Jeanne Ellis Ormrod menyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Menurut Albert Bandura dalam Robert A. Baron & Donn Byrne, self efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan.
Sedangkan menurut Robert A. Baron & Donn Byrne self efficacy adalah keyakinan seseorang akan kemampuan atau kompetensinya atas kinerja tugas yang diberikan, mencapai tujuan atau mengatasi sebuah hambatan.
Judge dalam Nur Ghufron & Rini Risnawita, menganggap bahwa efikasi diri adalah indikator positif dari core self evaluation untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri. Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang dimiliki ikut mempengaruhi indifidu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk didalamnya perkiraan terhadap tantangan yang akan dihadapi.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Alwisol, dalam bukunya yang berjudul psikologi kepribadian disebutkan bahwa efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.5 Dengan bahasa yang berbeda Juntika Nurihsan dan Syamsu yusuf mengemukakan bahwa self efficacy merupakan keyakinan diri (sikap percaya diri) terhadap kemampuan sendiri untuk menampilkan tingkah laku yang akan mengarahkannya kepada hasil yang diharapkan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dia mampu melakukan sesuatu untuk mencapai sebuah tujuan dan mengatasi hambatan.
Sumber - sumber self efficacy
Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan, atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi sosial (social persuation) dan pembangkitan emosi (emotional physiological states).
1. Pengalaman performansi
Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) performansi yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :
- Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.
- Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain.
- Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang sudah merasa berusaha sebaik mungkin.
- Kegagalan dalam suasana emosional atau stress, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal.
- Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburuk kalau kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat.
- Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
2. Pengalaman vikarius
Diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kira-kira kemampuannya sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati beda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
3. Persuasi sosial
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
4. Keadaan emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi dibidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi yang tidak berlebihan dapat meningkatkan efikasi diri.
Selain itu menurut Bandura ada 4 sumber ekspektasi efikasi-diri : mastery experience, physiological and emotional arousal, vocarious experiences, dan sosial persuation. Mastery experience adalah pengalaman langsung kita-sumber informasi efikasi yang paling kuat. Kesuksesan menaikkan keyakinan efikasi, sementara kegagalan menurunkan efikasi. Tingkat arousal mempengaruhi efikasi-diri, tergantung bagaimana arousal itu diinterpretasikan.
Pada saat anda menghadapi tugas tertentu, apakah anda merasa cemas dan khawatir (menurunka efikasi) atau bergairah “psyched” (menaikkan efikasi). Dalam vocarious experience (pengalaman orang lain), seseorang memberikan contoh penyelesaian. Semakin dekat siswa mengidentifikasi dengan model, akan besar pula dampaknya pada efikasi-diri. Bila sang model bekerja dengan baik, efikasi siswa meningkat, tetapi bila sang model bekerja dengan buruk, ekspektasi efikasi siswa menurun.
Persuasi sosial dapat berupa "pep talk " atau umpan balik spesifik atas kinerja. Persuasi sosial sendiri dapat membuat siswa mengerahkan usaha, mengupayakan strategi-strategi baru, atau berusaha cukupkeras untuk mencapai kesuksesan.
Klasifikasi self efficacy
Self efficacy dibagi menjadi 2 yaitu self efficacy tinggi dan rendah. menurut Robert Kreitner & Angelo kinicki ada beberapa perbedaan pola perilaku antara seseorang yang mempunyai self efficacy tinggi dan rendah, yaitu :
Self efficacy tinggi :
- Aktif memilih peluang terbaik
- Mampu mengelola situasi, menghindari atau menetralisir hambatan
- Menetapkan tujuan, menetapkan standart
- Membuat Rencana, persiapan dan praktek
- Bekerja keras
- Kreatif dalam memecahkan masalah
- Belajar dari kegagalan
- Memvisualisasikan keberhasilan
- Membatasi stres ¾
Self efficacy rendah :
- Pasif
- Menghindari tugas yang sulit
- Aspirasi lemah dan komitmen rendah
- Fokus pada kekurangan pribadi
- Tidak melakukan upaya apapun
- berkecil hati karena kegagalan
- Menganggap kegagalan adalah karena kurangnya kemampuan atau nasib buruk
- Mudah khawatir, stress dan menjadi depresi
- Memikirkan alasan untuk gagal
Dimensi-dimensi self efficacy
Konsep self efficacy memasukkan 3 dimensi yaitu besarnya, kekuatan dan generalitas. Besarnya merujuk pada tingkat kesulitan yang diyakini dapat ditangani oleh individu. Sebagai contoh jim mungkin yakin dia dapat menempatkan panah ditarget sebanyak 6 kali dari 10 kali percobaan. Sara mungkin merasa bahwa dia dapat mengenai target 8 kali. Oleh karena itu, sara mempunyai self efficacy yang lebih besar mengenai tugas ini dari pada jim.
Kekuatan merujuk pada apakah keyakinan berkenaan dengan self efficacy kuat atau lemah. Jika pada contoh sebelumnya jim merasa cukup yakin dia dapat mengenani target 6 kali, sementara sara sangat positif dia dapat mengenai target 8 kali, sara menunjukkan self efficacy yang lebih kuat dari pada jim. Yang terakhir generalitas menunjukkan seberapa luas dimana keyakinan terhadap kemampuan tersebut berlaku. Jika jim berpikir dia dapat mengenai target sama dengan sebuah pistol dan senapan, dan sara tidak berpikiran bahwa dia mampu, jim menunjukkan generalitas yang lebih luas daripada sara.
Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan self Efficacy
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan self efficacy, diantaranya keberhasilan dan kegagalan pembelajar sebelumnya, pesan yang disampaikan orang lain, dan keberhasilan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar.
-
Keberhasilan dan kegagalan pembelajar sebelumnya
Pembelajar lebih mungkin yakin bahwa mereka lebih berhasil pada suatu tugas ketika mereka telah berhasil pada tugas tersebut atau tugas lain yang mirip di masa lalu.
-
Pesan dari orang lain
Terkadang kesuksesan siswa tidak jelas. Dalam situasi-situasi semacama itu, kita dapat meningkatkan self efficacy siswa dengan cara menunjukka secara eksplisit hal-hal yang telah mereka lakukan dengna baik sebelumnya atau hal-hal yang sekarang telah mereka lakukan dengna mahir. Kita juga mampu meningkatkan self efficacy siswa dengan memberi mereka lasan-alasan untuk percaya bahwa mereka dapat sukses dimasa depan.
Pernyataan-pernyataan seperti " kamu pasti bisa mengerjakan tugas ini jika anda berusaha" atau "Aku kira judy akan bermain denganmu apabila kamu memintanya. Meski demikian, pengaruh prediksi-prediksi optimistik akan cepat hilang, kecuali usahausaha siswa pada suatu tugas benar-benar mendatangkan kesuksesan.
-
Kesuksesan dan kegagalan orang lain
Kita sering membentuk opini mengenai kemampuan kita sendiri dengan mengamati kesuksesan dan kegagalan orang lain, secara khusus mereka yang serupa dengan kita.
-
Kesuksesan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar
Dalam bab-bab awal kita telah menemukan bahwa pembelajar dapat berpikir secara inteligen dan mendapatkan pemahaman yang lebih kompleks tentang sebuah topik ketika mereka berkolaborasi dengan teman sebaya dalam rangka menguasai dan menerapkan materi di kelas. Kolaborasi dengan teman sebaya memiliki manfaat potensial lain : pembelajar mungkin mempunyai self efficacy yang lebih besar ketika mereka bekerja dalam kelompok alih-alih sendiri.
Self efficacy kolektif tergantung tidak hanya pada persepsi siswa akan kapabilitasnya sendiri dan orang lain, melainkan juga pada persepsi mereka mengenai bagaimana mereka bekerja bersama-sama secara efektif dan mengkoordinasikan peran dan tanggung jawab mereka (Bandura, 1997, 2000).
Referensi
http://digilib.uinsby.ac.id/10358/5/bab%202.pdf