Apa yang dimaksud dengan bantuan hukum?

Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

Apa yang dimaksud dengan bantuan hukum ?

Bantuan hukum dalam pengertian yang paling luas dapat diartikan sebagai upaya unuk membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum. Menurut Adnan Buyung (Yesmil Anwar dan Adang, 2009: 245), mengatakan upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu mempunyai tiga aspek yang paling berkaitan, yaitu aspek perumusan aturan-aturan hukum, aspek pengawasan terhadap mekanisme untuk menjaga agar aturan itu ditaati, dan aspek pendidikan masyarakat agar aturan-aturan itu dihayati.

Yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah siapa yang dimaksud dengan masyarakat yang kurang mampu atau tidak mampu?

Kita perhatikan uraian yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (1975: 4-5)

“……………Pemberian bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu sama tuanya dengan profesi hukum itu sendiri. Hal ini dilakukan atas dasar amal dengan tujuan utama untuk memberikan kepada orang-orang tak mampu kesempatan yang sama dalam usaha mereka untuk mencapai apa yang dikehendakinya melalui jalan hukum………………”.

Uraian di atas, mengisyaratkan bahwa keberadaan dan pelaksaan program bantuan hukum, maka hal ini sebenarnya juga tidak dapat dilepaskan dengan sistem sosial yang ada. Yang dalam prakteknya ternyata juga turut mewarnai dalam menentukan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang tergolong miskin dan tidak mampu. Apabila demikian halnya, hukum yang dapat diharapkan dapat memberikan pengaturan secara adil.

Menurut Zulaidi (Yesmil Anwar dan Adang, 2009: 246) bantuan hukum berasal dari istilah ‘legal asisstance dan legal aid”.

  • Legal aids biasanya digunakan untuk pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian jasa di bidang hukum kepada orang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma atau gratis bagi mereka yang tidak mampu (miskin).
  • Legal assistance adalah istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum kepada mereka yang tidak mampu, yang menggunakan honorium.

Dalam praktek keduanya mempunyai orientasi yang berbeda satu sama lainnya. Sedangkan Clarence J. Dias mempergunakan istilah “legal service yang diartikan dengan pelayanan hukum. pelayanan hukum menurut Dias adalah:“ langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar operasi sistem hukum di dalam kenyataannya tidak akan menjadi diskriminatif sebagai adanya perbedaan tingkat penghasilan, kenyataan, dan sumber daya lain yang dikuasai oleh individu dalam masyarakat”

Dias menggunakan istilah pelayanan hukum karena pelayanan hukum akan mencakupi kegiatan seperti: pemberian bantuan hukum, pemberian bantuan untuk menekankan tuntutan agar sesuatu hak yang telah diakui oleh hukum akan tetapi selama ini tidak diimplementasikan, usaha agar kebijakan hukum dapat diimplementasikan, Dias mengartikan bantuan hukum sebagai: segala bentuk pemberian pelayanan oelh kaum profesi hukum kepada khalayak dimasyarakat dengan maksud untuk menjamin agar tidak ada seorangpun di dalam masyarakat yang terampas haknya untuk memperoleh nasehat-nasehat hukum yang diperlukan hanya oleh karena sebab tidak dimilikinya sumber daya finansial yang cukup.

Dalam pemikiran Dias tersebut diatas, pelayanan hukum atau bantuan hukum akan mencakupi pelbagai macam kegiatan, yang meliputi:

  • Pemberian bantuan hukum

  • Pemberian bantuan hukum untuk menekankan tututan agar sesuatu hak yang telah diakuinya oleh hukum akan tetapi selama ini tidak pernah diimplementasikan.

  • Usaha-usaha agar kebijakan – kebijakan hukum (legal policy) yang menyangkut kepentingan orang-orang miskin, dapat diimplementasikan secara lebih positif dan simpatik.

  • Usaha-usaha untuk meningkatkan kejujuran serta kelayakan prosedur dipengadilan dan di aparat-aparat lainnya yang menyelesaikan sengketa melalui usaha perdamaian.

  • Usaha-usaha untuk memudahkan pertumbuhan dan perkembangan hak-hak dibidang-bidang yang belum dilaksanakan atau diatur oleh hukum secara tegas.

  • Pemberian bantuan hukum yang diperlukan untuk menciptakan hubungan-hubungan kontraktual, badan-badan hukum atau organisasi-organisasi kemasyarakatan yang sengaja dirancang untuk memaksimumkan kesempatan dan kemanfaatan yang telah diberikan oleh hukum.

Lokakarya bantuan hukum tingkat nasional tahun 1978, mengartikan sebagai merupakan kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan yang tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mampu secara kolektif.

Selain dari penjelasan lebih jauh tentang bantuan hukum, Yesmil Anwar dan Adang (2009: 250-251) membagi tiga konsep bantuan hukum, yaitu:

  1. Konsep Bantuan Hukum Tradisional, adalah pelayanan hukum yang diberikan kepada masyarakat miskin sacara individual, sifat dari bantuan hukum pasif dan cara pendekatannya sangat formal-legala. Konsep ini berarti juga dalam melihat segala permasalahan hukum dari kaum miskin semata-mata dari sudut hukum yang berlaku, yang disebut oleh Selnick adalah konsep yang normatif. Dalam arti melihat segala sebagai permasalah hukum bagi kaum miskin semata-mata dari sudut pandang hukum yang berlaku. Konsep ini merupakan konsep yang sudah lama, yang menitik beratkan kepada kasus-kasus yang menurut hukum harus mendapatkan pembelaan.

  2. Konsep Bantuan Hukum Konstitusional, Adalah bantuan hukum untuk rakyat miskin yang dilakukan dalam rangka usaha-usaha dan tujuan yang lebih luas seperti: menyadarkan hak-hak masyarakat miskin sebagai subjek hukum, penegakan dan pengembangan nilai-nilai hak asasi manusia sebagai sendi utama bagi tegaknya negara hukum. sifat dan jenis dari bantuan hukum ini adalah lebih aktif artinya bantuan hukum ini diberikan terhadap kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif.

  3. Konsep Bantuan Hukum Struktural, Adalah kegiatan yang bertujuan menciptakan kondisi-kondisi bagi terwujudnya hukum yang mampu mengubah struktur yang timpang menuju kearah struktural yang lebih adil, tempat peraturan hukum dan pelaksanaannya dapat menjamin persamaan kedudukan baik dilapangan hukum atau politik. Konsep bantuan hukum struktural ini erat kaitannya dengan kemiskinan struktural.

image

Undang-undang yang mengatur tentang Bantuan Hukum diatur pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 4 Oktober 2011, kemudian undang-undang ini ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Dr. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 31 Oktober 2011. Undang-undang ini dicantumkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104.

Adanya Undang-Undang Bantuan Hukum menjadi babak baru bagi upaya penegakan hukum yang lebih fair dan adil di Indonesia, khususnya bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu. Undang-undang ini telah menjadi impian sejak lama bagi para aktivis pengacara publik dan para pencari keadilan agar setiap proses dan tahapan dalam penegakan hukum dari sejak penyelidikan, penyidikan, dan persidangan di pengadilan setiap orang mendapatkan perlakuan secara manusiawi, dan mendapatkan akses yang sama terhadap bantuan hukum.

Dalam rangka mengimplementasikan UU Bantuan Hukum, terdapat 2 peraturan pendukungnya, yaitu ;

  1. Peraturan pemerintah republik indonesia Nomor 42 tahun 2013 Tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum

  2. Permenkumham No. 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantaun Hukum; dan

PRINSIP-PRINSIP BANTUAN HUKUM

Implementasi UU bantuan hukum harus berdasarkan pada prinsipprinsip yang secara internasional telah diakui, yaitu; prinsip kepentingan keadilan, prinsip tidak mampu, prinsip hak untuk memilih pengacara/pemberi bantuan hukum, prinsip negara memberikan akses bantuan hukum di setiap pemeriksaan, dan prinsip hak bantuan hukum yang efektif.

1. Prinsip Kepentingan Keadilan

Prinsip ini secara jelas termaktub dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). Prinsip ini banyak diadopsi dan dipraktikan diberbagai negara sebagai jalan utama bagi penguatan akses bagi masyarakat marjinal. Bahkan secara jelas prinsip ini juga menjadi argumentasi dalam penjelasan Undang-Undang No. 16 Tahun 2012 tentang Bantuan Hukum.

Kepentingan keadilan dalam kasus tertentu ditentukan oleh pemikiran yang serius tentang tindak pidana yang dituduhkan kepada tersangka dan hukuman apa saja yang akan diterimanya.

Prinsip ini selalu membutuhkan penasihat untuk tersangka dalam kasus dengan ancaman hukuman mati. Tersangka untuk kasus dengan ancaman hukuman mati berhak memilih perwakilan hukumnya dalam setiap proses pemeriksaan kasusnya. Tersangka dengan ancaman hukuman mati dapat membandingkan antara perwakilan hukum pilihannya dengan yang ditunjuk oleh pengadilan. Selain itu, narapidana mati berhak untuk menunjuk penasehat untuk permohonan post-conviction judicial relief, permohonan grasi, keringanan hukuman, amnesti atau pengampunan.

Dengan prinsip ini, bantuan hukum dapat diterapkan terhadap kasuskasus mental disability seperti pengujian apakah penahanan tersangka/terdakwa dapat dilanjutkan atau tidak (detention review). Dalam proses detention review tersangka atau terdakwa berhak untuk didampingi oleh advokat. Bantuan hukum dapat diterapkan untuk kasus-kasus kejahatan ringan, ketika kepentingan keadilan memungkinkan yaitu tersangka-terdakwa tidak bisa melakukan pembelaan sendiri dan juga lebih kondisi ekonomi dari tersangka/terdakwa yang merupakan unemployee serta karena kompleksitas kasus sehingga membutuhkan penasehat hukum yang berkualitas.

Bantuan hukum dapat diterapkan terhadap kasus-kasus terorisme dan akses terdapat bantuan hukum tidak boleh dihambat sejak saat tersangka atau terdakwa ditahan. Bahkan ketika negara dalam keadilan darurat, bantuan hukum tidak boleh ditangguhkan. Tersangka tidak dapat meniadakan penasihat hukum atas dasar ia telah diberi kesempatan untuk membela dirinya sendiri tetapi tidak menghendaki untuk membela dirinya.

2. Prinsip Tidak Mampu

Prinsip ’tidak mampu’ juga sudah menjadi pandangan umum dari prinsip pemberian bantuan hukum. Bantuan hukum diberikan kepada kelompok masyarakat yang karena faktor ekonomi tidak dapat menyediakan advokat untuk membela kepentingannya. Seorang terdakwa/tersangka harus tidak mampu secara financial membayar advokat. Namum dalam hal ‘tidak mampu membayar’ tidak dapat hanya diartikan sebagai miskin tetapi juga dapat diartikan apakah seseorang dari penghasilannya mampu menyisihkan dana untuk membayar jasa seorang pengacara. Sehingga penting merumuskan standar dari kelompok yang berhak menerima bantuan hukum.

3. Prinsip Hak untuk Memilih Pengacara/Pemberi Bantuan Hukum

Prinsip ini menentukan, negara harus menjamin bahwa tersangka/ terdakwa mempunyai hak untuk memilih advokatnya dan tidak dipaksa untuk menerima advokat yang ditunjuk oleh pengadilan kepadanya. Selain itu negara harus menjamin kompetensi advokat yang dapat memberikan bantuan hukum secara imparsial. Kompetensi menjadi kunci utama, karena pembelaan tidak hanya bersifat formal tetapi substansial, sehingga betul-betul membela dengan kesungguhan dan porofesionalisme sebagaimana profesi penasehat hukum pada umumnya.

4. Prinsip Negara Memberikan Akses Bantuan Hukum di Setiap Pemeriksaan

Negara harus menjamin bahwa akses atas bantuan hukum di setiap tingkat pemeriksaan. Sistem pemeriksaan yang tertutup seperti kasus-kasus kejahatan terhadap negara memungkinkan tidak adanya akses atas bantuan hukum. Di dalam kondisi ini akses terhadap bantuan hukum harus tetap dijamin.

Tersangka atau terdakwa berhak untuk berkomunikasi dengan advokat, dan berhak atas akses ke pengadilan untuk menggugat atas tindakan-tindakan kekerasan oleh petugas penjara (ill-treatment). Prinsip ini akan dapat menghindari terjadinya abuse of power dalam penanganan perkara seperti penggunaan cara-cara kekerasan, ataupun bahkan rekayasa kasus.

5. Prinsip Hak Bantuan Hukum yang Efektif

Saat pengadilan menyediakan bantuan hukum, maka pengacara yang ditunjuk harus memenuhi kualifi kasi untuk mewakili dan membela tersangka. Seorang pengacara yang ditunjuk oleh pengadilan untuk mewakili dan membela tersangka harus mendapatkan pelatihan yang diperlukan dan mempunyai pengalaman atas segala hal yang berhubungan dengan kasus tersebut.

Walaupun bantuan hukum disediakan oleh pengadilan, pengacara harus dibebaskan untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan profesionalitasnya dan kemandirian sikap yang bebas dari pengaruh negara atau pengadilan. Bagi bantuan hukum yang disediakan oleh pengadilan, pengacara harus benar-benar dapat mengadvokasi tersangka. Pengacara yang mewakili tersangka diperbolehkan menjalankan strategi pembelaan secara profesional. Pengacara yang ditunjuk untuk membela tersangka harus diberikan kompensasi yang sesuai agar dapat mendorongnya untuk memberikan perwakilan yang efektif dan memadai.

Referensi :

Forum Akses Keadilan Semua (Fokus)

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.pdf (176.6 KB)

Permenkumham No. 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantaun Hukum.pdf (416.3 KB)

Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 42 tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum.pdf (209.7 KB)

Surat Edaran Mahkamah Agung-No_10-2010-Pedoman-Bantuan-Hukum.pdf (846.9 KB)

Peraturan Mahkamah Agung nomor 01 tahun 2014.pdf (1.6 MB)

Surat Edaran Mahkamah Agung No 10 2010 Petunjuk Pelaksanaan Pedoman Bantuan Hukum.pdf (59.6 KB)


image

image

image

Sejarah Bantuan Hukum


Bantuan hukum telah dilaksanakan oleh masyarakat Barat sejak zaman Romawi dimana pada waktu itu bantuan hukum didasarkan pada nilai-nilai moral dan lebih dianggap sebagai suatu pekerjaan yang mulia, khususnya untuk menolong orangorang tanpa mengharapkan dan/atau menerima imbalan atau honorarium. Setelah meletusnya Revolusi Perancis, bantuan hukum kemudian mulai menjadi bagian dari kegiatan hukum atau kegiatan yuridis dengan mulai lebih menekankan pada hak yang sama bagi warga masyarakat untuk mempertahankan kepentingan-kepentingannya di muka pengadilan dan hingga awal abad ke-20, bantuan hukum ini lebih banyak dianggap sebagai pekerjaan memberi jasa di bidang hukum tanpa suatu imbalan (Sunggono dkk, 2009).

Di Indonesia, bantuan hukum sebagai suatu legal institution (lembaga hukum) semula tidak dikenal dalam sistem hukum tradisional. Bantuan hukum baru dikenal di Indonesia sejak masuknya atau diberlakukannya sistem hukum Barat di Indonesia. Bermula pada tahun 1848 ketika di negeri Belanda terjadi perubahan besar dalam sejarah hukumnya. Berdasarkan asas konkordansi, dengan Firman Raja tanggal 16 Mei 1848 No. 1, perundang-undangan baru di negeri Belanda tersebut juga diberlakukan di Indonesia, antara lain peraturan tentang susunan kehakiman dan kebijaksanaan peradilan (Reglement of de Regterlijke Organisaticen het beleid der Justitie), yang lazim disingkat dengan R.O.7 Dalam peraturan hukum inilah diatur untuk pertama kalinya “Lembaga Advokat” sehingga dapat diperkirakan bahwa bantuan hukum dalam arti yang formal baru mulai di Indonesia sekitar pada waktu-waktu tersebut (Winata, 2000).

Pada masa itu, penduduk Indonesia dibedakan atas 3 golongan berdasarkan Pasal 163 Ayat (1) Indische Staatsregeling (IS), antara lain:

  • Golongan Eropa.
    Yang termasuk golongan ini adalah orang Belanda, semua orang yang bukan Belanda tetapi berasal dari Eropa, orang Jepang, dan anak sah dari golongan Eropa yang diakui undang-undang.
  • Golongan Timur Asing.
    Yang termasuk dalam golongan Timur Asing adalah golongan yang bukan termasuk dalam golongan Eropa maupun golongan Bumiputera.
  • Golongan Bumiputera.
    Yang termasuk golongan ini adalah orang-orang Indonesia asli (pribumi).

Bantuan hukum baru dikenal setelah hadirnya para advokat Bumiputera pada tahun 1910 yang memperoleh gelar meester in de rechten dari Belanda. Awalnya, pemerintah kolonial tidak mengizinkan pendirian sekolah tinggi hukum di Indonesia karena ada kekhawatiran apabila Penduduk Hindia Belanda belajar hukum, mereka akan memahami demokrasi, hak asasi manusia, serta negara hukum, dan pada akhirnya akan menuntut kemerdekaan. Orang Indonesia yang ingin menempuh pendidikan hukum harus mempelajarinya di Belanda seperti di Universitas Utrecht dan Universitas Leiden. Barulah pada tahun 1924, Belanda mendirikan Reschtschoogeschool di Batavia yang kemudian dikenal sebagai Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Dalam bukunya Aspek-Aspek Bantuan hukum di Indonesia, Abdurrahman mengutip pendapat Adnan Buyung Nasution sebagai berikut.

“Setelah Indonesia mencapai pengakuan kemerdekaannya pada tahun 1950, maka sampai dengan pertengahan tahun 1959 (yaitu saat Soekarno mengambil oper kekuasaan dengan mengganti konstitusi), keadaan tersebut di atas tidak banyak berubah. Memang pluralisme hukum di bidang peradilan dihapuskan sehingga hanya ada 1 (satu) sistem peradilan untuk seluruh penduduk (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung). Demikian pula hanya berlaku 1 (satu) hukum acara bagi seluruh penduduk. Akan tetapi sayang sekali yang dipilih sebagai warisan dari sistem peradilan dan perundang-undangan kolonial adalah justru yang bukan lebih maju melainkan yang lebih miskin, yaitu peradilannya bukan Raad van Justitie melainkan Landraad. Hukum acaranya bukan Rechtsvordering melainkan HIR."

“Hal ini membawa akibat bahwa banyak ketentuan-ketentuan hukum yang menjamin bantuan hukum yang berlaku bagi orang Eropa tidak ikut diwarisi ke dalam perundang-undangan yang berlaku setelah kemerdekaan. Dengan kata lain, yang berlaku sejak tahun 1950 sampai saat ini adalah sistem peradilan dan peraturan hukum acara dari zaman kolonial khusus bagi Bangsa Indonesia yang sangat miskin menjamin ketentuan-ketentuan mengenai bantuan hukum.”

Pada periode sesudahnya, yang ditandai dengan besarnya kekuasaan dan pengaruh Soekarno (hingga tahun 1965), bantuan hukum dan profesi advokat mengalami kemerosotan yang luar biasa bersamaan dengan melumpuhnya sendi-sendi negara hukum. Adnan Buyung Nasution, sebagaimana dikutip oleh Abdurrahman, menyatakan alasannya sebagai berikut:

“Pada masa itu, peradilan tidak lagi bebas tetapi sudah dicampuri dan dipengaruhi secara sadar oleh eksekutif. Hakim-hakim berorientasi kepada pemerintah karena tekanan yang dalam praktek dimanifestasikan dalam bentuk setiap putusan yang dimusyawarahkan dulu dengan kejaksaan. Akibatnya tidak ada lagi kebebasan dan impartiality sehingga dengan sendirinya wibawa pengadilan jatuh dan harapan serta kepercayaan pada bantuan hukum hilang. Pada saat itu orang berperkara tidak melihat gunanya bantuan hukum dan juga tidak melihat gunanya profesi advokat yang memang sudah tidak berperan lagi. Orang lebih suka meminta pertolongan kepada jaksa dan hakim itu sendiri, atau jika ada jalan lain, kepada orang kuat lainnya. Pada saat itu pula banyak advokat meninggalkan profesinya."

Pengertian Bantuan Hukum


Bantuan hukum dalam pengertiannya yang luas dapat diartikan sebagai upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum. Menurut Buyung Nasution, upaya ini mempunyai tiga aspek yang saling berkaitan, yaitu aspek perumusan aturan-aturan hukum; aspek pengawasan terhadap mekanisme untuk menjaga agar aturan-aturan itu ditaati; dan aspek pendidikan masyarakat agar aturan-aturan itu dihayati.

Pengertian bantuan hukum yang lingkup kegiatannya cukup luas juga ditetapkan oleh Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat Nasional tahun 1978 yang menyatakan bahwa bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan yang tidak mampu (miskin) baik secara perorangan maupun kepada kelompok-kelompok masyarakat tidak mampu secara kolektif. Lingkup kegiatannya meliputi:pembelaan, perwakilan baik di luar maupun di dalam pengadilan, pendidikan, penelitian, dan penyebaran gagasan. Sementara itu, sebelumnya pada tahun 1976 Simposium Badan Kontak Profesi Hukum Lampung juga merumuskan pengertian bantuan hukum sebagai pemberian bantuan hukum kepada seorang pencari keadilan yang tidak mampu yang sedang menghadapi kesulitan di bidang hukum di luar maupun di muka pengadilan tanpa imbalan jasa.

Pengertian yang agak luas tentang bantuan hukum ini pernah juga disampaikan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), yaitu sebagai pendidikan klinis sebenarnya tidak hanya terbatas untuk jurusan-jurusan pidana dan perdata untuk akhirnya tampil di muka pengadilan, tetapi juga untuk jurusan-jurusan lain seperti jurusan hukum tata negara, hukum administrasi pemerintah, hukum internasional, dan lain-lainnya, yang memungkinkan pemberian bantuan hukum di luar pengadilan misalnya, dalam soal-soal perumahan di Kantor Urusan Perumahan (KUP), bantuan di Imigrasi atau Departemen Kehakiman, bantuan hukum kepada seseorang yang menyangkut urusan internasional di Departemen Luar Negeri, bahkan memberikan bimbingan dan penyuluhan di bidang hukum termasuk sasaran bantuan hukum dan lain sebagainya.

Pengertian bantuan hukum mempunyai ciri dalam istilah yang berbeda, yaitu:

1. Legal aid
Bantuan hukum, sistem nasional yang diatur secara lokal dimana bantuan hukum ditunjukan bagi mereka yang kurang keuangannya dan tidak mampu membayar penasehat hukum pribadi. Dari pengertian ini jelas bahwa bantuan hukum yang dapat membantu mereka yang tidakmampu menyewa jasa penasehat hukum. Jadi Legal aid berarti pemberian jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara dimana dalam hal ini :

  • Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma;
  • Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin;
  • Degan demikian motivasi utama dalam konsep legal aid adalah menegakkan hukum dengan jalan berbeda kepentingan dan hak asasi rakyat kecil yang tidak punya dan buta hukum.

2. Legal assistance
Pengertian legal assistance menjelaskan makna dan tujuan dari bantuan hukum lebih luas dari legal aid. Legal assistance lebih memaparkan profesi dari penasehat hukum sebagai ahli hukum, sehingga dalam pengertian itu sebagai ahli hukum, legal assistance dapat menyediakan jasa bantuan hukum untuk siapa saja tanpa terkecuali. Artinya, keahlian seorang ahli hukum dalam memberikan bantuan hukum tersebut tidak terbatas pada masyarakat miskin saja, tetapi juga bagi yang mampu membayar prestasi. Bagi sementara orang kata legal aid selalu harus dihubungkan dengan orang miskin yang tidak mampu membayar advokat, tetapi bagi sementara orang kata legal aid ini ditafsirkan sama dengan legal assistance yang biasanya punya konotasi pelayanan hukum atau jasa hukum dari masyarakat advokat kepada masyarakat mampu dan tidak mampu. Tafsiran umum yang dianut belakangan ini adalah legal aid sebagai bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu.

3. Legal Service
Clarence J. Diaz memperkenalkan pula istilah “legal service”. Pada umumnya kebanyakan lebih cendrung memberi pengertian yang lebih luas kepada konsep dan makna legal service dibandingkan dengan konsep dan tujuan legal aid atau legal assistance. Bila diterjemahkan secara bebas, arti dari legal service adalah pelayanan hukum, sehingga dalam pengertian legal service, bantuan hukum yang dimaksud sebagai gejala bentuk pemberian pelayanan oleh kaum profesi hukum kepada khalayak di dalam masyarakat dengan maksud untuk menjamin agar tidak ada seorang pun di dalam masyarakat yang terampas haknya untuk memperoleh nasehat nasehat hukum yang diperlukannya hanya oleh karena sebab tidak dimilikinya sumber daya finansial yang cukup.

Istilah legal service ini merupakan langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar operasi sistem hukum di dalam kenyataan tidak akan menjadi diskriminatif sebagai adanya perbedaan tingkat penghasilan, kekayaan dan sumber-sumber lainnya yang dikuasai individu-individu di dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada konsep dan ide legal service yang terkandung makna dan tujuan sebagai berikut:

  • Memberi bantuan kepada anggota masyarakat yang operasionalnya bertujuan menghapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan.

  • Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hukum itu sendiri oleh aparat penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan miskin.

  • Di samping untuk menegakkan hukum dan penghormatan kepada yang di berikan hukum kepada setiap orang, legal service di dalam operasionalnya, lebih cendrung untuk menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan menempuh cara perdamaian.

Bantuan Hukum ialah jasa pemberi nasihat hukum diluar Pengadilan dan atau bertindak baik sebagai pembela diri seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana dimuka Pengadilan.

Adnan Buyung Nasution, dalam sebuah makalahnya tahun 1980, menyatakan bahwa bantuan hukum pada hakikatnya adalah program yang tidak hanya merupakan aksi kultural akan tetapi juga aksi struktural yang diarahkan pada perubahan tatanan masyarakat yang tidak adil menuju tatanan masyarakat yang lebih mampu memberikan nafas yang nyaman bagi golongan mayoritas. Oleh karna itu bantuan hukum bukanlah masalah sederhana. Ia merupakan rangkaian tindakan guna pembebasan masyarakat dari belenggu struktur politik,ekonomi, dan sosial (poleksos) yang sarat dengan penindasan.

Bantuan Hukum diartikan sebagai upaya untuk membantu golongan masyarakat yang tidak mampu dibidang hukum. Menurut Adnan Buyung Nasution dijelaskan bahwa definisi tersebut memiliki 3 aspek yang saling berkaitan yaitu:

  1. Aspek perumusan aturan-aturan hukum.
  2. Aspek pengawasan terhadap mekanisme untuk menjaga aturan-aturan tersebut agar ditaati, dan dipatuhi.
  3. Aspek pendidikan masyarakat agar aturan-aturan tersebut dipahami.

M Yahya Harahap menyatakan bahwa di negara-negara barat pada umumnya mempunyai ciri dalam istilah yang berbeda dalam pengertian bantuan hukum yaitu:

  1. Legal aid
    Bantuan hukum, sistem nasional yang diatur secara lokal dimana bantuan hukum ditujukan bagi mereka yang kurang keuangannya dan tidak mampu membayar penasehat hukum pribadi. Dari pengertian ini jelas bahwa bantuan hukum yang dapat membantu mereka yang tidak mampu menyewa jasa penasehat hukum. Jadi Legal Aid berarti pemberian jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara dimana dalam hal ini:

    • Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma;

    • Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak mampu dalam lapisan masyarakat miskin;

    • Dengan demikian motivasi utama dalam konsep legal aid adalah menegakkan hukum dengan jalan berbeda kepentingan dan hak asasi rakyat kecil yang tidak punya dan buta hukum.

  2. Legal Assistance
    Pengertian legal assistance menjelaskan makna dan tujuan dari bantuan hukum lebih luas dari legal aid. Legal assistance lebih memaparkan profesi dari penasehat hukum sebagai ahli hukum, sehingga dalam pengertian itu sebagai ahli hukum, legal assistance dapat menyediakan jasa bantuan hukum untuk siapa saja tanpa terkecuali. Artinya, keahlian seorang ahli hukum dalam memberikan bantuan hukum tersebut tidak terbatas pada masyarakat miskin saja, tetapi juga bagi yang mampu membayar prestasi.

  3. Legal Service
    dalam bahasa indonesia dapat diterjemahkan dengan pelayanan hukum, namun pada umumnya lebih cenderung memberikan pengertian yang lebih luas kepada konsep dan makna legal service dibandingkan dengan konsep dan tujuan legal aid atau legal assistance. Karena pada konsep dan ide legal service terkandung makna dan tujuan, yakni:

    • Memberikan bantuan kepada anggota masyarakat yang operasionalnya bertujuan menghapus kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan pemberian jasa bantuan hukum antara rakyat miskin dan yang berpenghasilan kecil dengan masyarakat yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan.

    • Pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang memerlukan dapat diwujudkan keberadaan hukum itu sendiri oleh aparat penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan hukum bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dengan yang miskin.

    • Menegakkan hukum dan penghormatan kepada hak yang diberikan hukum kepada setiap orang, legal service didalam operasionalnya lebih cenderung untuk menyelesaikan.

Beberapa definisi bantuan hukum (legal aid) diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bantuan hukum merupakan jasa hukum yang khusus diberikan kepada fakir miskin yang memerlukan pembelaan secara cuma-cuma baik diluar maupun didalam pengadilan secara Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara dari seseorang yang mengerti seluk beluk pembelaan hukum, asas-asas dan kaidah hukum, serta hak asasi manusia.