Apa yang dimaksud dengan Distribusi Pendapatan?

Distribusi Pendapatan

Distribusi Pendapatan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk melihat berapa pembagian dari pendapatan nasional yang diterima masyarakat.

apa yang dimaksud dengan Distribusi Pendapatan ?

1 Like

Pengertian Distribusi Pendapatan


Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 1999).

Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu; distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro, 2000).

Dari dua definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun dari kepemilikan faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya.

Distribusi Pendapatan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk melihat berapa pembagian dari pendapatan nasional yang diterima masyarakat. Dari perhitungan ini akan dapat dilihat porsi pendapatan nasional yang dikuasai oleh berapa persen dari penduduk. Gunanya untuk melihat seberapa besar penguasaan pendapatan nasional tersebut sehingga dapat diketahui apakah ada pendapatan nasional oleh segelintir orang atau terjadi pemerataan diantara penduduk di negara tersebut.

Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris (dalam Lincoln Arsyad, 1997) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan di Negara Sedang Berkembang :

  1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.

  2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

  3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

  4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal ( Capital Insentive ), sehingga persentase pendapatan modal dari kerja tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

  5. Rendahnya mobilitas sosial.

  6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

  7. Memburuknya nilai tukar ( term of trade ) bagi Negara Sedang Berkembang dalam perdagangan dengan Negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan Negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor Negara Sedang Berkembang.

  8. Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

Para ahli ekonomi membagi jenis distribusi pendapatan menjadi tiga jenis baik dengan tujuan analisis maupun kuantitatif:

1. Distribusi pendapatan perorangan.
Distribusi pendapatan perorangan memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan yang diterima oleh individu maupun perorangan termasuk rumah tangga. Dalam indikator ini menjelaskan tentang hubungan antara individu- individu dengan pendapatan total yang mereka terima. Tentang bagaimana cara pendapatan itu diperoleh tidak diperhatikan. Berapa banyak pendapatan masing-masing pribadi atau apakah pendapatan itu diperoleh dari hasil kerjasama atau dari sumber-sumber lain seperti bunga, laba, hadiah, warisan juga tidak diperhatikan. Lebih jauh lagi sumber yang bersifak lokasional (perkotaan dan pedasaan) dan okupasional (pertanian,industri pengolahan, perdagangan dan jasa) juga diabaikan.

2. Distribusi Fungsional
Distribusi fungsional atau distribusi pangsa pendapatan atas faktor produksi ( factor share distribution ). Indikator ini berusaha untuk menjelaskan pangsa pendapatab nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja dan modal). Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya memfokuskan perhatianya pada persentase penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha (faktor produksi) yang terpisah dan kemudian membandingkanya dengan persentase pendapatan total yang berwujud sewa, bunga dan laba masing-masing merupakan hasil perolehan atas faktor produksi tanah, modal dan kewirausahaan.

3. Distribusi Regional
Aspek keadilan dan pemerataan, selain dapat ditinjau berdasarkan distribusi perorangan dan fungsional dapat pula ditinjau berdsarkan distribusi reginal atau antar daerah. Misalnya, untuk kasus Indonesia distribusi pendapatan antar kabupaten, antarprovinsi, anatrjawa – luar Jawa untuk Indonesia, berdasarkan data yang ada tampak adanya perbedaan tingkat kesejahteraan antar wilayah / daerah di Indoensia. Beberapa faktor penting yang diduga sebagai penyebab pendapatan anatar wilayah/daerah ini adalah kepemilikan sumber daya alam, ketersediaan infrastruktu r dan kualitas sumber daya manusia yang bagus. (Arsyad, 2010)

Terdapat tiga aspek pokok dalam proses distriibusi pendapatan untuk tujuan pemerataan pendapatan dan untuk masalah ketimpangan:

1. Distribusi Harta (Aset)
Pada dasarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan mencerminkan kepincangan dalam distribusi harta (aset), baik harta fisik misalnya modal, mesin produksi dll. Maupun harta non fisik misalnya keterampilan manusia. Kedua jenis harta ini akan menghasilkan ( income earning asset ), sehingga semakin banyak banyak harta yang dimiliki seseorang maka akan semaikin tinggi pula pendapatanya. Dengan demikian pola distribusi pendapatan yang sangat timpang mengindikasikan adanya ketimpangan yang cukup parah pada hartanya. Maka dalam upaya pendapatan hanya dapat dikerjakan secara efektif melalui distribusi harta baik fisik maupun non fisik. Pengalaman di berbagai negara upaya pemerataan melalui siistem pajak progresif dan subsidi kepada golongan miskin atau bisa disebut ( soft policies) yang ternyata dalam jangka panjang tidak efektif, sehingga memerlukan kebijakan keras ( hard policies ) yang direpresentasikan oleh retribusi harta baik fisik maupun non fisik.

2. Strategi Pembangunan
Dewasa ini banyak kritik yang dilontarkan terhadap strategi pembangunan yang dianut oleh sebagian besar NSB. Strategi pembangunan diberbagai NSB lebih banyak mementingkan laju pertumbuhan ekonomi dan kurang mementingkan pemecahan efektif mengenai masalah pemerataan pendapatan dan kemiskinan. Di beberapa NSB termasuk Indonesia tidak ada indikasi kuat untuk menunjukan bahwa jumlah orang miskin telah berkurang, baik secara absolut maupun secara relatif. Tidak terlalu mengherakan karena strategi pembangunan yang ditempuh sebagian besar NSB secara sadar atau tidak cenderung bersifat diskriminatif terhadap masyarakat perpendapatan rendah.

3. Kebijakan Fiskal
Disamping strategi pembangunan yang terkadang bersifat regresif, maka kebijakan fiskal termasuk kebijakan perpajakan sering pula bersifat regresif, meskipun diatas kertas perpajakan bersifat progresif. Namun dalam kenyataanya menurut (Tan, 1976) di Fhilipina dimana golongan keluarga paling miskin membayara 37% dari seluruh pajak, sedangan golongan berpendapatan menengah hanya sekitar 18%. Ini disebabkan karena sistem perpajakanya tidak membedakan golongan pendapatan. Keadaan di Indonesia kurang lebih tidak terlalau berbeda dengan fhilipina karena adanya inefisiensi dalam pemungutan pajak sehingga mereka seringkali tidak membayar pajak sesuai dengan kemampuannya. (Thee Kian Wie,1981)

Pendekatan sederhana dalam melihat masalah distribusi pendapatan adalah dengan menggunakan kerangka kemiskinan produksi yang dikembangkan oleh Lewis pada tahun 1954 (Todaro, 2000)

Bagi negara dengan tingkat pendapatan per kapita rendah, semakin tidak merata distribusi pendapatannya, semakin besar pengaruh prefensi konsumsi golongan kaya terhadap pola produksi dan permintaan aggregat. Walaupun golongan kaya hanya merupakan kelompok kecil dalam masyarakat, namun dengan kekuatan daya belinya mereka mampu mempengaruhi pola produksi sehingga mengarah kebarang mewah. Jika distribusi pendapatan lebih merata pola permintaan akan lebih mendorong produksi kearah kebutuhan pokok yang selanjutnya dapat menaikan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Distribusi pendapatan sebagai suatu ukuran dibedakan menjadi dua ukuran, baik untuk tujuan analisis maupun untuk pengumpulan data kuantitatif (Todaro, 2000) yaitu:

  1. Distribusi pendapatan fungsional atau distribusi balas jasa.
    Konsep ini menjelaskan pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing faktor produksi, misalnya antara pendapatan yang diterima oleh pekerja, pemilik modal dan kekayaan. Dengan demikian akan dapat diketahui besarnya pendapatan yang diperoleh karena bekerja (upah atau gaji) dan pendapatan atas sewa rumah, bunga dan deviden.

  2. Distribusi pendapatan perorangan.
    Pendekatan ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu distribusi pendapatan mutlak dan distribusi pendapatan relatif. Konsep pertama berkaitan dengan proporsi jumlah penduduk yang pendapatannya dapat mencapai tingkat tertentu atau lebih kecil dari itu. Konsep kedua menunjukan perbandingan pendapatan yang diterima oleh berbagai kelompok pendapatan. Para ekonomi dan ahli statistik mengukur besarnya distribusi pendapatan ini dengan menyusun semua individu menurut pendapatannya yang semakin meninggi dan kemudian membagi semua individu tersebut kedalam kelompok-kelompok yang berbeda. Metode yang umum adalah membagi jumlah penduduk desil sesuai dengan tingkat pendapatan yang semakin meninggi dan kemudian menentukan proporsi dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing kelompok tersebut.

Indikator Pengukuran Distribusi Pendapatan

  1. Distribusi pendapatan antar sektor
    Kontribusi pendapatan antar sektor dapat dihitung melalui membagi nilai share yaitu melalui data yang diperoleh dari menghitung nilai pangsa pasar (share) dari masing-masing sektor, kedua menghitung nilai produktivitasnya tenaga kerja (labour productivity) dari masing-masing sektor dengan cara membagi PDRB per sektor dengan jumlah tenaga kerja sektor
    tersebut.

    Menurut Todaro (2000), Salah satu diantara sekian banyak konsep dasar ekonomi tersebut adalah prinsip produktivitas marjinal yang semakin menurun (diminishing marginal productivity). Menurut prinsip ini, jika terjadi peningkatan jumlah salah satu faktor variabel (faktor produksi yang jumlahnya ketersediaan dan pemakaiannya bisa berubah-ubah, misalnya faktor tenaga kerja), sedangkan kuantitas faktor lainnya tidak berubah (contohnya, faktor-faktor modal, tanah, dan bahan baku), maka setelah melewati suatu titik tertentu, tambahan marginal produk (output) yang bersumber dari penambahan faktor variabel tersebut akan menurun. Untuk mendapatkan tingkat produktivitas tenaga kerja tiap-tiap sektor digunakan rumus :

    Pi=Qi/Li
    Keterangan :
    Pi =Produktivitas tenaga kerja sektor i
    Qi = output I
    Li = Jumlah tenaga kerja sektor i

  2. Koefisien Gini
    Suatu ukuran yang singkat mengenai derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam suatu negara bisa diperoleh dengan menghitung luas daerah antara garis diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana terdapat kurva Lorenz tersebut. Koefisien Gini diambil dari nama ahli statistik Itali yang bernama C. Gini yang menemukan rumusan tersebut pada tahun 1912.

  3. Distribusi Pendapatan Perorangan
    Ukuran distribusi pendapatan perorangan merupakan ukuran yang paling umum digunakan oleh para ekonom. Ukuran sederhana ini menunjukan hubungan antara individu-individu dengan pendapatan total yang mereka terima. Bagaimana caranya pendapatan itu diperoleh tidak diperhatikan, distribusi pendapatan perorangan dapat dianalisis dengna menggunakan kurva lorenz, dimana kurva lorenz menunjukan kuantitatif antara presentase penduduk dan presentase pendapatan yang mereka terima selama 1 tahun.

Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Pendapatan

Menurut Irma Adelman dan Cyntia Taft Mornis dalam Lincolin Arsyad (2004), faktor penyebab ketidakmerataan distribusi pendapatan antara lain :

  1. Pembangunan sektor pertanian yang kurang merata. Dimana peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi sangat penting karena sebagian anggota masyarakat di negara-negara miskin menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut. Seperti halnya di Indonesia yang merupakan negara agraris banyak daerah yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Pembangunan sektor pertanian yang tidak merata mengakibatkan semakin sedikitnya masyarakat yang terserap dalam sektor tersebut.
  2. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.
  3. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.
  4. Ketidak merataan pembangunan antar daerah.
  5. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga presentase pendapatan modal dan harta tambahan besar dibandingkan dengan presentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.
  6. Rendahnya mobilitas sosial.
  7. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.
  8. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi NSB dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang-barang ekspor NSB.
  9. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.
  10. Pendapatan per kapita masyarakat.
Referensi

Faqih, Asrul. 2009. Pengaruh Pembangunan Sektor Pertanian Terhadap Kesempatan Kerja Dan Distribusi Pendapatan Di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Distribusi pendapatan merupakan salah satu indikator pemerataan. Pemerataan akan terwujud jika proporsi pendapatan yang dikuasai oleh sekelompok masyarakat tertentu sama besarnya dengan proporsi kelompok tersebut. Alat yang lazim digunakan adalah Gini Ratio dan cara perhitungan yang digunakan oleh Bank Dunia (Hasrimi, 2010).

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kondisi di mana tingkat pendapatan seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan berdasarkan proporsi distribusi pendapatan daerah (Sukino, 2013).

Pengukuran Ketimpangan Pendapatan
Untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau mengetahui apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak, digunakan kategorisasi kurva Lorenz,menggunakan koefisien Gini, dan kriteria Bank Dunia.

  1. Kurva Lorenz
    Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata. (Lincolin Arsyad,1997).
    image

  2. Indeks Gini atau Rasio Gini
    Gini Ratio digunakan untuk melihat adanya hubungan antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Ratio mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi (Todaro,2006). Rumus yang dipakai untuk menghitung nilai Gini Ratio adalah :
    image
    Keterangan :
    G = Gini Ratio
    Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i
    Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas-i
    Qi-1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i
    k = Banyaknya kelas pendapatan

    Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat pemerataan sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin tidak sempurna tingkat pemerataan pendapatan.

  3. Kriteria Bank Dunia Menurut Bank Dunia, ketimpangan distribusi pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan masyarakat dari kelompok yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan total pendapatan penduduk.
    image