Apa yang dimaksud dengan Ekonomi Politik Konstitusional?

Apa yang dimaksud dengan Ekonomi Politik Konstitusional ?

Menurut Buchanan ekonomi konstitusional mendasarkan diri pada: Paradigma kerjasama dan pertukaran (cooperation and exchange). Kendala yang dihadapi dapat bersumber dari ketentuan yang dibuat sendiri oleh masyarakat atau rakyat bersangkutan sesuai dengan ideal atau sistem nilai, yang dapat terkait dengan sejarah bangsa itu. Hal ini terjadi selama proses pembentukan konstitusi. Tentu saja kendala biasa menjadi bagian tidak terhindarkan, misalnya ketidaktersediaan sumber daya alam.

Sebagai contoh dari pasal 33 UUD 1945 asli, ayat (3):

Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Ini tentu berbeda dengan situasi di negara Amerika Serikat misalnya di mana perorangan dapat memiliki kekayaan dalam perut bumi. Demikinalh lagi tentang demokrasi ekonomi dalam pasal penjelasan yang mengatakan: produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan dan penilikan anggota-anggota masyarakat. Berarti berdasar konstitusi full employment adalah tugas konstitusional, tidak hanya sebagai sasaran ekonomi yang lebih ditentukan oleh mekanisme pasar.

Pembatasan dalam pelaksanaan kebebasan yang diturunkan dari konstitusi dapat dikembalikan pada prinsip pertukaran dalam ekonomi tradisional.

Demikianlah bahwa konsep ekonomi konstitusional melihat vitalnya peran komunitas, atau masyarakat kolektif dalam penentuan sasaran ekonomi. Sebenarnya telah ada satu cabang ilmu ekonomi yaitu ekonomi publik atau ilmu keuangan negara yang membahas aspek ekonomi dari kegiatan pemerintah atau masyarakat, tetapi ekonomi konstitusional membahasnya dalam konteks lebih luas lagi.

Selanjutnya orang membedakan konsep ekonomi konstitusional dari pemikiran politik konstitusional (constitutional politics), berdasarkan topik berikut:

  • Politik konstitusional mengedepankan konflik antara kekuatan masyarakat yang tidak mempunyai pandangan sama. Konflik dapat tampil dalam bentuk fisik yang tentunya tidak diinginkan semua pihak.

  • Berdasarkan paradigma konfliktual politik, maka konsep ini bermuara pada sistem distribusi yang satu sama lain saling bersifat eksklusif, artinya pencapaian tujuan kelompok tertentu akan menghambat pencapaian tujuan kelompok lain yang tidak memiliki pandangan sama, sebab masyarakat menghadapi kendala pendanaan. Walaupun demikian, politik konstitusional tidak selalu bersifat zero sum game , tetapi dapat bersifat positive atau malah negative sum game .

    Sebagai contoh, bila landasan utama kegiatan ekonomi ialah mengedepankan kepentingan para pemilik modal, penggunaan sistem produksi yang padat modal serta tingkat otomatisasi tinggi, daya serap tenaga kerja pasti rendah. Di sini ada konflik kepentingan pemilik modal dan tenaga kerja. Tetapi bila langkah tersebut dapat dilakukan sedemikian sehingga pada gilirannya mampu menyediakan daya serap tenaga kerja lebih tinggi, maka kegiatan padat modal itu dapat dibenarkan.

Untuk lebih memperjelas arti pembedaan antara ilmu ekonomi tradional dengan ilmu ekonomi politik konstitusional, kiranya contoh berikut dapat membantu, membandingkan seseorang dengan tingkat penghasilan tertentu dalam melakukan pilihan dan kendala.

Dalam konteks ilmu ekonomi tradisional, orang rasional akan mencari kombinasi barang yang dibutuhkan sehingga diperoleh tingkat kepuasan optimal. Jelaslah bahwa konsep ekonomi tradisional bersifat alien pada konstitusi, dan berhubung dengan peran vital dan posisi lebih tinggi dari konstitusi dibandingkan dengan lembaga pemerintahan, maka sistem ekonomi yang dibangun oleh pemerintah dan mengabaikan konstitusi adalah bersifat inkonstitusional .

Dalam kaitannya dengan konstitusi, Jon Elster [2000] mengemukakan hal yang tidak sesuai dengan ilmu ekonomi mikro, di mana selalu dikatakan bahwa mempunyai barang lebih banyak selalu lebih baik. Dalam perspektif lain disebutkan bahwa setiap orang akan lebih merasa lebih baik bila mempunyai pilihan lebih banyak. Tetapi contoh orang yang berpenyakit diabetes melakukan pembatasan konsumsi gula justru bertujuan untuk hidup sebih sehat. Demikianlah satu masyarakat yang mempunyai penyakit sosial di mana ada ketimpangan yang mendalam, maka kebebasan berusaha tanpa kendala akan berpotensi merusak masyarakat itu, yang dapat bermuara pada kerusuhan sosial, social upheaval .

Elster menyatakan bahwa kadang-kadang keterbatasan justru mendatangkan kebaikan. Dalam ilmu pengetahuan dikatakan bahwa: necessity is the mother of invention , dan satu dalil yang dimunculkan oleh para ekonom ialah apa yang disebut sebagai the cures of the natural resources . Ini dapat dikatikan dengan fakta dari beberapa daerah di dunia bahwa masyarakatn di daerah kaya-raya dengan sumber daya alam justru lebih tertinggal dari mereka yang serba miskin SDA. Ini kiranya dapat dikaitkan dengan pernyataan Jon Elster tadi, bahwa keterbatasan justru memicu kemajuan.

Dalam konteks pembicaraan konstitusionalisme, Elster mengemukakan seperti betikut:

Kendala (constraints) dapat dibuat sendiri, dapat dianggap sebagai komitmen kolektif untuk tidak melakukan sesuatu sebab dampaknya bersifat negatif, tetapi dapat juga bersifat negatif dalam pengembangan kreativitas warga masyarakat. Ini adalah pandangan umum dan luas, yang dapat mempunyai banyak variasi. Demikianlah dalam kasus kedua, kendala kolektif berupa konstitusi ialah melakukan sederet pembatasan individual tetapi juga dari pemegang dan pelaksana kekuasaan, sehingga tidak melakukan kerugian bagi orang lain atau kelompok masyarakat. Tetapi kendala konstitusional dapat berlaku hanya untuk kelompok tertentu, dan ini menjadi kendala diskriminatif.

Issu pembatasan ini diangkat oleh Jon Elster [1977] dalam karyanya diangkat dari mitos pelaut, Ulysses yang akan melewati pulau berbahaya di Laut Tengah. Pulau itu dihuni oleh wanita dengan kemampuan menarik mereka yang mendengar lagunya dan menabrak pulau hingga mereka meninggal. Kunci untuk selamat ialah tidak mendengar lagu tersebut, dan untuk itu para pelautnya diminta menutupi kuping sehingga tak dapat lagi kemungkinan mendengar lagu berbahaya tersebut. Berarti mereka justru melakukan pembatasan kebebasan menggunakan telinga mendengar yang pada saat tidak melewati pulau berbahaya itu sungguh amat berguna. Berarti ada pelumpuhan satu kebebasan saat lewat pulau itu. Demikianlah ada yang menganalogikan pembentukan konstitusi sebagai sarana untuk menghindar dari bahaya yang timbul akibat satu situasi tertentu, misalnya mencegah seorang diktator bengis yang tentu amat berbahaya. Tetapi bukankah langkah itu juga mencegah seorang pemimpin untuk tampil, yang kemungkinan bagaikan nabi?

Menurut Lewis A. Kornhauser [2002]ekonomi politik konstitusional ( constitutional political economics ) membicarakan 4 masalah:

  1. Masalah kausalitas: Apa yang menjelaskan keberadaan institusi yang ada dalam tiap negara yang berbeda ( the causal question: What explains *the constitutional

  2. Masalah konsekwensi: Apa konsekwensi lembaga konstitusional terhadap berbagai perkembangan ekonomi, politik, social dan sebagainya ( the consequential question: What consequences do constitutional institutional have? )

  3. Masalah ideal. Lembaga konstitusional mana yang perlu untuk mencapai keadilan ( the ideal question: What constitutional institutions does justice require? )

  4. Masalah perencanaan: Lembaga konstitusional mana yang terbaik untuk satu politik dengan berbagai kendala yang dihadapi masyarakat sekarang ini ( the design question: What constitutional institutions are best for a polity given the constraints imposed by its current situation? )

Yang pertama sebenarnya menjelaskan lembaga konstitusional mana yang muncul dalam negeri tertentu ( which constitutional institutions emerge in which countries ), sedang yang kedua menguraikan masalah dampak dari institusi konstitusional berbeda pada perkembangan ekonomi, politik dan social dari satu jurisdiksi ( the problem of how we explain the effects of different constitutional institutions on the economic, political, and social development of a jurisdiction). Ada perdebatan sengit tentang kelompok pertanyaan pertama ini tetapi pada tingkat metodologi terdapat persesuaian yang menyatakan: model ekonomi konvensional tentang perilaku ( behavior ) seyogyanya memberi jawaban atas dua pertanyaan tersebut, di mana pengertian perilaku didasarkan pada manusia homo economicus . Homo economicus adalah puncak dari konsep individu yang hanya mementingkan diri-sendiri.

Dua pertanyaan terakhir mengerucut pada satu tuntutan jawaban normatif: Struktur konstitusional mana yang seharusnya digunakan. Pertanyaan ketiga, yaitu tentang masalah ideal terkait dengan tradisi filsafat politik, konstitusi mana yang terbaik atau konstitusi mana yang dituntut oleh keadilan. Pertanyaan keempat menyangkut interpretasi pragmatis, struktur konstitusional mana yang seyogianya kita miliki. Pertanyaan itu lebih dianggap tepat diarahkan menjawab pengaturan konstitusi mana yang terbaik bagi kita, yang dapat diartikan sebagai pertanyaan perencanaan ( design ) konstitusi. Ada dua aliran dalam konteks ideal: tradisi kesejahteraan ( welfarist ) dan kontraktualis ( constractualist ). Masalah ini makin mendesak setelah kejatuhan dari komunis di bagian Eropah Timur.

Dalam hal ekonomi Indonesia maka orang tentu dapat mempertanyakan keberadaan dari banyak BUMN, yang mungkin jauh berbeda dari praktek yang ada di Amerika Serikat. Apa konsekwensi dari banyaknya BUMN? Orang selanjutnya akan bertanya, bila melihat institusi ekonomi yang ada, bagaimana idealnya institusi ekonomi sehingga ide keadilan dapat tercapai? Dan akhirnya dalam perencanaan institusi, lembaga konstitusi mana yang perlu dibuat sehingga dapat memecahkan masalah atau kendala terkait situasi yang ada? Situasi umum dalam masyarakat Indonesia yang masih didominasi pertanian, ialah banyaknya keluarga dengan luas lahan yang masih di bawah ½ ha atau malah tidak memiliki lahan sama sekali. Maka orang dapat mengangkat issu misalnya terkait dengan pembagian lahan ataukah pembangunan SDM, yang menyangkut pendidikan, pelatihan, kesehatan dan kemampuan fisik. Dengan mengamati dan melihat instrumen kebijakan pemerintah, di mana biaya pendidikan dan kesehatan telah amat mahal, maka orang dapat menyimpulkan hasil pembangunan SDM yang ada akan mengarah pada pemburukan perkembangan SDM dibanding dengan apa yang dibutuhkan oleh pembangunan ekonomi yang makin padat ilmu dan teknologi.

Ada pengertian umum tentang interrelasi antara empat pertanyaan tersebut, di mana rencana penelitian ( research program ) menyatakan adanya dua kaitan penting antara empat pertanyaan sebelumnya yaitu:

  • Adanya teori tunggal tentang bagaimana aturan dan institusi konstitusi mempengaruhi perilaku perorangan, homoeconomicus yang menjadi puncak dari sifat self-interested dan tindakan rasional, yang menjadi instrument penjelas pada penyebab dan konsekwensi lembaga konstitusional, sekaligus menjadi ideal dan informasi perencanaan konstitusi. Memang ada penekanan berbeda atas teori tunggal tadi, homoeconomicus , dalam aliran kesejahteraan dan kontraktualis, tetapi konsep dasar itu sama-sama berperan vital.

  • Adanya sikap lain peneliti, yang memperlakukan aspek perencanaan konstitusi sebagai identik atau merupakan turunan dari pertanyaan ideal tadi. Terhadap dua situasi arus pemikiran tersebut, Kornhauser menentang satu aspek dari hubungan pertama dari homoeconomicus . Pada intinya teori perencanaan konstitusi mempunyai dua komponen: criteria ideal atau objektif yang menjadi tujuan perencana, dan komponen perilaku, yang memproyeksikan bagaimana kumpulan lembaga konstitusi berfungsi. Teori penjelasan (explanatory theory ) kelihatannya seyogyanya menjadi satu komponen perilaku dalam teori perencanaan konstitusi.

Pembangunan ekonomi satu negara berdasarkan ekonomi tradisional (yang tidak tunduk pada konstitusi), akan mengacu pada hukum-hukum ekonomi yang tidak kenal institusi, atau mengacu pada satu masyarakat dengan berbagai karakteristik tertentu yang tidak cocok dengan negeri lain seperti Indonesia. Konsekwensi ekonomi dari konstitusi AS yang secara implisit menyerahkan masalah ekonomi pada pasar, akan sangat berbeda dari konsekwensi ekonomi UUD 1945, yang sebenarnya telah memberi arahan pada bentuk usaha koperasi. Tetapi pada prakteknya, ekonomi Indonesia telah amat didominasi ekonomi pasar ala Amerika Serikat (lihat masalah fleksibilitas perburuhan ).

Bila konstitusi dianggap lebih tinggi dari pemerintahan, maka dalam pergaulan dunia internasional, setiap negara harus menghormati konstitusi setiap negara lain yang menjadi partner perdagangan misalnya. Masalah ini umumnya dinyatakan sebagai penghormatan kedaulatan (sovereignty) setiap negara. Ini adalah masalah besar dalam hubungan dagang atau ekonomi antar negara sekarang. Masuknya investor asing dapat menuntu persyaratan yang dapat bertentangan dengan konstitusi satu negara. Terjadi proses uniformisasi dalam ekonomi global, di mana hukum ekonomi pasar mengatasi konstitusi negara peserta.

Dalam konteks ini muncul kajian yang melihat hubungan antara Konstitusionalisme dengan hukum publik internasional. Masalah yang dihadapi ialah tentang bagaimana dua arus pemikiran itu dapat diserasikan, atau apakah yang satu harus dikalahkan terhadap yang lain. Masalah ekonomi dapat bekerja lintas batas, dan dalam berbagai kesempatan dapat terjadi benturan kedaulatan satu negara dengan kepentingan perusahaan terutama dari kelompok multinasional. Pengaturan moneter satu negara dalam globalisasi ternyata mendapat kendala dari tuntutan kebebasan aliran modal.

Dari sisi lain misalnya ada konsep demokrasi ekonomi seperti tercantum dalam bab penjelasan pasal 33 UUD 1945 (asli) menyatakan produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua … Produksi dikerjakan oleh semua tidak lain dari konsep full employment menurut makroekonomi, sedangkan untuk semua mempunyai pengertian distribusi penghasilan yang dianggap adil, tidak terjadi ketimpangan dalam ekonomi (sampai batas tertentu yang tidak menghancurkan insentif pelaku ekonomi). Tolok ukur distribusi penghasilan adalah koefisien Gini yang rendah. Kendala ekonomi Indonesia menurut UUD 1945 berbeda dari kendala yang ditentukan bila mangacu pada ilmu ekonomi tradisional, ataupun bila didasarkan pada konstitusi AS yang tidak memberi batasan seperti itu, sehingga dianggap semua diserahkan pada kekuatan pasar. Ini adalah konsep ekonomi tradisional.

Dengan demikian, perkembangan ekonomi yang mengabaikan pengangguran tinggi adalah inkonstitusional menurut UUD 1945. Berarti UU tenagakerja yang menerima fleksibilitas ketenagakerjaan, yang tidak lain adalah prinsip hire and fire system , di mana negeri ini belum memiliki sistem jaminan pengangguran, tidaklah tepat dengan pasal 27 ayat (2) UUD 1945 (asli) bersama dengan konsep demokrasi ekonomi pasal 33. UU ini juga adalah inkonstitusional , baik dengan mengacu pada pasal 27 (2) ataupun konsep demokrasi ekonomi pasal penjelasan pasal 33 UUD 1945 (asli).