalitas dengan keharusan yang juga menuju fatalisme.