Apa yang dimaksud dengan dehidrasi?

Apa yang dimaksud dengan dehidrasi ? Bagaimana cara menentukan dehidrasi pada pasien?

1 Like

Dehidrasi diartikan sebagai kurangnya cairan di dalam tubuh karena jumlah yang keluar lebih besar dari pada jumlah yang masuk. Jika tubuh kehilangan banyak cairan, maka tubuh akan mengalami dehidrasi (Rismayanthi, 2012).

Bahaya dehidrasi diantaranya adalah penurunan kemampuan kognitif karena sulit berkonsentrasi, risiko infeksi saluran kemih dan terbentuknya batu ginjal. Konsumsi cairan dalam jumlah yang cukup dan tidak menahan air kemih adalah cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi saluran kemih, serta menurunnya stamina dan produktivitas kerja melalui gangguan sakit kepala, lesu, kejang hingga pingsan. Kehilangan cairan lebih dari 15% akan berakibat fatal (Alim, 2012).

Salah satu faktor terjadinya dehidrasi adalah kelebihan berat badan (overweight). Terjadinya penumpukan lemak tubuh pada orang obesitas dapat meningkatkan berat badan tanpa menambah kandungan air dalam tubuh (Batmanghelidj, 2007).

Berdasarkan persentase kehilangan air dari total berat badan, derajat/skala dehidrasi dapat ringan, sedang, hingga derajat berat, Tabel 1.

Derajat dehidrasi berbeda antara usia bayi dan anak jika dibandingkan usia dewasa. Bayi dan anak (terutama balita) lebih rentan mengalami dehidrasi karena komposisi air tubuh lebih banyak, fungsi ginjal belum sempurna dan masih bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya, selain itu penurunan berat badan juga relatif lebih besar.

Pada anak yang lebih tua, tanda dehidrasi lebih cepat terlihat dibandingkan bayi karena kadar cairan ekstrasel lebih rendah. Menentukan derajat dehidrasi pada anak juga dapat menggunakan skor WHO, dengan penilaian keadaan umum, kondisi mata, mulut dan turgor, Tabel 2

Derajat dehidrasi berdampak pada tanda klinis. Makin berat dehidrasi, gangguan hemodinamik makin nyata. Produksi urin dan kesadaran dapat menjadi tolok ukur penilaian klinis dehidrasi, Tabel 3.

Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang


Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui pemberian cairan ORS (oral dehydration solution) untuk mengembalikan volume intravaskuler dan mengoreksi asidosis. Selama terjadi gastroenteritis, mukosa usus tetap mempertahankan kemampuan absorbsinya.

Kandungan natrium dan sodium dalam proporsi tepat dapat secara pasif dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke dalam sirkulasi.Jenis ORS yang diterima sebagai cairan rehidrasi adalah dengan kandungan glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90 mEq/L, basa 30 mEq/L, kalium 20-25 mEq/L, dan osmolalitas 200-310 mOsm/L.

Banyak cairan tidak cocok digunakan sebagai cairan pengganti, misalnya jus apel, susu, air jahe, dan air kaldu ayam karena mengandung glukosa terlalu tinggi dan atau rendah natrium. Cairan pengganti yang tidak tepat akan menciptakan diare osmotik, sehingga akan makin memperburuk kondisi dehidrasinya.

Adanya muntah bukan merupakan kontraindikasi pemberian ORS, kecuali jika ada obstruksi usus, ileus, atau kondisi abdomen akut, maka rehidrasi secara intravena menjadi alternatif pilihan. Defi sit cairan harus segera dikoreksi dalam 4 jam dan ORS harus diberikan dalam jumlah sedikit tetapi sering, untuk meminimalkan distensi lambung dan refl eks muntah.

Secara umum, pemberian ORS sejumlah 5 mL setiap menit dapat ditoleransi dengan baik. Jika muntah tetap terjadi, ORS dengan NGT (nasogastric tube) atau NaCl 0,9% 20-30 mL/kgBB selama 1-2 jam dapat diberikan untuk mencapai kondisi rehidrasi. Saat pasien telah dapat minum atau makan, asupan oral dapat segera diberikan.

Dehidrasi Derajat Berat

Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik.Penanganan kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:

  • Tahap Pertama berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu syok hipovolemia yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat diberikan cairan kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9% sebesar 20 mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi, denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien.

    Apabila perbaikan belum terjadi setelah cairan diberikan dengan kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka etiologi lain syok harus dipikirkan (misalnya anafi laksis, sepsis, syok kardiogenik). Pengawasan hemodinamik dan golongan inotropik dapat diindikasikan.

  • Tahap Kedua berfokus pada mengatasi defisit, pemberian cairan pemeliharaan dan penggantian kehilangan yang masih berlangsung.

Kebutuhan cairan pemeliharaan diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah IWL. Jumlah WL adalah antara 400-500 mL/m2 luas permukaan tubuh dan dapat meningkat pada kondisi demam dan takipnea. Secara kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat badan adalah:

  • Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB
  • Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/kgBB untuk setiap kilogram berat badan di atas 10 kg
  • Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/kgBB untuk setiap kilogram berat badan di atas 20 kg

Dehidrasi adalah kehilangan cairan atau kekurangan cairan dari jaringan tubuh yang berlebihan. Status dehidrasi jangka pendek adalah suatu kondisi atau keadaan yang menggambarkan jumlah cairan dalam tubuh seseorang dalam jangka waktu pendek yang dapat diketahui dari warna urin. Dehidrasi merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak ketika keluaran cairan total tubuh melebihi asupan cairan total (Muscari, 2005).

Dehidrasi terjadi bila keluaran airnya adalah cairan hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih besar dari jumlah natrium yang keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan tonisitas plasma oleh karena adanya peningkatan kadar natrium plasma hipernatremia. Akibat peningkatan tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak menuju ektrasel sehingga volume cairan intrasel berkurang yang disebut sebagai dehidrasi (Santoso dkk, 2012).

Tingkatan Dehidrasi


Derajat keparahan dehidrasi menurut AFIC (1999) dalam Kit dan Teng (2008), yaitu :

  1. Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi Jangka Pendek
    Ditandai dengan rasa haus, sakit kepala, kelelahan, wajah memerah, mulut dan kerongkongan kering. Dehidrasi ringan ini merupakan dehidrasi yang terjadi dalam jangka waktu pendek dan tidak terlalu parah tetapi apabila dibiarkan maka akan berdampak buruk bagi kesehatan tubuh.

  2. Dehidrasi Sedang
    Ditandai dengan detak jantung yang cepat, pusing, tekanan darah rendah, lemah, volume urin rendah namun konsentrasinya tinggi.

  3. Dehidrasi berat/ Dehidrasi Jangka Panjang
    Ditandai dengan kejang otot, lidah bengkak (swollen tongue), sirkulasi darah tidak lancar, tubuh semakin melemah dan kegagalan fungsi ginjal. Dehidrasi berat ini merupakan dehidrasi jangka panjang yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.

Pengukuran Dehidrasi


Berbagai metode yang digunakan untuk penilaian kecukupan air tubuh, antara lain : penurunan berat badan (body mass loss), air tubuh total (total body water) dengan pemeriksaan isotop (D2O), analisis aktivitas neutron, multiple frequency bioelectrical impedance, volume darah, perubahan volume plasma, osmolalitas plasma, berat jenis urin, osmolalitas urin, konduktivitas urin, volume urin 24 jam, warna urin, urine dipsticks (variabel tambahan), pemeriksaan klinis mengenai status hidrasi, rasa haus (Santoso dkk, 2012).

Dari semua metode yang telah disebutkan di atas metode dengan akurat tinggi adalah metode isotop, analisis aktivitas neutron, osmolalitas plasma atau urin, perubahan volume plasma. Akan tetapi metode-metode tersebut memerlukan keahlian dan biaya yang tinggi serta risiko yang tinggi terhadap subyek (Santoso dkk, 2012).

Ada lima metode yang mampu dan sering digunakan yaitu :

  • Penurunan berat badan,
    Metode penurunan berat badan lebih cocok digunakan pada subyek yang mengalami kurang air tubuh mendadak atau akut (olahraga sedang/berat dan muntah/diare).

  • Berat jenis urin
    Metode berat jenis urin berkorelasi kuat dengan metode osmolalitas urin. Osmolalitas urin mungkin tidak secara akurat mencerminkan status dehidrasi (Armstrong, 2005). Selain itu, warna urin berkorelasi kuat dengan berat jenis urin (r2=0,80) maupun osmolalitas urin (r2=0,82). Oleh karena itu, pada tingkat laboratorium, metode berat jenis urin dapat digunakan sedangkan pada tingkat masyarakat, metode warna urin dapat digunakan untuk penilaian kecukupan air (Santoso dkk, 2012).

  • Volume urin 24 jam
    Pengukuran volume urin 24 jam lebih sesuai diterapkan pada subyek pasien rawat inap.

  • Warna urin
    Metode warna urin menggunakan nomor skala yang menunjukkan rentang warna urin mulai dari jernih dengan skala 1 hingga yang pekat (coklat kehijauan) dengan skala 8 (Armstrong, 2005).

  • Rasa haus
    Metode rasa haus sangat subjektif dan dipengaruhi umur. Rasa haus muncul setelah tubuh mengalami kurang air sekitar 0,5% (Santoso dkk, 2012).

Metode warna urin untuk menentukan dehidrasi jangka pendek dipengaruhi oleh bahan makanan atau minuman yang dikonsumsi dan obat-obatan. Menurut Amstrong (2005) bahan makanan yang dapat mempengaruhi warna urin tersebut adalah :

  1. Warna kecoklatan dapat dipengaruhi dari minuman teh (kafein). Kafein memberikan efek diuretik dan dehidrasi bila dikonsumsi dalam dosis besar (lebih dari 500 mg / 4 cangkir). Namun jumlah yang diminum di dalam secangkir kopi atau teh tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi dan mempengaruhi perubahan urin secara langsung.

  2. Warna oranye dapat dipengaruhi zat makanan dari wortel, labu, suplement vitamin C dan suplement B kompleks. Konsumsi wortel dan labu dalam sehari agar tidak menyebabkan perubahan warna urin yaitu tidak lebih dari 400 mg.

  3. Warna merah dapat dipengaruhi dari makanan boysen berries, dan sereal buatan mengandung silica, diuretik alami yang akan menyerap air kemudian mengeluarkannya melalui urin serta minuman yang mempunyai zat pewarna merah seperti sirup dan minuman sachet (minuman bersoda) tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi dan mempengaruhi perubahan urin secara langsung.

Namun, penggunaan metode warna urin akurat karena memiliki nilai sensitifitas sampai 80 % sebagai indikasi adanya dehidrasi jangka pendek.

Hal tersebut karena disebabkan ginjal menyaring urin dengan konsentrasi yang tinggi sehingga warna urin menjadi semakin gelap. Semakin gelap warna urin, tubuh berada dalam kondisi yang semakin asam dan semakin membahayakan sel di dalam tubuh, sehingga mengalami risiko dehidrasi yang semakin berat. Warna ekstrim urin yaitu warna jingga dan cokelat. Jika seseorang terhidrasi dengan baik maka warna urin akan semakin jernih dan transparan (Feltz dkk, 2006).

Hasil pengukuran warna urin berasal dari pemeriksaan warna urin, dikatakan dehidrasi jika skala warna urin 4-8 dan dikatakan tidak dehidrasi jika skala warna urin 1-3 (PT. Tirta investana dan PDGMI, 2011).

Pengambilan sampel menggunakan botol kaca bening, pemeriksaan warna urin dilakukan dengan menggunakan PURI (Periksa Urin Sendiri) dengan grafik warna urin. Cara pemeriksaan warna urin yaitu sebagai berikut :

  • Tampung urin dalam wadah yang bening atau transparan (pot urin botol bening) ketika berkemih.

  • Perhatikan warna urin dalam wadah bening di bawah cahaya matahari atau di bawah lampu neon putih yang terang.

  • Bandingkan dengan tabel PURI grafik warna urin.

Tanda Dan Gejala Dehidrasi


Rasa lemah, cepat lelah, haus, dan kram otot dan hipotensi ortostatik (pandangan menjadi gelap pada posisi berdiri lama) karena berkurangnya volume cairan ektrasel akibat hipovolemia pada tingkat yang ringan. Pada tingkat yang lebih berat (kurang air β‰₯ 6% berat badan), juga dapat menyebabkan otot lemah, bicara tak lancar, bibir membiru, renjatan (shock), bahkan fatal (Santoso dkk, 2012).

Persentase Kehilangan Air Tubuh Dengan Tanda dan Gejalanya

  • 1-2% kehilangan berat badan karena Air : Rasa haus yang kuat, kehilangan cita rasa, perasaan tidak nyaman.
  • 3-5% kehilangan berat badan karena Air : Mulut kering, pengeluaran urin berkurang, bekerja dan konsentrasi lebih sulit, kulit merasa panas, gemetar berlebihan, tidak sadar, mengantuk, muntah, ketidakstabilan emosi.
  • 6-8% kehilangan berat badan karena Air : Peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut jantung dan pernapasan, pusing, sesak nafas, bicara tak lancar, pusing, otot lemah, bibir membiru.
  • 9-11% kehilangan berat badan karena Air : Kejang, berhalusinasi, lidah bengkak, keseimbangan dan sirkulasi yang lemah, kegagalan ginjal, menurunnya volume dan tekanan darah

Dehidrasi diartikan sebagai kurangnya cairan di dalam tubuh karena jumlah yang keluar lebih besar dari pada jumlah yang masuk. Jika tubuh kehilangan banyak cairan, maka tubuh akan mengalami dehidrasi (Rismayanthi, 2012). Dehidrasi merupakan kondisi kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang keluar lebih banyak daripada jumlah cairan yang masuk. Menurut Asian Food Information Centre, dehidrasi terbagi menjadi tiga kelompok yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi tingkat berat. Dehidrasi dapat mengganggu keseimbangan dan pengaturan suhu tubuh dan pada tingkat yang sudah sangat berat bisa berujung pada penurunan kesadaran dan koma.

Bahaya dehidrasi diantaranya adalah penurunan kemampuan kognitif karena sulit berkonsentrasi, risiko infeksi saluran kemih dan terbentuknya batu ginjal. Konsumsi cairan dalam jumlah yang cukup dan tidak menahan air kemih adalah cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi saluran kemih, serta menurunnya stamina dan produktivitas kerja melalui gangguan sakit kepala, lesu, kejang hingga pingsan. Kehilangan cairan lebih dari 15% akan berakibat fatal (Alim, 2012).

Salah satu faktor terjadinya dehidrasi adalah kelebihan berat badan (overweight). Terjadinya penumpukan lemak tubuh pada orang obesitas dapat meningkatkan berat badan tanpa menambah kandungan air dalam tubuh (Batmanghelidj, 2007). Penelitian di Amerika pada populasi orang dewasa menunjukkan bahwa Indeks Massa Tubuh memiliki hubungan positif dengan asupan air minuman dan total asupan airnya (Kant, et al., 2009).

Referensi
  1. Buanasita, A et al… 2015. Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi, Lemak, Cairan, dan Status Hidrasi Mahasiswa Obesitas dan Non Obesitas. Indonesian Journal of Human Nutrition. Vol. 2 (1) : 11 – 22.
  2. Sari, NA dan Nindya, TS. 2017. Hubungan Asupan Cairan, Status Gizi dengan Status Hidrasi pada Pekerja di Bengkel Divisi General Enineering PT PAL Indonesia. Jurnal Media Gizi Indonesia. Vol. 12 (1) : 47-53.