Apa yang dimaksud dengan Desa?

Desa adalah

Menurut Zakaria dalam Wahjudin Sumpeno dalam Candra Kusuma menyatakan bahwa desa adalah sekumpulan yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki suatu serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada di wilayah pimpinan yang dipilih dan ditetapkan sendiri.

Apa yang dimaksud dengan Desa?

Pengertian Desa


Istilah desa berasal dari bahasa India swadesi yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal atau tanah leluhur yang merajuk pada suatu kesatuan hidup dengan kesatuan norma serta memiliki batas yang jelas. Istilah desa dan pedesaan sering dikaitkan dengan pengertian rural dan village yang dibandingkan dengan kota dan perkotaan. Beberapa para ahli atau pakar mengemukakan pendapatnya dari tinjauannya masing-masing.

Menurut Zakaria dalam Wahjudin Sumpeno dalam Candra Kusuma menyatakan bahwa desa adalah sekumpulan yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki suatu serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada di wilayah pimpinan yang dipilih dan ditetapkan sendiri.

Menurut R.Bintarto yang memandang desa dari aspek geografis mendifinisikan desa sebagai “suatu hasil perwujudan antara kegiatan sekelompok orang manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah satu wujud atau penampakan dimuka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial ekonomi, politisi, dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah lain.”

Kuntjaraningrat mendifinisikan desa sebagai komunitas kecil yang menetap disuatu daerah, sedangkan Bargel mendifinisikan desa sebagai setiap pemukiman para petani. Landis menguraikan pengertian desa dalam tiga aspek, yaitu:

  1. Analisis statistik, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduk kurang dari 2.500.

  2. Analisis sosial psikologis, desa merupakan suatu lingkungan yang penduduknya memiliki hubungan akrab dan bersifat informal diantara sesama warganya.

  3. Analisis ekonomi, desa didefinisikan sebagai suatu lingkungan dengan penduduknya tergantung kepada pertanian.

Sorokoin dan Zimerman mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik kota dan desa yaitu: mata pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk, lingkungan diferensiasi sosial, stratifikasi sosial, interaksi sosial dan kondisi geografis wilayahnya, seperti usaha tani, usaha nelayan, ternak, kerajinan tangan dan pedagang kecil. Ciri lainnya yang nyata terlihat, produksi pertanian yang ditekuni masyarakat terutama untuk memenuhi keperluan sendiri.

Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan di bawah kabupaten.

Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa: Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkasan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam pengaturan mengenai pemerintahan desa telah terjadi pergeseran kewenangan sehingga pemerintah pusat dan pemerintah desa tidak lagi campur tangan secara langsung tetapi bersifat fasilitator yaitu memberikan pedoman, arahan, bimbingan, pelatihan, termasuk pengawasan pepresentatif terhadap peraturan desa.

Karakteristik Pedesaan


Dalam beberapa kajian dibedakan antara masyarakat kota dan desa berdasarkan letak geografis kebiasaan dan karakteristik keduanya. Menurut Roucek dan Warren, masyarakat desa memiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. Peranan kelompok primer sangat besar.
  2. Faktor geografis sangat menentukan pembentukan kelompok masyarakat.
  3. Hubungan lebih bersifat homogen.
  4. Struktur masyarakat bersifat homogen.
  5. Tingkat mobilitas sosial rendah.
  6. Keluarga lebih ditekankan kepada fungsi sebagai unit ekonomi.
  7. Proporsi jumlah anak cukup besar dalam struktur kependudukan.

Sorokoin dan Zimerman mengemukakan sejumlah faktor yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik kota dan desa yaitu: mata pencaharian, ukuran komunitas, tingkat kepadatan penduduk, lingkungan diferensiasi sosial, stratifikasi sosial, interaksi sosial dan kondisi geografis wilayahnya, seperti usaha tani, usaha nelayan, ternak, kerajinan tangan dan pedagang kecil. Ciri lain yang nyata terlihat yaitu produksi pertanian yang ditekuni masyarakat terutama untuk memenuhi keperluan sendiri.

Secara psikologis masyarakat desa cenderung suka curiga terhadap orang luar. Namun demikian, masyarakat desa dapat bersifat hemat, cermat, dan menghormati oranglain yang terkadang sulit ditemukan di perkotaan.

Tipologi Desa


Tipologi desa dapat dilihat dari beberapa aspek dominan seperti mata pencaharian dan pola interaksi sosial yang terbangun. Dari mata pencaharian pokok dapat ditentukan tipe desa beserta karakteristik dasarnya.

Berdasarkan intruksi Menteri Dalam Negeri RI Nomor 11 Tahun 1972 tentang Pelaksanaan Klarifikasi dan Tipologi Desa di Indonesia digolongkan dalam tiga tingkatan yakni:

1 . Desa Swadaya (Tradisional)
Desa swadaya merupakan desa yang peling terbelakang dengan budaya kehidupan tradisional dan sangat terikat dengan adat istiadat. Desa ini biasanya memiliki tingkat kesejahteraan yang sangat rendah, sarana dan prasarana minim serta sangat tergantung pada alam. Secara umum ciriciri desa swadaya sebagai berikut:

  • Lebih dari 50% penduduk bermata pencaharian di sektor primer (berburu, menangkap ikan dan bercocok tanam secara tradisional).
  • Produksi desa sangat rendah di bawah 50 juta rupiah pertahun.
  • Adat istiadat masih mengikat kuat.
  • Pendidikan dan keterampilan rendah, kurang dari 30% yang lulus sekolah dasar.
  • Prasarana masih sangat kurang.
  • Kelembagaan formal dan informal kurang berfungsi dengan baik.
  • Swadaya masyarakat masih sangat rendah sehingga kerapkali pembangunan desa menunggu intruksi dari atas.

2 . Desa Swakarya (Transisi)
Desa swakarsa merupakan desa yang mengalami perkembangan lebih maju dibandingkan desa swadaya. Desa ini telah memiliki landasan lebih kuat dan berkembang lebih baik serta lebih kosmopolit. Desa swakarsa penduduknya mulai melakukan peralihan mata pencaharian dari sektor primer ke sektor lain. Secara umum ciri-ciri desa swakarsa sebagai berikut:

  • Mata pencaharian penduduk mulai bergeser dari sektor primer ke industri, penduduk desa mulai melupakan teknologi pada usaha taninya, kerajinan dan sektor sekunder mulai berkembang.
  • Produksi desa masih pada tingkat sedang yaitu 50-100 juta rupiah setiap tahun.
  • Kelembagaan formal dan informal mulai berkembang, adat 4-6 lembaga yang hidup.
  • Keterampilan masyarakat dan pendidikannya pada tingkat sedang 30-60% telah lulus SD bahkan ada beberapa yang telah luls sekolah lanjutan.
  • Fasilitas dan prasarana mulai ada meski tidak lengkap, paling tidak ada 4-6 sarana umum yang tersedia di mayarakat.
  • Swadaya masyarakat dan gotong-royong dalam pembangunan desa mulai tampak meski tidak sepenuhnya.

3 . Desa Swasembada (Maju/Berkembang)
Desa swasembada merupakan desa yang memiliki kemandirian lebih tinggi dalam segala bidang terkait dengan aspek sosial dan ekonomi. Desa swasembada mulai berkembang dan maju dengan petani yang tidak terikat dengan adat istiadat atau pola tradisional. Sarana dan prasarana lengkap dengan perekonomian lebih mengarah pada industri barang dan jasa. Sektor primer dan sekunder lebih berkembang. Ciri-ciri desa swasembada sebagai berikut:

  • Mata pencaharian penduduk sebagian besar di sektor jasa dan perdagangan.
  • Produksi desa tinggi dengan penghasilan usaha diatas 100 juta rupiah pertahun.
  • Adat istiadat tidak mengikat lagi meskipun sebagian masyarakat masih menggunakannya.
  • Kelembagaan formal dan informal telah berjalan sesuai dengan fungsinya dan telah hidup.
  • Keterampilan masyarakat dan pendidikannya pada tingkat 60% telah lulus SD sekolah lanjutan bahkan ada beberapa yang telah lulus perguruan tinggi.
  • Fasilitas dan prasarana mulai lengkap dan baik.
  • Penduduk sudah memiliki inisiatif sendiri melalui swadaya dan gotong-royong dalam pembangunan desa.

Kemajuan desa berpengaruh terhadap pola kehidupan masyarakat. Desa yang dekat dengan kota akan memiliki kebiasaan, gaya hidup, tata nilai dan percepatan pembangunan yang berbeda dari desa yang jaraknya jauh dari kota.

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village yang diartikan sebagai “ a groups of houses or shops in a country area, smaller than and town “. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewewenangan untuk mengurus rumah tangganya berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasiona dan berada di Daerah Kabupaten.

Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa: Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkasan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Menurut R. Bintarto, berdasarkan tinajuan geografi yang dikemukakannya, desa merupakan suatu hasil perwujudan geografis, sosial, politik, dan cultural yang terdapat disuatu daerah serta memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa adalah suatu kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai system pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 1 ,7 Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1, Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 1, Desa adalah Desa dan adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut , adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 1, Desa adalah Desa dan adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan demikian sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala melalui pemerintah dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemrintahan atauoun dari pemerintahan daerah untuk melaksanakan pemerintahan tertentu. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai adalah keanekaragaman, partisipai, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah penyelenggaraan

urusan pemerintahan oleh Pemerintahan dan Badan Permusyawaratan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-ususl dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Merupakan suatu kegiatan pemerintah , lebih jelasnya pemikiran ini didasarkan bahwa penyelenggaraan tata kelola (disingkat penyelenggara ), atau yang dikenal selama ini sebagai “Pemerintahan ”. Kepala adalah pelaksana kebijakan sedangkan Badan Pemusyawaratan dan lembaga pembuatan dan pengawasan kebijakan (Paraturan ).

Menurut Zakaria dalam Wahjudin Sumpeno dalam Candra Kusuma menyatakan bahwa desa adalah sekumpulan yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki suatu serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada diwilayah pimpinan yang dipilih dan ditetapkan sendiri. Sedangkan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 72 Tahun 2005 Tentang pasal 6 menyebutkan bahwa Pemerintahan Permusyawaratan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat- istiadat setempat yang diakui dan dihormti dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan demikian sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala melalui pemerintah dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemerintahan ataupun pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sebagai unit organisasi yang berhadapan langsung dengan masyarakat dengan segala latar belakang kepentingan dan kebutuhannya mempunyai peranan yang sangat strategis, khususnya dalam pelaksanaan tugas dibidang pelayanan publik. Maka desentralisasi kewenangan-kewenangan yang lebih besar disertai dengan pembiayaan dan bantuan sarana prasarana yang memadai mutlak diperlukan guna penguatan otonomi menuju kemandirian dan alokasi.

Dalam pengertian menurut Widjaja dan Undang-Undang di atas sangat jelas sekali bahwa desa merupakan self community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah. Karena dengan Otonomi Desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan Otonomi Daerah.

Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni:

  1. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.

  2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.

  3. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

  4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.

Desa juga memiliki hak dan kewajiban yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni, Desa berhak:

  • Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal- usul, adat-istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa;

  • Menetapkan dan mengelola kelembagaan desa;

  • Mendapatkan sumber pendapatan; Desa berkewajiban;

    1. Melindungi dan menjaga persatuan, keatuan serta kerukunan masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa;

    3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

    4. Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa; dan

    5. Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa;

Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan Pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan. Dalam menciptakan pembangunan hingga ditingkat akar rumput, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan desa yakni: pertama , faktor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga, kedua , faktor luas yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat, ketiga , faktor letak yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun, keempat , faktor sarana prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan sarana pemerintahan desa, kelima , faktor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, keenam , faktor kehidupan masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian masyarakat.