Apa yang Dimaksud dengan Ekonomi Tasawuf?

image

Apa yang Dimaksud dengan Ekonomi Tasawuf?

Konsep ekonomi tasawuf adalah sebuah konsep ekonomi dimana para sufi memandang dan melaksanakan kegiatan ekonominya dengan mengabungkan syariah, tauhid dan ihsan, inilah yang menjadi ciri khas yang membedakan kegiatan ekonomi para sufi dengan masyarakat lainnya.

Tasawuf merupakan perwujudan dari ihsan bagian dari Syari‟at Islam yang menjadi salah satu dari tiga kerangka ajaran Islam yang lain, yakni iman dan Islam. Oleh karena itu, konsep tasawuf tetap harus berada dalam kerangka Syari‟at. al-Junaid mengatakan sebagaimana dinukilkan oleh al-Qusyairi , “Kita tidak boleh tergiur terhadap orang yang diberi kekeramatan, sehingga tahu betul konsistensinya terhadap Syari‟at”. sebagai manifestasi dari ihsan, merupakan penghayatan hamba terhadap agamanya, dan berpotensi besar untuk menawarkan pembebasan spiritual, sehingga ia mengajak manusia mengenal kelemahan dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal Tuhannya yang maha sempurna.

Tasawuf sangat diperlukan dalam kancah politik dan ekonomi, kebutuhan akan kekuatan ekonomi dan teknologi saat ini sangat diperlukan bagi penunjang keberhasilan umat Islam demi menjaga dan mengangkat martabat umat itu sendiri, kerena sudah banyak terbukti bahwa umat Islam sering dijadikan bulan-bulanan oleh orang-orang kafir karena kelemahan mereka dibidang ekonomi yang akhirnya menjadikan mereka lemah dalam bidang teknologi dan politik, hal ini adalah suatu bahaya yang wajib dihilangkan dan dijauhi oleh orang-orang yang percaya terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Saat ini konsep ekonomi Islam hanya dipandu oleh landasan-landasan fiqh sebagai rujukan berekonomi, sehingga memberikan porsi atau ruang yang sempit untuk mengkombinasikan tasawuf kedalam kajian ekonomi Islam. Ahli ekonomi Islam selalu mengedepankan analisis rasional ilmiahnya yang memadukan ekonomi dengan kosep fiqh . Namun kurang menyentuh keinti jiwa yang hanya bisa dimasuki oleh konsep tasawuf, karena kepuasan dalam Islam tidak hanya terbatas pada benda-benda kongkret (materi) tetapi juga bergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak (ruhaniah).

Tasawuf sebagai pokok atau teras perlu dijelmakan dalam setiap kegiatan ekonomi. Namun juga tidak ditolak peranan penting ahli fiqh dalam memandu batasan perilaku ekonomi, karena fiqh hanya merupakan panduan pemula dan zahir kepada kegiatan ekonomi. konsep fiqh dalam ekonomi perlu diteruskan dengan kosep tasawuf supaya dengannya jiwa manusia lebih terarah kepada arah yang luhur menjadikan amal Islam lebih sempurna dengan memadukan yang zahir dan yang batin.

Uniknya tasawuf merupakan ilmu yang hanya dapat didalami dan di alami melalui pengalaman rasa dan mujahadah secara tersusun dan berterusan untuk meningkatkan diri dari satu tahap ketahap yang lebih tinggi. Pada Konsep ilmu tasawuf terdapat maqamat penting yang setiap ahli sufi perlu menempuhinya iaitu zuhud, qona’ah dan syukur . Ketiga konsep ini cukup luas namun hal tersebut sangat berkaitan dengan ekonomi. Begitu pentingnya tiga konsep itu dalam ilmu kesufian, maka sangat sesuai dijadikan jembatan penghubung ke arah kejernihan ekonomi. Sebagai satu maqamat penting dalam tasawuf, kajian di sini akan memaparkan bagaimana zuhud berperanan dalam memandu perilaku ekonomi manusia dalam mencari dan mengguna harta dalam kegiatan ekonomi.

Dari pemaparan di atas agar konsep ekonomi tasawuf tertata rapi sehingga menjadi konsep yang mapan, penelitian ini berusaha menggambarkan secara utuh seputar konsep tasawuf mengenai zuhud, qona’ah dan syukur dalam beberapa referensi tasawuf Risalatul Qusyairiyah, Al-Luma, dan Al-Hikam untuk kemudian dikaji dalam perspektif ekonomi Islam.

Konsep Ekonomi Tasawuf


Tiga referensi besar tasawuf yang banyak memuat keterangan para sufi dikaji untuk
mendapatkan konsep ekonomi para sufi, yaitu risalah qusyariyah, al-luma dan al-hikam. Yang
harus digali lebih jauh dalam lingkup ekonomi untuk mendapatkan beberapa ajaran moral
para sufiberupa wara’’ zuhud qona’ah dan syukur.

1. Tauhid Sebagai Inspirasi Dasar Ekonomi
Tauhid adalah mengEsakan allah, karena sifat dan zat yang esa hanya dimiliki oleh
Allah. Konsep tauhid merupakan hubungan antara manusia dan Penciptanya (Allah), dan
hubungan antara manusia sesama makhluk berasaskan kepada hubungannya dengan Allah.

2. Syariah Sebagai Instrumen Ekonomi
Syariah didefinisikan sebagai „jalan lurus‟ atau lebih mengkhusus sebagai „hukumhukum
yang ditentukan oleh Allah kepada hambaNya dan disampaikan melalui lidah
RasulNya Muhammad s.a.w. Konsep syariah yang seperti ini mecakupkan hukum i‟tiqad, perbuatan dan akhlak yang juga dikenali sebagai aqidah, fiqh dan tasawuf. Tetapi dengan perkembangan dalam pembagian ilmu yang berlaku kemudiannya dalam bentuk berbagai displin ilmu, maka istilah syariah lebih terfokus kepada hukum amaliiaitu fiqh. Penggunaan istilah syariah merujuk kepada maksud tersebut, yaitu fiqh.

3. Harta
Para sufi punya beberapa pandangan tentang posisi harta, kekayaan, dan segala kenikmatan dunia ini sebagai berikut:

  • Mengambil harta sesuai kebutuhan untuk taat kepada Allah, apa bila lebih akan terjatuh pada ketamakan yang akan menghalangi mereka menuju Allah, karena sumber dari ketamakan adalah nafsu.

  • Harta di pandang sebagai penopang taat kepada Allah
    Abu Nasrh As Sarraj mengemukakan pendapat Sahl Bin Abdullah: Saat ditanya tentang halal yang murni, sesuatu yang halal adalah sesuatu yang tidak untuk bermaksiat kepada Allah, sedangkan halal yang murni adalah sesuatu di dalamnya, Allah tidak dilupakan. Dalam membahas bab syukur Al Qusairy mengutip perkataan imam Junayd : syukur adalah jika orang tidak menggunakan nikmat allah untuk bermaksiat kepadaNYA

  • Harta yang terkumpul tidak bernilai, tetapi setelah di belanjakan (infak) ia akan bernilai dengan apa yang dia infakkan, dan harta yang bernialai yang di infakkan di jalan taat pada allah.

  • Jika seorang berharta dan dermawan dan dengan harta tersebut dia tetap takwa dan tidak tertipu daya oleh harta tersebut maka itu lebih baik untuknya karna allah telah menganugrakan nikmat kepadanya.

  • Fakir lebih ahli sufi sukai tetapi yang menjaga kehormatan diri tidak meminta minta.

Ibrahim Al Qashshar: kefakiran adalah pakaian yang mewariskan ridha, apa bila
fakir memakainya. Selanjutnya berkata ruwaym : miskin berarti menyerahkan jiwa
kepada ketentuan-ketentuan allah. Tanda tandanya ialah dia melindungi bathinnya dia
melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan dia menyembunyikan kemiskinannya
(pen. Tidak meminta-minta). Dzun Nuun al-Misry menegaskan: suatu tanda
kemurkaan allah kepada seorang hamba adalah bahwa si hamba merasa takut kepada
kemiskinan.

4. Kepemilikan
Hak milik menurut kaum tasawuf itu mutlak milik allah, kaum tasawuf hanya
memandang dirinya fakir dihadapan allah tanpa hak memiliki.
Syair kalangan tasawuf menyebutkan:


Dan tidaklah harta dan keluarga melainkan merupakan pinjaman-pinjaman belaka.

5. Kerja


”Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang berterima kasih” [QS. Sabaa‟ : 13].

Al-Qusayri menuliskan perkataan Abu Hafs : cara yang paling baik bagi seorang
hamba untuk menemui tuhannya dengan terus menerus fakir kepadaNYA dalam setiap
keadaan, mematuhi sunnah dalam semua amal perbuatan dan mencari rezki dengan jalan
yang halal.

6. Tujuan ekonomi adalah Allah
Harta bukanlah tujuan, namun tidak lebih hanya sebagai salah satu sarana dan bekal untuk beribadah kepada Allah ta‟ala. Allah ta‟ala telah berfirman dalam salah satu ayatnya:

”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” [QS. At-Taubah : 41].

7. Mengelola ekonomi dengan zuhud
Dalam tasawuf dikenal dengan Zuhud , sebagi salah satu stasion( maqam) untuk menuju jenjang tasawuf namun, disisi lain ia merupakan moral Islam. Dalam posisi ini ia tidak berati suatu tindakan pelarian dari kehidupan dunia yang nyata, akan tetapi ia adalah suatu usaha mempersenjatai diri dengan nilai-nilai rohaniah, ketika menghadapi problem kehidupan yang serba materialistic, dan berusaha merialisasikan keseimbangan jiwa sehingga timbul kemampuan menghadapinya dengan sikap yang bijaksana. Kehidupan ini adalah sekedar sarana, bukan tujuan. Seorang zahid mengambil dunia atau materi secukupnya, tidak terjadi cinta kepadanya, bukan berati suatu usaha pemiskinan, akan tetapi dunia dan materi yang dimiliki dengan sikap tertentu yakni menyiasatinya agar dunia dan materi itu berniali akhirat. Zuhud sebagai sifat sederhana dalam kehidupan berdasarkan motif agama, akan bisa menangulagi sifat at-tama dan sifat al-hirs.

Zuhud dapat dijadikan benteng untuk membangun diri, terutama dalam menghadapi gemerlapnya materi. Dengan zuhud akan tampil sifat positif lainya, seperti sifat Qana‟ah (menerima apa yang telahada/demikian), tawakkal (pasrah diri kelapa Allah), wara’ atau wira‟i, yaitu menjaga diri dari hal yang meragukan (syubhat), sabar, yakni tabah menerima keadaan dirinya. Baik keadaan itu menyenangkan maupun menyusahkan dan sebaginnya, Syukur , yakni menerima nikmat dengan hati yang lapang, dan mempergunakan sesuai dengan fungsi dan propesinya.

Ekonomi sebagai bagian dari tugas-tugas kewajiban social (fard al- kifayah) yang sudah ditetapkan oleh Allah, jika hal ini tidak dipenuhi, kehidupan dunia akan runtuh dan kemanusiaan akan binasa. Ia menegaskan bahwa aktifitas ekonomi harus dilakukan secara efesien karna merupakan bagian dari pemenuhan tugas keagamaan seseorang. Ada tiga alasan mengapa seorang harus melakukan aktifitas ekonomi yaitu pertama untuk mencukupi kehidupan hidup yang bersangkutan, kedua untuk mensejahterakan keluarga dan ketiga untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Menurutnya tidak terpenuhinya ketiga alasan ini dapat dipersalahkan oleh agama. mengkritik mereka yang usahanya terbatas hanya untuk memenuhi tingkatan sekedar penyambung hidupnya. Ia menyatakan: Jika orang-orang tetap tinggal pada tingkatan subsisten dan menjadi sangat lemah, angka kematian akan meningkat, semua pekerjaan dan kerajinan akan berhenti, dan masyarakat akan binasa. Selanjudnya , agama akan hancur, karna kehidupan dunia adalah persiapan bagi kehidupan akhirat.

Ekonomi Islam adalah Suatu konsep yang di sebut sebagai”Fungsi kesejahteraan social Islam, kesejahteraan dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar, yakni agama, harta, dan intelektual, atau akal. Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, tujuan utama kehidupan manusia adalah untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat. Kunci pemeliharaan dari keliama tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan terhadap makanan, pakaian, dan perumahan. Namun demikian perlu disadari bahwa kebutuhan dasar cendrung fleksibel, mengikuti waktu dan tempat, bahkan dapat mencangkup kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis.

8. Implementasi konsep zuhud wara’ qona’ah untuk perbaikan ekonomi

  • Wara’**
    Orang yang wara’ akan mencari harta sesuai dengan mekanisme yang dihalalkan oleh syariah, seperti berdagang, mudharabah atau bagi hasil dan lain lain. Semua mekanisme yang diperbolehkan syariah akan mendorong laju ekonomi. seperti bagi hasil akan menciptakan distribusi kekayaan dan pendapatan lalu menumbuhkan sektor riil kemudian meningkatkan produktivitas dan kesempatan kerja sehingga laju ekonomi bisa terdorong.

  • Zuhud dan qona’ah
    Orang yang zuhud . Tidak terpedaya oleh tipu daya dunia sehingga dia tidak terpana untuk menumpuk kekayaan dan kemewahan (terkonsentrasinya dana pada segelintir orang), mereka lebih suka menginfakkan harta pada jalan taat padalah termasuk pada fakir miskin bidang pendidikan pesantren. Hal ini membuat distribusi kekayaan bisa tercapai dengan baik yang membuat kesenjangan sosoial berupa kemiskinan bisa diatasi.
    Hatinya merasa cukup namun mereka tetap harus berusaha mencari rezki, apabila berlebih rezkinya akan mereka infakkan pada fakir miskin. Ini membuat meningkatnya tingkat konsumsi dan menstimulus sektor produksi karna peningkatan barang kebutuhan.

konsep tasawuf lebih mementingkan mengalirkan uang kepada jalan allah dan ini sesuai dengan konsep ekonomi islam flow concep , harta akan bernilai senilai dengan bagaimana di infakkan. Mereka menjunjung konsep uang sebagai public good karna mereka memberikan kesempatan kepada kaum fakir miskin untuk menggunakan public good (uang) tersebut. Motif memegang uang kaum sufi hanya motif transaksi untuk taat, mereka tidak punya motif spekulasi karna mereka wara’ . Dan tidak punya motif berjaga-jaga karena mereka tawakal.

9. Perilaku Konsumen Tasawuf
Teori perilaku konsumen ekonomi islam lebih menekankan kepada kebutuhan yang erat kaitannya dengan kemaslahatan hidup. Maslahah tidak hanya berkaitan dengan manfaat fisik barang itu saja tetapi tetapi juga berkah yang terkandung dalam barang tersebut.

Namun teori prilaku konsumen ekonomi islam ini masih memberikan ruang “keinginan dan kepuasan” dalam kegiatan konsumsi. Jika suatu kebutuhan diinginkan seseorang maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan melahirkan maslahah dan kepuasan. Jika yang pemenuhan kebutuhan bukan merupakan suatu yang dininginkan maka hanya akan memberikan manfaat saja. Dan sebaliknya jika yang dinginkan bukan merupak suatu kebutuhan, maka pemenuhan keinginan hanya akan memberikan kepuasan saja.42

Berbeda dengan prilaku konsumsi dalam konsep tasawuf : Orang yang wara’ akan mengkonsumsi barang kebutuhan yang halal saja. Orang yang zuhud akan mengkonsumsi barang yang halal dan jauh dari syubhat, dan pada tingkat tertinggi zuhud arifin akan mengkonsumsi barang kebutuhan yang tidak melalaikan mereka dari mengingat allah.

Sedangkan orang qona’ah akan mengkonsumsi barang kebutuhan yang halal jauh dari syubhat dan mereka tidak berlebihah. Mereka akan mendapatkan manfaat dari barang tersebut serta berkah. Dan kepuasan bagi mereka bukan didapat dari barang yang dikonsumsi tapi dari hati yang “merasa cukup” yang selalu terpaut kepada allah.

Wasiat imam al-junaid kepada kalangan tasawuf:
Dahulukan dirimu dari pada keinginan mu, dan jangan dahulukan keinginanmu kemudian baru dirimu .

Jadi tujuannya untuk memenuhi kebutuhan daruriyah dan kebutuhan taat di jalan allah. Barang yang mereka konsumsi tidak akan memberinya rasa puas, tapi merekalah yang menciptakan rasa cukup pada apa yang mereka konsumsi.

Dalam hal pendapatan. Apa bila pendapatan naik tingkat konsumsi naik. Ini menjadi asumsi dasar dalam melihat prilaku konsumen. Tetapi konsep tasawuf perilaku konsumsi konsumen tidak akan dipengaruhi pendapatan karna meraka hanya mengkonsumsi pada batas kebutuhan nya saja yang tentu punya batas ( qona’ah dan zuhud ). Sehingga mereka jauh dari sifat konsumtif yang mengakibat kemerosotan ekonomi negara.

10. Perilaku produsen ekonomi tasawuf

Prilaku produksi dalam ekonomi tasawuf tidak bisa disamakan dengan konsep ekonomi lainnya dimana produksi merupakan respon dari kegiatan konsumsi. Dalam prilaku produksi orang yang berada pada maqam wara’ akan memproduksi barang yang halal dan tidak syubhat serta bisa memberikan maslahat. Sedangkan orang yang pada maqam zuhud akan memproduksi barang yang halal dan tidak syubhat serta bisa memberikan maslahat yang tidak membuat orang lupa akan tuhannya.

Prilaku produsen dalam konsep ekonomi tasawuf tidak akan menjadikan memaksimumkan keuntungan sebagai motivasi dalam kegiatan produksi, karena mereka telah menempuh maqam wara’ , zuhud dan qona’ah . Motivasi utama mereka hanyalah allah, mereka memproduksi barang yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup dan ibadah kepada allah. Kegiatan produksi bagi mereka hanyalah ekspresi ketaatan kepada perintah Allah.

Sumber

Mursal.2016.KONSEP EKONOMI TASAWUF (TELAAH KITAB AL LUMA’, AL HIKAM, DAN
RISALATUL QUSAIRIYAH).Al-Qishthu Volume 14, Nomor 2 2016