Apa yang dimaksud dengan Blockholder ownership?

Blockholder ownership

Blockholder ownership merupakan kepemilikan saham suatu perusahaan dalam jumlah yang besar, dimana pemilik saham seringkali dapat memengaruhi kebijakan perusahaan yang didapat dari besarnya saham yang dimiliki.

Menurut Thomsen, Pedersen dan Kvist (2006) Blockholder Ownership adalah ukuran kepemilikan saham dimana:

  • Kepemilikan saham yang jumlahnya lebih dari 5%.
  • Saham dimiliki oleh karyawan, direktur, atau anggota keluarganya.
  • Saham dimiliki oleh bank.
  • Saham dimiliki oleh perusahaan lain (kecuali perusahaan dalam status digadaikan).
  • Saham dimiliki oleh seseorang karena adanya tunjangan pensiun

Menurut Thomsen, Pedersen dan Kvist (2006) Blockholder didefinisikan sebagai pemegang saham yang kepemilikanya paling sedikit 5%. Blockholder Ownership adalah perubahan dari pecahan saham yang dimiliki oleh blockholder .

Menurut Putri (2014) blockholder ownership dapat mengurangi konflik keagenan yang terjadi antara pemegang saham dan manajer, karena adanya kepemilikan saham yang terkonsentrasi atau memusat sehingga pemegang saham dapat menggunakan kekuasaanya untuk memberikan kemudahan dalam mengambil keputusan penggunaan hutang untuk melakukan pengawasan manajemen perusahaan.

Kepemilikan blockholder adalah kepemilikan saham yang diukur oleh seberapa besar fraksi saham yang dimiliki termasuk kepemilikan saham oleh owner yang besarnya lebih dari 5 % baik saham yang dipegang oleh manajemen, direktur dan keluarganya, saham yang dipegang oleh perusahaan lain atau sering disebut institusional, saham yang dipegang pemeritah atau saham yang dipegang oleh dana pensiun (Thomsen et al., 2006).

Dalam penelitian Sari dan Usman (2014) menjelaskan bahwa blockholder berkontribusi terhadap kegiatan pengawasan manajemen perusahaan. Kehadiran blockholder memiliki efek positif pada nilai pasar perusahaan. Blockholder memainkan peran penting dalam tata kelola perusahaan karena memiliki keterampilan yang relevan, waktu dan perhatian terhadap kinerja perusahaan.

Blockholder dapat mengurangi konflik agency antara pemegang saham dan manajer, karena adanya kepemilikan saham yang terkonsentrasi akan memberikan kemudahan dalam melakukan pengawasan manajemen perusahaan melalui hak suara. Namun blockholder ownership juga dapat meningkatkan konflik agency antara blockholder dengan pemegang saham minoritas (Becht et al., 2002). Hal tersebut dikarenakan blockholder memiliki dorongan untuk menggunakan voting power mereka, sehingga dapat menikmati penghasilan atau keuntungan-keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan pada pemegang saham minoritas.

Menurut Steen Thomsen, Torben Pedersen, and Hans Kurt Kvist (2006) Blockholder Ownership adalah ukuran kepemilikan saham dimana:

  • Kepemilikan saham yang jumlahnya lebih dari 5%.
  • Saham dimiliki oleh karyawan, direktur, atau anggota keluarganya.
  • Saham dimiliki oleh bank.
  • Saham dimiliki oleh perusahaan lain (kecuali perusahaan dalam status digadaikan).
  • Saham dimiliki oleh seseorang karena adanya tunjangan pensiun.

Faktor-faktor yang memotivasi adanya blockholder ownership yaitu: shared benefit of control dan private benefit of control. Shared benefit of control muncul karena blockholder ownership yang besar akan memberikan kemudahan dalam melakukan pengawasan manajemen yang berasal dari besarnya voting power untuk ikut dalam pembuatan keputusan serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan blockholder.

Sedangkan private benefit of control muncul karena blockholder memiliki dorongan untuk menggunakan voting power mereka, sehingga dapat menikmati keuntungan-keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan pada pemegang saham minoritas. Dukungan empiris tentang adanya shared benefit berasal dari beberapa sumber:

  1. Blockholder atau anggota-anggota mereka biasanya diposisikan sebagai direktur atau staf untuk mempengaruhi keputusan-keputusan manajemen secara langsung.
  2. Adanya bukti atas bentuk dari block yang dihubungkan dengan meningkatnya abnormal stock price (Mikkelson and Ruback, 1985 dalam Jatmiko, 2013).
  3. Bukti bahwa perdagangan pada block-block besar dihubungkan dengan meningkatnya abnormal stock price.

Menurut Jatmiko (2013) ketika pemegang saham besar berpotensi meningkatkan pengawasan manajer, pemegang saham besar sebenarnya juga mewakili tujuan atau kepentingan mereka sendiri, sehingga sangat mempengaruhi keputusan pendanaan yang akan diambil perusahaan. Dapat dikatakan bahwa semakin besar blockholder ownership akan semakin besar dorongan untuk menggunakan voting power dalam keputusan pendanaan perusahaan.

Agency theory menjelaskan bahwa dalam menentukan pendanaan perusahaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dengan utang, karena hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang (Maydeliana, 2008). Oleh karena itu, semakin besar kepemilikan blockholder akan mendorong perusahaan lebih berani mengambil pinjaman dalam menentukan keputusan pendanaan.

Blockholder dapat mengurangi konflik agency antara pemegang saham dan manajer, karena adanya kepemilikan saham yang terkonsentrasi akan memberikan kemudahan dalam melakukan pengawasan manajemen perusahaan melalui hak suara. Namun blockholder ownership juga dapat meningkatkan konflik agency antara blockholder dengan investor minoritas (Becht, Bolton and Roell, 2002 dalam Jatmiko, 2013).

Hal tersebut dikarenakan blockholder memiliki dorongan untuk menggunakan voting power mereka, sehingga dapat menikmati penghasilan atau keuntungan-keuntungan perusahaan yang tidak dibagikan pada pemegang saham minoritas.