Apa yang dimaksud dengan Citra Raga atau Citra Tubuh?

Pada saat sekarang ini, sering sekali masyarakat melakukan diet ketat dan olahraga agar mendapat citra raga yang diinginkan. Apa yang dimaksud dengan citra raga?

Pada tahun 1950, Paul Schilder (Cash & Pruzinsky, 2002) mendefinisikan citra tubuh sebagai gambaran tentang tubuh kita yang dibentuk dalam pikiran kita sendiri. Lebih jauh, citra tubuh digambarkan sebagai citra tridimensional yang dimiliki oleh setiap individu dalam pikirannya sendiri. Pertama, memvisualisasikan diri melalui penampilan fisik. Kedua, merasakan tubuh sebagai persepsi lebih terpadu yaitu melalui dimensi sentuhan dan perasaan. Ketiga, disempurnakan oleh sumber utama dari dimensi itu sendiri, yaitu kesadaran dan pengalaman hidup.

Stuart & Sundeen (1991) mendefinisikan citra tubuh sebagai sikap, persepsi, keyakinan, dan pengetahuan individu secara sadar atau tidak sadar terhadap tubuhnya, baik itu ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, maupun objek yang kontak terus menerus saat ini dan yang akan datang. Sementara, Kozier et al. (1995) mengatakan pandangan terhadap citra tubuh adalah bagaimana seseorang memahami ukuran, penampilan, dan fungsi tubuh serta bagian-bagiannya. Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa citra tubuh merupakan persepsi individu akan tubuhnya yang tercipta melalui penampilan fisik, sentuhan dan perasaan, serta kesadaran dan pengalaman hidup individu tersebut. Citra tubuh bersifat subjektif yaitu berbeda-beda pada setiap individu.

Rudd dan Lennon (2000) melihat 2 komponen yang membangun citra tubuh yaitu komponen persepsi ( perceptual component ) dan komponen sikap ( attitudinal component ). Kedua komponen ini saling mempengaruhi dan mendukung pembentukan citra tubuh yang baik. Komponen persepsi melihat tubuh individu melalui ukuran, bentuk, berat badan, dan penampilannya ( appearance ). Sementara, komponen sikap merasakan tubuhnya sendiri dan mempengaruhi pola tingkah laku individu tersebut. Persepsi individu dimunculkan dengan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan terhadap kondisi fisiknya sedangkan sikap dimunculkan dengan suatu tindakan demi mewujudkan harapan seorang individu terhadap ketidakpuasan kondisi fisiknya. Selama hidup, citra tubuh individu dipengaruhi oleh empat faktor (Cash & Pruzinsky, 2002):

  • Sosio-kultural
    Budaya dan media memberikan pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan citra tubuh individu. Budaya dan media dalam penyebarannya menciptakan suatu gagasan normatif mengenai hal yang menjadi daya tarik dan hal yang tidak menarik. Anggapan mengenai tubuh ideal seperti: tubuh langsing, kaki panjang, dan wajah menarik yang banyak digambarkan melalui berbagai media, mempengaruhi perkembangan nilai sosial individu (Indriastuti, 1998). Hal inilah yang mempengaruhi individu membuat perbandingan fisik dengan orang lain dan menjadikannya suatu “pakem” untuk citra fisik dirinya.

  • Pengalaman interpersonal
    Pengalaman interpersonal individu dapat berbentuk berupa harapan, pendapat, dan komunikasi. Komunikasi itu sendiri dapat berupa komunikasi verbal dan nonverbal yang disampaikan dalam interaksi dengan lingkungan keluarga, sosial, dan pekerjaan. Interaksi dalam pengalaman interpersonal yang terjadi tidak hanya dengan anggota keluarga dan teman, bahkan orang asing berpotensi dalam membangun standar bagi seseorang untuk membentuk pencitraannya sendiri.

  • Karakteristik fisik
    Perubahan fisik dan penampilan pada setiap fase tumbuh- kembang manusia berpengaruh dalam pembentukan citra tubuh seseorang. Perubahan yang sangat drastis selama masa remaja, menjadi salah satu fase yang diberikan perhatian mendalam. Kurang menghargai dan keinginan individu untuk merasa sempurna dalam setiap aspek hidupnya membawa kepada rasa tidak puas sehingga membentuk citra tubuh yang buruk.

  • Faktor personal
    Faktor personal juga mempengaruhi pembentukan citra tubuh. Pemahaman dan pola pikir yang positif mendukung pengembangan performa yang positif dari tubuh seseorang dan berfungsi sebagai pertahanan terhadap peristiwa yang mengancam citra tubuh seseorang. Perfeksionisme merupakan faktor potensial lain dari kepribadian yang mempengaruhi citra tubuh sehingga menuntut fisik yang ideal.

Kotler (2000) mengatakan citra adalah ide serta impresi seseorang, sangat besar pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku serta tindakan yang mungkin akan diperbuat. Chaplin (1995) menambahkan citra atau image berarti gambaran, kesan, serta bayang-bayang yaitu suatu pengalaman sentral atau yang disadari. Drever (1988) juga mengatakan bahwa citra adalah gambaran yang didasarkan oleh pengalaman indera. Tubuh adalah struktural individu dilihat dari proporsi badan secara keseluruhan dan anggota badan (Chaplin, 1995). Selain itu Chaplin (1995) mendefinisikan tubuh sebagai bagian sentral suatu organisme yang mendukung anggota-anggota badan, dan kepala.

Kurniati (2004) menyebutkan bahwa raga adalah salah satu determinan kepribadian yang penting karena mempengaruhi kualitas dan kuantitas tingkah laku individu dan secara tidak langsung mampengaruhi cara individu merasakan tubuhnya sebagai suatu sumber evaluasi diri. Salah satu sumber dalam pembentukan persepsi tentang diri adalah image (gambaran) tentang tubuh atau raga, juga sering disebut sebagai body image, yaitu penampilan diri, sikap terhadap raga sendiri dan konstitusi raga dalam persepsi individu tentang raga. Hal ini menyangkut bagaimana individu melihat tubuhnya pada saat bercermin, dan juga pengalaman yang pernah dialami dan dirasakannya mengenai tubuhnya itu.

Mappiare (1982) mengatakan,

Citra raga merupakan sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra raga khususnya dimaksudkan oleh pemikiran mengenai kecantikan dan kebutuhan wajah.

Menurut Melliana (2006) penampilan merupakan bentuk kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana ia dilihat oleh orang lain.

Menurut Shafer & Schoben (Hurlock, 1990) raga adalah salah satu determinan kepribadian individu, karena memberikan batasan pada seseorang dalam melakukan penyesuaian diri. Konsep tentang fisik berdasarkan pengalaman dari tubuh seseorang yang lalu dan sekarang, yang nyata atau fantasi inilah yang disebut citra raga. Gambaran terhadap tubuh mencakup ukuran keadaan atau kondisi dan bentuk tubuh. Gambaran tersebut berasal dari sensasi-sensasi internal, perubahan sikap, hubungan dengan objek luar dan orang lain dan pengalaman emosional dan fantasi yang berhubungan dengan norma-norma sosial dan umpan balik dari orang lain.

Menurut Eysenck, dkk (1972) citra raga pada umumnya merupakan wadah pikiran dari tubuh seseorang yang berubah menurut informasi yang diterima dari tubuh dan lingkungan seseorang.

Threes (1996) mengatakan bahwa citra raga atau gambaran seseorang pada dirinya sendiri akan mempengaruhi proses berfikir, perasaan, keinginan, nilai, maupun perilakunya.

Suryanie (2005) citra raga adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik tehadap bagian-bagian tubuhnya maupun mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri. Selanjutnya citra raga dapat mendatangkan perasaan senang atau tidak senang terhadap tubuhnya sendiri.

Menurut Honigman dan Castle (Melliana, 2006) body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif.

Kurniati (2004) menyatakan bahwa citra raga adalah gambaran yang dimiliki individu terhadap tubuhnya yang berhubungan dengan penerimaan diri terhadap keadaan fisiknya yang akan mempengaruhi rasa ketertarikkan orang lain.

Hardy dan Hayes (1988) menambahkan citra raga merupakan sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Aspek utama dalam konsep diri adalah citra raga yaitu suatu kesadaran individu dan penerimaan terhadap physical self.

Citra raga dikembangkan selama hidup melalui pola interaksi dengan orang lain. Perkembangan citra raga tergantung pada hubungan sosial dan merupakan proses yang panjang dan sering kali tidak menyenangkan, karena citra raga yang selalu diproyeksikan tidak selalu positif.

Citra raga pada umumnya berhubungan dengan remaja wanita daripada remaja pria, remaja wanita cenderung untuk memperhatikan penampilan fisik (Mappiare, 1982). Menurut Suryanie (2005) perubahan-perubahan fisik yang dialami oleh remaja wanita menghasilkan suatu persepsi yang berubah-ubah dalam citra raga dan secara khas menunjukkan kearah penolakan terhadap physical self. Hal-hal yang menyebabkan remaja wanita tidak menerima physical self-nya misalnya : tinggi badan, kemasakkan fisik, jerawat. Remaja wanita sangat peka terhadap penampilan dirinya dan merenung perihal bagaimana wajahnya, apakah orang lain menyukai wajahnya serta selalu menggambarkan dan mengembangkan seperti apa tubuhnya dan apa yang diinginkan dari tubuhnya.

Citra tubuh ( body image ) merupakan evaluasi dari pengalaman subjektif individu tentang persepsi, pikiran dan perasaan serta sikap terhadap penampilan tubuhnya. Pengertian tersebut di perkuat oleh pendapat Fallon & Ackard (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) yang menyatakan bahwa “citra tubuh merupakan representasi mental dari tubuh yang meliputi persepsi dari penampilan, perasaan dan pikiran tentang tubuh, bagaimana rasanya berada di dalam tubuh, dan fungsi tubuh dan kemampuannya.”

Citra tubuh ( body image ) adalah ide seseorang mengenai betapa penampilan badannya menarik di hadapan orang lain (Chaplin, 2011). Senada dengan pendapat Papalia, Olds, dan Feldman (2008) yang mendefinisikan citra tubuh ( body image ) sebagai keyakinan deskriptif dan evaluasi mengenai penampilan seseorang.

Citra tubuh ( body image ) adalah konsepsi dan sikap terhadap penampilan fisik seseorang (Berk, 2012). Rosen (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menggambarkan citra tubuh sebagai citra mental dan evaluasi seseorang terhadap penampilan dan mempengaruhi persepsi dan sikap dari perilaku.

Tovian (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menggambarkan citra tubuh sebagai citra mental individu atau representasi kognitif dari tubuhnya sendiri, termasuk penampilan luar, organ internal, dan proses fisiologis.

Aspek-Aspek Citra Tubuh ( Body image )

Whitbourne & Skultety (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) membagi aspek citra tubuh ( body image ) di masa dewasa tengah menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

  1. Penampilan fisik, mengungkapkan informasi tentang evaluasi dari penampilan keseluruhan tubuh, perhatian individu terhadap penampilan dirinya, serta usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan fisiknya.

  2. Perasaan mengenai kemampuan tubuh, didasarkan pada sensasi fisik yang terkait dengan penuaan, seperti perasaan tentang ketangkasan berolahraga, daya tahan tubuh, dan kekuatan fisik.

  3. Pengalaman tentang kesehatan dan penyakit, yang berimplikasi mengenai kualitas hidup yaitu evaluasi penilaian individu mengenai kesehatan tubuhnya; mengukur derajat pengetahuan dan kesadaran individu terhadap pentingnya kesehatan fisik dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra Tubuh ( Body image )

Beberapa ahli menyatakan bahwa citra tubuh ( body image ) dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi citra tubuh ( body image ) antara lain: usia, jenis kelamin, media massa, hubungan interpersonal, dan kepribadian seseorang.

1. Usia

Usia mempengaruhi citra tubuh-ketidakpuasan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita usia 17 sampai 25 tahun memiliki katidakpuasan terhadap citra tubuh lebih tinggi dibandingkan wanita usia 40 tahun sampai 60 tahun (Sivert & Sinanovic, 2008).

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah faktor paling penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang (Chase, 2001). Wanita dewasa memandang citra tubuh lebih negatif jika dibandingkan lak-laki dewasa karena mereka cenderung memelihara dan merawat penampilan (Hubley & Quinlan, 2003). Franzoi dan Koehler (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menemukan bahwa wanita memiliki citra tubuh negatif daripada pria.

3. Media Massa

Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai fitur perempuan yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial.

4. Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang diterimanya mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya.

5. Kepribadian

Cash (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa kepribadian individu juga mempengaruhi pembentukan terhadap citra tubuh. Harga diri tinggi dapat meningkatkan evaluasi tubuh seseorang ke arah positif dan berfungsi sebagai pelindung terhadap peristiwa yang mengancam citra tubuh seseorang.

Pengertian Citra Raga

Kotler (2000) mengatakan citra adalah ide serta impresi seseorang, sangat besar pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku serta tindakan yang mungkin akan diperbuat. Chaplin (1995) menambahkan citra atau image berarti gambaran, kesan, serta bayang-bayang yaitu suatu pengalaman sentral atau yang disadari. Drever ( 1988 juga mengatakan bahwa citra adalah gambaran yang didasarkan oleh pengalaman indera.

Tubuh adalah struktural individu dilihat dari proporsi badan secara keseluruhan dan anggota badan (Chaplin, 1995). Selain itu Chaplin (1995) mendefinisikan tubuh sebagai bagian sentral suatu organisme yang mendukung anggota-anggota badan, dan kepala. Kurniati (2004) menyebutkan bahwa raga adalah salah satu determinan kepribadian yang penting karena mempengaruhi kualitas dan kuantitas tingkah laku individu dan secara tidak langsung mampengaruhi cara individu merasakan tubuhnya sebagai suatu sumber evaluasi diri.

Salah satu sumber dalam pembentukan persepsi tentang diri adalah image (gambaran) tentang tubuh atau raga, juga sering disebut sebagai body image, yaitu penampilan diri, sikap terhadap raga sendiri dan konstitusi raga dalam persepsi individu tentang raga. Hal ini menyangkut bagaimana individu melihat tubuhnya pada saat bercermin, dan juga pengalaman yang pernah dialami dan dirasakannya mengenai tubuhnya itu. Mappiare (1982) mengatakan citra raga merupakan sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra raga khususnya dimaksudkan oleh pemikiran mengenai kecantikan dan kebutuhan wajah. Menurut Melliana (2006) penampilan merupakan bentuk kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana ia dilihat oleh orang lain.

Menurut Shafer & Schoben (Hurlock, 1990) raga adalah salah satu determinan kepribadian individu, karena memberikan batasan pada seseorang dalam melakukan penyesuaian diri. Konsep tentang fisik berdasarkan pengalaman dari tubuh seseorang yang lalu dan sekarang, yang nyata atau fantasi inilah yang disebut citra raga. Gambaran terhadap tubuh mencakup ukuran keadaan atau kondisi dan bentuk tubuh. Gambaran tersebut berasal dari sensasi-sensasi internal, perubahan sikap, hubungan dengan objek luar dan orang lain dan pengalaman emosional dan fantasi yang berhubungan dengan norma-norma sosial dan umpan balik dari orang lain. Menurut Eysenck, dkk (1972) citra raga pada umumnya merupakan wadah pikiran dari tubuh seseorang yang berubah menurut informasi yang diterima dari tubuh dan lingkungan seseorang.

Threes (1996) mengatakan bahwa citra raga atau gambaran seseorang pada dirinya sendiri akan mempengaruhi proses berfikir, perasaan, keinginan, nilai, maupun perilakunya. Suryanie (2005) citra raga adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya, baik tehadap bagian-bagian tubuhnya maupun mengenai seluruh tubuhnya, berdasarkan penilaian sendiri. Selanjutnya citra raga dapat mendatangkan perasaan senang atau tidak senang terhadap tubuhnya sendiri.

Menurut Honigman dan Castle (Melliana, 2006) body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana ‘kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif. Kurniati (2004) menyatakan bahwa citra raga adalah gambaran yang dimiliki individu terhadap tubuhnya yang berhubungan dengan penerimaan diri terhadap keadaan fisiknya yang akan mempengaruhi rasa ketertarikkan orang lain.

Hardy dan Hayes (1988) menambahkan citra raga merupakan sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Aspek utama dalam konsep diri adalah citra raga yaitu suatu kesadaran individu dan penerimaan terhadap physical self. Citra raga dikembangkan selama hidup melalui pola interaksi dengan orang lain. Perkembangan citra raga tergantung pada hubungan sosial dan merupakan proses yang panjang dan sering kali tidak menyenangkan, karena citra raga yang selalu diproyeksikan tidak selalu positif.

Citra raga pada umumnya berhubungan dengan remaja wanita daripada remaja pria, remaja wanita cenderung untuk memperhatikan penampilan fisik (Mappiare, 1982). Menurut Suryanie (2005) perubahan-perubahan fisik yang dialami oleh remaja wanita menghasilkan suatu persepsi yang berubah-ubah dalam citra raga dan secara khas menunjukkan kearah penolakan terhadap physical self. Hal-hal yang menyebabkan remaja wanita tidak menerima physical selfnya misalnya : tinggi badan, kemasakkan fisik, jerawat. Remaja wanita sangat peka terhadap penampilan dirinya dan merenung perihal bagaimana wajahnya, apakah orang lain menyukai wajahnya serta selalu menggambarkan dan mengembangkan seperti apa tubuhnya dan apa yang diinginkan dari tubuhnya.

Apabila remaja putri dapat mengalami dan menerima segala pengalaman yang selaras dengan struktur self, individu akan lebih mudah memahami orang lain, menerima orang lain sebagai individu dan memiliki adjustment yang sehat. Sebaliknya, bila pengalaman kehidupan yang dialami ditolak karena tidak sesuai denga struktur selfnya akan diamati sebagai ancaman. Selanjutnya struktur selfnya akan mempertahankan diri yang menyimpang, mempertahankan gambaran diri yang palsu, dan mengakibatkan pribadi menjadi maladjustment (Kurniati, 2004).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa citra raga adalah pemikiran atau konsep tentang fisik berupa penilaian diri yang subyektif, evaluasi terhadap diri berdasarkan bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya, dimana berfungsi sebagai bentuk kontrol sosial. Selain itu termasuk di dalamnya kesadaran individu dan bagaimana penerimaan terhadap physical self, yang kemudian akan mendatangkan perasaan senang atau tidak senang terhadap tubuhnya, sehingga mempengaruhi proses berfikir, perasaan, keinginan, nilai maupun perilakunya. Citra raga selalu berubah-ubah karena dikembangkan selama hidup melalui pola interaksi dengan orang lain.

Aspek-aspek Citra Raga

Bentuk tubuh adalah suatu simbol diri seseorang individu, karena dalam hal tersebut seseorang dinilai oleh orang lain dan sebaliknya menilai diri sendiri. Menurut King (dalam Rusiemi, 1993) dalam evaluasi tubuh terdapat korelasi positif yang signifikan antara nilai-nilai bagian tubuh dan nilai aspek diri, serta berhubungan dengan citra raga ideal tentang sesuatu yang disukai dan tidak disukai.

Pada penelitian yang dilakukan Hurlock (1990) mengatakan bahwa ketidakpuasan terhadap penampilan tertuju pada bentuk-bentuk khusus dari tubuhnya. atau pada penampilan keseluruhan. Pernyataan ini dapat diterangkan melalui penelitian Lerner (dalam Thomburg, 1982) mengenai tingkat karakteristik tubuh menurut pentingnya. Studi ini menemukan bahwa penampilan tubuh pada umumnya menjadi hal yang penting bagi pria dan wanita. Pria dan wanita merasa bahwa proporsi tubuh, wajah dan gigi menjadi hal yang amat penting. Menurut Atkinson (1992), seseorang selalu merasa tidak puas dengan bentuk badan, rambut, gigi, berat badan, ukuran dada dan tinggi badan. Dapat terlihat bahwa perhatian individu menilai penampilan dirinya atau orang lain tertuju pada perbagian tubuh misalnya hidung pesek, mata sipit, bibir tebal, atau keseluruhan tubuhnya misalnya badan kurus kering dan kulit hitam.

Menurut Jersild (dalam Kurniati, 2004) tingkat citra raga individu digambarkan oleh seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara keseluruhan. Hardy dan Hayes (1988) menambahkan tingkat penerimaan citra raga sebagian besar tergantung pada pengaruh sosial budaya yang terdiri dari empat aspek yaitu reaksi orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan individu dan identifikasi terhadap orang lain.

Komponen citra raga terdiri dari komponen perseptual dan komponen sikap menjadi landasan pengukuran. Komponen perseptual menunjukkan bagaimana individu menggambarkan kondisi fisiknya. Oleh karena itu penilaian merupakan aspek yang tepat untuk mewakili komponen-komponen tersebut, komponen sikap mengarah pada perasaaan dan sikap yang muncul dari kondisi tersebut. Perasaan diwakili dengan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan individu terhadap tubuhnya, sedangkan sikap diwakili oleh harapan-harapan mengenai tubuhnya, sebagai akibat dari harapan biasanya menjadi tindakan demi mewujudkan harapan tersebut (Jersild, 1979). Oleh karena itu aspek perasaan dan aspek harapan mewakili seluruh komponen sikap.

Menurut Suryanie (2005) aspek-aspek dalam citra raga yaitu persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan secara keseluruhan, aspek perbandingan dengan orang lain, dan aspek reaksi terhadap orang lain. Penilaian, perasaan dan harapan yang menyertai objek citra raga menjadi aspek dasar pengukuran terhadap citra raga. Pengukuran terhadap aspek-aspek tersebut menghasilkan kepuasan atau ketidakpuasan seseorang terhadap bentuk-bentuk khusus tubuhnya. Berdasarkan uraian-uraian pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek citra raga yaitu (1) penilaian dari bagian tubuh, (2) penampilan secara keseluruhan, (3) perbandingan dengan orang lain, (4) reaksi dari orang lain, dan (5) komponen sikap yang berupa perasaan, sikap dan tindakan terhadap tubuh.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Citra Raga

Berbagai macam penampilan fisik yang dianggap menarik atau tidak, banyak ditentukan oleh kebudayaan. Blyth, dkk (dalam Suryanie, 2005) menyatakan faktor sosio cultural berperan penting dalam citra raga. Ada anggapan masyarakat dalam lingkungan sosial tertentu mengenai tubuh ideal seperti harapan tubuh ramping dan wajah menarik. Citra seperti ini banyak digambarkan melalui media massa dan tubuh ideal cenderung disukai oleh gadis-gadis.

Menurut Schonfeld (dalam Suryanie, 2005) faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga antara lain :

a. Reaksi orang lain.

Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan orang lain, agar dapat diterima oleh orang lain. Ia akan memperhatikan pendapat atau reaksi yang dikemukakan oleh lingkungannya termasuk pendapat mengenai fisiknya.

b. Perbandingan dengan orang lain atau perbandingan dengan cultural idea.

Wanita cenderung lebih peka terhadap penampilan dirinya dan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.

c. Identifikasi terhadap orang lain.

Beberapa orang merasa perlu menyulap diri agar serupa atau mendekati idola atau simbol kecantikan yang dianut agar merasa lebih baik dan lebih menerima keadaan fisiknya. Selain ketiga hal di atas, Hurlock (1983) menambahkan faktor peranan seseorang berpengaruh terhadap citra raga. Tubuh bagi individu berkaitan dengan peranan yang dipegangnya dalam kehidupan, khususnya dalam pergaulan. Ada suatu anggapan bahwa kedudukan tertentu atau peranan tertentu dalam pergaulan lebih mudah diraih oleh mereka yang mempunyai daya tarik fisik.

Faktor-faktor sosiokultural mempunyai peranan penting dalam citra raga. Dalam lingkungan sosial tertentu ada anggapan masyarakat mengenai tubuh ideal seperti : tubuh ramping, kaki panjang, dan wajah menarik. Ciri seperti ini banyak digambarkan melalui majalah dan tubuh ideal ini cenderung disukai banyak kalangan. Standar ideal dari daya tarik fisik mempengaruhi perkembangan nilai sosial individu (Indriastuti, 1998).

Suryanie (2005) mengatakan faktor sosio kultural berperan penting dalam citra raga. Pada setiap kebudayaan terdapat standar ideal daya tarik fisik dan standar ini akan mempengaruhi citra raga seseorang dalam berkembangnya nilai sosial orang tersebut. Selain itu perbandingan perkembangan fisik dengan orang lain dan reaksi orang lain terhadap fisiknya juga mempengaruhi citra raga.

Menurut Melliana (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga antara lain:

a . Self esteem.

Citra raga mengacu pada gambaran seseorang tentang tubuhnya yang dibentuk dalam pikirannya, yang lebih banyak dipengaruhi oleh self esteem individu itu sendiri, dari pada penilaian orang lain tentang kemenarikan fisik yang sesungguhnya dimiliki, serta dipengaruhi pula oleh keyakinan dan sikapnya terhadap tubuh sebagaimana gambaran ideal dalam masyarakat.

b. Perbandingan dengan orang lain.

Citra tubuh ini secara umum dibentuk dari perbandingan yang dilakukan seseorang atas fisiknya sendiri dengan standar yang dikenal oleh lingkungan sosial dan budayanya. Salah satu penyebab kesenjangan antara citra tubuh ideal dengan kenyataan tubuh yang nyata sering kali dipicu oleh media massa yang banyak menampilkan fitur dengan tubuh yang dinilai sempurna, sehingga terdapat kesenjangan dan menciptakan persepsi akan penghayatan tubuhnya yang tidak atau kurang ideal. Konsekuensinya adalah individu sulit menerima bentuk tubuhnya.

c. Bersifat dinamis.

Citra tubuh bukanlah konsep yang bersifat statis atau menetap seterusnya, melainkan mengalami perubahan terus menerus, sensitif terhadap perubahan suasana hati (mood), lingkungan dan pengalaman fisik inidvidual dalam merespon suatu peristiwa kehidupan

d. Proses pembelajaran.

Citra tubuh merupakan hal yang dipelajari. Proses pembelajaran citra tubuh ini sering kali dibentuk lebih banyak oleh orang lain diluar individu sendiri, yaitu keluarga dan masyarakat, yang terjadi sejak dini ketika masih kanak-kanak dalam lingkungan keluarga, khususnya cara orang tua mendidik anak dan di antara kawan-kawan pergaulannya. Tetapi proses belajar dalam keluarga dan pergaulan ini sesungguhnya hanyalah mencerminkan apa yang dipelajari dan diharapkan secara budaya. Proses sosialisasi yang dimulai sejak usia dini, bahwa bentuk tubuh yang langsing dan proporsional adalah yang diharapkan lingkungan, akan membuat individu sejak dini mengalami ketidakpuasan apabila tubuhnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh lingkungan, terutama orang tua.

Berdasarkan teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga antara lain :

(1) faktor sosio cultural atau standar ideal daya tarik fisik yang berlaku dalam kebudayaan

(2) reaksi orang lain

(3) perbandingan dengan orang lain

(4) identifikasi terhadap orang lain

(5) peranan yang dipegang individu dalam kehidupan

(6) proses pembelajaran.

Referensi

http://eprints.ums.ac.id/1445/2/F100030037.pdf