Apa yang dimaksud dengan Customer Based Brand Equity (CBBE)?

Merek

Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Apa yang dimaksud dengan Customer Based Brand Equity (CBBE) ?

Customer Based Brand Equity (CBBE) model merupakan pendekatan brand equity yang diambil dari perspektif konsumen. Menurut Keller konsep dasar dari CBBE adalah kekuatan sebuah brand berdasarkan pengalaman seorang konsumen dari yang pernah dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengar tentang sebuah brand selama beberapa waktu.

Definisi customer based brand equity adalah suatu bentuk dari diferensiasi brand akan pengetahuan brand sebagai hasil dari pengalaman konsumen dari brand tersebut. CBBE melihat suatu brand dari tiga hal utama yaitu efek diferensiasi, pengetahuan akan brand dan juga respon konsumen terhadap marketing program. Sebuah brand dikatakan mempunyai CBBE yang tinggi jika konsumen dapat memberikan suatu reaksi yang positif terhadap suatu produk, harga atau komunikasi ketika brand tersebut diidentifikasikan dibandingkan jika produk yang tidak memiliki merek.

Keller mengatakan bahwa brand knowledge yang terdiri dari brand awareness dan brand image merupakan pokok dalam membangun equitas sebuah merek. Dengan demikian, brand equity baru terbentuk jika konsumen mempunyai tingkat awareness dan familiaritas yang tinggi terhadap suatu merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif dan unik di memorinya. Jika suatu brand memiliki CBBE yang tinggi dapat memberikan banyak keuntungan dan manfaat seperti meningkakan loyalitas konsumen terhadap kenaikan harga, lebih sensitifnya mereka terhadap penurunan harga, dan sebagainya.

Membangun menuju brand equity yang tinggi hanya terjadi pada konsumen yang menyadari keberadaan suatu merek dan memiliki image/asosiasi kuat, menguntungkan, dan menyadari keunikan atau keunggulan merek tertentu. Keller mengemukakan proses langkah dalam membangun sebuah merek, menyusun identitas merek yang tepat, menciptakan makna merek yang sesuai dengan yang dirumuskan, menstimulasi respon merek yang diharapakan, menjalin relasi merek yang tepat dengan konsumen.

Proses tahapan tersebut terdiri dari empat langkah yang terdiri dari pertanyaan yang sangat mendasar:

  1. who are you? (identitas merek),
  2. what are you? (makna merek),
  3. what about you? What do I think or feel about you? (respon merek), dan
  4. what about you and me? What kind of association and how much of connection would I like to have with you? (relasi merek).


Gambar Customer Based Brand Equity Pyramid
Sumber : Keller,Strategic Brand Management, 2008.

Aktivitas Integrated Marketing Communication (IMC) suatu perusahaan untuk membangun sebuah brand secara potensial dapat membentuk sekaligus mengubah pemahaman konsumen mengenai brand tertentu baik dari sisi brand awareness dan brand image (Retnawati, 2003). Dalam model yang dikemukakan oleh Keller, ”Brand Building Tools” membentuk ”Consumer Knowledge Effects” yang lalu membentuk ”Branding Benefit”.


Gambar Building Customer Based Brand Equity
Sumber : Keller,Strategic Brand Management, 2003.

Rangkuti (dalam Istiyono, et al ., 2007), mendefinisikan customer- based brand equity sebagai pengaruh diferensial yang dimiliki oleh suatu ekuitas merek akibat kesesuaiannya dengan nilai yang dimiliki pelanggan sehingga merek tersebut dapat memberikan superior customer value .

Aaker (dalam Netemeyer, et al ., 2004), memandang CBBE sebagai serangkaian kecenderungan terkait dengan sebuah merek barang dan simbol yang dapat menambah nilai yang ada pada sebuah barang atau jasa terhadap para konsumen.

Keller (dalam Netemeyer, et al., 2004), meninjau CBBE sebagai pengaruh differensial dari pengetahuan tentang merek barang terhadap tanggapan para konsumen pada pemasaran merek barang tersebut. CBBE akan muncul ketika para konsumen merasa familiar dengan merek suatu barang dan merek itu akan diingat sebagai merek yang unik dan penting.

Bagian-Bagian Inti CBBE

Berikut ini adalah beberapa penjelasan dari bagian-bagian inti CBBE :

1. Kesan Kualitas Merek ( Brand Perceived Quality )

Kesan kualitas diterima sebagai penilaian konsumen dari keseluruhan keunggulan, penghargaan, atau superioritas sebuah merek barang dengan alternatif merek lainnya, berkaitan dengan tujuan yang diharapkan. PQ dianggap sebagai CBBE inti yang terbentuk karena dihubungkan dengan kemauan untuk membayar harga tinggi, minat pembelian merek dan pilihan merek (Aaker dalam Netemeyer, R.G., et al, 2004).

2. Kesan Nilai Merek dari Sebuah Harga ( Brand Perceived Value for The Cost )

Brand Perceived Value for The Cost (PVC) ditegaskan sebagai penilaian keseluruhan dari konsumen terhadap kegunaan merek yang berdasarkan pada persepsi atas “apa yang diterima dari suatu produk” (contohnya; mutu, kepuasan) dengan “apa yang dikorbankankan untuk memperolehnya” dalam hubungannya dengan merek-merek lain (misalnya; harga, waktu dan usaha) (Kirman dan Zeithaml dalam Netemeyer, R.G., et al, 2004).

3. Keunikan Merek ( Brand Uniqueness )

Keunikan didefinisikan sebagai level dimana para konsumen merasa bahwa merek tersebut berbeda dari merek-merek saingannya atau bagaimana merek tersebut dipandang cukup berbeda dari para pesaingnya.

Penilaian dari keunikan sebuah merek dapat disimpulkan melalui berbedanya tanggapan periklanan atau dari pengalaman langsung merek tersebut. Terlepas dari bagaimana keunikan tersebut dibentuk, jika suatu merek dianggap unik, maka merek tersebut dapat menempatkan harga tinggi di pasar.

Pendekatan customer-based melihat brand equity dari perspektif konsumen baik itu individual maupun perusahaan. Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu (Keller, L, K., 2003).

Sebuah merek dikatakan memiliki customer-based brand equity positif apabila pelanggan bereaksi secara lebih positif terhadap sebuah produk dan cara produk tersebut dipasarkan manakala merekanya diidentifikasi, dibandingkan, bila nama mereknya tidak teridentifikasi Kunci pokok penciptaan ekuitas merek adalah brand knowledge, yang terdiri atas brand awareness dan brand image.

Dengan demikian, brand equity baru terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat awareness dan familiaritas tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif dan unik dalam memorinya (Tjiptono, F., 2005).

Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam building blocks utama: brand salience, brand performance, brand imagery, brand judgments, brand feelings, dan brand resonance.

  1. Brand salience
    Berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek, seperti seberapa sering dan mudah sebuah merek diingat dan dikenali dalam berbagai situasi. Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek menjalankan fungsinya sebagai pengidentifikasi produk. Brand awareness bukan hanya sekedar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek dan pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengkaitkan merek(nama merek, logo, simbol, dan seterusnya) dengan asosiasi-asosiasi tertentu dalam memori konsumen bersangkutan.

  2. Brand performance
    Berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. Secara garis besar, ada lima atribut dan manfaat pokok yang mendasari kinerja merek:

  • unsur primer dan fitur suplemen
  • reliabilitas, durabilitas, dan serviceability produk
  • efektivitas, efisiensi, dan empati layanan
  • model dan desain
  • harga.
    Pada hakikatnya, kinerja merek mencerminkan intrinsic properties merek dalam hal karakteristik inheren sebuah produk atau jasa.
  1. Brand imagery
    Menyangkut extrinsic properties produk atau jasa, yaitu kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan. Brand imagery bisa terbentuk secara langsung(melalui pengalaman konsumen dan kontaknya dengan produk, merek, pasar sasaran, atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui iklan dan komunikasi). Empat kategori utama brand imagery meliputi:
  • Profil pemakai, baik berdasarkan faktor demografis deskriptif (seperti usia, gender, ras, atau pendapatan) maupun psikografis abstrak (seperti sikap terhadap hidup, karir, kepemilikan, isu sosial atau institusi politik);
  • Situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik, kemudahan ; pembelian, dan sejenisnya) dan situasi pemakaian (kapan dan di mana merek digunakan);
  • Kepribadian dan nilai-nilai; serta
  • Sejarah, warisan(heritage), dan pengalaman.
  1. Brand judgments
    Berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen terhadap merek berdasarkan kinerja merek dan asosiasi citra yang dipersepsikannya. Aspek brand judgments meliputi:
  • Brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan yang dirasakannya;
  • Brand credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek dinilai kredibel dalam hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar), trustworthiness (bisa diandalkan, selalu mengutamakan kepentingan pelanggan) dan likeability (menarik, fun, dan memang layak untuk dipilih dan digunakan);
  • Brand consideration, yaitu sejauh mana sebuah merek dipertimbangkan untuk dibeli atau digunakan konsumen;
  • Brand superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek bersangkutan unik dan lebih baik dibandingkan merek-merek lain.
  1. Brand feelings, yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap merek. Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth, fun, excitement, security, social approval, dan self-respect.

  2. Brand resonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap merek spesifik. Resonansi tercermin pada intensitas atau kekuatan ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian ulang, usaha dan waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek, dan seterusnya). Secara spesifik, resonansi meliputi loyalitas behavioral (Share of Category Requirements), loyalitas attitudinal, sense of community (identifikasi dengan brand community), dan keterlibatan aktif (berperan sebagai brand evangelists dan brand ambassadors).