Apa yang Dimaksud dengan Budaya sebagai Sistem Simbolik?

Dalam menilai budaya juga bisa dipandang sebagai sistem simbolik?

Apa yang dimaksud dengan sistem tersebut?

Jalan lain dalam membahas kebudayaan adalah dengan cara memandang kebudayaankebudayaan sebagai sistem makna dan simbol yang dimiliki bersama. Pendekatan ini masih berhubungan, meskipun berbeda, dari pendekatan kognitif Amerika dan strukturalis Eropa daratan yang telah dibicarakan diatas. Di daratan Eropa jalan ini telah dirambah oleh Louis Dumont. Di AS pelopor yang paling menonjol adalah dua ahli antropologi pewaris tradisi Parsons: Clifford Geertz dan David Schneider.

Pandangan yang kuat dari Geertz terhadap budaya, yang ditunjang satu aliran kemanusiaan yang luas, makin lama makin menjadi sistematis. Seperti Levi-Strauss, Geertz berada pada puncak pemikirannya ketika dia menciptakan grand theory dalam menafsirkan bahan-bahan etnografi yang khusus. Namun berbeda dari Levi-Strauss, dia menemukan kekhususan tersebut dalam kekayaan kehidupan manusia yang sesungguhnya: dalam satu persabungan ayam, dalam satu upacara kematian, dalam satu peristiwa pencurian biri-biri. Bahan analisisnya bukanlah mitologi atau adat istiadat yang tcrlepas dari konteks dan akar masyarakatnya. Bahan tersebut terikat dengan manusia-manusia didalam tingkah laku simbolik mereka .

Geertz melihat pandangan kognitif Goodenough dan para ahli '“etnografi baru” sebagai pandangan reduksionis dan formalistik yang kabur. Bagi Geertz, makna tidak terletak di “dalam kepala orang”. Simbol dan makna dimiliki bersama oleh anggota masyarakat, terletak di antara mereka, bukan di dalam diri mereka. Simbol dan makna bersifat umum (public), bukan pribadi (private). " Sistem kultural adalah ideasional. Sama seperti ideasionalnya kwartet Beethoven. Sistem itu berada di luar atau di antara manifestasinya dalam pikiran individu atau penampilan konkrit. Pola-pola kultural, katanya, tidak reified atau metafisikal. Seperti batu dan mimpi, “mereka adalah benda dalam dunia nyata”.

Geertz mengangggap pandangannya tentang budaya adalah semiotik. Mempelajari budaya berarti mempelajari aturan-aturan makna yang dimiliki bersama. Dengan meminjam satu arti “text” yang lebih luas dari Ricoeur, Geertz pada masa akhir-akhir ini menganggap satu kebudayaan sebagai “satu kumpulan teks”. Karena itu antropologi merupakan satu usaha interpretation (penafsiran) bukan usaha decipherment (menguraikan dengan cara memecah- mecah). Dan penafsiran harus dikembangkan menjadi deskripsi mendalam (thick description) yang harus diikatkan secara mendalam ke dalam kekayaan konteks kehidupan sosial.

Geertz tidak punya optimisme ethnoscience bahwa aturan kultural dapat diformalkan seperti sebuah tatabahasa, juga tidak punya ketangkasan dalam menguraikan isi sandi seperti cara Levi-Strauss. Penafsiran teks kultural adalah pekerjaan yang memerlukan waktu dan sulit. Bagaimana satu kebudayaan (sebagai satu kumpulan teks) dapat dirangkum bersama, belum pernah dikerjakan dengan jelas. Mungkin Geertz akan setuju bahwa kita masih pada tingkat awal dalam usaha menemukan hal tersebut.

Ketika dia melangkah menggeneralisasikan agama, ideologi, dan pikiran sehat sebagai sistem kultural, dan tentang konsepkonsep Orang Bali tentang waktu dan manusia, suatu gambar tentang hubungan antara ranah-ranah kultural mulai muncul. Pandangannya tentang pem laan budaya muncul secara lebih hidup dalam satu analogi yang dibuat oleh Wittgenstein antara bahasa kita dan sebuah kota: “satu jaringan gang-gang dan lapangan-lapangan” yang merupakan lapisan endapan waktu, dikelilingi oleh satu susunan pemi sah gang dan lapangan yang rapi terhadap bagian-bagian modern yang terencana adalah sama seperti bahasa formal matematika dan sains.

Kata Geertz, budaya adalah seperti kota tua. Kota yang biasanya dikaji oleh orangorang antropologi. Tidak seperti kota modern, kota ini hanya punya sedikit (itupun kalau ada) kota-kota satelit yang terencana dan itu kata Geertz, membuat usaha orang antropologi untuk menemukan sektor-sektor yang sama dengan kota satelit filsafat, hukum dan ilmu pengetahuan yang terencana dengan rapi di kota ideasional tersebut menjadi sedikit semu. Analogi ini nampak hidup. Geert z telah membuat sebuah usaha yang palut dicatat dalam menjelajahi beberapa sektor kota-kota tua dan kacau, mcmp erkenalkan jiwa yang subtil dari jalan -jalan dan peta kasar mereka, dan menggeneralisasikan sektor-sektor yang sama pada kota-kota yang berlainan. Rencana yang menyeluruh dari kota-kota budaya ini belum dapat dilihat lagi. Di tempat lain Geertz mengingatkan mengenai bahaya dari penganalisa yang membuat peta satu budaya dengan cara tertentu sedemikian rupa melebih-lebihkan dan merapi- rapikan integrasi dan konsistensi internal nya di mana nyatanya hanya integrasi kecil dan seringkali yang ada hanyalah ketidakadaan hubungan dan kontradiksi internal.