Apa yang dimaksud dengan Depresi atau Tekanan Batin?

Depresi

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010).

Apa yang dimaksud dengan Depresi ?

Depresi sebelumnya dianggap sebagai suatu jenis neurastenia yang termasuk dalam kategori gangguan jiwa ringan. Penderita depresi memiliki suasana hati yang buruk secara berkepanjangan, kehilangan minat terhadap segala hal, dan merasa kekurangan energi. Suasana hati mereka sangat buruk sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari.

Depresi adalah keadaan suasana hati yang sangat rendah yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan membuat penderitanya merasa sedih, iritabel, atau hampa. Banyak orang, termasuk remaja, yang menderita hal semacam ini. Seseorang dikatakan depresi bila:

  • Bila anda merasakan mood yang sangat rendah atau tidak tertarik untuk melakukan apapun, sepanjang hari pada setiap harinya, dan perasaan ini terus menerus anda rasakan selama setidaknya dua minggu, DAN

  • Bila anda mempunyai masalah-masalah lain seperti

    • Perubahan berat badan atau nafsu makan yang signifikan;
    • Tidak bisa tidur atau justru terlalu banyak tidur;
    • Selalu erasa gelisah atau lamban;
    • Merasa tidak berharga atau bersalah;
    • Merasa tidak mempunyai energy pada sebagian besar waktu;
    • Merasa tumpul atau kosong;
    • Tidak bisa berkonsentrasi atau membuat keputusan;
    • Mempunyai pikiran-pikiran mengenai kematian atau bunuh diri.

Menurut kriteria diagnostik American Psychiatric Association, Anda dikatakan memiliki gangguan depresi bila Anda mengalami 5 atau lebih gejala depresi fisik atau psikologis selama lebih dari 2 minggu secara berturut-turut, termasuk suasana hati yang buruk dan rasa kekurangan energi. Anda terus-menerus dibombardir oleh pikiran negatif dan kehidupan sehari-hari Anda terpengaruh secara signifikan.

Depresi

Penyebab Depresi


Depresi dikaitkan dengan perubahan bio-kimiawi di dalam otak. Otak mengirimkan sinyal dari satu sel otak ke sel otak lainnya dengan bahan kimia yang disebut neurotransmiter. Neurotransmiter ini mencakup serotonin, noradrenalin, dan dopamin. Neurotransmiter bertanggung jawab untuk mengatur berbagai fungsi fisik dan psikologis, seperti suasana hati, pemikiran dan perilaku, dll. Neurotransmiter tidak seimbang dan tidak bekerja dengan baik pada para penderita depresi.

Mencegah Depresi


Langkah-langkah berikut bisa membantu:

  • Cobalah untuk mendiskusikan perasaan dan menyalurkan stres Anda dengan benar.
  • Pertahankan gaya hidup yang sehat, misalnya terlibat dalam aktivitas atau hobi
    yang sehat.
  • Bersikap yang terbuka dan positif terhadap depresi.
  • Secara aktif mencari bantuan untuk memecahkan masalah.

Faktor risiko Depresi


Orang-orang dari berbagai usia bisa terpengaruh pada depresi. Alasan berkembangnya depresi bisa berbeda-beda pada setiap individu. Depresi bisa berkembang karena faktor fisik, psikologis, lingkungan, dan genetik. Kadang-kadang, penyebab pastinya tidak diketahui.

Faktor fisik

Perubahan di otak karena berbagai penyakit, misalnya, infeksi, hipotiroidisme dan trauma, dan penyalahgunaan minuman beralkohol atau obat-obatan bisa menyebabkan depresi.

Faktor psikologis

  1. Kecemasan yang terkait dengan kesehatan, pengalaman menyakitkan yang menyebabkan pikiran dan emosi negatif

  2. Sifat kepribadian tertentu, seperti terlalu stres atau keras kepala Faktor lingkungan
    Tekanan hidup dan di tempat kerja, masalah keuangan, kehilangan pekerjaan, tujuan yang tidak tercapai, masalah kerja atau sekolah, trauma cinta, masalah perkawinan, konflik keluarga, masalah dalam hubungan, penyakit anggota keluarga, beban keluarga, anak-anak tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah, dll.

Faktor genetik

Depresi kadang-kadang bisa menurun dalam keluarga. Jika Anda memiliki riwayat medis keluarga yang terkait dengan gangguan depresi, Anda cenderung akan terkena penyakit ini.

Gejala-gejala Depresi


Sebagian besar gejalanya terkait dengan masalah fisik dan psikologis pasien. Jika Anda mengalami beberapa gejala berikut yang mengganggu kehidupan sehari-hari Anda (seperti pekerjaan dan aktivitas sosial) untuk jangka waktu yang lama, Anda mungkin menderita penyakit depresi.

Gejala fisik:

  • Sakit kepala
  • Insomnia
  • Merasa lemah secara umum
  • Mual
  • Sesak napas
  • Masalah pencernaan
  • Kelelahan dan kekurangan energi
  • Sering mimpi dan merasa seperti Anda tidak tidur sepanjang malam
  • Rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan Gejala emosional:
  • Lekas marah
  • Merasa gugup
  • Suasana hati yang buruk dan kurang motivasi
  • Hilangnya ketertarikan pada suatu hal
  • Pikiran tentang pengalaman yang tidak menyenangkan secara berulang-ulang
  • Perasaan tidak berharga, rendah diri, dan merasa bersalah
  • Kesulitan berkonsentrasi
  • Merasa putus asa
  • Ingin mati atau bunuh diri

Depresi

Diagnosis Depresi


Menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental dari American Psychiatric Association, kriteria diagnostik untuk gangguan depresi Mayor mencakup:

  1. Setidaknya satu dari tiga suasana hati tidak normal berikut yang secara signifikan mengganggu kehidupan seseorang:

    • Suasana hati depresi yang tidak normal hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, setidaknya selama 2 minggu

    • Kehilangan semua minat dan kesenangan yang tidak normal hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, setidaknya selama 2 minggu.

    • Jika berusia 18 tahun atau lebih muda, suasana hati yang mudah tersinggung hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, setidaknya selama 2 minggu.

  2. Setidaknya lima dari gejala berikut ini muncul selama periode depresi 2 minggu yang sama.

    • Suasana hati depresi yang tidak normal (atau suasana hati yang mudah tersinggung jika penderita adalah anak kecil atau remaja)

    • Kehilangan semua minat dan rasa senang secara tidak normal

    • Gangguan nafsu makan atau berat badan:

      • Penurunan berat badan (saat tidak diet) atau penurunan nafsu makan yang tidak normal.
      • Peningkatan berat badan atau peningkatan nafsu makan yang tidak normal.
    • Gangguan tidur, insomnia atau hipersomnia yang tidak normal.

    • Gangguan aktivitas, baik agitasi maupun perlambatan yang tidak normal (bisa diamati oleh orang lain).

    • Rasa lelah atau kehilangan energi yang tidak normal.

    • Rasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri yang tidak normal.

    • Buruknya konsentrasi atau ketidakpastian yang tidak normal.

    • Pikiran yang tidak normal tentang kematian (tidak hanya takut mati) atau bunuh diri.

Gejala di atas menyebabkan Anda merasa tertekan atau mengganggu kemampuan Anda untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Gejala tersebut mengganggu pekerjaan, sekolah, interaksi sosial atau kehidupan keluarga Anda.

Tindakan pengobatan terhadap Depresi


Obat-obatan

Dokter bisa meresepkan obat untuk mengobati depresi. Ada dua jenis pengobatan utama:

  • Antidepresan bekerja dengan menormalkan neurotransmiter di otak.
  • Penenang membantu mengurangi kecemasan sementara.

Pengobatan bisa meringankan gejala depresi dalam jangka waktu 3 hingga 4 minggu dan pasien bisa sembuh dalam jangka waktu 4 hingga 6 minggu. Secara umum, pasien harus terus mengonsumsi obat setidaknya 4 hingga 9 bulan setelah gejala penyakit hilang. Untuk depresi yang berat atau sering berulang, pasien harus tetap mengonsumsi obat untuk jangka waktu yang lebih lama. Pengobatan hanya boleh dihentikan menurut instruksi dokter.

Efek samping obat (tergantung pada jenis anti-depresan yang Anda gunakan) mencakup:

Sembelit, diare, mulut kering, muntah, rasa mengantuk, susah tidur, pusing, sakit kepala, rasa lelah, peningkatan berat badan, penglihatan kabur, dan sesak nafas.

Tidak semua orang mengalami efek samping yang sama. Selain itu, efek samping biasanya bersifat sementara dan akan mereda seiring dengan berjalannya waktu.

Peringatan:
Jangan mengubah atau menghentikan pengobatan tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

Psikoterapi

Terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi psikoanalitik (atau terapi psikodinamik) merupakan jenis psikoterapi yang umum digunakan.

Psikoterapi bertujuan untuk membantu pasien mengubah pola pikir negatif mereka dan berperilaku positif, sehingga bisa menyelesaikan masalah emosional secara objektif dan efisien. Para tenaga medis profesional akan membantu pasien untuk mengetahui faktor pemicu depresi mereka. Bila perlu, psikoterapi akan digunakan bersamaan dengan obat untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik.

  • Terapi perilaku kognitif
    Bertujuan untuk membantu pasien mengembangkan pola pikir dan gaya hidup baru melalui analisis pemikiran. Periode pengobatan biasanya bersifat singkat dengan target terapeutik yang telah ditentukan sebelumnya.

  • Terapi psikoanalitik
    Bertujuan untuk membantu pasien memahami alam bawah sadar yang memengaruhi emosi dan perilaku saat ini dengan menganalisis pengalaman dan pemikiran di masa lalu. Terapi ini merupakan proses terapi intensif dan memiliki jangka waktu yang agak panjang.

Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

Dokter bisa menyarankan terapi elektrokonvulsif kepada penderita depresi berat yang tidak bertambah baik setelah mendapatkan pengobatan dan psikoterapi. Dalam terapi elektrokonvulsif, arus listrik dialirkan melalui otak untuk menghilangkan gejala depresi. Pengobatan tergantung pada kebutuhan individu.

Sebelum ECT diberikan, pasien diberi anestesi ringan. Sengatan listrik akan diterapkan ke kepala pasien yang dapat meningkatkan kadar zat kimia yang terkait dengan suasana hati seperti serotonin dan noradrenalin di otak.

Depresi

Merawat diri saya sendiri dan Orang lain


Ketika anda mengalami depresi, anda dapat merawat diri Anda sendiri dengan cara melakukan hal-hal berikut ini :

  • Mintalah saran dari para tenaga medis profesional seperti psikolog klinis, dokter keluarga, psikiater, perawat, pekerja sosial, terapis profesional, dll. Mereka memiliki keterampilan profesional dalam konseling dan bisa membantu Anda memecahkan masalah secara positif.

  • Biarkan keluarga dan teman mengetahui emosi Anda

  • Carilah bantuan dari orang lain

  • Tetapkan tujuan yang realistis untuk diri Anda sendiri dan hindari mengambil tanggung jawab yang tidak bisa dipenuhi.

  • Berolahragalah secara teratur untuk meringankan stres

Sedangkan cara untuk membantu penderita depresi adalah sebagai berikut :

  • Tawarkan dukungan, pemahaman, kesabaran, dan dorongan.
  • Dorong mereka untuk mengungkapkan perasaan dan masalah mereka
  • Dorong mereka untuk terlibat dalam kegiatan sosial.
  • Mintalah nasihat tenaga medis profesional begitu Anda memperhatikan keanehan pada perilaku mereka.

Sumber : Hospital Authority, Hongkong.

Tekanan batin atau depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan mental yang memengaruhi suasana hati, perasaan, pola pikir dan perilaku, hingga aktivitas sehari-hari. Tekanan batin lebih dari sekedar perasaan tidak bahagia atau muak. Lazimnya, penyakit ini akan berlangsung lebih dari dua minggu dan menyebabkan berbagai masalah emosional dan fisik, seperti merasa sedih berkepanjangan, tidak punya motivasi untuk beraktivitas, kehilangan ketertarikan dan semangat, menyalahkan diri sendiri hingga merasa sangat putus asa.

Tekanan batin termasuk penyakit atau gangguan otak dan bukan dianggap cacat. Tekanan batin terjadi ketika bahan kimia di otak yang disebut neurotransmitter tidak seimbang dan menyebabkan masalah aktivitas di bagian tertentu otak Anda.

Ada berbagai faktor dan penyebab penyakit tekanan batin, di antaranya adalah faktor genetik, biologi, lingkungan, dan faktor psikologis seperti stres berat. Tekanan batin dapat terjadi pada semua usia, namun lebih sering terjadi pada remaja, orang dewasa, dan perempuan.

Adapun gejala-gejala yang timbul karena tekanan batin meliputi rasa sedih dan hampa yang berkepanjangan, kehilangan minat dalam kegiatan favorit, makan berlebihan atau tidak ingin makan sama sekali, tidak bisa tidur atau justru tidur terlalu banyak, penurunan energi dan kelelahan, merasa putus asa, mudah marah, cemas, gelisah dan merasa bersalah, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan mengingat atau membuat keputusan, sakit kepala, kram, gangguan pencernaan, serta berpikir tentang kematian atau bunuh diri. Memang tidak setiap orang mengalami semua gejala tersebut, namun biasanya beberapa orang mengalami hanya sebagian dari gejala-gejala tersebut.

Depresi merupaka gangguan perasaan yang dialami individu dari berbagai usia dan dapat mengganggu berbagai aspek fungsi kehidupan, mulai dari motivasi, emosi, kognitif, tingkah laku, dan biologis. Gilbert (2000)

Rosenvald, Oei, dan Schmidt (2007) menjelaskan depresi sebagai munculnya perubahan dalam diri individu dalam segi :

  1. Suasana hati, misalnya merasa tidak berharga,

  2. Tingkah laku, misalnya mudah marah, menarik diri dari interaksi dengan orang lain,

  3. Fungsi diri, misalnya sulit berpikir dan berkonsentrasi,

  4. Kondisi fisik, misalnya sulit tidur atau terlalu banyak tidur, perubahan berat badan.

Jenis-jenis Depresi


Berdasarkan kriteria DSM IV-TR, terdapat dua jenis gangguan depresi yang bersifat klinis, yaitu (American Psychiatric Association, 2000) :

  • Gangguan Depresi Mayor

    Gangguan depresi mayor merupakan gangguan depresi yang paling umum terjadi. Individu dengan gangguan depresi mayor akan mengalami episode-episode depresi dan normal/remisi yang terlihat cukup kontras. Diagnosis untuk gangguan depresi mayor dapat diberikan jika individu mengalami setidaknya lima dari delapan kriteria berikut selama setidaknya dua minggu berturut-turut,dan hal ini menganggu keberfungsiannya sehari-hari:

    1. Adanya suasana hati/ mood depresif hampir sepanjang hari
    2. Kehilangan minat melakukan hal-hal yang disukai
    3. Mengalami penurunan atau kenaikan berat badan yang disertai perubahan selera makan
    4. Mengalami masalah tidur yang muncul hampir setiap hari
    5. Mengalami agitasi/ kegelisahan psikomotor
    6. Mengalami rasa lelah yang berlebihan
    7. Merasa tidak berdaya, sulit berpikir dan konsentrasi
    8. Adanya kemunculan pikiran-pikiran buruk mengenai kematian, termasuk keinginan bunuh diri
  • Gangguan Distimik

    Gangguan distimik merupakan jenis gangguan depresi yang ditandai dengan perasaan murung dalam jangka waktu yang lama dan pengidapnya seringkali menerima perasaan tersebut sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari. Diagnosis ini diberikan jika individu mengalami simptom- simptom depresi hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, paling tidak selama dua tahun untuk orang dewasa dan satu tahun untuk anak- anak dan remaja. Simptom-simptom depresi yang muncul setidaknya dua dari tujuh simptom berikut:

    1. Tidak ada selera makan atau makan berlebihan
    2. Insomnia atau hipersomnia
    3. Tidak ada tenaga atau lelah
    4. Merasa harga diri rendah
    5. Konsentrasi buruk
    6. Sulit membuat keputusan
    7. Merasa tidak memiliki harapan

    Ciri yang ditampilkan oleh individu dengan gangguan distimik pada dasarnya mirip dengan ciri gangguan depresi mayor. Bedanya, pada gangguan depresi mayor, individu mengalami perubahan episode yang sangat kontras antara depresi dan penyembuhan, sementara pada gangguan distimik, perubahan suasana hati tidak terjadi dengan ekstrim, tetapi justru cenderung konstan.

Di luar jenis gangguan depresi yang tercatat dalam DSM IV-TR, ada pula masalah depresi yang terbilang ringan dan dikenal dengan istilah depresi minor (Gellis & McCracken, 2008). Depresi ringan pada umumnya ditandai dengan kemunculan kriteria depresi mayor, tetapi belum cukup untuk dapat didiagnosis ke arah gangguan tersebut, misalnya tidak sampai memenuhi lima kriteria, tetapi sudah terjadi selama dua minggu. Sama seperti depresi mayor, depresi minor juga biasanya sudah mengganggu keberfungsian individu yang mengalaminya, sehingga perlu ditangani secara komprehensif pula (Gellis & McCracken, 2008).

Depresi adalah akumulasi dari perasaan cemas yang berkepanjangan. Depresi sering terjadi akibat setelah mengalami proses kekecewaan yang berlarut-larut dan panjang (Prasetyo, 2007: 91). Kekecawaan kepada Tuhan yang telah memberikan ujian atau cobaan yang tak kunjung berakhir akan memberikan tekanan yang menjadikan seseorang depresi. Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa, umumnya depresi memiliki arti gangguan suasana perasaan berupa tekanan yang lebih hebat dari kesedihan maupun rasa duka cita (Akmal, dkk, 2010: 98). Orang yang mengalami depresi orang yang berada dalam kondisi sangat menderita. Depresi adalah penyebab utama tindakan bunuh diri, dan tindakan ini menduduki urutan ke-6 dari penyebab kematian utama di Amerika Serikat (Hawari, 2004). Secara umum, 50 persen dari penderita depresi berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang benar-benar mengakhiri hidupnya sebesar 72 persen.

Hawari (2004) menjelaskan bahwa depresi yang berat memicu timbulnya berbagai macam penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis/maag), asma, gangguan pada pembuluh darah (kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas (Hawari, 2004). Bahkan WHO memperkirakan depresi akan menjadi penyebab utama masalah penyakit dunia pada tahun 2020, penyebab utama dari depresi antara lain; adanya ketidakseimbangan neurotransmitter di otak terutama serotonin., adanya tekanan beban psikis, dampak dari yang berkaitan dengan lingkup pergaulan sosial atau sakit., adanya beban kehilangan pasangan hidup, kehilngan pekerjaan, pasca bencana, dan dampak kehidupan sehari-hari lainnya. Depresi juga didefinisikan sebagai suatu status emosional seseorang yang ditandai dengan kesedihan yang sangat, perasaan bersalah, menarik diri dari lingkungan, gangguan tidur, anoreksia, kehilangan gairah seksual, kehilangan ketertarikan pada aktivitasaktivitas yang biasanya menyenangkan (Davison & Neale, 1994). Para ahli lain melihat depresi sebagai suatu keadaan psikologis cara individu bereaksi terhadap frustrasi yang dialaminya (Reideger, Capaldi, 1984).

Menurut Sadock (2007) depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suasana perasaan yang meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunia.

Kaplan dkk. (2010) berpendapat bahwa gangguan mood adalah suatu kelompok klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Kaplan dkk (2010) juga menyebutkan bahwa gangguan depresi adalah gangguan yang sering, dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15 persen, kemungkinan setinggi 25 persen pada wanita.

Maslim berpendapat (dalam Suprapti S. Markam 2008) bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP (terutama pada sistem limbik).

Menurut Depkes RI (2007) Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut kerja otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian seseorang. Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, merupakan periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh diri.

Menurut Dharmono (dalam jurnal cermin kedokteran 2007) depresi ditandai oleh suasana perasaan yang murung, hilang minat terhadap kegiatan, hilang semangat, lemah, lesu, dan rasa tidak berdaya. Kartono (2002), menyatakan bahwa depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan aktivitas fisik maupun mental dan kesulitan dalam berpikir. Lebih lanjut Kartono menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai kecemasan, kegelisahan dan keresahan, perasaan bersalah, perasaan menurunnya martabat diri atau kecenderungan bunuh diri.

Menurut MT Indiarti (dalam buku Winaris 2011) depresi adalah reaksi tubuh terhadap kondisi yang tidak menyenangkan atau situasi crowded secara lingkungan sosial maupun fisik. Depresi mengakibatkan tubuh tidak memproduksi hormon adrenalin sehingga sistem tubuh kurang siap dalam mempertahankan diri.

Menurut David D. Burns (1988) depresi adalah suatu penyakit dan tidak perlu menjadi bagian dari kehidupan yang sehat. Depresi mayor adalah suasana hati (afek) yang sedih atau kehilangan minat atau kesenangan dalam semua aktifitas selama sekurangkurangnya dua minggu yang disertai dengan beberapa gejala yang berhubungan, seperti kehilangan berat badan dan kesulitan berkosentrasi.

Individu yang mengalami depresi selalu menyalahkan diri sendiri, merasakan kesedihan yang mendalam dan rasa putus asa tanpa sebab. Mereka mempersepsikan diri sendiri dan seluruh alam dunia dalam suasana yang gelap dan suram. Pandangan suram ini menciptakan perasaan tanpa harapan danketidakberdayaan yang berkelanjutan (Albin, 1991).

Depresi atau gangguan mood adalah suasana perasaan sedih dan cemas yang menetap pada diri seseorang sehinnga dapat mempengaruhi perilaku dan persepsi seseorang. Depresi terjadi karena adanya perubahan antara norepinefrin dan serotonin yang merupakan bagian dari neurotransmitter. Keadaan depresi dapat mengakibatkan tubuh seseorang tidak dapat memproduksi hormon adrenalin, sehingga tubuh kurang siap dalam mempertahankan diri.

Depresi

Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang mendapatkan perhatian serius. Orang yang mengalami depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi, fungsional, dan tingkah laku serta kognisi bercirikan ketidakberdayaan yang berlebihan (Kaplan et al., 1997). Depresi dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Orang yang mengalami depresi akan memunculkan emosi-emosi yang negatif seperti rasa sedih, benci, iri, putus asa, kecemasan, ketakutan, dendam dan memiliki rasa bersalah yang dapat disertai dengan berbagai gejala fisik (Korff and Simon., 1996).

WHO (2012) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit paling sering di dunia. Depresi sering ditemui dalam kasus gangguan jiwa. Pravalensi pada wanita diperkirakan 10-25% dan laki-laki 5-12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada laki-laki terutama usia muda dan usia tua (Nurmiati, 2005). Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia sebesar 1,7 per mil. Penderita gangguan jiwa berat paling banyak terdapat di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Tengah. Proporsi rumah tangga yang pernah memasung anggota rumah tangga gangguan jiwa berat sebesar 14,3% serta pada kelompok penduduk dengan indeks kepemilikan terbawah sebesar 19,5%. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia sebesar 6%. Provinsi dengan prevalensi gangguan emosional paling tinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur (Depkes RI, 2013).

Antidepresan adalah obat yang digunakan untuk pengobatan depresi. Kadar neurotransmiter terutama norepinefrin dan serotonin dalam otak sangat berpengaruh dalam keadaan depresi dan gangguan Sistem Safar Pusat. Rendahnya kadar norepinefrin dan serotonin didalam otak yang menyebabkan gangguan depresi, dan apabila kadarnya terlalu tinggi menyebabkan mania. Oleh karena itu antidepresan adalah obat yang mampu meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonin di dalam otak (Prayitno, 2008).

Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar (Depkes, 2007). Depresi dapat juga diartikan sebagai suatu periode terganggunya fungsi manusia yang dikaitkan dengan perasaan yang sedih serta gejala penyertanya yang mencakup hal-hal seperti perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, rasa lelah, murung, rasa tak berdaya, putus asa dan bunuh diri (Kaplan et al., 1997). Gambaran penting pada kelainan depresi mayor adalah keadaan klinis yang ditandai dengan satu atau lebih episode depresi tanpa riwayat mania, gabungan depresi mania atau hipomania. Kelainan distimik adalah gangguan suasana hati (mood) kronis yang melibatkan depresi suasana hati dan sekurangnya dua gejala yang lain, kelainan ini biasanya lebih ringan dibandingkan kelainan depresi mayor (Dipiro et al., 2008).

a) Epidemiologi

Gangguan depresi dapat terjadi pada semua umur dengan riwayat keluarga mengalami gangguan depresi, biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun. Usia paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun dengan rerata pada usia 30 tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai pada usia 40 tahun. Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan tak ada korelasinya dengan sosioekonomi. Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan anak.

Beberapa orang mengalami gangguan depresif musiman, di negara barat biasanya pada musim dingin. Gangguan depresif ada yang merupakan bagian gangguan bipolar (dua kutub: kutub yang satu gangguan depresif, kutub lainnya mania). Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15%, pada perempuan mungkin sampai 25%. Perempuan mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar mengalami gangguan depresif daripada lakilaki karena masalah hormonal, dampak melahirkan, stressor dan pola perilaku yang dipelajari. Gangguan depresif sangat umum terjadi, setiap tahun lebih dari 17 juta orang Amerika mengalaminya (Depkes, 2007).

b) Patofisiologi

Depresi dapat disebabkan oleh penurunan jumlah neurotransmiter norepineprin (NE), serotonin (5-HT) dan dopamin (DA) dalam otak (Dipiro et al, 2008). Ketidakseimbangan kimiawi otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut saraf membuat tubuh menerima komunikasi secara salah dalam pikiran, perasaan, dan perilaku. Oleh karena itu pada terapi farmakologik maka terapinya adalah memperbaiki kerja neurotransmitter norepinefrin, serotonin dan dopamin. Berbagai faktor psikologik memainkan peran terjadinya gangguan depresif. Kebanyakan gangguan depresif karena faktor psikologik terjadi pada gangguan depresif ringan dan sedang, terutama gangguan depresif reaktif. Gangguan depresif reaktif biasanya didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian diri selama masa pengobatan (Depkes, 2007) .

c) Gejala

Depkes (2007) menyatakan bahwa gejala gangguan depresif berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya, dipengaruhi juga oleh beratnya gejala. Gangguan depresif mempengaruhi pola pikir, perasaan, dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya. Gangguan depresif tidak mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang dan bervariasi dari satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan adalah sakit, nyeri bagian atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan. Kebanyakan gejala dikarenakan penderita mengalami stres yang besar, kekuatiran dan kecemasan terkait dengan gangguan depresifnya. Simptom dapat digolongkan dalam kelompok terkait perubahan dalam cara pikir, perasaan, dan perilaku.

Gejala fisik yang biasanya muncul adalah kelelahan, nyeri (terutama sakit kepala), gangguan tidur (sulit tidur, terbangun di malam hari), gangguan nafsu makan, keluhan pada sistem pencernaan, keluhan pada sistem kardiovaskuler (terutama palpilasi) dan hilangnya gairah seksual (Teter et al., 2007). Menurut Sukandar et al (2009) gejala intelektual atau kognitif, meliputi : penurunan kemampuan untuk konsentrasi, ingatan yang lemah terhadap kejadian yang baru terjadi, kebingungan, dan ketidakyakinan. Gejala psikomotorik yang biasanya muncul yaitu retardasi psikomotorik (perlambatan gerakan fisik, proses berpikir, dan bicara) atau agitasi psikomotor.

d) Penatalaksanaan Terapi

Tujuan terapi depresi adalah untuk meminimalkan efek samping, mengurangi gejala, memastikan kepatuhan pengobatan, membantu pengembalian ketingkat fungsi sebelum depresi dan mencegah episode lebih lanjut (Sukandar et al., 2009). Depkes (2007) menyatakan bahwa penderita mengalami gangguan depresif berat, dan gejalanya sangat membuat tidak berdaya maka perlu diketahui bahwa anti depresan tidak menyembuhkan gangguan depresif, tetapi mengurangi sampai menghilangkan gejala. Ada 3 fase pengobatan gangguan depresif yaitu:

  1. Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala.

  2. Fase kelanjutan untuk mencegah relaps.

  3. Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren. (Kupfer, 1991)

e) Terapi non farmakologi

  1. Psikoterapi

Psikoterapi adalah terapi pengembangan yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan serta mencegah kambuhnya gangguan pola perilaku maladatik. Teknik psikoterapi tersusun seperti teori terapi tingkah laku, terapi interpersonal dan terapi untuk pemecahan sebuah masalah. Dalam fase akut terapi efektif dan dapat menunda terjadinya kekambuhan selama menjalani terapi lanjutan pada depresi ringan atau sedang (Depkes, 2007). Pasien penderita depresi major parah dan atau dengan psikotik tidak direkomendasikan untuk menggunakan psikoterapi. Psikoterapi adalah pilihan utama penderita depresi ringan atau sedang (Teter et al., 2007)

  1. Electro Convulsive Theraphy (ECT )

Depkes RI (2007) menyatakan ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Terapi ECT terdiri dari 6 – 12 terapi dan tergantung dengan tingkat keparahan pasien. Terapi ini dilakukan 2 atau 3 kali dalam seminggu dan sebaiknya terapi dilakukan oleh psikiater yang berpengalaman (Mann, 2005).

Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek. Terapi antidepresi yang pasti dengan obat atau kejang listrik (ECT) membutuhkan beberapa minggu atau lebih lama dan tidak dilakukan dalam UGD. Namun demikian, agitasi, ansietas, dan insomnia dapat diobati (Kaplan et al., 1997).

Referensi

http://eprints.ums.ac.id/40571/5/BAB%20I.pdf

Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar. Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut kerja otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian seseorang.

Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, merupakan periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.

Depresi sering terjadi pada wanita dengan usia 25-44 tahun, dan puncaknya pada masa hamil. Faktor sosial seperti stres dari masalah keluarga dan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena harapan hidup pada wanita lebih tinggi, kematian pasangan mungkin juga menyebabkan angka yang tinggi untuk wanita tua mengalami depresi.

Penilaian gejala depresi seperti perasaan sedih atau kekecewaan yang kuat dan terus menerus yang mempengaruhi aktivitas normal, menunjukan prevalensi seumur hidup sebanyak 9-20%. Pada kriteria lain yang digunakan pada depresi berat, prevalensi depresi 3% untuk pria dan 4-9% untuk wanita. Resiko seumur hidup 8-12% untuk pria dan 20-28% untuk wanita. Sekitar 12-20% pada orang yang mengalami episode akut berkembang menjadi sindrom depresi kronis, dan diatas 15% pasien yang mengalami depresi lebih dari 1 bulan dapat melakukan bunuh diri.

Depresi disebabkan oleh kombinasi banyak faktor, antara lain faktor biologis, faktor bawaan atau keturunan serta faktor yang berhubungan dengan perkembangan seperti kehilangan orang tua sejak kecil, faktor psikososial, dan faktor lingkungan, yang menjadi satu kesatuan mengakibatkan depresi.

1) Faktor biologis

Faktor biologis yang dapat menyebabkan terjadinya depresi dapat dibagi menjadi dua hal yaitu disregulasi biogenik amin dan disregulasi neuroendokrin. Abnormalitas metabolit biogenik amin yang sering dijumpai pada depresi yaitu 5 hydroxy indoleacetic acid (5HIAA), homovalinic acid (HVA), 3-methoxy 4-hydrophenylglycol (MHPG), sebagian besar penelitian melaporkan bahwa penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam abnormalitas metabolik biogenikamin pada darah, urin dan cairan serebrospinal. Keadaan tersebut endukung hipotesis ganggua depresi berhubungan dengan disregulasi biogenikamin. Dari biogenik amin, serotonin dan norepinefrin merupakan neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi.

Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik antidepresan mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor beta2-presinaptik pada depresi, telah mengaktifkan reseptor yang mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinephrin. Reseptor beta2-presinaptik juga terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.

2) Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama, dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya stres sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan sistem sinyal intraneuron. Termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya, seorang individu berisiko tinggi mengalami episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor dari luar.

Orang dengan beberapa gangguan kepribadian seperti, obsesifkompulsif, histeris, dan yang ada pada garis batasnya, mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena depresi dari pada orang dengan kepribadian antisosial atau paranoid. Pada pengertian psikodinamik depresi dijelaskan oleh Sigmund Freud dan dikembangkan oleh Karl Abraham yang diklasifikasikan dalam 4 teori:

  1. gangguan pada hubungan bayi dan ibu selama fase oral (10- 18 bulan awal kehidupan) sehinga bisa terjadi depresi;

  2. depresi dapat dihubungkan dengan kehilangan objek secara nyata atau imajinasi;

  3. Introjeksi dari kehilangan objek adalah mekanisme pertahanan dari stress yang berhubungan dengan kehilangan objek tersebut

  4. karena kehilangan objek berkenaan dengan campuran cinta dan benci, perasaan marah berlangsung didalam hati.

3) Faktor Genetik

Dari faktor bawaan atau keturunan menerangkan apabila salah seorang kembar menderita depresi, maka kemungkinan saudara kembarnya menderita pula sebesar 70%. Kemungkinan menderita depresi sebesar 15% pada anak, orang tua, dan kakak-adik dari penderita depresi. Apabila anak yang orangtuanya pernah menderita depresi, sejak lahir diadopsi oleh keluarga yang tidak pernah menderita depresi, ternyata kemungkinan untuk menderita depresi 3 kali lebih besar dibandingkan anakanak kandung keluarga yang mengadopsi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Depresi

Banyak hal yang bisa menjadi faktor risiko timbulnya depresi, yaitu :

  1. Usia Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40 tahun; dan 50% dari pasien memiliki onset anatara usia 20-50 tahun.

  2. Jenis kelamin Pada pengamatan yang hampir uiversal, terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya kesehatan maternal.

  3. Pendidikan Terdapat hubungan yang signifikan pendidikan dengan depresi pada usia dewasa-tua. Tingkat pendidikan berkaitan dengan kesehatan fisik yang baik. Penelitian di Inggris menyebutkan bahwa lansia yang hanya menamatkan pendidikan dasar mempunyai risiko terhadap depresi 2,2 kali lebih besar.

  4. Status pernikahan Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang tercerai atau berpisah.

Referensi

http://eprints.undip.ac.id/50217/3/ARHATYA_MARSASINA_22010112120008_Lap.KTI_Bab2.pdf

Depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang terus-menerus merasa sedih dan tertekan serta kehilangan minat dalam beraktivitas, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup sehari-hari. Seseorang yang mengalami gangguan depresi mayor, kelainan ini dapat memengaruhi perasaan, pemikiran, hingga perilaku sehingga menimbulkan masalah emosional dan fisik.

Depresi yang terjadi juga dapat mengganggu saat istirahat dan nafsu makan, sehingga kerap merasa lelah dan sulit berkonsentrasi. Efek depresi dapat berlangsung lama atau bahkan berulang dan mampu memengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi dan menjalani aktivitas harian.

Penyebab Depresi

Belum diketahui secara pasti sesuatu yang dapat menyebabkan depresi. Beberapa risiko yang dapat meningkatkan risiko dari gangguan ini adalah:

  • Masalah biologis: Seseorang yang mengidap depresi kemungkinan mengalami perubahan fisik di otak. Meski begitu, tingkat signifikan dari perubahan ini belum diketahui secara pasti, meski akhirnya dapat membantu untuk menentukan sesuatu yang menyebabkannya.
  • Gangguan kimia pada otak: Neurotransmitter adalah bahan kimia pada otak yang terbentuk secara alami dan disebut-sebut dapat berperan dalam depresi. Sebuah penelitian menyebut jika perubahan dalam fungsi dan efek neurotransmitter ini dapat memengaruhi stabilitas suasana hati sehingga memengaruhi tingkat depresi pada seseorang.
  • Gangguan hormon: Perubahan atau gangguan pada keseimbangan hormon dapat memicu terjadinya depresi. Hal ini kerap terjadi selama kehamilan dan beberapa minggu atau bulan setelahnya (pascapartum). Selain itu, seseorang yang mengalami masalah tiroid, menopause, serta beberapa kondisi lainnya juga memiliki risiko tinggi pada depresi.
  • Penyakit keturunan: Masalah depresi lebih berisiko terjadi pada seseorang dengan keluarga inti yang pernah mengidapnya. Disebutkan jika gen dapat memengaruhi risiko dari penyebab depresi.

Depresi adalah suatu masalah yang tidak dianggap dapat dicegah. Sulit untuk mengenali segala hal yang menjadi penyebabnya, sehingga lebih sulit untuk melakukan pencegahan. Namun jika kamu mengidap episode depresi, akan lebih untuk mencegah kekambuhan dengan mempelajari beberapa cara yang ampuh, seperti perubahan gaya hidup dan pengobatan yang efektif. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah depresi.

Depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang terus-menerus merasa sedih dan tertekan serta kehilangan minat dalam beraktivitas, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup sehari-hari. Seseorang yang mengalami gangguan depresi mayor, kelainan ini dapat memengaruhi perasaan, pemikiran, hingga perilaku sehingga menimbulkan masalah emosional dan fisik. Depresi yang terjadi juga dapat mengganggu saat istirahat dan nafsu makan, sehingga kerap merasa lelah dan sulit berkonsentrasi. Efek depresi dapat berlangsung lama atau bahkan berulang dan mampu memengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi dan menjalani aktivitas harian.

Semua orang pasti pernah merasa sedih atau murung. Seseorang dinyatakan mengalami depresi jika sudah 2 minggu merasa sedih, putus harapan, atau tidak berharga. Depresi dapat disebabkan dari banyak faktor yang salah satunya adalah tekanan bantin, yakni kondisi dimana seseorang merasa gugup, marah, dan frustasi berat. Beberapa faktor pemicu terjadinya depresi, di antaranya:

  1. Mengalami peristiwa traumatic
  2. Memiliki penyakit kronis atau serius
  3. Mengonsumsi jenis obat tertentu
  4. Memiliki riwayat gangguan mental lainnya
  5. Memiliki tekanan batin, misalnya karena masalah keuangan atau masalah rumah tangga
  6. Memiliki pola pikir yang salah, misalnya toxic positivity
Summary

Depresi - Gejala, Penyebab, dan Pengobatan | Halodoc
Depresi - Gejala, penyebab dan mengobati - Alodokter