Apa yang dimaksud dengan Empty Nest Syndrome?

Seseorang yang sudah memasuki tahap lanjut usia dikatakan rentan terkena empty nest syndrome. Apa yang dimaksud dengan syndrome tersebut?

Iswati (2007) berpendapat bahwa empty nest syndrome adalah sindrom yang terjadi pada usia dewasa madya karena anak-anak telah dewasa dan mandiri meninggalkan rumah untuk bekerja, menikah, merantau atau kuliah.

Hurlock (2007) mengemukakan bahwa sarang kosong merupakan waktu ketika anak-anak mulai meninggalkan rumah untuk studi di perguruan tinggi, menikah, atau mencari pekerjaan, orangtua harus menghadapi masalah penyesuaian kehidupan.

Sindrom sarang kosong muncul sebagai gejala yang banyak melanda kaum ibu. Keibuan selalu berkaitan dengan relasi ibu dengan anaknya. Relasi tersebut dimulai sejak anak berada dalam kandungan ibunya dan dilanjutkan dengan proses-proses fisiologis berupa kelahiran, periode menyusui dan memelihara anak. Ketika anak mulai meninggalkan rumah, seorang ibu harus menghadapi masalah penyesuaian kehidupan yang biasa disebut dengan periode sarang kosong. Sindrom sarang kosong ini sangat terasa bagi ibu rumah tangga karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan di rumah dan selalu berinteraksi dengan anak-anak.

Santrock (2002) mengatakan bahwa tidak semua ibu yang mengalami Empty Nest Syndrome mendapatkan dampak yang negatif. Empty Nest Syndrome dapat pula membawa dampak yang positif. Beberapa dampak positif yang dapat dialami oleh ibu-ibu khususnya pada ibu yang bekerja, antara lain:

  • Ibu-ibu dapat melanjutkan karir serta pendidikannya dengan cara mengikuti kursus keterampilan atau melanjutkan pekerjaan mereka yang dahulu ditinggalkan karena harus merawat anak,

  • Mereka dapat menekuni hobi kesukaan, serta mereka lebih bebas melakukan kegiatan apapun.

Dampak positif Empty Nest Syndrome tersebut juga dapat dirasakan oleh ibu rumah tangga berupa adanya keintiman dan kepuasan pernikahan antara ayah dengan ibu. Hal ini disebabkan karena ketidakadaan seorang anak menyebabkan mereka mempunyai waktu yang lebih banyak untuk dihabiskan bersama sehingga menimbulkan kepuasan pernikahan.

Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang antara usia 40-65 tahun (Santrock, 2002).

Menurut Santrock, salah satu kejadian penting dalam keluarga dewasa madya adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan dewasa, serta menapaki karir atau membina keluarga yang mandiri dari keluarganya semula. Akibatnya, para orang tua harus kembali menyesuaikan diri sebagai akibat dari ketidakhadiran anak-anak di rumah. keadaan ini dikenal sebagai keadaan empty nest atau sarang kosong.

Empty nest adalah sindrom yang muncul pada sejumlah orang tua akibat adanya perasaan kehilangan dan krisis identitas yang mereka alami setelah anak-anak meninggalkan rumah dan hidup memisahkan diri dari orang tua (Gunarsa, 2004).

Orang tua yang menganggap masa ini membuat mereka menjadi lebih bahagia, akan merasakan masa empty nest sebagai masa kebebasan dan memberikan peluang untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan saat memiliki tanggung jawab mengasuh anak dan dalam pernikahan yang kuat, kepergian anak-anak yang sudah dewasa dapat memberikan peluang adanya bulan madu kedua (Papalia dkk, 2008).

Empty nest syndrome adalah suatu depresi yang terjadi pada laki-laki dan wanita saat anak mereka yang terkecil meninggalkan rumah. Tetapi sebagian besar orang tua merasakan keberangkatan anak yang terkecil sebagai suatu keringanan, ketimbang suatu stress. Jika tidak ada aktivitas kompensatif yang dikembangkan, khususnya oleh ibu, beberapa orang tua menjadi depresi (Harold, dkk, 1997).

Menurut Raup dan Myers (1989) empty nest adalah fase dari siklus kehidupan dewasa yang terjadi ketika anak-anak tumbuh dan tidak lagi tinggal di rumah. Menurut Jain dan Khatri (2014) Empty nest adalah perasaan umum kesedihan dan kesepian orang tua ketika anak-anak mereka meninggalkan rumah untuk hidup sendiri untuk pertama kalinya.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa empty nest adalah fase dari siklus kehidupan dewasa yang menggambarkan perasaan sedih dan kesepian ketika anak-anak meninggalkan rumah untuk melanjutkan pendidikan, menapaki karir, maupun membina keluarga baru.

Gejala Empty Nest


Peristiwa ketika anak meninggalkan rumah untuk menjalani kehidupan secara mandiri mengakibatkan orang tua mengalami suatu krisis yang disebut dengan empty nest. Keadaan empty nest tersebut memiliki beberapa gejala. Gejala-gejala tersebut menurut Abraham (2012), antara lain:

1. Depresi

Empty nest merupakan suatu krisis ketika seseorang, khususnya orang tua, merasa bahwa masa atau perannya telah berakhir. Berkurangnya rutinitas menyebabkan perubahan suasana hati yang terus-menerus. Perubahan suasana hati yang tidak menentu dan terus-menerus menyebabkan timbulnya depresi dan berbagai gejala psikosomatis seperti insomnia, penurunan energi, dan sebagainya.

2. Kesedihan yang Persisten

Anak yang meninggalkan rumah untuk menjalani kehidupannya secara mandiri menyebabkan orang tua merasa bahwa perannya sebagai orang tua telah berakhir. Hal tersebut menyebabkan orang tua merasakan kesedihan yang persisten. Individu yang menunjukkan kesedihan yang persisten seringkali menampilkan tanda-tanda kesedihan yang konsisten ditambah dengan ekspresi putus asa dan merasa bahwa dirinya tidak berharga.

3. Perasaan Kesepian dan Ketidakbergunaan

Peristiwa empty nest merupakan saat dimana orang tua sudah tidak lagi mengurus anak karena anak telah meninggalkan rumah dengan alasan seperti menikah, melanjutkan pendidikan atau bekerja di luar kota. Anak yang meninggalkan rumah menyebabkan orang tua akan merasa bahwa tidak ada lagi seseorang yang diurus. Hal tersebut menyebabkan akan kesepian dan selanjutnya akan muncul perasaan yang menganggap dirinya tidak berguna lagi.

4. Kekosongan dalam Kehidupan Pernikahan

Kehadiran anak-anak dalam sebuah keluarga dapat digunakan untuk meminimalisir masalah yang ada dalam keluarga tersebut. Hal ini dikarenakan sebagian besar waktu dan anggota keluarga tersebut diprioritaskan untuk anak-anak sehingga permasalahan dalam rumah tangga yang mungkin terjadi tidak muncul ke permukaan. Peristiwa ketika anak mulai meninggalkan rumah untuk kehidupan yang lebih independen menyebabkan rasa kekosongan dalam keluarga tersebut timbul akibatnya masalah-masalah dalam keluarga dapat muncul ke permukaan.

Faktor-Faktor terjadinya Empty Nest


Adapun faktor terjadinya empty nest adalah:

  • Memiliki hubungan yang protektif dan terbawa dalam kehidupan anak-anak.

  • Kurang diperlukannya kembali peran dirinya terhadap keluarga.

  • Kehilangan peran utama orang tua terhadap anak. (Barber, 1989)

Seorang ibu cenderung bersikap protektif pada anak-anaknya sehingga terbawa dan terbiasa dengan kehidupan anaknya. Namun, saat anak beranjak dewasa mereka akan memutuskan jalan hidupnya masing- masing dan memilih pergi meninggalkan orang tua karena alasan
pendidikan, pekerjaan, ataupun pernikahan. Disaat itulah seorang ibu merasa kehilangan peran utama sebagai orang tua dalam keluarga.

Borland (dalam Raup & Myers, 1989) menjelaskan bahwa “ The empty nest syndrome is a maladaptive response to the postparental transition, which is stimulated by reactions to loss

“Sindrom sarang kosong adalah respon maladaptif dengan transisi pasca orangtua, yang dirangsang oleh reaksi terhadap kehilangan”

Iswati (2007) berpendapat bahwa empty nest syndrome pada usia dewasa madya adalah sidrom yang terjadi pada usia dewasa madya karena anak-anak telah dewasa dan mandiri meninggalkan rumah untuk bekerja, menikah, merantau atau kuliah.

Herarti (dalam Iswati, 2007) mendefinisikan empty nest syndrome atau sindrom sarang kosong adalah rasa kosong yang biasa terjadi ketika anak – anak sudah mulai keluar rumah dan seorang ibu merasa tidak terlalu dibutuhkan lagi oleh keluarganya.

Hurlock (2007) mengemukakan bahwa empty nest syndrome merupakan waktu ketika anak – anak mulai meninggalkan rumah untuk studi di perguruan tinggi, menikah, atau mencari pekerjaan, orangtua harus menghadapi masalah penyesuaian kehidupan.

Empty nest merupakan fase transisional parenting, mengikuti anak terakhir yang meninggalkan rumah orang tuanya” (Papalia dkk, 2008). Menurut Mbaeze & Ukwandu (2011), empty nest syndrome merupakan suatu gangguan patologis yang muncul ketika anak-anak telah tumbuh menjadi dewasa dan kemudian meninggalkan rumah.

Rosen, dkk (dalam Gunarsa, 2009) mengatakan bahwa sindrom sarang hampa ( empty nest syndrome ) adalah sindrom yang muncul pada sejumlah orang tua akibat adanya perasaan kehilangan dan krisis identitas yang mereka alami setelah anak – anak meninggalkan rumah dan hidup memisahkan diri dari orang tua.

Suardiman (2011) menyatakan bahwa “the empty nest syndrome adalah suatu kondisi di mana perempuan menjadi depresi setelah anak terakhirnya menikah dan meninggalkan rumah”.

Sindrom sarang kosong adalah perasaan kesedihan dan kesepian orang tua atau wali merasa ketika anak – anak mereka meninggalkan rumah untuk waktu pertama, seperti untuk hidup mereka sendiri atau untuk bekuliah di perguruan tinggi atau universitas.

Empty nest merupakan fase transisi yang dihadapi orang tua ketika anak – anak mulai meninggalkan rumah untuk bersekolah, berkuliah atau bekerja diluar kota/ negeri, merantau, menikah atau hidup bersama pasangannya sehingga orang tua mengalami perasaan kehilangan yang mendalam dan merasa tidak dibutuhkan oleh anak – anaknya lagi.