Apa yang dimaksud dengan Dermatofitosis ?

Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat tanduk, seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.

Apa yang dimaksud dengan Dermatofitosis ?

Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofita yang memiliki sifat mencernakan keratin di jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku. Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Sumber penularan dapat berasal dari manusia (jamur antropofilik), binatang (jamur zoofilik) atau dari tanah (jamur geofilik).

Klasifikasi dermatofitosis yang praktis adalah berdasarkan lokasi, yaitu antara lain:

  1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
  2. Tinea barbae, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
  3. Tinea kruris, pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan perut bagian bawah.
  4. Tinea pedis et manum, pada kaki dan tangan.
  5. Tinea unguium, pada kuku jari tangan dan kaki.
  6. Tinea korporis, pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di atas. Bila terjadi di seluruh tubuh disebut dengan tinea imbrikata.

Tinea pedis banyak didapatkan pada orang yang dalam kehdupan sehari-hari banyak memakai sepatu tertutup disertai perawatan kaki yang buruk dan para pekerja dengan kaki yang selalu atau sering basah. Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Pada sebagian besar infeksi dermatofita, pasien datang dengan bercak merah bersisik yang gatal. Adanya riwayat kontak dengan orang yang mengalami dermatofitosis.

Faktor Risiko

  1. Lingkungan yang lembab dan panas
  2. Imunodefisiensi
  3. Obesitas
  4. Diabetes Melitus

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Gambaran umum:

Lesi berbentuk infiltrat eritematosa, berbatas tegas, dengan bagian tepi yang lebih aktif daripada bagian tengah, dan konfigurasi polisiklik. Lesi dapat dijumpai di daerah kulit berambut terminal, berambut velus (glabrosa) dan kuku.

Pemeriksaan Penunjang

Bila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH, akan ditemukan hifa panjang dan artrospora.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang.

Dermatofitosis
Gambar Dermatofitosis

Diagnosis Banding

  • Tinea Korporis: Dermatitis numularis, Pytiriasis rosea, Erythema annulare centrificum, Granuloma annulare
  • Tinea Kruris: Kandidiasis, Dermatitis intertrigo, Eritrasma
  • Tinea Pedis: Hiperhidrosis, Dermatitis kontak, Dyshidrotic eczema
  • Tinea Manum: Dermatitis kontak iritan, Psoriasis
  • Tinea Fasialis: Dermatitis seboroik, Dermatitis kontak

Komplikasi

Jarang ditemukan, dapat berupa infeksi bakterial sekunder.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

  1. Higiene diri harus terjaga, dan pemakaian handuk/pakaian secara bersamaan harus dihindari.

  2. Untuk lesi terbatas, diberikan pengobatan topikal, yaitu dengan:
    antifungal topikal seperti krim klotrimazol, mikonazol, atau terbinafin yang diberikan hingga lesi hilang dan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian untuk mencegah rekurensi.

  3. Untuk penyakit yang tersebar luas atau resisten terhadap terapi topikal, dilakukan pengobatan sistemik dengan:

    • Griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 g per hari untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g per hari untuk anak-anak atau 10-25 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 2 dosis.

    • Golongan azol, seperti Ketokonazol: 200 mg/hari; Itrakonazol: 100 mg/hari atau Terbinafin: 250 mg/hari

    Pengobatan diberikan selama 10-14 hari pada pagi hari setelah makan.

Konseling dan Edukasi

Edukasi mengenai penyebab dan cara penularan penyakit. Edukasi pasien dan keluarga juga untuk menjaga higienetubuh, namun penyakit ini bukan merupakan penyakit yang berbahaya.

Kriteria rujukan

Pasien dirujuk apabila:

  1. Penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari setelah terapi.
  2. Terdapat imunodefisiensi.
  3. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.

Peralatan

  1. Lup
  2. Peralatan laboratorium untuk pemeriksaan KOH

Prognosis

Pasien dengan imunokompeten, prognosis umumnya bonam, sedangkan pasien dengan imunokompromais, quo ad sanationamnya menjadi dubia ad bonam.

Sumber :
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan primer

Referensi

  1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier.
  3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta.

Dermatofitosis adalah infeksi jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin) misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita (Madani, 2000; Budimulja, 2002).

Epidemiologi


Dermatofita adalah tergolong jamur contagious. Berspora dan memiliki hifa sepanjang sel kulit dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang terinfeksi, membuat infeksi berulang menjadi sering. Infeksi sub-kutaneus yang jarang yang disebabkan jamur ini dapat terjadi pada pasien AIDS. Dermatofita yang menginfeksi manusia diklasifikasikan berdasarkan habitat mereka antara lain sebagai berikut :

  • Antrophophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan manusia dan ditransmisikan baik melalui kontak langsung atau melalui muntahan yang terkontaminasi

  • Zoophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan hewan-hewan, jamur ini ditransmisikan kepada manusia baik melalui kontak langsung dengan hewan tersebut misalnya hewan peliharaan dan melalui produksi hewan tersebut seperti wool.

  • Geophilic dermatophyta addalah jamur tanah yang ditransmisikan kepada manusia melalui paparan langsung ke tanah atau ke hewan yag berdebu.

Etiologi


Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri dari tiga genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermofiton. Dari
41 spesies dermatofita yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang, yang terdiri dari 15 spesies Trichophyton, 7 spesies Microsporum dan satu spesies Epidermofiton. Selain sifat keratinofilik, setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu. Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang- kadang menyerang manusia, misalnya Microsporum canis dan Trichophyton verrucosum. Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya Microsporum gypseum.

Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah sembuh.
Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia karena memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah Microsporum audouinii dan Trichophyton rubrum (Siregar, 2004).

1. Trichophyton (Frey, et al., 1985; Hutabarat, 1999; Rippon, 1988)

Mikokonidia banyak, tumbuh bergerombol atau satu-satu sepanjang hifa. Sedangkan makrokonidia jarang atau tidak dibentuk sama sekali.

  1. Trichophyton mentagrophytes (T. mentagrophytes)
    Makroskopis : Membentuk 2 jenis koloni. Koloni Cottony berwarna putih seperti wol. Koloni powder seperti serbuk warna merah anggur. Mikroskopis : Mikrokonidia sangat banyak berkelompok berbentuk bulat/ menyerupai sekelompok buah anggur pada cabang-cabang terminalnya dan banyak terdapat hifa yang menyerupai spiral.

  2. Trichophyton rubrum (T. rubrum)
    Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, koloni berbentuk kapas. Warna depan putih sampai merah muda dan dasar koloni warna merah. Mikroskopis : Mikrokonidia banyak, berkelompok atau satu-satu sepanjang hifa.

  3. Trichophyton verrucosum (T. verrucosum)
    Makroskopis : Pertumbuhan sangat lambat, bentuk verrucous warna abu- abu.

  4. Trichophyton concentricum (T. concentricum)
    Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan licin dan berlipat- lipat, warna ditengah coklat dan pinggir coklat muda.

  5. Trichophyton tonsurans (T. tonsuran)
    Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan datar/ berbenjol- benjol. Bentuk bubuk sampai beledru. Warna bervariasi cream, abu-abu, kuning, dan merah coklat dengan dasar kuning sampai merah.

  6. Trichophyton violaceum (T. violaceum)
    Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, permukaan menonjol dan verrukosa. Warna violet.

  7. Trichophyton schoenleinii (T. schoenleinii)
    Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bagian tengah berlipat dan lebih tinggi dari pinggir.

2. Microsporum (Frey, et al., 1985; Rippon, 1988)

Makrokonidia adalah spora yang paling banyak ditemukan dan terbentuk pada ujung-ujung hifa, sedangkan mikrokonidia sedikit.

  1. Microsporum canis (M. canis)
    Makroskopis : Pertumbuhan koloni cepat, permukaan halus sampai bergranuler. Warna depan coklat muda, sedangkan dasar koloni merah coklat.
    Mikroskopis : Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar, ujung rucing, dinding tebal serta kasar dan ada tonjolan-tonjolan kecil. Karakteristik dijumpai adanya klamidospora, bisa juga dijumpai racquet hifa, pectine bodies dan nodular bodies.

  2. Microsporum gypseum (M. gypseum)
    Makroskopis : Pertumbuhan cepat, warna kuning sampai coklat ada jalur jalur radier.
    Mikroskopis : Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis dan bergerigi kecil.

  3. Microsporum audouinii (M. audouinii)
    Makroskopis : Pertumbuhan lambat, permukaan datar. Warna koloni abu- abu kuning sampai coklat keputihan, dan dasar koloni merah coklat.
    Mikroskopis : Makrokonidia jarang dan bentuk tidak teratur. Sedangkan mikrokonidia sangat jarang dan ditemukan adanya racquet hifa.

3. Epidermophyton (Frey, et al., 1985; Hutabarat, 1999; Rippon, 1988) Hanya ditemukan makroonidia, ukurannya besar dan berbentuk gada.

  1. Epidermophyton floccosum (E. Floccosum)
    Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bergranuler warna putih dan berjalur-jalur sentral warna kuning kehijauan.
    Mikroskopis : Makrokonidia lebar-lebar seperti gada atau berbentuk bunga, ujung bulat dinding halus dan tipis. Mikronidia tidak ada.

Patogenesis dan cara penularan


Dermatofita menggunakan keratin sebagai sumber nutrisi dan juga berkoloni pada lapisan kulit, kuku, dan rambut yang telah mati. Mereka juga memicu kehancuran sel-sel yang hidup dengan mengaktifkan sistem imun. Meskipun jamur yang terlibat dalam infeksi kutaneus dan sub-kutaneus hidup di tanah, penyakit yang mereka timbulkan tidak sama dengan infeksi jamur superfisial lainnya karena infeksinya membutuhkan lesi terlebih dahulu pada lapisan kulit yang lebih dalam.
Kebanyakan dermatfitosis tinggal menetap pada lapisan dermis dan hipodermis sehingga sangat jarang menyebabkan infeksi yang sistemik.
Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung Penularan langsung dapat melalui fomit, epitel, dan rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia atau dari bianatang, dan tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu, atau air (Siregar, 2004).

Faktor yang mempengaruhi

Disamping cara penularan, timbulnya kelainan-kelainan di kulit bergantung pada beberapa faktor :

  • Faktor virulensi dari dermatofita
    Virulensi ini bergantung pada afinitas, jamur, apakah jamur Antropofilik, Zoofilik, atau Geofilik. Selaian afinitas ini, masing- masing jenis jamur tersebut berbeda pula satu dengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian tubuh, misalnya Trichophyton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophyton floccosum yang paling sering menyerang lipat paha bagian dalam.
    Faktor yang terpenting dalam virulensi ini ialah kemampuan spesies jamur menghasilkan keratinasi dan mencerna keratin di kulit.

  • Faktor trauma
    Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur.

  • Faktor suhu dan kelembaban
    Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal; tempat yang banyak keringat seperti lipat paha dan sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur ini.

  • Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
    Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur. Insiden panyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah lebih sering ditemukan dari pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih baik.

  • Faktor umur dan jenis kelamin
    Penyakit tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anaak dibandingkan pada orang dewasa. Pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela jari dibandingkan pada pria, dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan. Di samping faktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain, seprti faktor perlindungan tubuh, (topi, sepatu, dan sebagainya), faktor transpirasi serta penggunaan pakaian yang serba nilon dapat memudahkan timbulnya penyakit jamur ini.

Beberapa jamur yang tumbuh di kulit memiliki gejala klinis yang disebut dengan lesi kutaneus. Dermatofitosis adalah infeksi kutaneus yang disebabkan oleh dermatofita, yaitu jamur yang dapat tumbuh di kulit, kuku, rambut, dan merangsang respon sel-sel imun yang dapat menghancurkan jaringan yang lebih dalam. Hal inilah yang membedakan dermatofitosis dengan infeksi jamur superfisial lainnya.

Tanda dan gejala


Di waktu yang lalu dermatofitosis sering disebut sebagai ring worm atau tinea, yang merupakan kata latin dari cacing karena dermatophytosis menghasilkan tempelan melingkar, bersisik yang membuat pemeriksa berpikir ada cacing terletak dibawah permukaan kulit. Meskipun penyakit ini sering disalah tanggapkan karena cacing tidak terlibat dan terminologi fita menyatakan tumbuhan bukan jamur tetapi istilah ini masih digunakan.

Kebanyakan dermatofitosis secara klinis dapat dibedakan karena mereka secara langsung dapat dikenal sebagai contoh athlete’s foot adalah dermatofitosis. Dermatofitosis dapat memiliki berbagai gejala klinis.

Diagnosis, tatalaksana, dan pencegahan


Observasi klinis pada umumnya cukup untuk mendiagnosa infeksi dermatofita. Persiapan KOH di kulit atau kerokan kuku atau sampel rambut dapat menampilkan hifa dan atau konidia (spora aseksual), dimana diperlukan untuk konfirmasi diagnosis. Saat diinginkan penentuan intentitas spesifik dari dermatofita membutuhkan pemeriksaan mikroskopis berupa kultur, yang akan memakan waktu berminggu-minggu karena jamur ini sangat lambat tumbuh di laboraturium.
Infeksi terbatas dapat diobati secara efektif dengan menggunakan obat- obat anti fungal topikal, tetapi untuk infeksi yang menyebar luas pada kulit kepala atau kulit demikian juga pada infeksi kuku harus diobati dengan anti fungal oral. Terbinafine, diberikan secara oral selama 6-12 minggu, sangat efektif pada sebagian besar kasus. Kasus kronik atau kasus yang menetap diobati dengan griseofulvin sampai sembuh (Bauman, et al., 2009).

Bentuk–bentuk gejala klinis dermatofitosis adalah:

  • Tinea kapitis
    Tinea kapitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala, rambut yang disebabkan jamur golongan dermatofita. Disebabkan oleh species dermatofita Trichophyton dan Microsporum. Gambaran klinis keluhan penderita berupa bercak pada kulit kepala, sering gatal disertai rambut rontok ditempat lesi. Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinis, pemeriksaan lampu wood dan pemeriksaan mikroskopis dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat spora diluar rambut (ectotric) atau didalam rambut (endotric). Pengobatan pada anak-anak peroral griseofulvin 10-25 mg/kg BB perhari, pada dewasa 500 mg/hr selama 6 minggu. (Siregar, 2004)
    Berdasarkan bentuk khas, tinea kapitis dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

    • Gray patch ring worm
      Penyakit ini dimulai dengan papul merah kecil yang melebar ke sekitarnya dan membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi, mudah patah, dan terlepas dari akarnya sehingga menimbulkan alopesia setempat.
      Dengan pemeriksaan dengan sinar wood tampak flouresensi kekuning- kuningan pada rambut yang sakit melalui batas “Gray patch” tersebut. Jenis ini biasanya disebabkan oleh species Microsporum dan Trichophyton.

    • Black dot ring worm
      Terutama disebabkan oleh T. tonsurans, T. violaceum, dan T. mentagrophytes. Infeksi jamur terjadi diluar rambut (ectotric) atau didalam rambut (endotric) yang menyebabkan rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala.
      Ujung rambut tampak seperti titik-titik hitam diatas permukaan kulit yang berwarna kelabu sehingga tampak seperti gambaran “black dot”. Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita. Rambut sekitar lesi juga tidak bercahaya lagi karena kemungkinan sudah terkena infeksi. Penyebab utamanya adalah T. tonsurans dan T. violaceum.

    • Kerion
      Bentuk ini adalah bentuk serius karena disertai dengan radang yang hebat bersifat lokal sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah ini putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini menyembuh akan meninggalkan suatu daerah yang botak permanen karena terjadi sikatriks.
      Bentuk ini terutama disebabkan oleh M. canis, M. gypseum, T. tonsurans, dan T. violaceum.

    • Tinea favosa
      Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berwarna cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus “moussy odor”. Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah lepas serta tidak mengkilat lagi. Bila penyakit itu sembuh akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang permanen. Penyebab utamanya adalah T. schoenleinii, T. violaceum, dan T. gypseum. Karena tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit kulit yang menyerang daeerah kepala, penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-penyakit bukan oleh jamur, seperti Psoriasis vulgaris, Dermatitis seboroika dan Trikotilomania (Siregar, 2004).

  • Tinea korporis
    Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (globurus skin) di daerah muka, badan, lengan dan glutea. Penyebab tersering adalah T. rubrum dan T. mentagropytes. Gambaran klinis biasanya berupa lesi terdiri atas bermacam macam efloresensi kulit, berbatas tegas dengan konfigurasi anular, arsinar, atau polisiklik, bagian tepi lebih aktif dengan tanda peradangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan terjadi seperti penyembuhan, sementara tepi lesi meluas sampai ke perifer. Kadang bagian tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang besar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya serta kerokan kulit dengan mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau spora jamur. Pengobatan sistemik berupa griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 minggu, itrakonazol 100 mg sehari selama 2 minggu, obat topikal salep whitfield.

  • Tinea imbrikata
    Tinea imbrikata adalah penyakit yang disebabkan jamur dermatofita yang memberikan gambaran khas tinea korporis berupa lesi bersisik yang melingkar- lingkar dan gatal. Disebabkan oleh dermatofita T. concentricum. Gambaran klinis dapat menyerang seluruh permukaan kulit halus, sehingga sering digolongkan dalam Tinea korporis. Lesi bermula sebagai makula eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama agak tebal terletak konsensif dengan susunan seperti genting, lesi bertambah melebar tanpa meninggalkan penyembuhan dibagian tengahnya. Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan kulit dengan KOH dan kultur, gambaran klinis yang khas berupa lesi konsentris. Pengobatan sistemik griseofulvin 500 mg sehari selama 4 minggu, sering kambuh setelah pengobatan sehingga memerlukan pengobatan ulang yang lebih lama, ketokonazol 200 mg sehari, obat topikal tidak begitu efektif karena daerah yang terserang luas (Madani, 2000; Siregar, 2002).

  • Tinea kruris
    Tinea kruris adalah penyakit jamur dermatofita didaerah lipat paha, genitalia dan sekitar anus, yang dapat meluas kebokong dan perut bagian bawah. Penyebab E. floccosum, kadang-kadang disebabkan oleh T. rubrum. Gambaran klinik lesi simetris dilipat paha kanan dan kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas sehingga dapat meliputi scrotum, pubis ditutupi skuama, kadang-kadang disertai banyak vesikel kecil-kecil. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung memakai larutan KOH 10-20%. Pengobatan sistemik griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 minggu, ketokonazol, obat topikal salep whitefield, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin, derivat azol dan naftifin HCL (Madani, 2000).

  • Tinea manus et pedis
    Tinea manus et pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita didaerah kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki serta daerah interdigital. Penyebab tersering T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum (Madani, 2000; Siregar, 2002).

  • Tinea unguium
    Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan infeksi jamur dermatofita. Penyebab tersering adalah T. mentagrophites, T. rubrum. Gambaran klinik biasanya menyertai Tinea pedis atau manus penderita berupa kuku menjadi rusak warna menjadi suram tergantung penyebabnya, distroksi kuku mulai dari dista, lateral, ataupun keseluruhan. Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis pada pemeriksaan kerokan kuku dengan KOH 10-20 % atau biakan untuk menemukan elemen jamur. Pengobatan infeksi kuku memerlukan ketekunan, pengertian kerjasama dan kepercayaan penderita dengan dokter karena pengobatan sulit dan lama. Pemberian griseofulvin 500 mg sehari selama 3-4 bulan untuk jari tangan untuk jari kaki 9-12 bulan. Obat topical dapat diberikan dalam bentuk losio atau krim (Madani, 2000).

  • Non Dermatofitosis

    1. Pitiriasis versikolor
      Pitiriasis versikolor (panu) adalah penyakit jamur superfisial yang kronik biasanya tidak memberikan keluhan subjektif berupa bercak skuama halus warna putih sampai coklat hitam, meliputi badan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala yang berambut. Menurut Ballon 1889 (dalam Juanda 2005) Disebabkan oleh malassezia furfur robin. Gambaran klinik kelainan terlihat bercak-bercak warna warni, bentuk teratur sampai tidak teratur batas jelas sampai difus kadang penderita merasa gatal ringan. Diagnosis pada sediaan langsung kerokan kulit dengan larutan KOH 20 % terlihat campuran hifa pendek dan spora-spora bulat yang dapat berkelompok. Pengobatan harus dilakukan menyeluruh tekun dan konsisten. Obat yang dapat dipakai suspensi selenium sulfida (selsun) dipakai sebagai sampo 2-3x seminggu. Obat lain derivat azol misal mikonazole, jika sulit disembuhkan ketokonazole dapat dipertimbangkan dengan dosis 1x 200 mg sehari selama 10 minggu. Umumya keluhan yang muncul adalah timbul bercak putih ataupun kecoklatan yang kadang gatal bila berkeringat. Pada orang dengan kulit berwarna, lesi yang terjadi biasanya tampak sebagai bercak hipopigmentasi, tetapi pada orang dengan kulit pucat lesi bisa berwarna coklat kemerahan. Di atas lesi terdapat sisik halus. Ada 2 bentuk yang sering didapat, yaitu makular dan folikular (Arnold, et al., 2000; Siregar, 2004; Krisanty, et al., 2008).

    2. Piedra
      Piedra adalah infeksi jamur pada rambut ditandai dengan benjolan (nodus) yang keras sepanjang batang rambut. Ada 2 bentuk, yaitu :

      • Piedra Putih
        Penyakit ini disebabkan Trichosporon beigellii terutama di daerah subtropis dan beriklim sedang. Gejalannya berupa adanya benjolan warna coklat muda yang tidak begitu melekat pada batang rambut kepala, kumis, janggut dan tidak memberikan gejala-gejala subjektif (Arnold, et al., 2000; Budimulja, 2007).

      • Piedra Hitam
        Penyakit ini disebabkan oleh piedra hortae dan lebih sering ditemukan pada daerah rambut kepala serta jarang pada rambut dada dan dagu. Piedra hitam merupakan infeksi asimtomatik. Pada batang rambut dada dan dagu. Piedra hitam merupakan infeksi asimtomatik. Pada batang rambut teraba kasar, granular, terdapat nodul yang keras, berukuran kecil, berwarna hitam dan bisa tunggal atau multipel. Nodul melekat erat pada batang rambut, sukar dilepas, bila disisir dengan logam maka akan terdengar bunyi geseran logam (Arnold, et al., 2000; Elgart & Warren, 1992).

    3. Otomikosis
      Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga bagian luar. Liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi skuama dan dapat meluas ke bagian luar sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam. Bila meluas sampai ke membran timpani daerah ini akan menjadi merah, berskuama dan mengeluarkan cairan serosanguinos dan penderita akan mengalami gangguan pendengaran. Penyebab infeksi biasanya jamur kontaminan, yaitu Aspergillus sp., Mukor dan Penisilium (Budimulja, 2007; Siregar, 2004).

    4. Tinea nigra palmaris
      Tinea nigra palmaris adalah infeksi jamur superfisial yang biasanya menyerang kulit telapak tangan dan kaki dengan memberikan warna hitam sampai coklat pada kulit yang terserang. Penyebabnya adalah Cladosporium werneckii. Makula yang terjadi tidak menonjol dari permukaan kulit, tidak terasa sakit dan tidak ada tanda-tanda radang. Kadang-kadang dapat meluas sampai di punggung kaki bahkan sampai menyebar ke leher, dada dan muka (Budimulja, 2007; Siregar, 2004).

Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial disebabkan oleh dermatofita yang memiliki kemampuan untuk melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi, dengan menyerang jaringan berkeratin, seperti stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku (Verma, 2008).

Dermatofita merupakan kelompok taksonomi jamur kulit superfisial. Yang terdiri dari 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton (Djuanda, 2010). Kemampuannya untuk membentuk ikatan molekuler terhadap keratin dan menggunakannya sebagai sumber makanan menyebabkan mereka mampu berkolonisasi pada jaringan keratin (Koksal, 2009).

Dermatofitosis tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi berbedabeda pada tiap negara (Abbas, 2012). Penelitian World Health 9 Organization (WHO) terhadap insiden dari infeksi dermatofit menyatakan 20% orang dari seluruh dunia mengalami infeksi kutaneus dengan infeksi tinea korporis merupakan tipe yang paling dominan dan diikuti dengan tinea kruris, pedis, dan onychomycosis (Lakshmipathy, 2013).

Klasifikasi Dermatofitosis

Dermatofitosis disebut juga dengan istilah infeksi “tinea” yang dikelompokkan lebih lanjut berdasarkan lokasi infeksinya, yaitu :

  • Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit kepala dan rambut kepala
  • Tinea Barbe : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
  • Tinea Kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadangkadang sampai perut bagian bawah
  • Tinea Pedis et Manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
  • Tinea Unguium : dermatofitosis pada jari tangan dan kaki
  • Tinea Korporis : dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 diatas (Djuanda, 2010).