Apa yang dimaksud dengan Determinisme?

Determinisme

Apa yang dimaksud dengan Determinisme dilihat dari sudut pandang filosofi ?

Determinisme adalah keyakinan filosofis bahwa semua peristiwa terjadi sebagai akibat dari adanya beberapa keharusan dan karenanya tak terelakkan. Secara khusus, gagasan bahwa pilihan-pilihan dari para pelaku rasional tertentu pada masa lalu dapat saja dilakukan dengan cara berbeda—atau bahkan gagasan bahwa keputusan-keputusan dari para pelaku tersebut pada masa mendatang dapat menghasilkan sesuatu yang lain dari apa yang mereka kehendaki—biasanya mendapat tantangan dalam pandangan ini.

Dengan demikian, “masalah” kehendak bebas—atau gagasan bahwa kehendak bebas adalah suatu “ilusi”—seringkali timbul sebagai suatu akibat dari klaim utama yang dihasilkan oleh determinisme, yaitu bahwa masa lalu, masa kini, dan masa depan diidentifikasi dengan suatu rangkaian kondisi yang pada hakikatnya tak terputus dan tidak ada satu kondisi pun yang dapat dihindari.

Beberapa determinis sepenuhnya menolak gagasan mengenai “kemungkinan” ataupun “keacakan”, bahkan menyatakan bahwa gagasan-gagasan tersebut hanya merupakan suatu ciptaan budi dan/atau sekadar hasil imajinasi.

Determinisme sering diartikan sebagai determinisme kausal, yang dalam fisika dikenal sebagai sebab-dan-akibat. Konsep ini menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa dalam suatu paradigma yang diberikan terikat oleh kausalitas sedemikian rupa sehingga setiap kondisi (dari suatu objek atau peristiwa) sepenuhnya ditentukan oleh kondisi-kondisi sebelumnya.

Dalam keberlanjutannya, definisi determinisme terpecah menjadi beberapa bagian yang bergantung pada sudut pandang orang yang melihatnya. Beberapa sudut pandang determinisme antara lain: Causal determinism, Logical determinism, Theological determinism, Predeterminism, dan Fatalism .

Filosofi Determinisme


Paham determinisme memberikan penjelasan bahwa bahwa manusia dan perilakunya ditentukan oleh alam. Tokoh-tokoh atau ilmuwan yang mengembangkan dan menganut paham determinisme diantaranya Charles Darwin, Frederich Ratzel dan Elsworth Huntington.

Charles Darwin (1809) merupakan ilmuwan berkebangsaan Inggris yang sangat terkenal dengan teori evolusinya. Menurutnya, makhluk hidup secara berkesinambungan mengalami perkembangan dan dalam proses perkembangan tersebut terjadi seleksi alam (natural selection). Makhluk hidup yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan mampu bertahan dan lolos dari seleksi alam. Dalam hal ini alam berperan sangat menentukan.

Frederich Ratzel (1844-1904) merupakan ilmuwan berkebangsaan Jerman yang sangat dikenal dengan teori ”Antopogeographie”-nya. Menurutnya manusia dan kehidupannya sangat tergantung pada alam. Perkembangan kebudayaan ditentukan oleh kondisi alam, demikian halnya dengan mobilitasnya yang tetap dibatasi dan ditentukan oleh kondisi alam di permukaan bumi.

Elsworth Huntington merupakan ilmuwan berkebangsaan Amerika Serikat yang dikenal dari karya tulisnya berupa buku yang berjudul, ”Principle of Human Geographie”. Menurutnya, iklim sangat menentukan perkembangan kebudayaan manusia. Sebagaimana telah kalian pelajari dalam mata pelajaran Geografi, iklim di dunia sangat beragam. Keragaman iklim tersebut, menciptakan kebudayaan yang berlainan. Sebagai contoh, kebudayaan di daerah beriklim dingin berbeda dengan di daerah beriklim hangat atau tropis.

Determinisme Teknologi


Determinisme Teknologi adalah sebuah konsep yang mempermudah dalam memahami hubungan antara teknologi dan komunikasi interpersponal. Teknologi memberikan banyak kelebihan pada manusia, keberadaan teknologi membuat segalanya menjadi cepat, teknologi menjadikan segala sesuatu mudah untuk dirubah, dan teknologi menjadikan sesuatu yang biasa menjadi sangat menyenangkan (Gary, 2005).

Teknologi menjadi bagian yang berpengaruh dalam kehidupan sosial di segala level. Daniel Chandler mengidentifikasi beberapa asumsi dasar mengenai technological determinism, di antaranya adalah reductionistic, technological determinism menjadi sekat yang memberi jarak antara teknologi dan budaya, sehingga keberadaan teknologi sedikit demi sedikit menghilangkan beberapa nilai budaya yang selama ini ada di tengah-tengah masyarakat, bahkan menurut Neil Postman (1992) keberadaan teknologi menjadi penghancur nilai-nilai budaya yang selama ini tertanam.