Apa yang dimaksud dengan Demam Berdarah Dengue?

Demam berdarah atau demam dengue

Demam berdarah atau demam dengue (disingkat DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Nyamuk atau/ beberapa jenis nyamuk menularkan (atau menyebarkan) virus dengue.

Demam dengue juga disebut sebagai “breakbone fever” atau “bonebreak fever” (demam sendi), karena demam tersebut dapat menyebabkan penderitanya mengalami nyeri hebat seakan-akan tulang mereka patah.

Apa yang dimaksud dengan Demam Berdarah Dengue ?

Deman berdarah dengue atau dengue haemorrhagic fever adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (WHO, 2009).

Etiologi


Menurut Depkes (2005), penyebab DBD adalah virus dengue, yang mana memiliki 4 serotipe yaitu dengue-1, dengue-2, dengue-3 dan dengue-4 dan telah ditemukan di seluruh Indonesia, serta termasuk dalam group B Arthropod Borne Virus (Arbovirus). Saat ini Indonesia yang dominan adalah dengue-3.

Nyamuk aedes aegypti mengalami metamorphosis di dalam air mulai dari telur- jentik-kepongpong-nyamuk. Telur menetas menjadi jentik berlangsung selama dua hari terendam dalam air, stadium jentik berlangsung selama enam sampai delapan hari dan stadium kepongpong selama dua sampai empat hari serta dari telur menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama sembilan sampai sepuluh hari (Depkes, 2005).

Menurut Anggraeni (2010), nyamuk aedes aegypti menggigit pada siang hari sekitar jam 09.00 sampai 10.00 dan sore hari sekitar jam 14.00 sampai jam 17.00.

Patofisiologi


Pada serangan virus dengue untuk pertama kali tubuh akan membentuk kekebalan spesifik khusus untuk dengue tetapi masih memungkinkan diserang untuk kedua kalinya atau lebih karena ada lebih dari satu tipe virus dengue (Nadesul, 2007).

Orang yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali umumnya hanya menderita demam ringan dan biasanya sembuh sendiri dalam waktu 5 hari pengobatan, (Depkes, 2005). Infeksi virus dengue selanjutnya dengan tipe virus yang berbeda akan menyebabkan penyakit DBD (Nadesul, 2007).

Setelah virus masuk ke dalam tubuh maka virus akan berkembang biak di retikuloendotel sel (sel-sel mesenhim dengan daya fagosit) sehingga tubuh mengalami viremia (darah mengandung virus) yang menyebabkan terbentuknya virus antibody, sehingga menyebabkan agregrasi trombosit yang berdampak terjadinya trombositopenia, aktivitas koagulasi yang berdampak meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran plasma, aktivasi komplemen juga akan berdampak pada permeabilitas kalpiler sehingga dapat terjadi kebocoran plasma dan timbul syok (WHO, 2009).

Tanda dan Gejala


Gejala klinis berikut ini harus ada yaitu:

  1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus- menerus selama 2-7 hari.

  2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:

    • Uji bending positif.
    • Petekie, ekimosis dan purpura.
    • Perdarahan mukosa, epistaksis dan perdarahan gusi.
    • Hematemisis dan atau melena.
  3. Pembesaran hati

  4. Syok, yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah sampai tak teraba, penyempitan tekanan nadi ( ≤ 20 mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang ( > 2 detik) dan pasien tampak gelisah.

Gambaran klinis berdasarkan fase meliputi:

  1. Fase febris, biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

  2. Fase kritis, terjadi pada hari 3 - 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 - 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.

  3. Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 - 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

Klasifikasi DBD


Menurut WHO (2008), derajat penyakit DBD dapat diklasifikasikan dalam 4 derajat dimana pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi, yang terdiri dari:

  1. Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung.

  2. Derajat II: seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

  3. Derajat III: didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.

  4. Derajat IV: syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak teratur.

Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan meliputi:

  1. Pemeriksaan trombosit, dimana ditemukan trombositopenia (100.000/μl atau kurang).

  2. Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi sebagai berikut:

    • Peningkatan hematocrit ≥ 20 % dari nilai standar.
    • Peningkatan hematokrit setelah ≥ 20% setelah mendapat terapi cairan.
    • Efusi pleura/pericardial, asites, hipoproteinemia.
      Dua dari kriteria gejala klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok

Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk diagnosis DBD pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami DBD tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak mengalami DBD disertai dengan syok.

Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi:

  1. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.

  2. Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan.

  3. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

    • Berikan hanya larutan isotonic seperti ringer laktat/asetat.

    • Kebutuhan cairan parenteral:

      • Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
      • Berat badan 14-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
      • Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
    • Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematocrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.

    • Apabila terjadi penurunan hematocrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intrvena biasanya hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.

  4. Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan tatalaksana syok terkompensasi.

Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Dengan Syok

Penatalaksanaan DBD menurut WHO (2008), meliputi:

  1. Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.

  2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.

  3. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

  4. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematocrit dan hemoglobin menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah/komponen.

  5. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis laboratorium.

  6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Perlu diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak dari pada pemberian yang terlalu sedikit.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Tingkat insiden penyakit DBD Indonesia merupakan yang tertinggi diantara negara-negara Asia Tenggara. Sepanjang tahun 2013, Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 103.649 penderita dengan angka kematian mencapai 754 orang. Keterlibatan dokter di pelayanan kesehatan primer sangat dibutuhkan untuk menekan tingkat kejadian maupun mortalitas DBD.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

  1. Demam tinggi, mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari.
  2. Manifestasi perdarahan, seperti: bintik-bintik merah di kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah berdarah, atau buang air besar berdarah.
  3. Gejala nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.
  4. Gejala gastrointestinal, seperti: mual, muntah, nyeri perut (biasanya di ulu hati atau di bawah tulang iga)
  5. Kadang disertai juga dengan gejala lokal, seperti: nyeri menelan, batuk, pilek.
  6. Pada kondisi syok, anak merasa lemah, gelisah, atau mengalami penurunan kesadaran.
  7. Pada bayi, demam yang tinggi dapat menimbulkan kejang.

Faktor Risiko

  1. Sanitasi lingkungan yang kurang baik, misalnya: timbunan sampah, timbunan barang bekas, genangan air yang seringkali disertai di tempat tinggal pasien sehari-hari.
  2. Adanya jentik nyamuk Aedes aegypti pada genangan air di tempat tinggal pasien sehari-hari.
  3. Adanya penderita demam berdarah dengue (DBD) di sekitar pasien.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

Tanda patognomonik untuk demam dengue

  1. Suhu > 37,5 derajat celcius
  2. Ptekie, ekimosis, purpura
  3. Perdarahan mukosa
  4. Rumple Leed (+)

Tanda Patognomonis untuk demam berdarah dengue

  1. Suhu > 37,5 derajat celcius
  2. Ptekie, ekimosis, purpura
  3. Perdarahan mukosa
  4. Rumple Leed (+)
  5. Hepatomegali
  6. Splenomegali
  7. Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa tanda-tanda efusi pleura dan asites.
  8. Hematemesis atau melena

Pemeriksaan Penunjang :

  1. Darah perifer lengkap, yang menunjukkan:

    • Trombositopenia (≤ 100.000/µL).
    • Kebocoran plasma yang ditandai dengan:
      • peningkatan hematokrit (Ht) ≥ 20% dari nilai standar data populasi menurut umur
      • Ditemukan adanya efusi pleura, asites
      • Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
    • Leukopenia < 4000/µL.
  2. Serologi Dengue, yaitu IgM dan IgG anti-Dengue, yang titernya dapat terdeteksi setelah hari ke-5 demam.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis Klinis Demam Dengue

  1. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik.
  2. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji tourniquet positif.
  3. Nyeri kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital.
  4. Adanya kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah.
  5. Leukopenia <4.000/mm3
  6. Trombositopenia <100.000/mm3

Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan.

Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue

  1. Demam 2–7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus (kontinua)

  2. Adanya manifestasi perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji Tourniquette yang positif

  3. Sakit kepala, mialgia, artralgia, nyeri retroorbital

  4. Adanya kasus demam berdarah dengue baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah

    • Hepatomegali
    • Adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu:
      • Peningkatan nilai hematokrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari data populasi menurut umur
      • Ditemukan adanya efusi pleura, asites
      • Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
    • Trombositopenia <100.000/mm3

Adanya demam seperti di atas disertai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis Demam Berdarah Dengue.

Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok pada penderita Demam Berdarah Dengue.

image

Kriteria Diagnosis Laboratoris

Kriteria Diagnosis Laboratoris diperlukan untuk survailans epidemiologi, terdiri atas:

  • Probable Dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi antidengue.
  • Confirmed Dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome virus Dengue dengan pemeriksaan RT-PCR, antigen dengue pada pemeriksaan NS1, atau apabila didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari negatif menjadi positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan.

Isolasi virus Dengue memberi nilai yang sangat kuat dalam konfirmasi diagnosis klinis, namun karena memerlukan teknologi yang canggih dan prosedur yang rumit pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan.

Diagnosis Banding

  1. Demam karena infeksi virus ( influenza , chikungunya, dan lain-lain)
  2. Idiopathic thrombocytopenic purpura
  3. Demam tifoid

Komplikasi

Dengue Shock Syndrome (DSS), ensefalopati, gagal ginjal, gagal hati

Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan pada Pasien Dewasa

  1. Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik (Parasetamol 3 x 500- 1000 mg).
  2. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
    • Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam berdarah dengue, yaitu: pemeriksaan penunjang Lanjutan
    • Pemeriksaan Kadar Trombosit dan Hematokrit secara serial

image
Gambar Alur penanganan pasien dengan demam dengue/demam berdarah

Konseling dan Edukasi

  1. Pinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga pasien dapat mengerti bahwa tidak ada obat/medikamentosa untuk penanganan DBD, terapi hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan perjalanan alamiah penyakit.

  2. Modifikasi gaya hidup

    • Melakukan kegiatan 3M: menguras, mengubur, menutup.
    • Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan melakukan olahraga secara rutin.

Kriteria Rujukan

  1. Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).
  2. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/jam kondisi belum membaik.
  3. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim, seperti kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya.

Penatalaksanaan pada Pasien Anak

Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok

  1. Bila anak dapat minum

    • Berikan anak banyak minum

      • Dosis larutan per oral: 1 – 2 liter/hari atau 1 sendok makan tiap 5 menit.
      • Jenis larutan per oral: air putih, teh manis, oralit, jus buah, air sirup, atau susu.
    • Berikan cairan intravena (infus) sesuai dengan kebutuhan untuk dehidrasi sedang. Berikan hanya larutan kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat (RL) atau Ringer Asetat (RA), dengan dosis sesuai berat badan sebagai berikut:

      • Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
      • Berat badan 15 – 40 kg : 5 ml/kgBB/jam
      • Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
  2. Bila anak tidak dapat minum, berikan cairan infus kristaloid isotonik sesuai kebutuhan untuk dehidrasi sedang sesuai dengan dosis yang telah dijelaskan di atas.

  3. Lakukan pemantauan: tanda vital dan diuresis setiap jam, laboratorium (DPL) per 4-6 jam.

    • Bila terjadi penurunan hematokrit dan perbaikan klinis, turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan klinis stabil.
    • Bila terjadi perburukan klinis, lakukan penatalaksanaan DBD dengan syok.
  4. Bila anak demam, berikan antipiretik (Parasetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali) per oral. Hindari Ibuprofen dan Asetosal.

  5. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi.

Demam berdarah dengue (DBD) dengan syok

  1. Kondisi ini merupakan gawat darurat dan mengharuskan rujukan segera ke RS.

  2. Penatalaksanaan awal:

    • Berikan oksigen 2 – 4 liter/menit melalui kanul hidung atau sungkup muka.
    • Pasang akses intravena sambil melakukan pungsi vena untuk pemeriksaan DPL.
    • Berikan infus larutan kristaloid (RL atau RA) 20 ml/kg secepatnya.
    • Lakukan pemantauan klinis (tanda vital, perfusi perifer, dan diuresis) setiap 30 menit.
    • Jika setelah pemberian cairan inisial tidak terjadi perbaikan klinis, ulangi pemberian infus larutan kristaloid 20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian larutan koloid 10 – 20 ml/kgBB/jam (maksimal 30 ml/kgBB/24 jam).
    • Jika nilai Ht dan Hb menurun namun tidak terjadi perbaikan klinis, pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi. Berikan transfusi darah bila fasilitas tersedia dan larutan koloid. Segera rujuk.
    • Jika terdapat perbaikan klinis, kurangi jumlah cairan hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2 – 4 jam. Secara bertahap diturunkan tiap 4 – 6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
    • Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36 – 48 jam. Hindari pemberian cairan secara berlebihan.
  3. Pengobatan suportif lain sesuai indikasi.

Rencana Tindak Lanjut

Demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok

  1. Pemantauan klinis (tanda vital, perfusi perifer, diuresis) dilakukan setiap satu jam.
  2. Pemantauan laboratorium (Ht, Hb, trombosit) dilakukan setiap 4-6 jam, minimal 1 kali setiap hari.
  3. Pemantauan cairan yang masuk dan keluar.

Demam berdarah dengue (DBD) dengan syok

Dokter di pelayanan kesehatan primer merujuk pasien ke RS jika kondisi pasien stabil.

Persyaratan perawatan di rumah

  1. Persyaratan untuk pasien dan keluarga

    • DBD non-syok(tanpa kegagalan sirkulasi).
    • Bila anak dapat minum dengan adekuat.
    • Bila keluarga mampu melakukan perawatan di rumah dengan adekuat.
  2. Persyaratan untuk tenaga kesehatan

    • Adanya 1 dokter dan perawat tetap yang bertanggung jawab penuh terhadap tatalaksana pasien.
    • Semua kegiatan tatalaksana dapat dilaksanakan dengan baik di rumah.
    • Dokter dan/atau perawat mem-follow up pasien setiap 6 – 8 jam dan setiap hari, sesuai kondisi klinis.
    • Dokter dan/atau perawat dapat berkomunikasi seara lancar dengan keluarga pasien sepanjang masa tatalaksana.

Kriteria Rujukan

  1. DBD dengan syok (terdapat kegagalan sirkulasi).
  2. Bila anak tidak dapat minum dengan adekuat, asupan sulit, walaupun tidak ada kegagalan sirkulasi.
  3. Bila keluarga tidak mampu melakukan perawatan di rumah dengan adekuat, walaupun DBD tanpa syok…

Konseling dan Edukasi

  1. Penjelasan mengenai diagnosis, komplikasi, prognosis, dan rencana tatalaksana.
  2. Penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya (warning signs) yang perlu diwaspadai dan kapan harus segera ke layanan kesehatan.
  3. Penjelasan mengenai jumlah cairan yang dibutuhkan oleh anak.
  4. Penjelasan mengenai diet nutrisi yang perlu diberikan.
  5. Penjelasan mengenai cara minum obat.
  6. Penjelasan mengenai faktor risiko dan cara-cara pencegahan yang berkaitan dengan perbaikan higiene personal, perbaikan sanitasi lingkungan, terutama metode 4M plus seminggu sekali, yang terdiri atas:
    • Menguras wadah air, seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung, dan penampung air kulkas agar telur dan jentik Aedes aegypti mati.
    • Menutup rapat semua wadah air agar nyamuk Aedes aegypti tidak dapat masuk dan bertelur.
    • Mengubur atau memusnahkan semua barang bekas yang dapat menampung air hujan agar tidak menjadi sarang dan tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti.
    • Memantau semua wadah air yang dapat menjadi tempat nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.
    • Tidak menggantung baju, menghindari gigitan nyamuk, membubuhkan bubuk abate, dan memelihara ikan.

Peralatan

  1. Poliklinik set (termometer, tensimeter, senter)
  2. Infus set
  3. Cairan kristaloid (RL/RA) dan koloid
  4. Lembar observasi / follow up
  5. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin

Prognosis

Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam, karena hal ini tergantung dari derajat beratnya penyakit.

Referensi

  1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
  2. Chen, K. Pohan, H.T, Sinto, R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicinus. Jakarta. 2009: Vol 22; p.3-7.
  3. WHO. Dengue Haemorrhagic Fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd Edition. Geneva. 1997
  4. Tim Adaptasi Indonesia, 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit: Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten
    / Kota. 1 ed. Jakarta: World Health Organization Country Office for Indonesia.
  5. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Diagnosis dan tata laksana infeksi virus dengue pada anak, Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2014.

Sejarah Perkembangan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit DBD adalah penyakit akibat virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa DBD terutama menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun serta tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam hal kerentanan terhadap serangan dengue antar gender. KLB dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim penghujan. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi pada musim penghujan. Penularan penyakit DBD antar manusia terutama berlangsung melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. (Djoni, 2006:2)

Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º LU dan 40º LS seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan estimasi kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Penyakit yang dilaporkan pertama kali oleh Benyamin Rush pada tahun 1789 ini muncul dalam literatur Inggris berupa outbreak suatu penyakit yang terjadi sepanjang 1827-1829 di Caribbean. Penyakit tersebut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan dapat secara endemik ataupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau dari suatu negara ke negara lain. (Djoni, 2006:2).

Sebelum tahun 1970 epidemi DBD dilaporkan melanda sejumlah 9 negara, tahun 1995 negara yang dilanda outbreak DBD dilaporkan meningkat sejumlah 4 kali lipat terutama melibatkan negara-negara di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Pada tahun 2001, di Amerika dilaporkan lebih dari 60.000 kasus dengue dan sekitar 15.000 diantaranya merupakan kasus DBD. Angka kejadian tersebut lebih dari 2 kali lipat kejadian pada tahun 1995. Pada tahun 2001 di Brazil saja ditemukan 40.000 kasus termasuk 670 kasus DBD. Tragisnya di Negara-negara Asia terutama Asia Tenggara, epidemik DBD merupakan masalah abadi dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas terutama pada anak. Angka kematian ini dapat mencapai 20%, namun dengan pengenalan dini dan terapi yang tepat, angka tersebut dapat direduksi menjadi kurang dari 1%. (Djoni, 2006:3).

Di Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terbentang di antara 6º LU dan 11º LS dengan iklimnya yang tropik, terjadi epidemik suatu penyakit di Jakarta yang kemungkinan besar adalah dengue dilaporkan pertama kali oleh David Beylon pada tahun 1779. Penyakit tersebut, yang ketika itu terutama menyerang etnis Tionghoa, ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, nyeri persendian dan nyeri otot. Outbreak pertama penyakit ini terjadi di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968 dengan ditemukannya 54 kasus dan 24 (44%) kasus diantaranya meninggal dunia. Outbreak penyakit ini dilaporkan terutama menyerang daerah urban. Pada tahun 1994, penyakit ini menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia dan bahkan sejak tahun 2001 telah menjadi penyakit endemik di beberapa kota besar dan kecil, bahkan di daerah pedesaan. (Djoni, 2006:2-3)

Berdasarkan data yang dilaporkan ke WHO antara tahun 1991-1995, Indonesia menempati peringkat ketiga (110.043 kasus) dalam hal insidensi infeksi virus dengue dengan jumlah kematian menempati peringkat pertama (2861 kasus) dam antara negara-negara seperti Vietnam, India, Myanmar, Amerika, Kamboja, Malaysia, Singapura, Filipina, Sri Langka, Laos dan Negara-negara di Kepulauan Pasifik (Djoni, 2006:3).

Pengenalan Penyakit Demam Dengue DD/ Demam Berdarah Dengue (DBD)

Perjalanan penyakit infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu maka infeksi virus dengue dapat tidak bergejala (asimtomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas (undifferent febrile illness), demam dengue (DD), dan bermanifestasi berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue (SSD) (Hadinegoro, 2000).

Bayi, anak-anak, dan beberapa orang dewasa yang terinfeksi virus dengue pertama kalinya (melalui infeksi primer dengue) akan mengalami demam biasa yang tidak bisa dibedakan dengan demam atau muncul selama fase defervenses (fase penurunan suhu tubuh). Demam dengue paling sering menyerang anak dan orang dewasa. Pada dasarnya demam dengue merupakan demam bifase akut yang ditandai dengan sakit kepala, mialgia, artralgia, ruam kulit, dan leucopenia. Walaupun DD pada dasarnya tidak berbahaya, penyekit ini dapat menurunkan fungsi tubuh, misalnya otot dan sendi terasa sangat nyeri (breakbone fever), terutama pada orang dewasa dan terkadang disertai dengan perdarahan yang tidak biasa. Di daerah endemic dengue, DD jarang menyerang penduduk asli (WHO, 2004).

image
Gambar Manifestasi Infeksi Dengue Sumber: WHO, 2004.

Demam berdarah dengue paling sering menyerang anak yang berusia kurang dari 15 tahun, walaupun juga menyerang orang dewasa. DBD ditandai dengan munculnya awitan akut demam yang disertai dengan tanda dan gejala yang tidak spesifik. Diatesis hemoragi juga terjadi dengan kecenderungan menimbulkan syok yang berakibat fatal (sindrom syok dengue). Hemostatis tidak normal dan adanya kebocoran plasma merupakan perubahan patofisiologis yang utama, dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi sebagai temuan yang tetap. Walaupun DBD biasa menyerang anak-anak yang mengalami infeksi sekunder dengue, catatan juga menunjukkan serangan infeksi primer (WHO, 2004).

Demam Dengue (DD)

Demam dengue adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi sebagai berikut: nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leucopenia (Hadinegoro, 2000).

Definisi kasus DD menurut Djoni Djoni (2006) dibagi menjadi tiga yaitu kasus berdasarkan probable, confirmed dan reportable.

  • Probable (kasus yang mungkin) DD apabila ditemukan demam akut disertai 2 atau lebih manifestasi nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leucopenia.

    • Disertai
      Dukungan pemeriksaan serologis dalam bentuk reciprocal haemagglutination-inhibition antibody titre 1280, comparable ELISA titre atau tes antibody IgM dari specimen serum yang menunjukkan hasil positif pada fase late acute atau fase konvalesens.

    • Atau
      Kejadian berada pada lokasi dan saat yang sama dengan kasus lain yang telah dikonfirmasi sebagai DD.

  • Confirmed yaitu kasus yang telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan klinis.

  • Reportable yaitu setiap kasus probable atau confirmed harus dilaporkan.

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Pada awal perjalanan penyakit, DBD dapat menyerupai kasus DD dengan kecenderungan perdarahan dengan satu manifestasi klinis atau lebih, yaitu:

  • Uji tourniquet atau purpura

  • Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi)

  • Hematemesis atau melena

  • Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mm3)

  • Hemokonsentrasi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi satu atau lebih, yaitu:

    • Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin

    • Penurunan hematokrit ≥20% setelah mendapat pengobatan cairan

    • Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asitesis atau proteinemia (Hadinegoro, 2000)

Selain itu pada kasus yang bersangkutan harus ditemukan adanya demam atau riwayat demam akut yang berlangsung selama 2-7 hari, kadang-kadang memiliki pola bifasik (Djoni, 2006).

Sindrom syok dengue (SSD) menurut Djoni (2006) adalah ke-empat criteria demam berdarah dengue sebagaimana dikemukakan di atas ditambah dengan kejadian kegagalan sirkulasi yang ditandai oleh:

  • Nadi yang teraba cepat dan lemah

  • Tekanan nadi yang menyempit (<20 mmHg atau 2,7 kPa)

Atau ditandai oleh

  • Hipotensi. Dinyatakan sebagai hipotensi apabila tekanan darah sistolik <80 mmHg (10,7 kPa) untuk anak-anak berumur kurang dari 5 tahun, atau <90 mmHg (12,0 kPa) untuk anak berumur sama dengan atau lebih besar dari 5 tahun. Penyempitan tekanan nadi dijumpai pada awal fase syok, sedangkan hipotensi dijumpai pada fase lebih belakangan atau oada pasien yang mengalami perdarahan kulit

  • Kulit terasa dingin dan lembab serta pasien nampak gelisah

Derajat Penyakit Demam Dengue DD/ Demam Berdarah Dengue (DBD)

Derajat keparahan penyakit secara arbiter diklasifikasikan sebagai kasus “non-shock” dan kasus “shock”. Kasus “non-shock” mencakup DBD serajat I dan II di mana DBD derajat II lebih parah daripada DBD derajat I. Pada DBD derajat II dijumpai adanya perdarahan spontan. Sedangkan kasus “shock” mencakup DBD derajat III dan IV dijumpai syok yang dalam dengan nadi tidak teraba dan/atau tekanan darah yang tidak terukur. Klasifikasi derajat keparahan penyakit akibat infeksi virus dengue dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel Klasifikasi Derajat Keparahan Penyakit Akibat Infeksi Virus Dengue

DD/DBD Derajat Klinis Laboratoris
DD Demam disertai 2/lebih tanda-tanda sakit kepal, nyeri retro- orbital, mialgia, artralgia. Leukopenis, trombositopenia, tanpa bukti kebocoran plasma.
DBD I Manifestasi DD disertai dengan uji perdarahan spontan. Trombositopenia (<100.000/mm3), disertai bukti bukti kebocoran plasma.
DBD II Manifestasi DBD derajat II disertai perdarahan spontan. Trombositopenia (<100.000/mm3), disertai bukti kebocoran plasma.
DBD III Manifestasi DBD derajat I disertai perdarahan spontan. Trombositopenia (<100.000/mm3), disertai bukti kebocoran plasma.
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi yang tidak terukur. Trombositopenia (<100.000mm3), disertai bukti kebocoran plasma.

(Djoni, 2006)

Kriteria Diagnosis Penyakit Demam Dengue DD/ Demam Berdarah Dengue (DBD)

Kriteria diagnosis pada dasarnya adalah manifestasi klinis dan laboratoris yang timbul akibat infeksi virus dengue dan dapat digunakan sebagai acuan untuk menetapkan diagnosis definitif adanya infeksi virus dengue (Djoni, 2006). Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1986 terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris.

Kriteria Klinis

Manifestasi yang mengindikasikan diagnosis DBD/SSD sebagaimana dikemukakan di bawah ini membantu praktisi untuk menetapkan diagnosis dini DBD/SSD sebelum onset syok di samping untuk menghindari terjadinya overdiagnosis mengenai DBD/SSD. Indikator penting DBD/SSD yang ditemukan melalui pengamatan klinis adalah:

  • Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

  • Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau melena.

  • Pembesaran hati.

  • Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah. (Hadinegoro. 2000).

Kriteria Laboratoris

Temuan laboratoris berikut membantu penetapan diagnosis DBD/SSD apabila didapatkan manifestasi klinis sebagaimana yang telah dikemukakan.

  • Trombositopenis (≤100.000 sel trombosit/mm3).

  • Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat sekurang-kurangnya 20% di atas rata-rata dikaitkan dengan usia, jenis kelamin dan populasi).

Ditemukannya 2 krieria klinis pertama (demam tinggi dan manifesttasi perdarahan) disertai dengan 1 kriteria laboratoris (paling tidak ditemukan adanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menetapkan diagnosis professional DBD. Efusi pleura dan/atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan/atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD (Djoni, 2006).

Nyamuk Penular Penyakit Demam Dengue DD/ Demam Berdarah Dengue (DBD)

Menurut riwayatnya nyamuk penular penyakit demam berdarah yang disebut nyamuk Aedes aegypti pada mulanya berasal dari Mesir yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, melalui kapal laut dan udara. Nyamuk hidup dengan subur dibelahan dunia yang memiliki iklim tropis dan subtropis. Nyamuk ini hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah seperti: bak mandi/wc, minuman burung, air tendon, air tempayan/gentong, kaleng, ban bekas, dll. Di Indonesia nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di seluruh pelosok tanah air, baik di kota-kota maupun desa-desa, kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Hadinegoro, 2000:17).

Perkembangan hidup nyamuk penular DBD dari telur hinga dewasa membutuhkan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk yang jantan tidak bisa menggigit/menghisap darah, melainkan hidup dari sari binga tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2 minggu samapai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan tergantung dari suhu kelembaban udara di sekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40-100 m dari tempat perkembangbiakannya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordin, kelambu dan baju/pakaian di kamar yang gelap dan lembab (Hadinegoro, 2000: 17).

Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti, penyakit demam berdarah juga dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus. Tetapi peranan nyamuk ini dalam menyebarkan penyakit demam berdarah kurang jika dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti. Hal ini karena nyamuk Aedes albopictus hidup dan berkembang biak di kebun atau semak-semak, sehingga lebih jarang kontak dengan manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti yang berada di dalam dan sekitar rumah (Hadinegoro, 2000:17-18).

Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang hidup dan ditemukan di negara-negara yang terletak antara 35º LU dan 35º LS pada temperatur udara paling rendah sekitar 10º C. Pada musim panas, spesies ini kadang-kadang ditemukan di daerah yang terletak sampai sekitar 45º LS. Selain itu ketahanan hidup spesies ini juga tergantung pada ketinggian daerah yang bersangkutan dari permukaan laut. Biasanya spesies ini tidak ditemukan di daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut. Nyamuk ini memiliki kebiasaan mencari makan (mengigit manusia untuk dihisap darahnya) sepanjang hari terutama antara jam 08.00-13.00 dan antara jam 15.00-17.00. Sebagai nyamuk domestik di daerah urban, nyamuk ini merupakan vektor utama (95%) bagi penyebaran penyakit DBD. Jarak terbang spontan nyamuk betina jenis ini terbatas sekitar 30-50 meter per hari. Jarak terbang jauh biasanya terjadinya terjadi secara pasif melalui semua jenis kendaraan termasuk kereta api, kapal laut dan pesawat udara (Djoni, 2006:12).

Aedes albopictus merupakan nyamuk kebun yang memperoleh makanan dengan cara menggigit dan menghisap darah berbagai jenis binatang, berkembang biak di dalam lubang-lubang pohon, lekukan tanaman, potongan batang bambu dan buah kelapa yang terbuka. Larva nyamuk jenis ini memiliki habitat hidup dalam genangan air dalam kaleng. Habitat larva yang semacam itu menyebabkan spesies ini banyak dijumpai di daerah pedesaan, pinggiran kota dan taman-taman kota (Djoni, 2006:13).

Puncak kasus DBD diketahui pada musim hujan yaitu dari bulan Desember dampai dengan Maret. Tetapi untuk daerah perkotaan puncak terjadi pada Juni atau Juli yaitu permulaan musin kemarau tiap tahun di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Yogya dan Surabaya (Hadinegoro, 2000:21).

Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Ae. Aegypti. Nyamuk Ae. albopictus, Ae. polynesiensis dan beberapa spesies lain dapat juga menularkan virus ini tetapi merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan virus dengue kepada manusia baik secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia; maupun secara tidak langsung setelah melalui masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari sebelum menjadi dakit setelah virus masuk ke dalam tubuh (Hadinegoro, 2000).

Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia, penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu 5-7 hari (Hadinegoro, 2000).

Penyakit DBD ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue. Jika orang digigit nyamuk aedes maka virus dengue masuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo satu minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan kepada orang lain (Hadinegoro, 2000).

Tidak semua orang yang digigit nyamuk aedes yang membawa virus dengue akan terserang DBD. Orang yang memiliki kekebalan tubuh yang cukup terhadap virus dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus. Sebaliknya pada orang yang tidak memiliki kekebalan tubuh yang cukup terhadap virus dengue, maka orang tersebut akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya (Hadinegoro, 2000).

Referensi:

  • Djoni, Djunaedi. 2006. Demam Berdarah Dengue Epidemiologi, Imunopatologi, Patogenesis, Diagnosis, dan Penatalaksanaannya. Malang: UMM Press
  • Hadinegoro, Sri Rezeki H. 2000. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD
  • WHO, 2004. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.