Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses erosi ini dapat menyebabkan merosotnya produktivitas tanah, daya dukung tanah dan kualitas lingkungan hidup. Permukaan kulit bumi akan selalu mengalami proses erosi, di suatu tempat akan terjadi pengikisan sementara di tempat lainnya akan terjadi penimbunan, sehingga bentuknya akan selalu berubah sepanjang masa. Peristiwa ini terjadi secara alamiah dan berlangsung sangat lambat, sehingga akibat yang ditimbulkan baru muncul setelah berpuluh bahkan beratus tahun kemudian (Suripin, 2002).
Menurut Suripin “erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses erosi ini dapat menyebabkan merosotnya produktivitas tanah, daya dukung tanah dan kualitas lingkungan hidup. Permukaan kulit bumi akan selalu mengalami proses erosi, di suatu tempat akan terjadi pengikisan sementara di tempat lainnya akan terjadi penimbunan, sehingga bentuknya akan selalu berubah sepanjang masa. Peristiwa ini terjadi secara alamiah dan berlangsung sangat lambat, sehingga akibat yang ditimbulkan baru muncul setelah berpuluh bahkan beratus tahun kemudian” (Suripin, 2002).
Asdak menjelaskan bahwa “dua penyebab erosi yang utama terjadi secara alami dan aktivitas manusia. Erosi alami terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alami biasanya masih memberikan media sebagai tempat tumbuh tanaman. Sedangkan erosi yang terjadi karena kegiatan manusia, biasanya disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat praktek bercocok tanam yang tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah maupun dari kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah seperti pembuatan jalan di tempat dengan kemiringan lereng besar” (Asdak, 2010).
Menurut Hardjowigeno “erosi adalah suatu proses di mana tanah dihancurkan dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, sungai atau gravitasi” (Hardjowigeno, 1995). Seperti yang dijelaskan oleh Triwanto bahwa ”di dalam proses terjadinya erosi akan melalui beberapa pase yaitu pase pelepasan, pengangkutan dan pengendapan. Pada pase pelepasan partikel dari aggregate/massa tanah adalah akibat dari pukulan jatuhnya atau tetesan butir hujan baik langsung dari darat maupun dari tajuk pohon tinggi yang menghancurkan struktur tanah dan melepaskan partikelnya dan kadang-kadang terpecik ke udara sampai beberapa cm. Pase selanjutnya adalah pase pengangkutan partikel dimana kemampuan pengangkutan dari suatu aliran sangat dipengaruhi besar kecilnya bahan/partikel yang dilepaskan oleh pukulan butir hujan atau proses lainnya. Bila telah tiba pada tempat dimana kemampuan angkut 8 sudah tidak ada lagi, biasanya pada bagian tempat yang rendah maka energi aliran sudah tidak mampu lagi untuk mengangkut partikel-partikel tanah tersebut maka terjadilah endapan (Triwanto, 2012).
Meningkatnya erosi dan tanah longsor di daerah tangkapan air pada gilirannya akan meningkatkan muatan sedimen di sungai bagian hilir. Demikian juga dengan perambahan hutan untuk kegiatan pertanian telah meningkatkan koefisien air larian (run off coefficient), dan seterusnya akan meningkatkan jumlah air hujan yang menjadi air larian dan debit sungai. Dalam skala besar, dampak kerusakan hutan akibat perambahan adalah terjadinya gangguan perilaku aliran sungai, yaitu pada musim hujan debit air meningkat tajam sementara pada musim kemarau debit air sangat rendah. Dengan demikian resiko banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau selalu meningkat (Republik Indonesia, 2003).
Erosi adalah proses hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Tanah yang tererosi diangkut oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat aliran air melambat seperti sungai, saluran-saluran irigasi, waduk, danau atau muara sungai. Hal ini berdampak pada mendangkalnya sungai sehingga mengakibatkan semakin seringnya terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau (Arsyad, 2012).
Erosi merupakan salah satu proses dalam DAS yang terjadi akibat dari pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan. Erosi juga merupakan salah satu indikasi untuk menentukan kekritisan suatu DAS. Besarnya erosi dan sedimentasi dari tahun ke tahun akan semakin bertambah apabila tidak dilakukan pengendalian atau pun pencegahan (Anonimus 2012).
Utomo mengemukakan bahwa “proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air yang mempunyai energy lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran dari tanah ini akan menurun dan menyumbat pori-pori tanah, maka kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan mengakibatkan air mengalir di permukaan tanah dan disebut sebagai limpasan. Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah dihancurkan” (Utomo, 1989).
Proses Terjadinya Erosi
Erosi dapat juga disebut pengkikisan atau kelongsoran sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara ilmiah atau pun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia, sehubungan dengan itu maka kita akan mengenal normal atau geological erosion dan accelerated erosion .
Normal/ geological erosion
Yaitu erosi yang berlangsung secara ilmiah, terjadi secara normal di lapangan melalui tahap-tahap:
-
Pemecahan agregat-agregat tanah atau bongkah-bongkah tanah ke dalam partikel-partikel tanah yaitu butiran-butiran tanah yang kecil,
-
Pemindahan partikel-partikel tanah tersebut baik dengan melalui penghanyutan ataupun karena kekuatan angin,
-
Pengendapan partikel-partikel tanah yang terpindahkan atau terangkut tadi di tempat-tempat yang lebih rendah atau di dasar-dasar sungai.
Erosi secara alamiah dapat diikatkan tidak menimbulkan musibah yang hebat bagi kehidupan manusia atau keseimbagan lingkungan dan kemungkinan- kemugkinan hanya kecil saja, ini dikarenakan banyaknya partikel-partikel tanah yang dipindahkan atau terangkut seimbang dengan banyaknya tanah yang terbentuk di tempat-tempat yang lebih rendah itu,
1. Accelerated erosion
Yaitu dimana proses-proses terjadinya erosi tersebut yang dipercepat akibat tindakan-tindakan dan atau perbuatan-perbuatan itu sendiri yang bersifat negatif atau pun telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan tanah dalam pelaksanaan pertaniannya. Jadi dalam hal ini berarti manusia membantu mempercepat terjadinya erosi tersebut. Erosi yang dipercepat banyak sekali menimbulkan malapetaka karena memang lingkungannya telah mengalami kerusakan-kerusakan, menimbulkan kerugian besar seperti banjir, kekeringan ataupun turunnya produktivitas tanah. Mengapa demikian? Tidak lain karena bagian-bagian tanah yang terhanyutkan atau terpindahkan adalah jauh lebih besar dibanding dengan pembentukan tanah. Penipisan-penipisan tanah akan berlangsung terus kalau tidak segera dilakukan penanggulangan, sehingga selanjutnya tinggal lapisan bawah tanah ( sub soil ) yang belum matang (Kartasapoetra, Kartasapoetra, Mul, 2000).
Di dalam proses terjadinya erosi akan melalui beberapa pase yaitu pase pelepasan, pengangkutan dan pengendapan. Pada pase pelepasan partikel dari aggregate/massa tanah adalah akibat dari pukulan jatuhnya atau tetesan butir hujan baik langsung dari darat maupun dari tajuk pohon tinggi yang menghancurkan struktur tanah dan melepaskan partikelnya dan kadang-kadang terpecik ke udara sampai beberapa cm. Pase selanjutnya adalah pase pengangkutan partikel dimana kemampuan pengangkutan dari suatu aliran sangat dipengaruhi besar kecilnya bahan/partikel yang dilepaskan oleh pukulan butir hujan atau proses lainnya. Bila telah tiba pada tempat dimana kemampuan angkut sudah tidak ada lagi, biasanya pada bagian tempat yang rendah maka energi aliran sudah tidak mampu lagi untuk mengangkut partikel-partikel tanah tersebut maka terjadilah endapan (Triwanto, 2012).
Proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan: pengelupasan ( detachment ), pengangkutan ( transportation ), dan pengendapan ( sedimentation ) (Asdak, 2007). Menurut Suripin (2002) juga menyatakan bahwa proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi tiga tahap yang terjadi dalam keadaan normal di lapangan, yaitu tahap pertama pemecahan bongkah-bongkah atau agregat tanah ke dalam bentuk butir-butir kecil atau partikel tanah, tahap kedua pemindahan atau pengangkutan butir-butir yang kecil sampai sangat halus tersebut, dan tahap ketiga pengendapan partikel tersebut di tempat yang lebih rendah di dasar sungai.
Faktor yang Mempengaruhi Laju Erosi
Pada dasarnya erosi dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor non alam. Faktor alam adalah faktor yang sudah ada di alam seperti iklim, kemiringan dan panjang lereng, sifat fisik tanah, tersedianya vegetasi penutup tanah. Sedangkan faktor non alam adalah faktor yang disebabkan oleh adanya campur tangan manusia. Dibawah ini adalah pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi.
-
Faktor Iklim
Hujan merupakan faktor yang paling penting di daerah tropika sebagai agensi yang mampu merusak tanah melalui kemampuan energy kinetiknya yang dijabarkan sebagai intensitas, durasi, ukuran butir hujan dan kecepatan jatuhnya. Faktor iklim dibedakan dalam dua kategori yakni bila curah hujan tahunan < 2500 diperhitungkan daya rusaknya akan lebih kecil daripada > 2500 mm (Republik Indonesia, 2008).
Utomo juga menjelaskan bahwa “curah hujan tinggi dalam suatu waktu mungkin tidak menyebabkan erosi jika intensitasnya rendah. Demikian pula bila hujan dengan intensitas yang tinggi tetapi terjadi dalam waktu singkat. Hujan akan menimbulkan erosi jika intensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya relatif lama. Ukuran butir hujan juga sangat berperan dalam menentukan erosi. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses erosi energy kinetik merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat-agregat tanah. Besarnya energi kinetik hujan tergantung pada jumlah hujan, intensitas dan kecepatan jatuhnya hujan. Kecepatan jatuhnya butir-butir hujan itu sendiri ditentukan oleh ukuran butir-butir hujan dan angin” (Utomo, 1989).
-
Faktor Topografi
Menurut Harjadi dan Farida “topografi adalah faktor yang sanagt berpengaruh terhadap erosi, salah satunya kelerengan. Pembagian kelas lereng yang dikemukaan oleh tim New Zealand untuk keperluan pemetaan inventarisasi sumber daya lahan hutan di Indonesia dimaksudkan untuk memberikan kriteria pemanfaatan kelas lereng dalam rangka mengoptimalkan penggunaan lahan. Kelas lereng tidak berpengaruh langsung terhadap nilai T (batas nilai erosi) yang diperhitungkan, karena nilai T lebih banyak dipengaruhi oleh jenis tanah dan penggunaan lahan yang ada pada saat itu” (Harjadi dan Farida, 1996).
Lebih lanjut Triwanto menerangkan bahwa “faktor topografi yang paling dominan pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang dan kecuraman lereng. Komponen ini akan mempengaruhi kecepatan dan volume air permukaan sampai dimana air aliran permukaan masuk ke dalam saluran-saluran (sungai), atau aliran telah berkurang akibat perubahan kelerengan (datar) sehingga kecepatan dan volume dipencarkan ke berbagai arah” (Triwanto, 2012).
Selanjutnya menurut Asdak bahwa “kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menetukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut sangat menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran sempit yang mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit. Kedudukan lereng juga menetukan besar kecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi pada lereng bagian atas kerena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah. Daerah tropis dengan topografi bergelombang dan curah hujan tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi dan tanah longsor” (Asdak, 2010).
-
Faktor Tanah
Utomo menuturkan bahwa “tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan unsur hara tanaman. Untuk keperluan pertanian berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi tiga partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah <40%, aerasi baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah berliat, jika kandungan liatnya >35%, kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi” (Utomo, 1989).
Menurut Suripin “secara fisik, tanah terdiri dari partikel-partikel mineral dan organik dengan berbagai ukuran, partikel-pertikel tersusun dalam bentuk materi dan pori-porinya kurang lebih 50% sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi terisi oleh udara. Secara esensial, semua penggunaan tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah” (Suripin, 2002). Selanjutnya Arsyad mengemukakan bahwa “beberapa sifat yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah, sedangkan kepekaan tanah terhadap erosi yang menunjukkan mudah atau tidaknya tanah mengalami erosi ditentukan oleh berbagai sifat fisik tanah” (Arsyad, 2010). Asdak juga menjelaskan bahwa “kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsure hara dan bahan organik, dan meningkatnya kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah menurunnya produktivitas tanah, dan berkurangnya pengisian air dalam tanah” (Asdak, 2010).
-
Faktor Vegetasi
Sukmana dan Soewardjo menjelaskan bahwa “dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah tererosi, harus dilihat dahulu apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang berlapis sehingga dapan menurunkan kecepatan tefrminal air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan” (Sukmana dan Soewardjo, 1978).
Kartasapoetra menuturkan bahwa “cara vegetatif atau cara memanfaatkan peranan tanaman dalam usaha pengendalian erosi dan atau pengawetan tanah dalam pelaksanaannya dapat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
- Penghutanan kembali (reboisasi) dan penghijauan,
- Penanaman tanaman penutup tanah,
- Penanaman tanaman menurut kontur,
- Penanaman tanaman dalam strip,
- Penanaman tanaman secara bergilir,
- Pemulsaan atau pemanfaatan seresah tanaman” (Kartasapoetra, 2005).
Menurut Arsyad “vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Bagian vegetasi yang ada diatas permukaan tanah seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah. Sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah, yang terdiri dari perakaran akan meningkatkan kekuatan mekanik tanah. Lebih lanjut dijelaskan oleh Arsyad bahwa “vegetasi berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam lima bagian, yakni :
-
Intersepsi hujan oleh tajuk tanaman
-
Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air
-
Pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif,
-
Pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah,
-
Transpirasi yang mengakibatkan kandungan air berkurang” (Arsyad, 2010).
-
Faktor Manusia
Suripin mengemukakan bahwa “secara garis besar konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) golongan utama, yaitu 1) secara agronomis, 2) secara mekanis, 3) secara kimia. Metode agronomis atau biologi adalah pemanfaatan vegetasi untuk membentu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah sepaya dapat ditumbuhi vegetasi yang lebat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk mengendalikan aliran air dan angin. Sedangkan metode kimia adalah usaha konservasi yang ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi. Atau secara singkat dapat dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha melindungi tanah, mekanis untuk mengendalikan aliran permukaan yang erosif, dan kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah” (Suripin, 2002).
Asdak menjelaskan bahwa “perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal lainnya untuk tanaman perladangan dan lain sebagainya. Maka dengan praktek konservasi, tanman diharapkan dapat mengurangi laju erosi yang terjadi. Faktor penting yang harus dilakukan dalam usaha konservasi tanah yaitu teknik inventarisasi serta klasifikasi bahaya erosi dengan tekanan daerah hulu. Untuk menentukan tingkat bahaya erosi suatu bentang lahan diperlukan kajian terhadap empat faktor, yaitu jumlah, macam dan waktu berlangsungnya hujan serta faktor-faktor yang berkaitan dengan iklim, jumlah dan macam tumbuhan, penutup tanah, tingkat erodibilitas di daerah kajian, dan keadaan kemiringan lereng” (Asdak, 2010).