Apa yang dimaksud dengan Cultural Model pada Komunikasi Massa?

Komunikasi Massa

Kultural adalah segala cakupan budaya yang sudah ada secara turun-temurun yang meliputi bidang seni, pengetahuan, hukum, kepercayaan, adat istiadat, pola kebiasaan masyarakat dan hal terkait lainnya yang ada di suatu wliayah masyarakat tertentu.

Komunikasi Budaya, menurut Philipsen, adalah cara berkomunikasi yang khas sesuai dengan budaya tertentu.

Khas dalam hal cara atau sarananya (bahasa, dialek, gaya, rutin, prinsip pengorganisasian, aturan penafsiran cara berbicara dan genre) dan maknanya (penilaian seseorang) dalam waktu, tempat dan lingkungan sosial tertentu.

Dalam hal ini, komunikasi merupakan fungsi budaya yakni untuk membentuk kehidupan komunal dan memberi kesempatan individu untuk berpartisipasi, mengidentifikasi diri, dan melakukan negosiasi dalam kehidupan komunal tersebut. Fungsi budaya yang ditampilkan secara komunikatif berbeda pada berbagai budaya.

Metodologi yang digunakan dalam komunikasi budaya umumnya adalah

  1. etnografi komunikasi
  2. mempelajari cara berkomunikasi dan maknanya dalam pembicaraan komunal tertentu
  3. praktek komunikasi yang diperankan dan maknanya untuk menggambarkan model manusia, hubungan sosial dan tindakan strategis yang ideal dalam praktek-praktek lokal. Metode komparatif dengan kerangka deskriptif-komparatif, dengan mempelajari sejumlah komunitas dan bahasa
  4. mempelajari aspek-aspek yang serupa dalam berkomunikasi.

Walaupun ada perbedaan antar budaya dalam berkomunikasi, tetapi ada yang universal yakni :

  1. cara menghasilkan dan menginterpretasikan ekspresi nonverbal dari emosi
  2. struktur pembicaraan dalam hal cara “menunjuk” seseorang dan pergiliran dalam pembicaraan.

Komunikasi budaya banyak dipengaruhi oleh pemikiran Burke sehingga dikenal istilah pembicaraan komunal (comunal conversation) dan berawal dari etnografi komunikasi dari Himes. Berkenaan dengan pembicaraan sehari-hari dalam komunitas misalnya bagaimana aturan berpartisipasi dalam kegiatan berkomunikasi, cerita-cerita, mitos dan narasi, drama sosial, bagaimana interaksi di antara dua budaya berbeda misalnya kode komunikasi antara orang Rusia dan Amerika, bagaimana pekerja menggunakan kode bahasa tertentu untuk melawan organisasi yang dominan (yang menggunakan tindakan komunikasi yang formal).

Dengan demikian dalam hal ini, komunikasi tidak hanya menunjukkan bagaimana beradaptasi, tetapi juga memperbaharui, dan menentang dominasi.

Bahasa dan Komunikasi Verbal Lintas Budaya.

Menurut analisis Lim mengenai komunikasi verbal dan bahasa dengan mereview Hipotesa Whorf dan Sapir yang menyatakan bahwa variasi dalam bahasa itu mutlak atau terdapat determinisme bahasa, menkankantentang bagaimana komunikasi verbal bervariasi sesuai dengan budaya- budaya, dan lebih menekankan pada aspek kognisi bahasa.

Bahasa menentukan cara berpikir orang. Namun demikian, bahasa tidak bersifat deterministik sepenuhnya, Lim menyebutnya sebagai relativitas fungsional bahasa. Dalam hal terakhir, bahasa terkait dengan fungsi budaya yag tercermin dalam karya etnografi pembicaraan (“The Ethnografi of Speaking”), dalam hal ini bahasa tergantung kepada konteksnya (tergantung dengan kelas sosial, bahasa dibedakan menjadi restricted code dan elaborated code, bentuk bahasa menunjukan dunia).

Perbedaan yang ada dalam bahasa-bahasa dalam berbagai budaya menyangkut nilai-nilai dalam wicara, budaya Asia tidak mementingkan pembicaraan oleh karena itu orang Asia tidak pandai melakukan retorika.

Gaya bahasa juga terkait dengan budaya, di Asia dikenal public code dan private code, dan pilihan kode. Dengan mempertimbangkan sifat bahasa yang deterministik dan relatif, terdapat kesamaan dalam bahasa-bahasa pada level atomik, semantik dan aturan umum, tetapi terdapat keragaman di tingkat molekular, episodic dan khusus seperti dikatakan Gumpez dan Levinson.

Komunikasi Nonverbal Lintas Budaya.

Andersen, Hecht, Hoobler dan Smallhood melakukan review terhadap komunikasi nonverbal lintas budaya. Dimensi teoritis yang dapat menjelaskan keragaman komunikasi nonverbal, selain adanya kesamaan karena genetik, adalah perbedaan karena budaya. Enam dimensi utama dalam budaya adalah sifat langsung (immediacy), individualisme dan kolektivisme, gender, jarak kekuasaan, penghindaran ketidakpastian, konteks tinggi dan rendah. Sedangkan dalam hal kode nonverbal dipelajari aspek chronemics, proxemics, kinesics, hapticis, physical apperarance, oculesics, vocalics, and olfactics.

Penelitian dalam komunikasi nonverbal lintas budaya telah banyak menggunakan kerangka konseptual keragaman budaya. Studi-studi ini telah bergeser dari studi mengenai deskripsi perbedaan-perbedaan perilaku komunikasi menuju makna komunikasi non verbal, fungsi, hasil dan hubungan- hubungannya dengan variabel-variabel lainnya.

Penelitian-penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan dasar teoritis tersebut untuk mendorong arah penelitian selanjutnya, yang mencakup antara lain :

  1. kaitan antara beberapa dimensi kebudayaan, karena dalam kenyataannya budaya mempengaruhi dimensi- dimensi tersebut secara simultan

2), interaksi di antara orang-orang yang berbeda dalam hal dimensi budayanya dengan penekanan kesamaannnya bukan karena perbedaannya.

  1. penyebab penyimpangan perilaku anggota budaya tertentu dari budaya utama.

  2. Penekanan budaya tidak harus pada bangsa untuk menggambarkan budaya, karena adanya regionalisasi.

Referensi : William B Gudykunst, Cross-Cultural and Intercultural Communication, Sage Publications. International Educational and Professional Publisher.