Apa yang dimaksud dengan Dermatitis Kontak Alergik ?

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah peradangan kulit yang terjadi setelah kulit terpajan dengan bahan alergen melalui proses hipersensitivitas tipe lambat. Terjadinya DKA sangat tergantung dari kemampuan suatu bahan untuk mensensitisasi, tingkat paparan dan kemampuan masuknya bahan tersebut dalam kulit

Apa yang dimaksud dengan Dermatitis Kontak Alergik ?

Dermatisis kontak alergik (DKA) adalah reaksi peradangan kulit imunologik karena reaksi hipersensitivitas. Kerusakan kulit terjadi didahului oleh proses sensitisasi berupa alergen (fase sensitisasi) yang umumnya berlangsung 2-3 minggu. Bila terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa, periode hingga terjadinya gejala klinis umumnya 24-48 jam (fase elisitasi). Alergen paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da. DKA terjadi dipengaruhi oleh adanya sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.

image

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Keluhan kelainan kulit berupa gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Keluhan dapat disertai timbulnya bercak kemerahan.

Hal yang penting ditanyakan adalah riwayat kontak dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan yang dapat menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di keluarga

Faktor Risiko

  1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan alergen.
  2. Riwayat kontak dengan bahan alergen pada waktu tertentu.
  3. Riwayat dermatitis atopik atau riwayat atopi pada diri dan keluarga

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Tanda Patognomonis

Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya tergantung pada kondisi akut atau kronis. Lokasi dan pola kelainan kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebabnya, seperti di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan seterusnya.

Faktor Predisposisi

Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat alergen.

Pemeriksaan Penunjang : Tidak diperlukan

Penegakan Diagnostik (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Diagnosis Banding

Dermatitis kontak iritan.

Komplikasi

Infeksi sekunder

Dermatitis kontak alergik
Gambar Dermatitis kontak alergik

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

  1. Keluhan diberikan farmakoterapi berupa:

    a. Topikal (2 kali sehari)

    • Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
    • Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan Fluosinolon asetonid krim 0,025%).
    • Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan Betametason valerat krim 0,1% atau Mometason furoat krim 0,1%).
    • Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik topikal.

    b. Oral sistemik

    • Antihistamin hidroksisin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau
    • Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
  2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat bekerja.

Konseling dan Edukasi

  1. Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
  2. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boot.
  3. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.

Kriteria rujukan

  1. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test.
  2. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu setelah pengobatan standar dan sudah menghindari kontak.

Peralatan

Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit dermatitis kontak alergi.

Prognosis

Prognosis pada umumnya bonam, sedangkan quo ad sanationam adalah dubia ad malam (bila sulit menghindari kontak dan dapat menjadi kronis).

Sumber :
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan primer

Referensi

  1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
  2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the Skin:
    Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier.
  3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan Medik. Jakarta.

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).

Epidemiologi

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini dimasyarakat (Djuanda, 2008).

Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahanbahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) (Trihapsoro,2003). Angka kejadian ini sebenarnya 20- 50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan (National Institute of Occupational Safety Hazards,2006).

Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000Da yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit (Djuanda,2003).

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron misalnya poisonivy, poisonoak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3-entadecylcathecols.

Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassiumdichromat (semen,pembersih alat-alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan para fenilen diamin (catrambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro,2003).

Diagnosis

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel (Trihapsoro,2003). Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel).

Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik) (Djuanda, 2008).

Pemeriksaan fisik sangat penting karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (Djuanda, 2008).

Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya, karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat membantu penegakan diagnosis (Trihapsoro, 2003).

Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh bila mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung dapat pula dibagian luar lenganatas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh ditutup dengan bahan impermeabel kemudian direkat dengan plester. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtikaria (Djuanda, 2008).

Diagnosis Banding

Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitis kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi (Djuanda, 2008).

Pengobatan

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab dan menekan kelainan kulit yang timbul (Djuanda, 2008). Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergik akut yang ditandai dengan eritema, edema, bulan atau vesikel serta eksudatif.

Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal. Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan atau dermatitis akut yang telah mereda setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik, cukup diberikan kortikosteroid topikal (Djuanda, 2008).

Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik sejauh bahan kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari (Djuanda, 2008).