Apa yang dimaksud dengan Ekstraksi Gigi?

Kedokteran gigi modern bertujuan untuk menjaga gigi alami. Namun, gigi yang rusak atau membusuk parah mungkin perlu diekstraksi (dicabut). Dokter gigi juga akan merekomendasikan ekstraksi untuk menangani gigi bungsu yang menyebabkan masalah. Gigi ini dapat menyebabkan berbagai masalah gigi, termasuk kepadatan gigi dan impaksi (gigi tumbuh pada sudut ke dalam molar atau gusi) yang ada. Gigi juga dapat diekstraksi dengan menggunakan anestesi (bius) lokal. Sedasi atau anestesi umum mungkin juga akan diterapkan dokter gigi apabila terjadi kesulitan prosedur.

1 Like

Menurut Pedlar dkk (2001) ekstraksi gigi atau pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau pendekatan transalveolar. Pencabutan bersifat irreversible dan terkadang menimbulkan komplikasi.

Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar yang utuh tanpa menimbulkan rasa sakit, dengan trauma yang sekecil mungkin pada jaringan penyangganya sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan problema prostetik pasca-bedah.

Indikasi dan Kontraindikasi Ekstraksi Gigi


Indikasi

Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan pencabutan gigi. Indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah pada gigi supernumerary, gigi impaksi, gigi yang diduga sebagai fokal infeksi, gigi yang mengalami nekrosis dan infeksi periapikal dan tidak dapat dilakukan terapi endodontik, gigi yang terlibat kista dan tumor, gigi yang terlibat dalam fraktur rahang, dan gigi sulung yang persisten. Selain itu tindakan ekstraksi juga dapat dilakukan pada gigi yang sehat dengan tujuan memperbaiki maloklusi, untuk alasan estetik, dan juga untuk kepentingan perawatan orthodontik dan prosthodontik.

Sedangkan Menurut Starshak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukannya pencabutan gigi adalah sebagai berikut:

  • Gigi dengan patologis pulpa, baik akut ataupun kronik, yang tidak mungkin dilakukan terapi endodontik harus dicabut.

  • Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau periodontal, harus dicabut ketika restorasinya akan menyebabkan kesulitan keuangan bagi pasien dan keluarga.

  • Penyakit periodontal yang terlalu parah untuk dilakukan perawatan merupakan indikasi ekstraksi. Pertimbangan ini juga meliputi keinginan pasien untuk kooperatif dalam rencana perawatan total dan untuk meningkatkan oral hygiene sehingga menghasilkan perawatan yang bermanfaat.

  • Gigi malposisi dan overeruption.

  • Gigi impaksi dalam denture bearing area harus dicabut sebelum dilakukan pembuatan protesa.

  • Gigi yang mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang yang lebih besar lagi.

  • Beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untuk meminimalisasi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak menyatunya rahang.

  • Tipe dan desain protesa gigi dapat membutuhkan satu atau beberapa gigi yang sehat sehingga dapat dihasilkan protesa yang diharapkan.

  • Ekstraksi profilaksis harus diperhatikan.

  • Pasien yang sedang menjalani terapi radiasi.

Kontraindikasi

Ada beberapa kontraindikasi untuk dilakukannya tindakan pencabutan gigi. Menurut Laskin (1985) kontraindikasi pencabutan gigi adalah sebagai beriukut:

  • Infeksi mulut akut seperti necrotizing ulcerative gingivitis atau herpetic gingivostomatitis.

  • Gigi pada area yang pernah mengalami radiasi juga tidak boleh dilakukan pencabutan karena dapat mengakibatkan terjadinya osteonecrosis.

  • Pasien yang memiliki riwayat penyakit sistemik tidak terkontrol seperti penyakit diabetes mellitus dan blood dyscrasias.

Menurut Starshak (1980) kontraindikasi ekstraksi gigi di bagi menjadi dua yaitu kontraindikasi lokal dan kontraindikasi sistemik. Kontraindikasi lokal adalah sebagai berikut:

  • Infeksi dental akut harus dievaluasi tergantung kondisi pasien. Pasien dalam kondisi toksik dengan demam tinggi berbeda perawatannya dengan pasien dengan kondisi sehat, walaupun keduanya mempunyai infeksi dental dengan inflamasi lokal ataupun menyebar. Objek utamanya adalah untuk mencegah penyebaran infeksi dan mengembalikan kesehatan. Contohnya, satu pasien baik dilakukan pemberian antibiotik, jika drainase diindikasikan untuk kasus abses itu. Pada pasien lainnya, pencabutan gigi secara langsung dapat mengurangi sumber infeksi dan membatasi penyebaran infeksinya.

  • Perawatan infeksi perikoronal akut berbeda dengan abses apikal. Pada abses apikal, drainase infeksi dapat dilakukan dengan cara pencabutan gigi, sedangkan infeksi perikoronal dapat menyebar jika gigi yang terlibat dicabut selama fase akut. Untuk alasan ini lebih sering untuk dilakukan drainase dan irigasi abses perikoronal dan meresepkan antibiotik untuk 24 – 72 jam sebelum ekstraksi gigi yang terlibat.

Kontraindikasi sistemik adalah sebagai berikut:

  • Penyakit medis yang tidak terkontrol dapat diperhatikan sebagai kontraindikasi ekstraksi gigi. Seperti hipertensi, coronary artery disease , kelainan jantung, anemia parah, leukemia, dan blood dyscrasias seperti hemofili membutuhkan manajemen medis yang tepat sebelum ekstraksi dapat dilakukan.

  • Pasien yang terlalu muda dan terlalu tua membutuhkan perhatian lebih. Umumnya, pasien yang terlalu muda dapat memiliki masalah dalam penggunaan sedasi atau anestesi umum. Sedangkan yang terlalu tua memiliki masalah dalam nutrisi, penyembuhan, dan sikap kooperatif pasien.

  • Penyakit kronik seperti diabetes, nefritis, dan hepatitis dapat menyulitkan pencabutan gigi, karena dapat menghasilkan infeksi jaringan, penyembuhan yang tidak sempurna dan penyakitnya yang semakin memburuk.

  • Neuroses dan psychoses merupakan kontraindikasi yang cenderung menyulitkan perawatan dental.

  • Kehamilan merupakan kondisi fisiologis normal dan tidak diperhatikan sebagai kontraindikasi bagi ekstraksi kecuali terdapat beberapa komplikasi. Umumnya kehamilan trimester tengah, merupakan waktu yang tepat untuk dilakukan prsedur dental, tapi setelah dilakukan konsultasi obstetric yang tepat, ekstraksi dapat dilakukan pada tahap kehamilan manapun.

Komplikasi Pasca Ekstraksi


Setelah dilakukan tindakan ekstraksi, biasanya sering diikuti adanya komplikasi-komplikasi pada pencabutan gigi banyak dan bermacam-macam. Komplikasi pasca esktraksi ini bisa menjadi masalah yang serius dan fatal.

Menurut Pederson (1996), komplikasi adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan normal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, dan edema. Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi.

Komplikasi pencabutan gigi menurut Pederson (1996) dibagi menjadi tiga yaitu komplikasi intraoperatif, komplikasi pasca bedah, dan komplikasi beberapa saat setelah operasi.

  • Komplikasi intraoperatif berupa perdarahan, fraktur, pergeseran, cedera jaringan lunak, dan cedera saraf.

  • Komplikasi pasca bedah berupa perdarahan, rasa sakit, edema, dan reaksi terhadap obat.

  • Komplikasi beberapa saat setelah operasi adalah alveolitis ( dry socket ) dan infeksi.

Komplikasi pasca pencabutan gigi menurut Pedlar (1996), adalah sebagai berikut

  • Immediate

    • Lokal : Fraktur mahkota, akar, alveolus, tuberositas, mandibula, gigi disebelahnya, mukosa alveolar.

    • Regional : Injuri pada inferior dental atau lingual nerve , lacerated tongue or palate.

  • Delayed

    • Lokal : Dry socket , infeksi lokal, delayed or secondary haemorrahage.

    • Regional : Myofasial paint dysfunction, Injection track haematoma .

  • Late

    • Lokal : Atropi alveolar

    • Regional : Osteomyelitis .

Komplikasi-komplikasi lain yang mungkin terjadi yaitu: kegagalan dalam anastesi dan mecabut gigi baik dengan tang atau bein, fraktur dari mahkota gigi yang dicabut, fraktur akar-akar gigi yang akan dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga atau gigi antagonisnya, fraktur mandibula, dislokasi gigi tetangganya dan dislokasi sendi temporomandibular, perpindahan akar ke dalam jaringan lunak, perpindahan akar ke dalam sinus maksilaris, kerusakan pada gusi, bibir, nervus dental.