Apa yang dimaksud dengan bibir sumbing?

Bibir sumbing tidak jarang terjadi pada bayi. Bibir sumbing adalah salah satu kelainan kongenital. Apa yang dimaksud dengan bibir sumbing? Apa yang menyebabkan terjadinya bibir sumbing?

Labiognatopalatoschisis atau Cleft Lip and Palate (CLP) adalah kelainan bawaan yang timbul pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua sisi bibir hingga langit-langit dan bahkan cuping hidung.

Dalam bahasa Indonesia, kelainan ini sering disebut dengan bibir sumbing.

Kelainan ini dapat berupa celah pada bibir (cleft lip), celah pada palatum atau langit-langit mulut (cleft palate), atau gabungan dari keduanya (cleft lip and palate).

Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada tahap pembentukan embrio, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah kelahiran.

  • Cleft lip atau yang dikenal sebagai cheiloschisis, labioschisis atau bibir sumbing merupakan suatu keadaan dimana terdapat celah pada bibir.

    Labiognatopalatoschisis adalah suatu kelainan atau kecacatan/cacat bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Celah ini dapat bersifat komplit, tidak komplit, unilateral maupun bilateral yang terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan semester pertama yang menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin sehingga terjadi ketidaksempurnaan penyambungan bibir atas, gusi dan langit-langit. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, stress pada kehamilan, trauma, dan faktor genetik.

  • Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschisis, anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Cleft palate dapat terjadi pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut yaitu hard palate atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate.

  • Cleft lips and palate (CLP) adalah suatu kecacatan kongenital pada kraniofasial yang paling sering ditemui. Pasien CLP sering mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, bernafas, infeksi telinga tengah, bahkan masalah psikososial dan lain sebagainya. Penanganan CLP memerlukan keterlibatan berbagai disiplin ilmu yang dimulai dari hari pertama dilahirkan hingga umur 20-21 tahun. Untuk penanganan yang optimal selain diperlukan suatu pengetahuan juga diperlukan keterampilan teknis dalam mendalami suatu anatomi abnormal dengan tidak menghilangkan nilai estetika didalamnya. Hal ini juga didukung dalam hal perawatan dalam hal pengawasan dan evaluasi.

EPIDEMIOLOGI

Centers for Disease Control dan Preventions (CDC) baru-baru ini memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 2.651 bayi di Amerika Serikat yang lahir dengan cleft palate dan 4.437 bayi lahir dengan bibir sumbing dengan atau tanpa palate.

Insiden celah palatum muncul pada 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden ini meningkat pada kelompok Asia (1:500) dan menurun pada populasi Negro (1:2000). Insiden tertinggi yang dilaporkan terjadi pada celah palatum muncul pada suku-suku Indian di Montana (1:276) . Umumnya, kondisi ini lebih banyak ditemukan pada laki - laki dibanding perempuan. Insidens secara keseluruhan dari cleft di laporkan oleh Fogh Andersen yakni 1 dari 655 kelahiran dan oleh Ivy yakni 1 dari 762 kelahiran, dimana lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan

Di Indonesia, jumlah tertinggi penderita kelainan ini terbanyak di Nusa Tenggara Timur yaitu 6 sampai 9 orang per 1000 penduduk. Jumlah ini sangat tinggi bila dibandingkan kasus di Internasional yang hanya 1 sampai 2 orang per 1000 penduduk.

Walaupun celah palatum adalah kelainan kongenital yang sangat beragam dan berubah-ubah, muncul beberapa subgrup berbeda, yang dinamakan celah bibir dengan/tanpa celah palatum (CL/P), celah palatum (CP) sendiri dan celah palatum submukosa (submucous cleft palate/SMCP). [1,2]

Distribusi tipikal dari tipe-tipe celah adalah:

  1. Celah bibir saja 15-20%
  2. Celah bibir dan palatum 45%
  3. Celah palatum tersendiri 30-40%

Pada pasangan dengan labioschisis, memiliki risiko melahirkan anak dengan kelainan yang sama sebesar 4%. Selain itu, jika anak yang dilahirkan mempunyai labioschisis, maka risiko labioschisis pada anak selanjutnya adalah sebanyak 4%. Jika 2 anak sebelumnya lahir dengan labioschisis, risiko labioschisis pada anak selanjutnya adalah sebanyak 9%.

EMBRIOLOGI

CLP terjadi akibat dari kesalahan dalam perkembangan normal. Untuk dapat memahami pembentukan dan morfologi dari kecacatan ini, terlebih dahulu harus dipahami embriologi normal dari bibir dan langit-langit. Terdapat tiga bagian penting dalam pembentukan bibir atas yaitu; processus frontonasal yang terletak di sentral dan dua prominensia maxillaris yang terletak di lateral. Bibir atas berkembang pada minggu 4 – 6 gestasi, bermula dengan pembentukan processus frontonasal. Processus frontonasal akan berkembang sehingga membentuk bagian tengah bibir atas, alveolus anterior dan palatum primer.

Prominensia maxillaris juga akan berkembang sehingga membentuk bagian lateral dari bibir. Prominensia maxillaris kiri dan kanan akan bertumbuh dari bagian posterolateral ke arah anteromedial dan menyatu dengan processus frontonasal. Kegagalan fusi dapat terjadi di kedua sisi ini dan karena itu cacat bibir sumbing dapat unilateral atau bilateral.

Istilah bibir sumbing adalah menyesatkan karena cacat mungkin melibatkan lebih dari sekedar bibir. Kegagalan lengkap fusi proses maxillary lateral dengan elevasi nasal medial menyebabkan belahan bibir atas, alveolus, ala nasi, lantai hidung, dan palatum mole primer. Langit-langit mulut yang keras dibentuk dari langit-langit primer dan langit-langit sekunder. Pembentukan langit-langit primer berkembang dari premaxilla. Langit-langit mulut sekunder berkembang menjadi sisa dari langit-langit keras serta langit-langit lunak dan uvula.

Perkembangan langit-langit sekunder terjadi dari minggu 6-12 dari kehamilan. Proses dimulai dengan pembentukan tulang langit-langit proses palatine lateral yang berkembang dari proses maxillary. Awalnya, proses tulang langit-langit berorientasi secara vertikal di kedua sisi lidah yang berkembang. Akhirnya, kedua proses tulang langit-langit lateral bertemu di garis tengah dan menyatu. Langit-langit mulut yang keras menyatu dari anterior ke posterior, dimulai pada alveolar ridge dan berlanjut hingga ke ujung uvula. Oleh karena itu bentuk paling ringan dari sumbing langit-langit adalah uvula bifida. Fusi selesai dan langit- langit yang utuh diidentifikasi pada kehamilan minggu ke 12.

Tahap pertumbuhan wajah manusia
Gambar Tahap pertumbuhan wajah manusia

Celah pada palatum merupakan kelemahan fusi parsial atau total dari palatal shelves. Ini dapat terjadi dengan berbagai cara :

  • Defek pertumbuhan dari lempeng palatum
  • Kegagalan lempeng palatum untuk mencapai posisi horizontal
  • Kelemahan sambungan antar lempeng
  • Rupture setelah fusi lempeng

image

Gambar A: sketsa gambaran sagital dari kepala embrio pada akhir minggu ke-6 menunjukkan proses palatine media, atau palatum primer.B,D,E dan H: gambaran langit- langit mulut sejak usia ke-6 hingga 12 minggu yang menunjukkan perkembangan palatum. Garis terputus pada (D) dan (F) menunjukkan bagian yang menyatu pada proses palatina. Tanda panah menunjukkan proses pertumbuhan medial dan posterior dari palatina lateral. C,E dan G: gambar potongan frontal kepala menunjukkan proses penyatuan kedua palatina lateral dan septum nasal, dan sebagian besar nasal dan cavitas oral

Terdapat 3 pusat pertumbuhan fasial :

  • Sentra prosensefalik
    Bertanggungjawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila dan septum nasal.

  • Rombensefalik
    Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah (regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap) akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diaencephalic borders.

  • Diasefalik
    Diasefalik borders pertama yaitu sela tursika, orbita dan ala nasi, selanjutnya ke arah filtrum. Filtrum merupakan petanda satu-satunya dari diasefalik border yang bertahan seumur hidup. Diasefalik border kedua adalah regio spino-kaudal dan leher.

ETIOLOGI

Penyebab Bibir sumbing atau labiognatopalatochisis sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesis yang dikemukanan dalam perkembangan kelainan antara lain:

  1. Insuffisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan untuk proses tumbuh kembang
    organ-organ terkait selama masa embrional, seperti juga pada anomaly kongenital lainnya. Insuffisiensi ini disebabkan beberapa hal :

    • Kuantitas : gangguan sirkulasi feto-maternal, termasuk stress pada masa kehamilan dan syok hipovolemik terutama pada trimester pertama kehamilan

    • Kualitas : defisiensi gizi (vitamin dan mineral khususnya asam folat, vitamin C dan zink, anemi dan kondisi hipoksik. Defisiensi zat-zat atau materi yang diperlukan menyebabkan gangguan dan/atau hambatan pada pusat pertumbuhan dan rangkaian proses kompleks.

    • Teori bioseluler : perkembangan palatum melibatkan interaksi mesenkhim epithelial. Proses signaling melibatkan molekul matriks dan growth factor yang mempengaruhi ekspresi genetic dari sel-sel neural crest yang mengalami migrasi dan kematian sel terprogram (dan ini dipengaruhi oleh asam retinoat, glukokortikoid); dan gen-gen yang terpengaruh ini akan mengakibatkan timbulnya gangguan fusi. Mediator-mediator yang kemudian diketahui mempengaruhi gen-gen tersebut antara lain Hox B (murine hox2), Transforming Growth Factor (TGF A&B), Epidermal Growth Factor (IGF 1&2). Pola ekspresi dari gengen ini melibatkan proses replikasi mRNA dan penurunan jadar protein, sehingga sel yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan bermigrasi, proliferasi dsb.

  2. Pengaruh penggunaan obat-obatan yang bersifat teratologik, termasuk jamujamuan dan penggunaan kontrasepsi hormonal.

  3. Infeksi khususnya infeksi viral dan khalimidial (toksoplasmosis)

  4. Faktor genetik, yang diduga kuat pada keluarga dengan riwayat kelainan yang sama. Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked gen, yaitu Xq13-21 pada lokus Sp243 pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan lain yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan/sindrom disertai celah bibir dan langitan (khususnya jenis bilateral), melibatkan anomaly skeletal, maupun defel lahir lainnya.

DIAGNOSIS

CLP memberikan tanda klinis yang spesifik sehingga mudah untuk didiagnosis. Bahkan beberapa dapat dideteksi pada waktu kehamilan.

Diagnosis Prenatal

Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilan yang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses CLP secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan-pemeriksaan yang tersebut di atas dibatasi pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal CLP, yang memberikan keamanan dalam prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal.

Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki CLP, belajar mengenai pemberian makanan khusus dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Sebagai pembanding, ibu yang menerima konseling pada 2 pekan awal kehidupan mungkin akan lebih merasa bingung dan kewalahan. Deteksi dini juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum kelahiran dalam atmosfer yang rileks dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling dan rencana yang tepat, dapat menjadi hal yang mungkin untuk dapat melaksanakan perbaikan dari unilateral cleft lip pada minggu pertama kehidupan.

Diagnosa Postnatal

Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle (soft palate (submucous cleft), yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh mouth’s lining. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hingga beberapa waktu. Masalah-masalah yang ditemukan pada bayi misalnya sulit menyusui, gangguan berbicara, infeksi telinga serta gangguan gigi dan mulut dapat menambah tegaknya diagnosis.

KLASIFIKASI

Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai dengan labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah hanya pada palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada keseluruhan palatum terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan palatum molle, dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis juga dapat bersifat unilateral atau bilateral. [2]

  • CLP Unilateral Inkomplit
    Celah unilateral inkomplit ditandai dengan berbagai derajat pemisahan bibir vertikal, tetapi masih memiliki nasal yang intak atau pita Simonart.

    CLP Unilateral Inkomplit

    • CLP Unilateral Komplit
      Celah unilateral komplit ditandai dengan gangguan pada bibir, batas nostril, dan alveolus (palatum komplit primer). Pada jenis ini, tidak terdapat pita simonart yang menghubungkan dasar alar ke kaki palatum di kartilago lateral bawah hidung sehingga mengakibatkan penyambungan abnormal pada muskulus orbikularis oris.

    CLP Unilateral Komplit

    • CLP Bilateral Inkomplit
      CLP bilateral komplit merupakan celah yang terjadi dikedua sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

    CLP Bilateral Inkomplit

  • CLP Bilateral Komplit
    Jika celah bibir terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. Dapat terlihat adanya penonjolan pada daerah premaxilla, yang disebabkan tidak adanya hubungan dengan daerah lateral dari palatum durum.

    CLP Bilateral Komplit

Meskipun banyak para ahli bedah yang menggunakan klasifikasi deskriptif dari cacat sumbing selama pengkajian awal pasien, system klasifikasi lain sering digunakan untuk penelitian maupun pencatatan data. Kernahan dan Stark menciptakan skema klasifikasi diagram “Y” dan modifikasinya terus digunakan di banyak cleft center. Diagram ini didasarkan pada pembagian embriologi atas langit primer (bibir dan alveolus) dan langit sekunder di foramen incisivus.

Sedangkan Otto Kriens memperkenalkan suatu pengklasifikasian yang berbeda berdasarkan akronimnya. Akronim LASHAL menunjukkan anatomi bilateral dari bibir (L), alveolus (A), langit keras (H), dan langit lunak (S), dengan arah dari kanan ke kiri. Huruf kecil mewakili struktur yang tidak cacat, yang mana menunjukkan tidak ada celah. Saat ini, system ini digunakan untuk pencatatan hasil dari Asosiasi American Cleft Palate dan Craniofacial.

Bibir disingkat sebagai L (lips), gusi disingkat sebagai A (alveolar), langit-Iangit dibagi menjadi dua bagian yaitu H (hard palate) dan S (soft palate).Bila norrnal (tidak ada celah) maka urutannya dicoret, celah komplit (lengkap) dengan huruf besar, celah inkomplit (tidak lengkap) dengan huruf kecil dan huruf kecil dalam kurung untuk kelainan microform. Pemakaian sistem LAHSHAL ini juga sesuai dengan ICD(International Code Of Diagnosis).[1]

LAHSHAL SYSTEM
L=Lip; A=Alveolus; H=Hard Palate; S=Soft Palate

  • S selalu di tengah
  • Yang mendahului S adalah bagian kanan dan sesudah S adalah bagian kiri
  • Huruf besar menunjukkan bentuk celah total
  • Huruf kecil menunjukkan bentuk partial
  • Di dalam kurung adalah bentuk microform
  • Strip berarti normal atau intak.[1]

PENATALAKSANAAN

operasi bibir sumbing

Penanganan dari CLP meliputi kerjasama multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal dimulai sejak bayi hingga dewasa. Ini termasuklah kerjasama dari ahli bedah plastik, spesialis THT, orthodontist, ahli fisioterapi, speech therapist, ahli psikologis, spesialis anak maupun pekerja sosial. Penanganan CLP memerlukan rencana terapi yang lama dan panjang mengikut umur pasien dengan tujuan untuk memberikan hasil yang optimal.

Dalam penanganan penderita Cleft lip dipedukan kerjasama para spesialis dalam suatu tim yang akan diatur dalam sebuah protokol Cleft lip, yaitu: [1]

  1. Pasien umur 3 bulan (the over tens)

    • Operasi bibir dan hidung
    • Pencetakan model gigi
    • Evaluasi telinga
    • Pemasangan grommets bila perlu
  2. Pasien umur 10 - 12bulan

    • Operasi palatum
    • Evaluasi pendengaran dan telinga
  3. Pasien umur 1 - 4 tahun

    • Evaluasi bicara, dimulai3 bulan pasca operasi, follow up dilakukan oleh speech pathologist.
    • Evaluasi pendengaran dan telinga
  4. Pasien umur 4 tahun

    Kalau bicara tetap jelek dipertimbangkan repalatografy atau pharyngoplasty.

  5. Pasien umur 6 tahun

    • Evaluasi gigi dan rahang, pembuatan model.
    • Melakukan nasoendoskopi bagi yang memerlukan.
    • Evaluasi pendengaran
  6. Pasien umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft

  7. Pasien umur 12 -13 tahun

    Final touch untuk operasi-operasi yang dulu pemah dilakukan, bila masih ada kekurangannya.

  8. Pasien umur 17 tahun

    • Evaluasi tulang-tulang muka
    • Operasi advancement osteotomy Le Fort I

PROGNOSIS

Tindakan operasi dan rekonstruksi yang mendetail pada umumnya menghasilkan perbaikan yang lebih baik, sehingga terlihat sebagai bibir yang normal. Pada kenyataannya banyak faktor yang berpengaruh di luar dari teknik perbaikan itu sendiri. Pada akhirnya, hasil yang dicapai tergantung dari komplikasi yang terjadi, keadaan tulang tengkorak dimana terjadi celah, dan efek pertumbuhan dan perkembangan jaringan dari masing-masing individ

Referensi
  1. Hopper RA, Cutting C, Grayson B. Cleft Lip and Palate. In: Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL, editors. Grabb& Smith’s Plastic Surgery 6th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 201-205.
  2. Leksana, Mirzanie H. Chirurgica Re-Package Edition. Jogjakarta: Tosca Enterprise; 2005. p. IX13-5.
  3. Randall S.W, Dianne C.D. Cleft lip and palate. In: Townsend C.M. editor. Sabiston Textbook of Surgery 17th Edition. Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2004. p. 2189-2191.
  4. Saleh M.S, John W.S, Alan B., Forest S.R, Eser Y. Plastic and Reconstructive Surgery. In: Brunicardi F.C. Scwartz’s Manual 0f Disease 8th Edition. p. 1173- 1174
  5. Hongshik H, Kang N.H, Patel P.K. Craniofacial, Cleft Lip Repair; (cited on
    18th February 2010); available at Prostate-Specific Antigen Testing: Overview, Physiologic Characteristics of PSA, Other Prostate Cancer Markers

Bibir sumbing atau Celah bibir dan langitan merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan pada wajah. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus facialis untuk bertumbuh dengan akurat dan saling bergabung satu sama lain, dimana melibatkan penutupan selubung ektoderma yang berkontak dengannya.

  • Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam kandungan. Tingkat pembentukkan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu berupa sedikit takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung.

  • Celah langitan terjadi ketika palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas sampai ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak ke arah tenggorokan.

Seringkali terjadi bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses penelanan, bicara dan mudah terjadi infeksi pada saluran pernafasan akibat tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga hidung. Infeksi juga dapat berkembang sampai ke telinga.

Celah bibir dan celah langitan bisa terjadi secara bersamaan atau masing-masing dan tingkat abnormalitas celah bibir dan langitan ini pun bervariasi.

Celah langitan yang disertai dengan celah bibir lebih sering terjadi.

Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar 45% dari keseluruhan kasus, celah bibir saja 25% dan celah langitan saja sekitar 35%. Celah bibir dengan atau tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki-laki sedangkan celah langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan. Perbandingan insiden celah bibir dengan atau tanpa celah langitan antara anak laki-laki dan wanita yaitu 2:1, sebaliknya perbandingan insiden celah langitan antara anak laki-laki dan perempuan sekitar 1:2.

Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah

Palatum primer dan palatum sekunder terbentuk berdasarkan perkembangan embriologi. Palatum primer atau premaksila merupakan daerah triangular pada bagian anterior langitan keras, meluas secara anterior ke insisif foramen sampai ke lateral insisif kanan dan kiri, termasuk bagian alveolar ridge gigi-gigi insisif maksila. Palatum sekunder terdiri dari sisa bagian palatum keras dan semua palatum lunak.

Anatomi Bibir dan Langitan
Gambar Anatomi Bibir dan Langitan. Sumber: Millard, Ralph D., Jr. Cleft Craft. Boston: Little, Brown, 1977.

Menurut Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi, dengan penampakan lima buah penonjolan atau swelling yang mengelilingi stomotodeum. Swelling ini disebut juga ‘facial processes’. Facial processes tersebut merupakan hasil akumulasi sel mesenkim yang berada di bawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial seperti saraf, gigi, tulang, mukosa mulut. Swelling yang berada diatas stomodeum disebut frontonasal process dimana berkontribusi dalam perkembangan hidung dan juga bibir atas. Di bagian bawah dan di lateral stomodeum terdapat dua buah mandibular processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir dan di atas mandibular processes terdapat maxillary processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir.

Pada sisi inferior frontonasal prosessus akan muncul nasal ( olfactory ) placodes. Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial dan lateral nasal prosessus. Diantara pasangan prosessus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal pit yang merupakan primitive nostril.

Sedangkan menurut Petterson, perkembangan embriologi hidung, bibir dan langitan terjadi antara minggu ke-5 hingga ke-10. Pada minggu ke-5, tumbuh dua penonjolan dengan cepat yaitu lateral processes dan median nasal processes . Maxillary swelling secara bersamaan akan mendekati medial dan lateral nasal prossesus tetapi tetap akan terpisah dengan batas groove yang jelas. Selama dua minggu selanjutnya maxillary processus akan meneruskan pertumbuhannya ke arah tengah dan menekan median nasal prosessus ke arah midline. Kedua penonjolan ini akan bersatu dengan maxillary swelling dan terbentuklah bibir.

Dari maxillary processes akan tumbuh dua shelflike yang disebut palatine shelves. Palatine shelves akan terbentuk pada minggu ke-6. Kemudian pada minggu ke-7, palatine shelves akan naik ke posisi horizontal di atas lidah dan berfusi satu sama lain membentuk palatum sekunder dan dibagian anterior penyatuan dua shelf ini dengan triangular palatum primer, terbentuklah foramen insisif. Penggabungan kedua palatine shelf dan penggabungan dengan palatum primer terjadi antara minggu ke-7 sampai minggu ke-10.11 Pada anak perempuan, pembentukkan palatum sekunder ini terjadi 1 minggu kemudian, karena itu celah langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan.

Aspek frontal dari wajah
Gambar Aspek frontal dari wajah. (Sumber: Langman J: Medical embriology, ed 3, Baltimore, 1975, Williams & Wilkins.)

Keterangan :

  • A, Embrio 5 minggu.
  • B, Embrio 6 minggu. Tonjol nasal sedikit demi sedikit terpisah dari tonjol maxila dengan alur yang dalam.
  • C, Embrio 7 bulan.
  • D, Embrio 10 bulan. Tonjol maksila berangsur-angsur bergabung dengan lipatan nasal dan alur terisi dengan mesenkim.

Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm untuk berpenetrasi ke dalam grooves diantara maxilary processes dan median nasal process sehingga proses penggabungan antara keduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum sekunder diakibatkan karena kegagalan palatine shelf untuk berfusi satu sama lain.

Berbagai hipotesis dikemukakan bagaimana bisa menyebabkan kegagalan proses penyatuan. Pada normal embrio, epitel diantara median dan lateral nasal processes dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya. Jika penetrasi tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan terbentuk celah. Bukti terbaru menyatakan bahwa facial processus berisikan sel descendant yang bermigrasi dari neural crest . Perubahan kuantitas dari sel-sel neural crest, tingkat migrasi atau arah migrasi mereka dapat berkontribusi dalam pembentukkan celah bibir atau langitan, yaitu dengan mengurangi ukuran satu atau lebih prosessus atau dengan merubah hubungan prosessus yang satu dengan yang lain.

Defek yang muncul dapat bervariasi tingkat keparahannya. Apabila faktor etiologi dari pembentukkan cleft terjadi pada akhir perkembangan, efeknya mungkin ringan. Namun jika faktor etiologi muncul pada tahap awal perkembangan, cleft yang terjadi bisa lebih parah.
Gambaran Frontal Kepala Embrio Usia 6½ Minggu-10 Minggu
Gambar Gambaran Frontal Kepala Embrio Usia 6½ Minggu-10 Minggu. Sumber : Petterson. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 2 nd Ed .1993.

Keterangan :

  • A, Gambaran frontal embrio usia 6 1/2 minggu. Palatine shelves berada di posisi vertical pada tiap sisi lidah.
  • B, Gambaran ventral embrio usia 6½ minggu.
  • C, Gambaran frontal kepala embrio usia 7½ minggu. Lidah sudah bergerak turun dan palatine shelves mencapai posisi horizontal.
  • D, Gambaran ventral kepala embrio usia 7½ minggu.
  • E, Gambaran frontal kepala embrio usia 10 minggu. Kedua palatine shelves sudah bersatu satu sama lain juga dengan nasal septum.

Faktor Risiko Terjadinya Celah Bibir dan Langitan


Penyebab mutlak celah bibir dan celah langitan ini belum diketahui sepenuhnya. Celah bibir dengan atau tanpa celah langitan disebabkan oleh faktor genetik dari orangtua dan dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan, yaitu sebagai faktor predisposisi. Kondisi seperti ini disebut juga multifactorial causation sebab banyak faktor yang berkontribusi sehingga menimbulkan defek tersebut.

Fraser menggolongkannya menjadi empat faktor penyebab antara lain :

  • Mutasi gen, yaitu berhubungan dengan beberapa macam sindrom atau gejala yang dapat diturunkan oleh hukum Mendel dimana celah bibir dengan atau tanpa langitan sebagai komponennya.

  • Aberasi kromosom yaitu apabila celah bibir terjadi sebagai gambaran klinis dari beberapa sindrom yang dihasilkan dari aberasi kromosom, contohnya sindrom D-trisomi. Pada kasus ini kelainan atau malformasi lain bisa muncul.

  • Faktor lingkungan atau adanya zat teratogen. Zat teratogen yang dimaksud adalah agen spesifik yang dapat merusak embrio seperti virus rubella, thalidome. Teratogen lainnya yang dapat menyebabkan cleft yaitu ethanol, phenytoin, defisiensi asam folat dan rokok.

  • Multifactorial inheritance , yaitu memiliki kecenderungan yang kuat dari keluarga untuk mendapatkan defek ini namun tetapi tidak sesuai dengan pola Mendel sederhana.

Sedangkan menurut Beiley, celah bibir dengan atau tanpa celah langitan memiliki faktor etiologi yang dikategorikan sebagai sindromik dan nonsindromik. Disebut sindromik jika etiologi defek tersebut berasal dari transmisi gen (yang diturunkan menurut hukum Mendel, seperti: autosomal dominan, autosomal resesif atau X-linked), aberasi kromosom seperti trisomi, efek dari agen teratogen atau lingkungan (ibu yang menderita diabetes mellitus, defisiensi asam folat, terekspos rokok atau tembakau).

Keadaan pasien anak dengan etiologi sindromik biasanya disertai adanya synostosis , telecanthus , hipoplasia maksila, facial nerve paresis atau paralysis , bentuk mandibula yang tidak normal, excursion atau maloklusi. Sedangkan pasien yang digolongkan sebagai nonsindromik yaitu apabila tidak ada kelainan pada leher dan kepala, memiliki fungsi kognitif dan pertumbuhan fisik yang normal dan tidak adanya riwayat terekspos teratogen atau faktor lingkungan.

Multifactorial inheritence disebut sebagai penyebabnya, dimana kecenderungan yang kuat dari keluarga namun tidak ditemukan adanya pola hukum Mendel atau aberasi kromosom.

Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya celah bibir atau langitan dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu faktor herediter dan faktor lingkungan.

  • Faktor herediter dianggap sebagai faktor yang dipastikan sebagai penyebab terjadinya celah bibir. Pada beberapa kasus, tampak kejadian celah bibir dan langitan mengikuti pola hukum Mendel namun pada kasus lainnya distribusi kelainan itu tidak beraturan.

    Faktor risiko herediter dibagi menjadi dua macam, mutasi gen dan aberasi kromosom. Pada mutasi gen biasanya ditemukan sejumlah sindrom yang diturunkan menurut hukum Mendel, baik secara autosomal dominan, resesif, maupun X-linked. Pada autosomal dominan, orangtua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama, sedangkan pada autosomal resesif kedua orangtua normal, tetapi sebagai pembawa gen abnormal. Pada kasus terkait X (X-linked), wanita dengan gen abnormal tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan sedangkan pria dengan gen abnormal menunjukkan kelainan ini (Albery,1986).3 Sedangkan aberasi kromosom, keadaan celah bibir dan atau langitan merupakan suatu bentuk manifestasi dari berbagai macam sindrom, misalnya Trisomi 18 dan Trisomi 13.

  • Faktor lingkungan adalah faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan embrio, seperti usia ibu saat hamil, penggunaan obat-obatan, defisiensi nutrisi, penyakit infeksi, radiasi, stress emosional dan trauma pada masa kehamilan.

    • Faktor usia ibu hamil di usia lanjut biasanya berisiko melahirkan bayi dengan bibir sumbing. Keadaan ini dapat meningkatkan resiko ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi lahir dengan kelainan trisomi. Risiko ini meningkat diduga sebagai akibat bertambahnya umur sel telur yang dibuahi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 sel gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Oleh karena itu, jika seorang wanita berusia 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun (Pai, 1987).

    • Penggunaan obat-obatan untuk ibu hamil juga harus diperhatikan karena terdapat beberapa obat yang bisa menyebabkan terjadinya celah bibir antara lain asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik khususnya aspirin dengan dosis diatas 81 mg, contohnya Aspirin Bayer, Naspro dan merk lain dari Ibuprofen, juga obat-obat anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti Sodium Naproxen dan Ketoprofen serta obat golongan antihistamin yang digunakan sebagai anti emetik pada masa kehamilan trimester pertama.

      Untuk anti emetik yang relatif aman digunakan yaitu vitamin B6 (sampai 100 mg/hari), Dramamine dan Antimo. Beberapa obat-obatan lainnya yang sebaiknya tidak dikonsumsi selama kehamilan, yaitu acetaminophen, antidepresan, antihipertensi, rifampisin, fenasetin, sulfonamid, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen, dan penisilamin (Santoso, 1985).

      Obat-obatan kortikosteroid, anticovulsant (phenobarbital dan difenil hidantoil) dan thalidome juga dilaporkan dapat menyebabkan celah.

    • Defisiensi nutrisi khususnya defisiensi asam folat dan vitamin B6 pada masa kehamilan. Menurut referensi, wanita hamil yang mengkonsumsi asam folat sejak kehamilan dini diketahui dapat mengurangi resiko terjadinya bibir sumbing pada bayinya sekitar 40%.

      Asam folat bisa ditemukan pada hati, sayuran hijau (contohnya bayam), asparagus, brokoli, kacang kedelai, kacang-kacangan dan jus jeruk.

    • Trauma pada masa kehamilan dan stress emosional diduga dapat menyebabkan celah bibir dan langitan. Pada keadaan stress, korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebihan. Pada binatang percobaan, telah dibuktikan bahwa pemberian hidrokortison yang tinggi pada masa kehamilan dapat menyebabkan celah bibir atau celah langit-langit.

    • Radiasi yang berlebihan saat kehamilan juga dapat mengakibatkan celah bibir dan langitan Efek ini terjadi bila mengenai organ reproduksi seseorang yang akibatnya diturunkan pada generasi berikutnya. Makin besar dosis radiasi yang diberikan makin besar kemungkinan terjadinya defek ini.

Klasifikasi Celah Bibir dan Langitan


Menurut Alberry, celah bibir dan langitan dibagi menjadi: celah bibir, celah bibir dan langitan satu sisi, celah bibir dan langitan dua sisi, celah langitan saja dan sindrom Pierre-Robin.

Celah bibir bisa terjadi di sisi kanan atau kiri dengan atau tanpa keterlibatan alveolus. Dapat minimal, hanya menyebabkan cekungan kecil pada bibir atau lebih ekstensif dengan melibatkan bibir dan alveolus.

image

Celah bibir dan langitan satu sisi dapat terjadi di sisi kanan atau kiri premaksila, melewati foramen insisivum, palatum keras dan palatum lunak. Sedangkan celah bibir dan langitan dua sisi yaitu bila celah melewati kedua sisi premaksila, foramen palatum keras dan palatum lunak.

image

Celah langitan saja yaitu jika mengenai bagian palatum saja, baik palatum lunak maupun palatum keras. Jenis terakhir yaitu sindrom Pierre-Robin, keadaan sindrom ini memiliki tanda klasik yaitu celah pada palatum keras dan lunak, retrognatia, dan masalah respirasi. Untuk didiagnosis sebagai Pierre-Robin Syndrome harus memenuhi ketiga kriteria tersebut.

image

Selain Alberry, didapat juga klasifikasi celah menurut International Confederation of Plastic and Reconstructive Surgery (ICPRS), yaitu:

Tabel Klasifikasi Sederhana Celah Bibir dan Langitan

Struktur yang terlibat Lokasi Defek Perluasan Defek
Bibir Unilateral (kanan atau kiri) Bilateral Komplit atau tidak komplit
Alveolus Unilateral (kanan atau kiri) Bilateral Komplit atau tidak komplit
Langitan Langitan keras atau lunak Komplit, tidak komplit, submucous
Sumber tabel: King Nigel M, dan Wei Stephen HY. The Management of Children With Cleft Lip and Palate In Pediatric Dentistry: Total Patient Care.

Anterior palatum dibagi menjadi bibir dan alveolus sedangkan langitan atau palatum dibagi menjadi palatum keras dan palatum lunak. Untuk membedakan perluasan defek celah ini, digunakan istilah partial dan komplit.

Komplikasi Yang Dapat Menyertai Celah Bibir dan Langitan


Keadaan celah bibir dan langitan dapat menimbulkan masalah-masalah lain antara lain kesulitan makan karena adanya celah pada bibir atau mulut dapat menyulitkan bayi untuk menghisap ataupun makan makanan cair lainnya. Untuk menanggulanginya dapat digunakan alat, seperti dot khusus serta posisi makan yang disesuaikan (agak tegak sebesar 45º) agar bayi tidak tersedak.

Keadaan ini dapat menimbulkan masalah baru seperti kekurangan gizi akibat sulitnya dalam pemberian makan atau minum. Masalah kedua yang mungkin timbul yaitu infeksi telinga, akibat tidak berfungsinya saluran yang menghubungkan telinga tengah dan kerongkongan menyebabkan infeksi yang bisa berakibat hilangnya pendengaran.

Gangguan berbicara juga ditemukan pada penderita celah, hal ini diakibatkan penurunan fungsi otot-otot untuk berbicara yang terjadi akibat adanya celah akan mempengaruhi pola berbicara bahkan menghambatnya. 25-35 % anak dengan celah bibir dan langitan memiliki abnormal speech karena itu membutuhkan pembedahan kedua ( secondary operation ) pada langitan dan speech therapy.

Masalah lainnya antara lain gangguan pertumbuhan tulang muka dan masalah dental. Gangguan pertumbuhan tulang muka dapat terlihat sebagai retardasi dari muka pada bagian tengah (rahang atas yang kurang berkembang), sering merupakan kombinasi dari lateral kompresi yang berat pada lengkung rahang serta menimbulkan gigi-geligi yang berjejal-jejal.

Defisiensi perkembangan muka bagian tengah ini akan menghasilkan retrusi maksila dan relatif prognati mandibula. Sedangkan masalah dental yang biasa muncul adalah missing teeth atau supernumerary teeth sehingga diperlukan perawatan khusus untuk menangani ini. Celah biasanya meluas diantara gigi insisif dua dan caninus karena itu gigi tersebut biasanya tidak muncul atau hilang.

Perawatan Celah Bibir dan Langitan


Penanganan kelainan celah bibir dan celah langitan memerlukan penanganan yang multidisiplin karena merupakan masalah yang kompleks, variatif dan memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli, diantaranya dokter anak, dokter bedah plastik, dokter bedah mulut, pediatric dentists, orthodontist, prosthodontist, ahli THT (otolaryngologist), speech pathologist, geneticist dan psikiater atau psikolog untuk menangani masalah psikologis si pasien.

Sebelum melakukan operasi, orangtua diharapkan melakukan konseling. Hal ini untuk membantu mengurangi kecemasan orangtua pasien dan memberikan informasi mengenai operasi yang akan dilakukan dan bagaimana tampilan anak mereka setelah dilakukan operasi. Konseling juga dilakukan bagi si anak agar saat bertambah besar mereka tidak terganggu secara psikologis.

Anak yang memiliki celah bibir dan atau celah langit-langit memiliki masalah dalam proses makan karena itu dibutuhkan metode agar anak tetap mendapat asupan gizi. Pemberian makan pada anak dengan celah langit-langit lebih sulit dibanding anak dengan celah bibir karena pada celah langit-langit, anak cenderung mengalami kesulitan menghisap atau menelan. Untuk mengatasinya, dapat digunakan dot khusus dengan nipple yang kecil agar aliran air susu bisa kontinu dan terkontrol. Berbeda dengan penderita celah bibir saja yang masih bisa diberi susu dengan botol atau dot biasa.

Beberapa praktisi merekomendasikan penggunaan obturator ( plastic plate ) untuk menutup celah selama anak sedang makan. Plate ini membutuhkan modifikasi agar selalu pas atau fit sejalan dengan perkembangan pertumbuhan langitan anak. Namun pada beberapa kasus celah langitan, bayi bisa diberi asupan makan tanpa menggunakan obturator yaitu bila orangtua bisa mengikuti instruksi pemberian makan yang benar. Posisi pemberian air susu kepada anak diperhatikan, posisi untuk anak yang menderita celah bibir dengan langit-langit atau celah langit-langit saja diusahakan lebih tegak ( upright position ) agar tidak mudah tersedak. Orangtua dapat menggendong bayinya pada 35º-45º terhadap lantai.

Dengan memberikan informasi dan pelatihan, bayi bisa diberi makan dengan menggunakan preemie nipple yaitu nipple yang sifatnya lebih lembut dan mudah disesuaikan dengan cleft atau dengan menggunakan nipple khusus seperti Mead-Johnson cross cut nipple dimana aliran susu dapat disesuaikan. Dapat juga merekomendasikan jenis dot khusus untuk anak dengan celah yaitu dot yang memiliki nipple yang panjang atau bersayap dimana susu yang keluar bisa langsung menuju ke faring.

Perbaikan secara bedah melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder. Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung dari tingkat keparahan defeknya dan keputusan dari dokter bedahnya.

Waktu yang tepat untuk dilakukan operasi perbaikan masih diperdebatkan. Namun biasanya dokter bedah memilih waktu antara 24 jam sampai 12 bulan setelah kelahiran, ada juga beberapa dokter bedah yang menunda sampai beberapa bulan untuk menunggu bayi lebih besar dan lebih kuat. Jika tidak ada kontraindikasi medis, bisa diikuti rule of ten , yaitu dapat dilakukan operasi bila pasien berusia 10 minggu, berat badan 10 pon dan hemoglobin setidaknya 10 g/dl. Namun jika terdapat kondisi medis yang membahayakan kesehatan bayi, operasi ditunda sampai resiko medis minimal.

Penutupan bibir awal ( primary lip adhesion ) dilakukan selama beberapa bulan pertama lalu dilanjutkan dengan perbaikan langitan. Tujuan dari penutupan bibir awal ini adalah untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik, mengurangi insiden penyakit saluran pernafasan dan untuk mengizinkan perbaikan definitif tanpa halangan berupa jaringan scar yang berlebihan. Prostetik dan orthopedic appliances dapat digunakan untuk mencetak atau memperluas segmen maksila sebelum penutupan defek langitan. Selanjutnya, autogenus bone graft dapat ditempatkan pada daerah defek tulang alveolar.

Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan prosedur ortognatik dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan estetik. Teknik yang digunakan dalam penutupan celah bibir yang baik, selain berorientasi pada kesimetrisan dan patokan anatomi bibir juga memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai bersamaan, misalnya hidung, baik pada saat yang bersamaan dengan labioplasty maupun pada kesempatan yang telah direncanakan kemudian hal ini untuk mempersiapkan jaringan dan menghindari parut atau scar yang berlebihan. Prosedur yang mungkin dilakukan antara lain seperti perbaikan konfigurasi anatomi bibir, hidung, langitan durum, langitan molle dan alveolus.

Penggunaan alat ortodontik juga dapat dilakukan untuk mendapatkan susunan gigi geligi yang baik didalam lengkung rahang dan memiliki hubungan fungsional yang baik pula.

Tabel Penatalaksanaan Celah Bibir dan Langitan

USIA TINDAKAN
0 – 1 minggu Pemberian nutrisi dengan kepala miring (posisi 45º)
1 – 2 minggu Pasang obturator untuk menutup celah pada langitan, agar dapat menghisap susu atau memakai dot lubang kearah bawah untuk mencegah aspirasi (dot khusus)
10 minggu Labioplasty dengan memenuhi Rules of Ten : 1. Umur 10 minggu 2. Berat 10 pons 3. Hb > 10gr %
1,5 – 2 tahun Palatoplasty karena bayi mulai bicara
2 – 4 tahun Speech therapy
4 – 6 tahun Velopharyngoplasty , untuk mengembalikan fungsi katup yang dibentuk m.tensor veli palatini & m.levator veli palatini, untuk bicara konsonan, latihan dengan cara meniup.
6 – 8 tahun Ortodonsi (pengaturan lengkung gigi)
8 – 9 tahun Alveolar bone grafting
9 – 17 tahun Ortodonsi ulang
17 – 18 tahun Cek kesimetrisan mandibula dan maksila