Apa yang dimaksud dengan Fast Fashion?

690

Sebuah tuntutan industri fashion yang memberikan dampak pada lingkungan dan juga pekerja buruh industri yang tidak diberi upah layak serta perlindungan kerja yang memadai

Fashion atau mode tercipta karena adanya jiwa seni pada manusia. Majalah fashion terkenal dunia seperti Elle menjelaskan pada awalnya mode pada pakaian manusia datang untuk mencerminkan kelas sosial seseorang sehingga muncul sebuah asumsi dasar yaitu pakaian modis = kalangan berada.

Fast Fashion mulai populer sejak adanya industri mode yang menjual segi seni dan tren pada target pasar yang dimilikinya. Dikutip dari Vice melalui vice.com fast fashion merupakan konsep yang digunakan oleh industri tekstil yang menghadirkan pakaian ready-to-wear dengan konsep pergantian mode yang cepat dalam kurun waktu tertentu.

Contohnya, ketika tren baju long sleeve oleh perusahaan H&M muncul pada musim panas pertengahan tahun 2019 saat masih belum usai musim panas H&M sudah mengeluarkan jenis mode pakaian baru yang lain sehingga menuntut target pasar untuk memperbarui koleksi pakaian yang dimiliki.

Hubungan Fast Fashion dengan dampak lingkungan

Fast fashion sering dihubungkan dengan adanya dampak buruk bagi lingkungan, hal ini dikarenakan kebutuhan produksi hingga eksploitasi pada bahan dasar di alam. Isu tersebut memang benar adanya, dan sebagai antitesis maka terdapat sustainable fashion

medium
Sumber: medium.com

3 Likes

Fast fashion adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan desain pakaian yang bergerak cepat dari catwalk ke toko-toko di mal untuk memenuhi tren baru. Ini adalah definisi yang dikemukakan oleh Investopedia, situs yang fokus pada investasi dan keuangan pendidikan bersama dengan ulasan, penilaian, serta perbandingan berbagai produk keuangan asal Amerika Serikat.

Misalnya ketika musim panas, industri fast fashion akan memproduksi pakaian musim panas. Dan dalam waktu yang singkat, mereka akan memproduksi pakaian untuk musim dingin ketika musim dingin datang. Bahkan saat ini, kebanyakan industri fast fashion memproduksi hingga 42 model fashion dalam waktu 1 tahun.

Sebelum memasuki zaman revolusi industri, fashion merupakan sebuah produk yang mahal, karena fashion dijahit dengan tangan dan sangat detail. Efeknya fashion hanya dapat dibeli oleh kalangan tertentu saja. Kemudian pada tahun 1980 muncul zaman revolusi industri, dimana muncul berbagai teknologi, salah satunya teknologi mesin jahit untuk memproduksi produk fast fashion .

Fast fashion dibuat dengan proses yang lebih cepat, menggunakan bahan baku yang berkualitas rendah, serta dijual dengan harga yang murah. Sehingga fashion dapat dibeli oleh semua orang yang berasal dari berbagai kalangan. Tetapi efek buruknya produk-produk tersebut tidak bertahan lama (mudah rusak).

Industri fast fashion seringkali tidak memperhatikan dampak buruk terhadap lingkungan dan mengorbankan keselamatan para pekerjanya. Kebanyakan industri fast fashion terletak di Asia dan di Negara berkembang, seperti Bangladesh, India, bahkan Indonesia.

Biasanya mereka mempekerjakan wanita yang berpendidikan rendah, muda, dan imigran (bukan penduduk asli). Para pekerja harus bekerja selama 14 jam/hari, upah rendah, tidak ada jaminan asuransi jiwa atau jaminan keselamatan kerja, serta harus bekerja dalam kondisi yang berbahaya untuk memproduksi produk fast fashion.

Ciri- Ciri Fast Fashion

Berikut 4 ciri-ciri yang dapat mempermudah kalian mengenali sebuah produk fast fashion :

  • Produk fast fashion memiliki banyak model dan selalu mengikuti trend terbaru.
  • Model fashion selalu berganti dalam waktu yang sangat singkat.
  • Diproduksi pada negara Asia dan negara berkembang, dimana pekerja digaji dengan sangat murah tanpa ada jaminan keselamatan kerja dan upah yang layak, salah satunya di Indon

Dampak Fast Fashion

  • Industri fast fashion biasanya menggunakan pewarna tekstil yang murah dan berbahaya, sehingga dapat menyebabkan pencemaran air dan beresiko terhadap kesehatan manusia.
  • Poliester adalah salah satu bahan baku yang banyak digunakan industri fast fashion yang berasal dari bahan baku fosil, sehingga saat dicuci akan menimbulkan serat mikro yang meningkatkan jumlah sampah plastik.
  • Bahan katun yang digunakan biasanya dicampur dengan air dan pestisida dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga membahayakan para pekerja dan meningkatkan resiko kekeringan, menciptakan tekanan besar pada sumber air, menurunkan kualitas tanah, serta berbagai masalah lingkungan lainnya.
  • Industri fast fashion biasanya juga menjadi penyebab menurunkan jumlah populasi hewan, karena kebanyakan dari mereka juga memanfaatkan kulit binatang sebagai bahan baku dan tentunya akan dicampur dengan berbagai zat kimia. Seperti ular, macan, dan hewan lainnya.
  • Industri fast fashion mendorong banyak orang untuk sering berbelanja, karena mereka selalu memproduksi model dengan tren terbaru. Hal ini akan menimbulkan sifat boros dan ketidakpuasan.

Fast Fashion adalah istilah yang digunakan oleh industri tekstil yang memiliki berbagai model fashion yang silih berganti dalam waktu yang sangat singkat, serta menggunakan bahan baku yang berkualitas buruk, sehingga tidak tahan lama.

Misalnya ketika musim panas, industri fast fashion akan memproduksi pakaian musim panas. Dan dalam waktu yang singkat, mereka akan memproduksi pakaian untuk musim dingin ketika musim dingin datang. Bahkan saat ini, kebanyakan industri fast fashion memproduksi hingga 42 model fashion dalam waktu 1 tahun. Industri fast fashion seringkali tidak memperhatikan dampak buruk terhadap lingkungan dan mengorbankan keselamatan para pekerjanya. Kebanyakan industri fast fashion terletak di Asia dan di Negara berkembang, seperti Bangladesh, India, bahkan Indonesia.

Biasanya mereka mempekerjakan wanita yang berpendidikan rendah, muda, dan imigran (bukan penduduk asli). Para pekerja harus bekerja selama 14 jam/hari, upah rendah, tidak ada jaminan asuransi jiwa atau jaminan keselamatan kerja, serta harus bekerja dalam kondisi yang berbahaya untuk memproduksi produk fast fashion.

Sejarah Fast Fashion

Untuk mengetahui sejarah Fast Fashion, kita perlu melakukan sedikit kilas balik ke tahun 1800-an, saat alur mode berjalan dengan lambat.

Pada saat itu, jika ingin membuat satu buah pakaian maka kamu harus mencari sendiri bahan-bahan yang akan digunakan. Seperti wol atau kulit. Kemudian kamu harus menyiapkan dan menenunnya sendiri hingga menjadi sebuah pakaian siap pakai.

Namun, masa revolusi industri memperkenalkan teknologi baru berupa mesin jahit. Setelahnya, produksi pakaian pun menjadi lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah. Toko-toko pakaian mulai bermunculan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah.

Banyak dari toko pakaian ini menggunakan tim pekerja garmen atau pekerja rumahan. Saat waktu inilah bengkel-bengkel kerja mulai bermunculan, bersamaan dengan beberapa masalah keselamatan yang kian dikenal.

Bencana besar pertama yang dialami oleh pabrik garmen adalah ketika kebakaran Triangle Shirtwaist Factory di New York terjadi pada tahun 1911. Peristiwa tersebut dilaporkan menelan korban hingga 146 orang dan kebanyakan di antaranya adalah imigran muda perempuan.

Pada tahun 1960-an dan 1970-an, kaum muda menciptakan tren baru sehingga pakaian berubah menjadi salah satu bentuk ekspresi pribadi, tetapi masih ada perbedaan antara fashion tinggi dan high street .

Pada akhir tahun 1990-an dan 2000-an fashion dengan harga murah mencapai puncaknya. Portal belanja online mulai berjalan dengan cepat. Peretail produk Fast Fashion seperti H&M, Zara, dan Topshop mulai mengambil alih.

Merek-merek ini mengambil inspirasi desain dan tampilan gaya dari rumah mode papan atas dan mereproduksinya secara cepat dan dengan harga yang murah. Jika sekarang semua orang dapat berbelanja pakaian sesuai tren kapan pun mereka mau, maka lebih mudah untuk memahami bagaimana fenomena Fast Fashion dapat terjadi.

Cara Mengenali Produk Fast Fashion

Berikut adalah beberapa faktor umum bagi merek dari produk Fast Fashion .

  • Terdapat ribuan model gaya yang mengikuti perkembangan tren terbaru.
  • Memiliki waktu putaran yang singkat, saat produk pertama kali terlihat pada pameran busana atau kalangan selebriti, hingga ada di jajaran rak toko.
  • Manufaktur offshore , di mana pekerja mendapatkan upah termurah. Tentu saja penggunaan pekerja dengan upah rendah tersebut tidak disertai pula dengan hak atau keamanan yang memadai. Apabila dibandingkan dengan manufaktur kelas atas atau subkontrak, rantai pasokan offshore memiliki sistem yang lebih rumit dengan visibilitas yang buruk.
  • Terbatasnya kuantitas pakaian tertentu, ini adalah ide yang dipelopori oleh Zara. Stok baru yang datang setiap beberapa hari sekali, secara otomatis membuat pembeli sadar. Apabila mereka tidak membelinya sekarang, maka mungkin saja mereka akan kehilangan kesempatan tersebut selamanya.
  • Bahan yang murah dan berkualitas rendah. Bahan tersebut akan membuat kualitas pakaian juga ikut menurun, bahkan hanya dengan pemakaian beberapa kali saja. Setelahnya, mungkin saja pakaian tersebut akan lebih cepat dibuang.

Dampak dari Fast Fashion

Dampak yang ditimbulkan dari industri Fast Fashion sangatlah besar. Tekanan untuk mengurangi biaya dan mempercepat waktu produksi, memiliki arti bahwa lingkungan produksi juga pasti menyempit.

Dampak negatif dari Fast Fashion, termasuk di dalamnya penggunaan pewarna tekstil yang murah dan berbahaya. Penggunaan pewarna yang berbahaya tersebut, membuat industri mode menjadi industri pencemar air bersih terbesar kedua secara global setelah industri pertanian.

Tekstil yang murah juga meningkatkan dampak yang ditimbulkan oleh Fast Fashion . Poliester adalah salah satu jenis kain paling populer yang berasal dari bahan bakar fosil. Kain tersebut memiliki kontribusi terhadap pemanasan global dan dapat melepaskan serat mikro yang menambah tingkat plastik di lautan ketika dicuci.

Namun tak hanya bahan poliester, “bahan alami” pun dapat menjadi masalah pada skala tuntutan Fast Fashion . Bahan katun membutuhkan air dan pestisida dalam jumlah yang banyak, khususnya pada negara-negara berkembang.

Hal ini meningkatkan risiko kekeringan, menciptakan tekanan besar pada sumber air, masalah pada kualitas tanah, serta berbagai masalah lingkungan lainnya.

Persaingan dalam lingkup sumber daya antara perusahaan dan komunitas lokal juga menjadi salah satu masalah tersendiri. Kecepatan permintaan yang konstan berarti bahwa ada tekanan lain yang meningkat pada masalah lingkungan. Contohnya pembukaan lahan, keanekaragaman hayati, serta kualitas tanah yang menurun hingga memiliki risiko kekeringan.

Selain itu, pengolahan bahan kulit juga memiliki dampak bagi lingkungan. Itu karena, ada 300kg bahan kimia yang digunakan untuk setiap 900kg penyamakan kulit binatang.

Sejalan dengan cepatnya proses produksi pakaian, juga berarti bahwa ada semakin banyak pakaian yang telah dibuang oleh konsumen. Selain adanya biaya lingkungan yang ditimbulkan oleh Fast Fashion , ada juga biaya manusia.

Fast Fashion memiliki dampak kepada para pekerja garmen yang diketahui bekerja di lingkungan yang berbahaya dengan upah yang rendah dan tanpa ada kebijakan hak asasi manusia.

Jika dilihat lebih jauh ke bawah, ada pula petani yang mungkin bekerja dengan bahan kimia beracun. Tentu saja hal tersebut memiliki dampak yang buruk pada kesehatan fisik dan mental mereka, sebuah permasalahan yang disorot oleh film dokumenter “The True Cost”.

Namun, tak hanya manusia dan lingkungan, hewan juga terkena dampak dari adanya Fast Fashion . Selain pewarna berbahaya yang dibuang pada saluran air, serat mikro yang terdapat di dalamnya juga dapat dicerna oleh kehidupan laut.

Ketika produk hewani seperti kulit dan bulu digunakan, kesejahteraan hewan juga turut berisiko. Sebuah skandal yang terungkap belakangan ini, menyatakan bahwa bulu asli, termasuk bulu kucing, sebenarnya telah ditukar dengan bulu palsu dan dijual kepada pembeli misterius di Inggris.

Namun kebenarannya adalah, ada begitu banyak bulu asli di peternakan yang diproduksi dengan kondisi yang mengerikan. Kondisi tersebut membuat bahan baku bulu menjadi lebih murah untuk dibeli dan diproduksi apabila dibandingkan dengan bulu palsu.

Pada akhirnya, produk Fast Fashion dapat memengaruhi konsumen itu sendiri. Mendorong budaya “mudah membuang pakaian” sebagai akibat dari kualitas produk yang rendah dan kecepatan produksi mode tren terbaru.

Fast Fashion secara tidak langsung membuat kita percaya bahwa kita harus berbelanja dengan lebih sering dan lebih banyak lagi agar tetap bisa mengikuti arus tren yang ada. Hal itu pun akan menimbulkan sikap kebutuhan sekaligus ketidakpuasan secara konstan dan bergantian.

Tren ini juga menuai kritik atas alasan hak kekayaan intelektual. Para desainer juga menyatakan bahwa desain mereka secara ilegal diproduksi ulang oleh para peretail.