Empati, menurut Allport, 1965, merupakan perubahan imajinasi seseorang kedalam pikiran, perasaan dan perilaku orang lain. Allport juga menitikberatkan pada peranan imitasi di dalam empati.
Sementara itu Carl Roger (1951) menawarkan dua konsepsi, yaitu :
-
Pertama , empati adalah melihat kerangka berpikir internal orang lain secara akurat.
-
Kedua , dalam memahami orang lain tersebut individu seolah-olah masuk dalam diri orang lain sehingga bisa merasakan dan mengalami sebagaimana yang dirasakan dan dialami oleh orang lain, tetapi tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri.
Kalimat “tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri” mengandung pengertian meskipun individu menempatkan dirinya pada posisi orang lain, namun dia tetap melakukan kontrol diri atas situasi yang ada, tidak dibuat-buat, dan tidak hanyut dalam situasi orang lain itu.
Sedangkan menurut Santrock, empati berarti bereaksi terhadap perasaan orang lain yang disertai dengan respons emosional yang serupa dengan perasaan orang lain. Menurutnya, meskipun empati dialami sebagai kondisi emosional, perasaan empati memiliki komponen kognitif yaitu kemampuan untuk memahami kondisi psikologis dalam diri seseorang, atau yang biasa disebut sebagai pengambilan perspektif (Santrock, 2007).
Empati, menurut Goleman (2003) adalah merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, dan menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.

Komponen-komponen Empati
Para teoritikus kontemporer menyatakan bahwa empati terdiri atas dua komponen, kognitif dan afektif (Taufik, 2012). Selain dua komponen tersebut beberapa teoritikus lainnya menambahkan aspek komunikatif sebagai faktor ketiga. Komponen komunikatif sebagai jembatan yang menghubungkan keduanya, atau sebagai menia ekspresi realisasi dari komponen kognitif dan afektif.
Komponen Kognitif
Komponen kognitif merupakan komponen yang menimbulkan pemahaman terhadap perasaan orang lain. Hal ini diperkuat oleh pernyataan beberapa ilmuwan bahwa proses kognitif sangat berperan penting dalam proses empati (Hoffman, 2000 dalam Taufik, 2012).
Selanjutnya Hoffman mendefinisikan komponen kognitif sebagai kemampuan untuk memperoleh kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dari memori dan kemampuan untuk memproses informasi semantik melalui pengalaman-pengalaman.
Fesbach (1997) mendefinisikan aspek kognitif sebagai kemampuan untuk membedakan dan mengenali kondisi emosional yang berbeda. Eisenberg & Strayer (1987) menyatakan bahwa salah satu yang paling mendasar pada proses empati adalah pemahaman adanya perbedaan antara individu dan orang lain.
Sehubungan dengan komponen ini, Schieman & Gundy (2000) mencirikan bahwa seseorang yang empatik memiliki keahlian-keahlian yang terkait dengan persoalan komunikasi, perspektif dan kepekaan dalam pemahaman sosio-emosional orang lain. Secara garis besar bahwa aspek kognitif dari empati meliputi aspek pemahaman atas kondisi orang lain.
Tanpa kemampuan kognitif yang memadai seseorang akan selalu meleset dalam memahami kondisi orang lain ( incongruence ). Karena realitas-realitas sosial yang dia tangkap tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya.
Komponen Afektif
Menurut definisi kontemporer, pada prinsipnya empati adalah pengalaman afektif. Dua komponen afektif diperlukan untuk terjadinya pengalaman empati, yaitu kemampuan untuk mengalami secara emosi dan tingkat reaktivitas emosional yang memadai, yaitu kecenderungan individu untuk bereaksi secara emosional terhadap situasi-situasi yang dihadapi, termasuk emosi yang tampak pada orang lain.
Empati sebagai aspek afektif merujuk pada kemampuan menselaraskan pengalaman emosional pada orang lain. Aspek empati ini terdiri atas simpati, sensitivitas, dan sharing penderitaan yang dialami orang lain seperti perasaan dekat terhadap kesulitan-kesulitan orang lain yang diimajinasikan seakan-akan dialami oleh diri sendiri (Colley; 1998). Selanjutkan dia menambahkan, empati efektif merupakan suatu kodisi dimana pengalaman emosi yang sedang dirasakan oleh orang lain, atau perasaan mengalami bersama dengan orang lain.
Akurasi dari empati afektif ini berbeda-beda. Ada individu yang akurasinya lebih baik dan ada yang kurang baik. Akurasi yang baik yaitu apabila observer merasakan tentang kondisi target sesuai dengan apa yang sedang dirasakan oleh target pada waktu itu. Sebaliknya, akurasi yang rendah terjadi ketika yang dirasakan berbeda atau tidak sama dengan apa yang sedang dirasakan oleh target yang sedang dialami.
Komponen Komunikatif
Munculnya komponen yang ketiga ini didasarkan pada asumsi awal bahwa komponen kognitif dan afektif akan tetap terpisah bila keduanya tidak terjalin komunikasi. Menurut Wang, dkk (2003) komponen empati komunikatif adalah ekspresi dari pikiran-pikiran empatik (intellectual empathy) dan perasaan-perasaan (empathic emotions) terhadap orang lain yang dapat diekspresikan melalui kata- kata dan perbuatan.

Aspek-aspek Empati
Fesbach dkk (Carltledge & Milburn, 1995) menyebutkan aspek-aspek kemampuan empati
tersebut, yaitu :
-
Rekognisi dan diskriminasi dari perasaan
Rekognisi dan diskriminasi dari perasaan adalah kemampuan menggunakan informasi yang relevan untuk memberi nama dan mengidentifikasikan emosi.
-
Pengambilan perspektif dan peran
Pengambilan perspektif adalah kemampuan memahami bahwa individu lain melihat dan mengintepretasikan situasi dengan cara yang berbeda, serta kemampuan mengambil dan mengalami sudut pandang orang lain. Kemampuan pengambilan peran kognitif dan afektif (cognitive and affective role taking ability) adalah kemampuan untuk berpikir tentang sesuatu yang dipikirkan orang lain dan menyimpulkan perasaan orang lain.
-
Responsivitas emosional
Responsivitas emosional adalah kemampuan untuk mengalami dan menyadari emosinya sendiri.