Apa yang dimaksud dengan Bayi Tabung atau Fertilisasi in vitro?

Fertilisasi in vitro dan pemindahan embrio (IVF dan ET) merupakan prosedur pembuahan ovum dan sperma di laboratorium yang kemudian dilanjutkan dengan pemindahan embrio ke dalam uterus.

Apa yang dimaksud dengan Bayi Tabung (Fertilisasi in vitro) ?

Fertilisasi in vitro atau umumnya disebut bayi tabung adalah proses fertilisasi dengan mempertemukan sel telur dan sperma secara manual di dalam cawan laboratorium (American Pregnancy Association).

Apabila proses ini berhasil maka akan dilanjutkan dengan proses lain yaitu pemindahan embrio yang bertujuan menempatkan embrio di dalam uterus.

Prosedur Secara umum dapat dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah mengawasi dan menstimulasi perkembangan sel telur yang sehat dalam ovarium. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan sel-sel telur yang siap dibuahi. Setelah persiapan sel telur, sperma sehat dari laki-laki diambil untuk membuahi sel telur. Tahap yang menentukan adalah mempertemukan sel telur dan sel sperma bersama di dalam wadah steril di laboratorium.

Penyediaan lingkungan yang sesuai untuk fertilisasi dan perkembangan awal juga merupakan hal yang wajib diperhatikan. Embrio yang telah terbentuk di dalam cawan steril dipindahkan ke dalam uterus ibunya.

Pelaksanaan

Tahap 1

Digunakan obat untuk mengontrol waktu pematangan sel telur dan meningkatkan kemungkinan mendapatkan jumlah sel telur yang lebih banyak selama satu siklus ovulasi wanita; disebut induksi ovulasi. Jumlah sel telur yang banyak sangat diharapkan karena beberapa sel telur terkadang tidak dapat matang atau tidak dapat berkembang setelah dibuahi. Perkembangan sel telur diawasi dengan menggunakan ultrasonografi untuk memeriksa ovarium, dan urin atau darah untuk memeriksa kadar hormon pasien.

Tahap 2

Sel telur kemudian diambil melalui operasi minor dengan bantuan ultrasonografi untuk menuntun jarum yang digunakan untuk mengambil sel telur melalui rongga pelvis. Pembiusan atau anestesi lokal diperlukan dalam prosedur ini. Sel telur diambil dari ovarium menggunakan jarum, tindakan ini biasa disebut aspirasi folikuler. Beberapa wanita mengalami kram pada saat pengambilan, selain itu rasa penuh atau tekanan pada perut yang dapat dirasakan hingga beberapa minggu setelah tindakan.

Tahap 3

Pengumpulan sperma yang akan membuahi sel telur.

Tahap 4

Proses tahap ini biasa disebut inseminasi, sel telur dan sperma ditempatkan pada inkubator di laboratorium dimana fertilisasi dapat terjadi. Pada beberapa kasus dengan fertilisasi diduga rendah, digunakan metode lain yaitu intracytoplasmic sperm injection (ICS). Melalui prosedur ini, sperma tunggal dapat diinjeksikan secara langsung ke sel telur agar terjadi fertilisasi. Sel telur akan diawasi untuk mengkonfirmasi terjadinya fertilisasi dan pembelahan sel. Apabila telah terjadi pembelahan sel, maka sel telur yang telah dibuahi tersebut disebut embrio.

Tahap 5

Embrio biasanya dipindahkan ke dalam uterus antara hari pertama hingga keenam setelah terbentuk, paling sering pada hari kedua atau ketiga; pada saat sel embrio telah membelah menjadi dua hingga empat sel. Proses pemindahan ini dilakukan dengan menggunakan spekulum agar serviks jelas terlihat. Kemudian beberapa embrio di dalam cairan akan ditempatkan ke dalam uterus melalui kateter. Proses ini dilakukan dengan bantuan ultrasonografi. Tindakan ini biasanya tidak menimbulkan nyeri, namun pada beberapa pasien dapat mengakibatkan kram ringan. Setelah tahap ke lima, istirahat dan diawasi apakah ada gejala kehamilan. Tes ultrasonografi dan tes darah dapat digunakan untuk melihat apakah telah terjadi implantasi dan kehamilan.

Skrining sebelum fertilisasi in vitro

Sebelum melakukan prosedur fertilisasi in vitro, setiap pasangan harus menjalani beberapa tes dan pemeriksaan; di antaranya analisis semen, pemeriksaan saluran reproduksi wanita menggunakan hysterosalpingography, USG transvaginal atau keduanya, serta tes untuk mendeteksi ovulasi.

Karena respons dan fertilitas pada usia yang sudah lanjut bervariasi besar, dilakukan tes tambahan untuk deteksi ovarian reserve pada wanita yang akan melakukan fertilisasi in vitro.

Berkurangnya ovarian reserve bermanifestasi sebagai kurangnya respon ovarium terhadap pengobatan untuk menstimulasi ovulasi, sehingga hanya terdapat sedikit sel telur yang dihasilkan, mengakibatkan lebih sedikit embrio dan tingkat kehamilan yang lebih rendah. Banyak wanita dengan masalah infertilitas ternyata disebabkan oleh berkurangnya ovarian reserve.

Berkurangnya ovarian reserve biasanya didiagnosis berdasarkan serum FSH yang meningkat (>12mIU per millimeter) pada siklus hari ketiga atau dengan menemukan volume ovarium yang rendah dengan USG transvaginal (<3ml per vaginal). Diagnosis juga dapat ditegakkan apabila hanya terdapat sedikit folikel antrum (<10 folikel antrum dengan diameter antara 2 - 10 mm).

Tes-tes tersebut sebenarnya bukan merupakan tes yang ideal. Hasil tes positif menunjukkan abnormalitas; angkanya lebih rendah pada wanita dengan usia di bawah 35 tahun daripada wanita dengan usia yang lebih tua.

Pada wanita berusia di atas 40 tahun, walaupun hasil tes normal, kesempatan hamil lebih kecil.

Hasil tes ovarian reserve dapat memberikan informasi mengenai prosedur stimulasi ovarium yang akan dilakukan.

Risiko Fertilisasi in vitro


Gestasi multipel

Secara umum, transfer lebih dari satu embrio mengakibatkan tingkat kehamilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan transfer embrio tunggal; namun dapat meningkatkan risiko terjadinya gestasi multipel. Kelahiran ganda merupakan komplikasi tersering dari fertilisasi in vitro.

Di Amerika Serikat pada tahun 2003, didapatkan 31% kehamilan ganda, 3% kehamilan triplet atau lebih dan hanya 1% dengan gestasi multipel spontan tanpa prosedur fertilisasi in vitro. Gestasi multipel didapatkan sebanyak 3% dari seluruh kelahiran hidup di Amerika Serikat; 23% di antaranya mengalami kelahiran prematur serta 26% memiliki berat lahir yang rendah < 1500 gram.

Penelitian menunjukkan bayi kembar hasil fertilisasi in vitro lebih banyak berada di neonatal intensive care unit (NICU) dan membutuhkan lebih banyak operasi intervensi, dan perkembangan berbicara lebih lambat daripada bayi hasil fertilisasi in vitro tunggal.

Risiko lain gestasi multipel bagi ibu adalah kelahiran prematur, perdarahan persalinan, hipertensi dan membutuhkan istirahat yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang memiliki bayi tunggal.

Untuk mengurangi insiden gestasi multipel, di berbagai negara telah dikeluarkan hukum dan asuransi yang mengatur jumlah embrio yang dapat ditransfer setiap siklus fertilisasi in vitro. Hal tersebut telah berhasil menurunkan angka kelahiran multipel dari fertilisasi in vitro.

Kelainan kongenital

Pada pasien yang mengikuti program fertilisasi in vitro, beberapa kelainan kongenital sering terjadi; antara lain kelainan kardiovaskular, muskuloskeletal dan sindrom tertentu. Teknik injeksi sperma juga tidak menurunkan terjadinya kelainan kongenital. Penyebab peningkatan kongenital setelah prosedur fertilisasi in vitro dengan atau tanpa injeksi sperma, hingga saat ini belum jelas. Beberapa hipotesis menduga disebabkan oleh proses selama prosedur fertilisasi in vitro.

Yang lain menyebutkan bahwa terpajan kultur dalam waktu lama juga dapat mengakibatkan kelainan kongenital. Hingga saat ini belum ditemukan penyebab pasti kelainan kongenital pada bayi fertilisasi in vitro.

Risiko gangguan kesehatan maternal

Sindrom hiperstimulasi ovarium yang merupakan akibat stimulasi gonadotropin pada prosedur fertilisasi in vitro, merupakan salah satu gangguan yang mungkin muncul. Sindrom tersebut mengakibatkan pembengkakan ovarium, nyeri pelvis, ketidakseimbangan cairan hemodinamik dan sering juga asites. Kelainan tersebut menurunkan kesehatan maternal pada proses fertilisasi in vitro.

Faktor lain yang diduga juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan maternal adalah pajanan terhadap estradiol dan progesteron dosis tinggi. Pajanan estradiol dan progesteron dosis tinggi dalam jangka panjang diduga merupakan faktor risiko kanker payudara dan ginekologis, meskipun belum terbukti; pada penelitian epidemiologis di Australia terhadap 20.000 wanita yang mengkonsumsi obat fertilitas, insiden kanker pada populasi ini tidak lebih tinggi dibandingkan populasi umum.