Apa yang dimaksud dengan distres psikologis ?

Distres psikologis

Distres psikologis merupakan keadaan negatif kesehatan mental yang mempengaruhi individu baik secara langsung maupun tidak langsung dan berkaitan dengan kondisi kesehatan fisik dan mental lainnya

Apa yang dimaksud dengan distres psikologis ?

1 Like

Distres merujuk kepada suatu istilah yang menggambarkan respon stres subjektif yang dialami oleh individu yang biasanya terwujud dalam bentuk kecemasan atau depresi (Matthews, 2000). Istilah distres juga terkadang digunakan untuk menggambarkan perilaku dan gejala-gejala medis (somatic distress). Konsep distres pertama kali diambil dari teori Hans Selye mengenai General Adaptation Syndrome (GAS), yang menjelaskan mengenai respon-respon fisiologis dan psikologis umum terhadap stres yang diakibatkan oleh peristiwa hidup yang mengancam (Matthews, 2000).

Dalam teori tersebut, distres digambarkan sebagai kesulitan untuk beradaptasi terhadapi stressor eksternal, meskipun sebenarnya stres bisa saja menyebabkan dampak yang membuat seseorang bersemangat ( eustress ). Oleh karena itu, distres dapat pula dikonseptualisasikan sebagai bentuk ‘ketegangan’ internal yang disebabkan oleh stressor eksternal dari lingkungan.

Mirowsky dan Ross (2003) juga mengemukakan bahwa distres adalah sebuah keadaan subjektif yang tidak menyenangkan. Dijelaskan selanjutnya bahwa distres memiliki dua bentuk utama, yaitu depresi dan kecemasan (Mirowsky & Ross, 2003). Depresi merupakan keadaan dimana individu senantiasa merasa sedih, kehilangan semangat, kesepian, putus asa, tidak berharga, mengharapkan kematian, sulit tidur, menangis terus menerus, merasa bahwa segalanya sangat sulit untuk diupayakan sehingga membuat individu sulit untuk memulai melakukan sesuatu. Sementara itu, kecemasan memiliki ciri adanya ketegangan, kegelisahan, khawatir, mudah marah, dan ketakutan.

Depresi dan kecemasan masing-masing memiliki dua komponen, yaitu mood dan tubuh yang senantiasa merasa tidak enak atau tidak nyaman ( malaise ) (Mirowsky & Ross, 2003). Mood direpresentasikan oleh perasaan-perasaan negatif seperti kekhawatiran, kecemasan, mudah marah, tegang, ketakutan, merasa gagal, kesepian, kesedihan, dan perasaan negatif lain. Sementara malaise direpresentasikan oleh keadaan fisiologis seperti hilangnya selera makan, sulit tidur, sulit berkonsentrasi, berkeringat dingin, jatung berdetak kencang, nafas yang pendek, gemetar, tidak bergairah dan gejala penyakit ringan (sakit kepala, sakit perut, pusing).

Faktor-faktor yang mempengaruhi distres psikologis


Dalam Mirowsky dan Ross (2003) dijelaskan bahwa terdapat empat pola sosial dasar yang berpengaruh terhadap distres. Pola sosial yang pertama adalah gender, dimana perempuan lebih mudah mengalami distres bila dibandingkan dengan laki-laki. Kemudian, status pernikahan, dimana dijelaskan bahwa individu yang sudah menikah cenderung lebih resilien terhadap distres bila dibandingkan dengan individu yang belum menikah. Selanjutnya adalah peristiwa hidup yang tidak diinginkan, yaitu bahwa semakin banyak terjadinya perubahan yang tidak diinginkan dalam kehidupan seseorang, maka semakin tinggi tingkat distres yang dialami. Serta terakhir, yaitu kelas sosial ekonomi, dimana disebutkan bahwa

semakin tinggi status sosial ekonomi individu (baik dari segi pendidikan, pekerjaan, maupun pemasukan) maka semakin rendah tingkat distres yang dialami.
Matthews (2000) juga mengemukakan bahwa distres merefleksikan baik pengaruh situasional dari lingkungan (termasuk peristiwa yang terjadi dalam hidup, pengaruuh fisiologis, kognitif dan sosial yang disebabkan oleh peristiwa tersebut) maupun faktor intrapersonal individu seperti kepribadian. Uraian mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

  • Pengaruh fisiologis
    Berdasarkan beberapa penelitian, ditemukan bahwa terdapat pengaruh beberapa bagian otak terhadap respon distres yang ditampilkan oleh individu. Misalnya, kerusakan pada amygdala yang dapat menimbulkan respon-respon emosional yang ekstrem. Atau kerusakan pada lobus frontalis individu yang dapat menimbulkan gangguan respon emosional yang disertai dengan hilangnya kontrol perilaku.

  • Pengaruh kognitif
    Model kognitif dari stres mengemukakan bahwa dampak fisiologis dan psikologis dari stressor lingkungan ditentukan juga oleh keyakinan serta harapan individu. Umumnya, distres akan muncul saat individu menilai dirinya tidak memiliki kontrol dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang dianggapnya penting.

  • Pengaruh sosial
    Adanya hambatan atau gangguan dalam hubungan sosial yang dimiliki individu, misalnya seperti situasi berduka, perselisihan keluarga, dan pengangguran, adalah faktor-faktor paling potensial yang dapat memunculkan distres. Dalam hal ini, ketersediaan social supoort seringkali berfungsi untuk membantu menurunkan distres yang dialami individu.

  • Kepribadian
    Beberapa penelitian menunjukkan terdapat beberapa trait kepribadian yang memiliki hubungan dengan kecenderungan individu untuk mengalami emosi negatif. Dalam sebuah penelitian, trait neuroticism terbukti memprediksi suasana hati negatif seperti depresi dan kecemasan. Hal ini berlawanan dengan trait extraversion yang justru berhubungan dengan kebahagiaan dan pengaruh positif.

Gejala psikologis yang menyertai distres


Distres menunjukkan adanya diskrepansi antara tuntutan lingkungan dengan kemampuan individu untuk menyesuaikan diri. Dengan adanya diskrepansi ini, sistem regulasi individu tentu tetap berusaha untuk coping dengan kondisi tersebut.

Sebagai dampaknya, usaha coping yang dilakukan oleh sistem regulasi setiap individu ini dapat menimbulkan gejala-gejala fisik maupun psikologis. Gejala-gejala psikologis yang umumnya menyertai distres (Matthews, 2000) antara lain ialah :

  • Penurunan performa
    Beberapa pengukuran terhadap distres menunjukkan adanya asosiasi dengan penurunan performa individu dalam berbagai jenis kegiatan, misalnya saja performa yang semakin lambat atau menurun akurasinya. Penurunan performa ini menyebabkan individu kehilangan atensi, kemampuan mengontrol, dan memori jangka pendek. Meskpun demikian, dampak distres terhadap performa ditentukan lagi oleh faktor-faktor motivasionalnya. Performa individu dapat tetap terjaga atau justru meningkat saat performa tersebut merupakan cara individu untuk menurunkan distres.

  • Bias kognitif
    Distres seringkali dihubungkan dengan meningkatnya kemampuan untuk memproses stimulus-stimulus yang negatif. Individu yang depresi, misalnya, tampak lebih mudah melakukan recall terhadap kejadian atau stimulus negatif bahkan terhadap kejadian yang sebetulnya positif atau cukup netral. Dengan demikian, bias kognitif ini juga mempengaruhi proses judgment dan pengambilan keputusan individu.

  • Gangguan klinis lain
    Distres merupakan gejala utama dari gangguan mood dan gangguan cemas. Tingkah laku abnormal yang umumnya muncul pada individu yang mengalami distres antara lain adalah tindakan menyakiti diri sendiri, kecenderungan untuk menghindar hingga akhirnya sulit membina hubungan sosial. Dalam kondisi distres yang mendekati kondisi klinis, individu dapat sangat terbantu dengan pemberian latihan coping skill yang memungkinkan individu tersebut mengelola situasi spesifik yang menimbulkan distres.

Psychological distress merupakan tekanan psikologis yang negatif dimana kondisi emosional yang merupakan tambahan untuk penilaian dari ancaman membahayakan atau hilangnya tujuan penting. Bahwa tekanan psikologis adalah respon stress negatif yang bervalensi tertentu (Selye dalam Mclean dkk, 2007).

Distress psikologis secara umum didefinisikan sebagai kondisi yang dialami akibat interaksi antara sumber daya yang ada dalam diri individu dengan lingkungan yang dipandang berpotensi mengancam atau membahayakan kesejahteraan (Lazarus & Folkman dalam Rahmatika, 2014).

Mirowsky & Ross (2003) menjelaskan bahwa distress adalah sebuah keadaan subjektif tak menyenangkan. Dibutuhkan dua bentuk utama. Depresi adalah perasaan sedih, kehilangan semangat, kesepian, putus asa, atau tidak berharga, merasakan ingin mati, mengalami kesulitan tidur, menangis, merasa segala sesuatu adalah sebuah usaha, dan tidak mampu untuk pergi. Kecemasan adalah kencenderungan perasaan sedang tegang, gelisah, khawatir, marah, dan takut.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa psychological distress merupakan penderitaan emosional berupa tekanan psikologis yang dialami oleh individu yang bersifat menghambat dan dapat mengganggu kesehatan, yang pada umumnya ditandai dengan gejala kecemasan dan depresi.

Aspek-aspek Psychological Distress


Mirowsky & Ross (2003) menguraikan bahwa dibutuhkan dua bentuk utama dalam psychological distress, yaitu:

  1. Depresi adalah perasaan sedih, kehilangan semangat, kesepian, putus asa, atau tidak berharga, merasakan ingin mati, mengalami kesulitan tidur, menangis, merasa segala sesuatu adalah sebuah usaha, dan tidak mampu untuk pergi.

  2. Kecemasan adalah kencenderungan perasaan sedang tegang, gelisah, khawatir, marah, dan takut.

Depresi dan kecemasan masing-masing mengambil dua bentuk: mood dan malaise. Mood mengacu pada perasaan seperti kesedihan pada depresi atau khawatir pada kecemasan. Malaise mengacu pada keadaan-keadaan tubuh, seperti kelesuan dan gangguan pada depresi atau kegelisahan dan penyakit otonom seperti sakit kepala, sakit perut, dan pusing pada kecemasan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Psychological Distress


Berdasarkan penjelasan Matthews (dalam Turnip dkk, 2011), munculnya psychological distress dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor Intrapersonal

Faktor intrapersonal yang berpengaruh adalah trait kepribadian, khususnya neuroticism dan ekstraversi.

2. Faktor Situasional

Faktor-faktor situasional menghasilkan pengaruh yang bervariasi pada setiap individu, diantaranya:

  • Faktor fisiologis, yang difokuskan pada mekanisme otak yang menghasilkan sekaligus mengatur dampak negatif. Bukti adanya pengaruh biologis pada distress ditunjukkan dari hasil studi mengenai kerusakan otak dan pengaruhnya terhadap respons distress

  • Faktor kognitif, yang menekankan bahwa dampak suatu stressor dipengaruhi oleh keyakinan dan ekspektasi orang yang bersangkutan

  • Faktor sosial, yang memfokuskan pada kaitan antara dukungan dan hubungan sosial dengan distress .

Psychological distress merupakan tekanan psikologis yang negatif dimana kondisi emosional yang merupakan tambahan untuk penilaian dari ancaman membahayakan atau hilangnya tujuan penting. Bahwa tekanan psikologis adalah respon stress negatif yang bervalensi tertentu (Selye dalam Mclean dkk, 2007). Distress psikologis secara umum didefinisikan sebagai kondisi yang dialami akibat interaksi antara sumber daya yang ada dalam diri individu dengan lingkungan yang dipandang berpotensi mengancam atau membahayakan kesejahteraan (Lazarus & Folkman dalam Rahmatika, 2014).

Mirowsky & Ross (2003) menjelaskan bahwa distress adalah sebuah keadaan subjektif tak menyenangkan. Dibutuhkan dua bentuk utama. Depresi adalah perasaan sedih, kehilangan semangat, kesepian, putus asa, atau tidak berharga, merasakan ingin mati, mengalami kesulitan tidur, menangis, merasa segala sesuatu adalah sebuah usaha, dan tidak mampu untuk pergi. Kecemasan adalah kencenderungan perasaan sedang tegang, gelisah, khawatir, marah, dan takut.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa psychological distress merupakan penderitaan emosional berupa tekanan psikologis yang dialami oleh individu yang bersifat menghambat dan dapat mengganggu kesehatan, yang pada umumnya ditandai dengan gejala kecemasan dan depresi.

Aspek-aspek Psychological Distress


Mirowsky & Ross (2003) menguraikan bahwa dibutuhkan dua bentuk utama dalam psychological distress, yaitu:

  1. Depresi adalah perasaan sedih, kehilangan semangat, kesepian, putus asa, atau tidak berharga, merasakan ingin mati, mengalami kesulitan tidur, menangis, merasa segala sesuatu adalah sebuah usaha, dan tidak mampu untuk pergi.

  2. Kecemasan adalah kencenderungan perasaan sedang tegang, gelisah, khawatir, marah, dan takut.

Depresi dan kecemasan masing-masing mengambil dua bentuk: mood dan malaise. Mood mengacu pada perasaan seperti kesedihan pada depresi atau khawatir pada kecemasan. Malaise mengacu pada keadaan-keadaan tubuh, seperti kelesuan dan gangguan pada depresi atau kegelisahan dan penyakit otonom seperti sakit kepala, sakit perut, dan pusing pada kecemasan. Berdasarkan uraian aspek psychological distress tersebut, dijelaskan bahwa aspek psychological distress terdiri atas: depresi dan kecemasan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Psychological Distress


Berdasarkan penjelasan Matthews (dalam Turnip dkk, 2011), munculnya psychological distress dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

  1. Faktor Intrapersonal: Faktor intrapersonal yang berpengaruh adalah trait kepribadian, khususnya neuroticism dan ekstraversi.

  2. Faktor Situasional: Faktor-faktor situasional menghasilkan pengaruh yang bervariasi pada setiap individu, diantaranya:

  • Faktor fisiologis, yang difokuskan pada mekanisme otak yang menghasilkan sekaligus mengatur dampak negatif. Bukti adanya pengaruh biologis pada distress ditunjukkan dari hasil studi mengenai kerusakan otak dan pengaruhnya terhadap respons distress;

  • Faktor kognitif, yang menekankan bahwa dampak suatu stressor dipengaruhi oleh keyakinan dan ekspektasi orang yang bersangkutan,

  • Faktor sosial, yang memfokuskan pada kaitan antara dukungan dan hubungan sosial dengan distress.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa psychological distress pada perawat ICU terjadi karena beberapa faktor meliputi faktor individual dan faktor situasional.

Strategi coping merupakan salah satu faktor psychological distress karena strategi coping adalah salah satu bagian dari faktor situasional dan faktor situasional mencakup faktor fisiologis, kognitif dan sosial. Strategi coping merupakan cakupan dari faktor kognitif karena pada dasarnya coping menggambarkan proses aktivitas kognitif yang disertai dengan aktivitas perilaku (Folkman & Lazarus dalam Rahmatika, 2014). Kemudian pengelolaan distress biasanya berhubungan dengan strategi coping. Coping membantu individu menghilangkan, mengurangi, mengatur atau mengelola stres yang dialaminya. Coping dipandang sebagai faktor penyeimbang usaha individu untuk mempertahankan penyesuaian dirinya selama menghadapi situasi yang dapat menimbulkan stres (Billing & Moos dalam Kholidah & Alsa, 2012).

Setiap individu mengalami distress psikologi dikarenakan terdapat stimulus (stresor), stimulus tersebut dapat menimbulkan perubahan atau masalah dan memerlukan cara untuk menyelesaikannya atau cara untuk menyesuaikan kondisi sehingga individu dapat menjadi lebih baik atau adaptif (Keliat dalam Ismafiaty). Dalam kondisi yang tertekan, perawat ICU lalu berusaha untuk beradaptasi dan menyelesaikan masalahnya dengan berbagai cara atau yang disebut dengan strategi coping. Penggunaan dan pemilihan strategi koping oleh perawat ICU akan dilakukan sesuai dengan lingkungan dimana situasi sulit terjadi.

Dalam kondisi yang tertekan, perawat ICU berusaha untuk beradaptasi dan menyelesaikan masalahnya dengan berbagai cara dan untuk mencegah semua ini dibutuhkan strategi coping (Arruum & Sari, 2006). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengelolaan stres biasanya berhubungan dengan strategi coping. Coping membantu individu menghilangkan, mengurangi, mengatur atau mengelola stres yang dialaminya. Coping dipandang sebagai faktor penyeimbang usaha individu untuk mempertahankan penyesuaian dirinya selama menghadapi situasi yang dapat menimbulkan stres (Billing & Moos dalam Kolidah & Alsa, 2012).

Menurut Folkman & Lazarus (dalam Hasan & Rufaidah, 2013) ketika suatu penilaian terhadap stres dilakukan, individu akan membuat penilaian kedua, yaitu dengan mengevaluasi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi keadaan stres tersebut sehingga individu dapat menyesuaikan diri terhadap tuntutan atau tekanan baik dari dalam maupun dari luar individu yang meliputi strategi coping berupa confrontative coping, seeking social support, planful problem solving, self-controlling, distancing, positive reappraisal, accepting responsibility, dan escape-avoidance (Lazarus & Folkman, 1984).

Menurut Arruum & Sari (2006) setiap orang memiliki strategi coping yang berbeda-beda, maka dibutuhkan strategi coping yang tepat. Strategi coping memiliki tujuan untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan atau tekanan baik dari dalam maupun dari luar individu (Hasan & Rufaidah, 2013) dan strategi coping yang efektif akan menghasilkan adaptasi sehingga psychological distress dapat diatasi dengan coping. Upaya untuk merubah kognitif dan perilaku untuk menghadapi tekanan baik itu eksternal maupun internal, juga usaha untuk mengatasi kondisi yang menyakitkan atau mengancam tersebut dikenal dengan istilah coping (Lazarus & Folkman, 1984). Coping merupakan proses penyesuaian diri terhadap stimulus yang menekan, sehingga jika seseorang dapat berhasil mengatasi situasi yang menekan, atau dengan kata lain melakukan coping, maka tingkat psychological distress yang dihasilkan juga rendah (Lazarus dalam Putri, 2012).

Lazarus & Folkman (dalam Putri, 2012) mengungkapkan bahwa situasi menekan merupakan kondisi yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan individu, sehingga diperlukan coping mechanism atau usaha individu untuk menghadapi atau mengatasi situasi yang menekan. Seseorang yang mengalami psychological distress dipengaruhi oleh beberapa hal, sehingga diperlukan strategi coping atau usaha individu untuk menghadapi atau mengatasi situasi yang menekan. Apabila seseorang memiliki strategi coping yang sesuai dalam menghadapi psychological distress maka munculnya perasaan tegang, gelisah dan putus asa pada seseorang dapat teratasi dengan baik dan itu artinya seseorang dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan atau situasi sulit yang sedang dihadapi, dengan begitu tekanan psikologis yang dirasakan akan semakin berkurang.

Coping merupakan proses penyesuaian diri terhadap stimulus yang menekan sehingga jika seseorang dapat berhasil mengatasi situasi yang menekan, atau dengan kata lain melakukan coping, maka tingkat psychological distress yang dihasilkan juga rendah (Putri, 2012).

Distress Psikologi

Husain, Chaudhry, Jafri, Tomenson, Surhand, Mirza, dan Chaudhry (2014) menjelaskan definisi distres psikologis sebagai kondisi negatif seperti kepedihan atau penderitaan mental yang mencakup perasaan terkait dengan depresi dan kecemasan. Depresi ialah rasa sedih yang mendalam dan disertai dengan perasaan menyalahkan diri sendiri. Kecemasan ialah keadaan emosional yang memiliki ciri keterangsangan secara fisiologis, perasaan menegangnkan yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Distres ini ditandai dengan atribut-atribut berikut: perasaan tidak mampu untuk mengatasi secara efektif, perubahan emosi, ketidaknyamanan, ketidaknyamanan komunikasi dan berakibat bahaya sementara atau permanen bagi individu. Menurut Caron dan Liu dalam Mahmood dan Ghaffar (2014) distres psikologis adalah keadaan negatif kesehatan mental yang dapat mempengaruhi individu secara langsung atau tidak langsung sepanjang masa dan koneksi dengan kondisi kesehatan fisik dan mental lainnya. Ada sejumlah determinis sosial dari distres psikologis yaitu pendidikan, status pekerjaan, pendapatan, dan struktur keluarga. Meskipun berbeda dari stres, distres psikologis ini diperkirakan sama-sama didahului oleh stresor, seperti adanya permintaan atau kebutuhan yang tak terpenuhi hal ini ditulis dalam The Role of Social Support in Reducing Psychological Distress (2012). Distres psikologis juga dipengaruhi oleh beberapa variable selain persepsi dan lingkungan kerja, perbedaan individual dalam faktor personal seperti perasaan dan selfefficacy indivudu, lingkungan rumah dan pekerjaan yang bertambah dan juga cara coping terhadapat pekerjaan yang penuh tekanan akan berdampak pada banyaknya distres psikologis yang ditunjukkan dalam hubungan kerja (Woodward, Cunningham, Shannon, McIntosh, Brown, Lendrum, & Rosenbloom, 1999). Mirowsky dan Ross (Dalam Hutahaean, 2012) mengatakan bahwa distres psikologis ialah penderitaan secara emosional yang dialami oleh individu. Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Mabitsela (Dalam Hutahaean, 2012) yaitu suatu penyimpangan dari keadaan normal atau sehat yang diakibatkan kan oleh pola coping yang maladaptive. Berdasarkan dari berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa distres psikologis merupakan kondisi negatif seperti kepedihan, kecemasan dan penderitaan mental yang ditandai dengan beberapa atribut seperti perasaan tidak mampu, perubahan emosi dan rasa tidak nyaman dan memiliki dampak yang cukup berbahaya bagi individu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distres Psikologis

Matthews (dalam Sekararum, 2012) mengutarakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi distres psikologis yaitu: (1) Faktor Intrapersonal, Faktor intrapersonal mempengaruhi tingkat distres seseorang, Faktor interpersonal ini terdiri dari ciri kepribadian, yang mana didalamnya ada beberapa trait kepribadian yang berhubungan dengan kecenderungan emosi inidvidu. Dijelaskan dalam peeltian five factor model bahwa individu yang memiliki kepribadian neurotik diperkirakan memiliki mood negative seperti kecemasan dan depresi dengan intensitas yang berbeda. Individu dengan tingkat neurotik yang tinggi juga diperkirakan mengalami gangguan emosi. (2) Faktor situasional, Penyebab distress biasanya dikarenakan pengaruh dari pengalaman atas suatu peristiwa, kejadian atau situasi yang dirasa membahayakan atau dapat menyerang kesejahteraan individu. Hal ini memiliki dampak yang berbeda tergantung pada individu dan kesempatan. Faktor situasional ini dapat dibagi lagi menjadi tiga, yaitu:

(a). Fisiologis, dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa respon distres yang ditampilkan oleh individu dipengaruhi oleh beberapa bagian otak.

(b) Kognitif, keyakinan serta harapan individu dapat menentukan dampak psikologis dan fisiologis dari stressor lingkungan.

(c) Sosial, faktor ini merupakan faktor yang paling berpotensi menimbulkan distres dengan adanya hambatan dalam hubungan sosial yag dimiliki oleh individu seperti situasi berduka, pegangguran, dan hal lainnya.

Referensi

Sumber : http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/viewFile/3883/4336

Menurut Khan, et al., (2015) psychological distress merupakan suatu bentuk dari keadaan kesehatan mental yang negatif. Psychological distress merupakan istilah yang memayungi banyak respon subjektif yang negatif atau tidak menyenangkan, terutama dicirikan oleh kecemasan dan depresi (Matthews dalam Soesilo, 2016).

Psychological distress adalah keadaan yang dialami oleh individu yang terdiri dari stuktur yang bervariasi berkenaan dengan affective (perasaan), cognitive (kognisi), dan possibly somatic yang berkaitan dengan kesakitan individu secara subjektif (Masse, et al., 1998).

Komponen-komponen Psychological Distress

Talala, Veit dan Ware (1983) menjelaskan bahwa psychological distress tersusun oleh beberapa komponen, antara lain anxiety (kecemasan), depression (depresi), dan loss of behavioral/emotional control (kehilangan kontrol perilaku atau emosi) :

  1. Anxiety (Kecemasan)

Anxiety (kecemasan) biasanya digunakan dalam beberapa gangguan yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan, ketegangan, kekhawatiran, dan kegelisahan.

  1. Depression (Depresi)

Depresi adalah suatu bentuk keadaan yang dialami oleh individu yang terdiri dari kemurungan karena memikirkan suatu hal yang berlebihan. Merasa tidak percaya pada diri sendiri dalam melakukan aktivitas sehingga menyebabkan perasaan tertekan dalam diri individu.

3 . Lost of Behavioral/Emotional control (Kehilangan Kontrol Perilaku/Emosi)

Lost of behavioral/emotional control merupakan keadaan yang dialami oleh seseorang karena tidak memiliki kontrol dalam berperilaku maupun emosi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Distress

Menurut Matthews (dalam Dewayani, dkk., 2011) terdapat dua faktor yang mempengaruhi psychological distress, antara lain yaitu :

  1. Faktor interpersonal yang merupakan trait kepribadian individu.

  2. Faktor situasional yang terdiri dari :

  • Faktor fisiologis

Faktor fisiologis dalam beberapa penelitian, menunjukan bahwa hubungan kondisi fisik individu khususnya otak dan syaraf dengan respon emosi yang ditunjukkan.

  • Faktor kognitif

Faktor kognitif individu, dimana dampak stress yang berhubungan dengan psikis dan fisik individu tersebut.

  • Faktor sosial

Faktor sosial, stressor yang muncul berupa gangguan dalam hubungan sosialnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya psychological distress menurut Drapeau, et al. (2012) yaitu :

  1. Faktor Sosio Demografi ( Sosio Demographic Factors )

Faktor sosio-demografi merupakan faktor yang berhubungan dengan karakteristik individu yang dibawa sejak lahir, meliputi jenis kelamin, usia, dan etnis. Dalam faktor ini mencerminkan peran individu dalam struktur sosial.

  1. Faktor yang Berhubungan dengan Stres ( Stress Related Factors )

Faktor yang berhubungan dengan stres ini mencakup peristiwa dan kondisi kehidupan, dimana stres ini berdampak pada kesehatan psikologis individu.

  1. Sumber Daya Pribadi ( Personal Resources )

Sumber daya pribadi ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu sumber daya internal dan sumber daya eksternal. Sumber daya internal sering disebut dengan sumber daya batin yang mencakup sumber daya yang memiiki komponen kuat dari kepribadian, seperti harga diri dan kontrol terhadap kehidupan seseorang.