Apa yang dimaksud dengan badan usaha milik desa?

Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa. Yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya untuk sebesar besarnya kesejahteraan amsyarakat desa.

Jenis usaha dalam Badan Usaha Milik Desa diklasifikasikan kedalam 6 klasifikasi sebagai berikut:

  1. Bisnis Sosial
    Jenis usaha bisnis sosial dalam Badan Usaha Milik Desa yakni dapat melakukan pelayanan publik kepada masyarakat. Dengan kata lain memberi keuntungan sosial kepada warga, meskipun tidak mendapatkan keuntunggan yang besar.

  2. Bisnis Uang
    Badan Usaha Milik Desa menjalankan bisnis uang yang memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat desa dengan bunga yang lebih rendah daripada bunga uang yang didapatkan masyarakat desa dari para rentenir desa atau bank bank konvensional. Seperti koperasi simpan pinjam desa yang dikekola oleh warga desa setempat yang sudah mendapatkan peraturan bagaimana cara mengelola koperasi agar berjalan sesuai dengan ketentuan dan rencana yang telah ditetapkan.

  3. Bisnis Penyewaan
    Badan Usaha Milik Desa menjalankan bisnis penyewaan untuk melayani kebutuhan masyarakat setempat dan sekaligus untuk memperoleh pendapatan desa. Seperti menyewakan peralatan untuk keperluan sawah (traktor dan sebagainya). Dengan begitu peralatan ayang disewakan dapat digunakan oleh masyarakat desa, kemudian uang sewa akan masuk dalam kas.

  4. Lembaga Perantara
    Badan Usaha Milik Desa menjadi “lembaga perantara” yang menghubungkan komoditas pertanian dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan menjual produk mereka ke pasar. Atau Badan Usaha Milik Desa menjual jasa pelayanan kepada warga dan usaha-usaha masyarakat.

  5. Trading atau perdagangan
    BUM Desa menjalankan bisnis yang berproduksi dan atau berdagang barang barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada sekala pasar yang lebih luas. Dengan memproduksi makanan jadi, produk dll. Maka desa akan mendapat pemasukan dari berbagai sektor. Jika produk yang dihasilkan dapat diterima di skala pasar yang lebih besar, maka pemasukan yang didapatkan akan semakin besar juga. Apalagi jika kualitas produk sangat baik maka akan mendapat keuntungan secara intens.

  6. Usaha Bersama
    Badan Usaha Milik Desa sebagai ”usaha bersama”, atau sebagai induk dari unit unit usaha yang ada di desa, dimana masing-masing unit yang berdiri sendiri-sendiri ini, diatur dan ditata sinerginya oleh Badan Usaha Milik Desa agar tumbuh usaha bersama.

Dasar Hukum
UUNo.32 Tahun 2004 (Pasal 213):

  1. Desa dpt mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa
  2. Badan Usaha Milik Desa berpedoman apa peraturan perundang undangan
  3. Badan Usaha Milik Desa dapart melakukan pinjaman sesuai peraturan perundang undangan

Tujuan Pendirian badan Usaha Milik Desa

  1. Meningkatkan sumber pendapatan desa
  2. Memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat.
  3. Meningkatkan kesempatan berusaha dan mengurangi pengangguran di pedesaan.
  4. Meningkatkan pendapatan masyarakat desa.
  5. Mengurangi kemiskinan.

Landasan Kelembagaan

  1. Pemerintah Desa berkewajiban melaksanakan program2 pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
  2. Sebagai lembaga perekonomian masyarakat desa yang didirikan atas dasar inisiasi dan kearifan lokal;
  3. Sebagai intrumen kesejahteraan masyarakat dan otonomi asli Desa.

Pembentukan Badan Usaha Milik Desa

  1. Pemerintah desa membentuk BUMDes dengan peraturan desa berpedoman pada peraturan saerah.
  2. Peraturan daerah kabupaten/kota tentang pedoman tata cara pembentukan dan pengelolaan BUMDes berpedoman pada peraturan menteri ini.
  3. Peraturan daerah kabupaten/kota ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak peraturan menteri ini ditetapkan.

sumber : 1. wikipedia
2. http://jamalwiwoho.com/wp-content/uploads/2013/11/BUMDes-2.pdf

Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 dan PP Nomor 72 tahun 2005 diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan desa, pemerintah desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Dalam hal perencanaan dan pembentukannya, BUMDes dibangun atas prakarsa (inisiasi masyarakat), serta mendasarkan pada prinsip-prinsip kooperatif, partisipatif dan emansipatif, dengan dua prinsip yang mendasari, yaitu member-based dan self-help. Hal ini penting mengingat bahwa profesionalime pengelolaan BUMDes benar-benar didasarkan pada kemauan (kesepakatan) masyarakat banyak (member base), serta kemampuan setiap anggota untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (self-help), baik untuk kepentingan produksi (sebagai produsen) maupun konsumsi (sebagai konsumen) harus dilakukan secara professional dan mandiri, Rahardjo dan Ludigdo (2006).

Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa berdirinya Badan Usaha Milik desa ini karena sudah diamanatkan bahwa dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan
desa, pemerintah desa dapat mendirikan badan usaha milik desa. Pilar lembaga BUMDes ini merupakan institusi sosialekonomi desa yang betul-betul mampu sebagai lembaga komersial yang mampu berkompetisi ke luar desa.

BUMDes sebagai institusi ekonomi rakyat lembaga komersial, pertama-tama berpihak kepada pemenuhan kebutuhan (produktif maupun konsumtif) masyarakat adalah melalui pelayanan distribusi penyediaan barang dan jasa. Hal ini diwujudkan dalam pengadaan kebutuhan masyarakat yang tidak memberatkan (seperti: harga lebih murah dan mudah mendapatkannya) dan menguntungkan. Dalam hal ini, BUMDes sebagai institusi Komersiil, tetap memperhatikan efisiensi serta efektifitas dalam kegiatan sektor riil dan lembaga keuangan (berlaku sebagai LKM), Rahardjo dan Ludigdo (2006).

Terbitnya UU Desa telah menempatkan Desa menjadi wadah kolektif dalam hidup bernegara dan bermasyarakat, hingga tercipta konsep Tradisi Berdesa sebagai konsep hidup bermasyarakat dan bernegara di ranah Desa. Inti gagasan dari Tradisi Berdesa adalah (Sutoro, 2014):

  • Desa menjadi basis modal sosial yang memupuk tradisi solidaritas, kerjasama, swadaya, dan gotong-royong secara inklusif yang melampaui batas-batas eksklusif kekerabatan, suku, agama, aliran atau sejenisnya.

  • Desa memiliki kekuasaan dan berpemerintahan yang didalamnya mengandung otoritas dan akuntabilitas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.

  • Desa hadir sebagai penggerak ekonomi lokal yang mampu menjalankan fungsi proteksi dan distribusi pelayanan dasar kepada masyarakat.

Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa paralel dengan kekayaan modal sosial dan modal politik serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:

  • BUM Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan, dan sejenisnya) untuk pengembangan usaha yang menjangkau jejaring sosial yang lebih inklusif dan lebih luas.

  • BUM Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa sebagai forum tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang digerakkan oleh BUM Desa.

  • BUM Desa merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif antara pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan bisnis ekonomi.

  • BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.

  • BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan, kepercayaan dan aksi kolektif.

  • BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi “milik Desa”.

Istilah BUMD terdapat di dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 84 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah mendirikan BUMD, didirikan dengan Peraturan Daerah.

Ketentuan tersebut belum memberikan definisi yang jelas tentang BUMD. Selanjutnya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dirubah dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, undang-undang ini juga belum memberikan definisi yang tegas tentang defenisi BUMD, namun pada pasal 177 undang-undang tersebut juga bahwa Pemerintah Daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan perUndang-undangan. Kedua perundang-undangan diatas tidak memberikan definisi maupun batasan yang jelas tentang BUMD.

Sebenarnya jika merujuk pada Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahan Daerah, Undang-undang ini memberikan definisi yang jelas tentang Perusahaan Daerah, Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 menyebutkan :

” bahwa Perusahaan Daerah ialah semua perusahaan yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan Daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang”

Oleh karena BUMD merupakan perusahaan yang modalnya seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, sehingga Perusahaan Daerah juga merupakan BUMD. Ketentuan didalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tersebut memberikan batasan tentang BUMD atau Perusahaan Daerah, dinyatakan bahwa BUMD merupakan perusahan yang modalnya berasal dari kekayaan Pemda yang dipisahkan, kekayaan daerah yang dipisahkan dapat diartikan sebagai kekayaan daerah yang dilepaskan dari penguasaan umum yang semula pertanggungjawabannya melalui angaran belanja daerah yang kemudian setelah dipisahkan menjadi modal BUMD akan dipertanggung jawabkan tersendiri.

Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Senada dengan ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang menyatakan modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, pengertian kekayaan negara yang dipisahkan dijelaskan dalam penjelasan Pasal 4 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagai pemisahan kekayaaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada BUMN untuk selanjutnya di bina dan dikelola tidak lagi didasarkan pada sistem APBN namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

Kemudian Pasal 6 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan Perusahan Daerah adalah badan usaha yang seluruhnya atau sebahagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Selanjutnya Menteri Dalam Negeri melalui keputusannya Nomor 153 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah Yang Dipisahkan pada konsideran huruf “b” menyatakan bahwa Perusahaan Daerah atau BUMD merupakan badan usaha yang seluruh atau sebahagian modalnya berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.

Jika di perhatikan dengan seksama bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar tentang pengertian kekayaan yang dipisahkan antara kedua undang-undang tersebut, namun Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN lebih jelas memberikan arahan tentang pembinaan dan pengelolaan kekayaan yang dipisahkan tersebut dengan didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.

Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah menjelaskan bahwa Perusahaan Daerah atau BUMD merupakan suatu kesatuan produksi yang sifatnya memberi jasa dengan menyelenggarakan usaha yang memberikan kemanfaatan bagi masyarakat banyak serta memupuk pendapatan. Dalam penjelasan pasal ini ditegaskan bahwa Perusahaan Daerah itu adalah kesatuan produksi (regional), yaitu kesatuan produksi dalam arti yang luas, yang meliputi perusahaan yang memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum yang bersifat nasional untuk kebutuhan seluruh masyarakat dan tidak termasuk dalam bidang usaha yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat.

Perusahaan Daerah dalam menunaikan tugasnya selalu memperhatikan daya guna yang sebesar-besarnya dengan tidak melupakan tujuan perusahaan untuk ikut serta dalam pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spiritual. Sangat sulit untuk merinci dengan tegas tentang urusan rumah tangga daerah dan urusan rumah tangga pemerintah pusat, karena perincian yang mungkin dibuat tidak akan sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat baik di daerah maupun di pusat.

Urusan-urusan yang tadinya termasuk lingkungan daerah karena perkembangan keadaan dapat dirasakan tidak sesuai lagi apabila masih diurus oleh daerah itu karena urusan tersebut sudah meliputi kepentingan yang lebih luas dari pada daerah itu sendiri. Sehubungan dengan hal itu, Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah menetapkan bahwa Perusahaan yang dapat didirikan oleh daerah ialah: perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut kemampuan/kekuatan masing-masing Daerah.

Demikian pula tidaklah mungkin memberi perincian secara tegas dari cabang-cabang produksi yang penting bagi Daerah dan yang menguasai hajat hidup di Daerah oleh karena segala sesuatu erat hubungannya dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat di Daerah. Sebagai contoh yang harusnya diusahakan oleh Perusahaan Daerah yang modalnya untuk seluruhnya merupakan kekayaan Daerah dapat disebutkan Perusahaan Air Minum. Perusahaan Tanah untuk Pembangunan Perumahan, Perusahaan Pasar, Perusahaan Pembangunan Perumahan Rakyat.
Dari penjelasan pasal 5 diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis atau pola BUMD, yaitu :

  1. BUMD yang berorientasi pada pelayanan masyarakat (public service), bertujuan untuk sebesar besarnya memberikan pelayaan yang memadai kepada masyarakat, sehinga untuk jenis ini didirikanlah BUMD yang core bisnisya berhubungan dengan penyaluran kebutuhan yang mempengaruhi hajat hidup masyarakat banyak.

  2. BUMD yang berorientasi pada pencapaian keuntungan atau laba (provit orientied) didirikan hanya semata-mata untuk memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah, biasanya BUMD ini memiliki core bisnis yang lebih kompetitif, seperti BUMD yang bergerak dalam bidang perbankan maupun perkebunan.

Perkembangan Pengaturan BUMD


Keberadaan BUMD tidak terlepas dari perkembangan kebijakan terkait dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) . Pada awalnya, BUMN merupakan perusahaan-perusahaan negara baik yang berbentuk badan-badan berdasarkan hukum perdata maupun yang berbentuk badan hukum berdasarkan hukum publik antara lain yang berdasarkan Undang-Undang Perusahaan Indonesia diatur dengan Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419. Dalam rangka mensingkronkan segala kegiatan ekonomi pada saat itu, Pemerintah mengeluarkan Perpu nomor 17 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara.

Selanjutnya, dalam rangka menertibkan usaha negara berbentuk Perusahaan Negara terutama karena ada banyak usaha negara dalam bentuk Perusahaan Negara yang inefisien, maka Pemerintah menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara. Dalam Perpu ini, ditetapkan bahwa usaha-usaha negara berbentuk perusahaan dibedakan dalam Perusahaan Jawatan (Perjan) yang didirikan dan diatur menurut ketentuan-ketentuan dalam Indonesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419), Perusahaan Umum (Perum) yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, dan Persero yang merupakan penyertaan negara pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau KUHD (Wetboek Van Koophandel, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23).

Seiring dengan perkembangan zaman serta dalam rangka menjamin kepastian dan penegakan hukum mengingat terjadinya dualisme pengaturan pada Perseroan Terbatas yang selama ini diatur dalam KUHD (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) dan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939: 569 jo.717)

Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagai penganti Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 dan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939: 569 jo.717).

Sejalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Pemerintah menerbitkan beberapa peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksana Perpu Nomor 1 Tahun 1969 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum.

Namun demikian, mengingat bahwa Perpu 1 Tahun 1969 dan kedua Peraturan Pemerintah tersebut dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, serta didorong dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, Pemerintah menerbitkan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang hanya mengatur dua bentuk hukum badan usaha negara yaitu Perum dan Persero.

Sementara Perjan, dengan terbitnya Undang-Undang ini, harus dirubah bentuk hukumnya menjadi Perum atau Persero. Berbeda dengan BUMN yang definisinya telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, istilah BUMD baru dikenal dalam Peraturan Mendagri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Hal ini dapat dimaklumi karena pendirian dan pengaturan BUMD sampai saat ini masih tunduk dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 Tentang Perusahaan Daerah walaupun undang-undang ini telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969, namun karena ditegaskan bahwa Undang-undang nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah tidak berlaku sejak diterbitkannya undang-undang pengganti, dan sampai sekarang belum ada undang-undang penggantinya, maka Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah masih berlaku sampai sekarang.

Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah merupakan undang-undang yang penyusunannya diilhami dari terbitnya Perpu Nomor 17 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, Perusahaan Daerah adalah perusahaan yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.

Mengingat bahwa pembinaan Pemerintahan Daerah berada di bawah tanggung jawab Menteri Dalam Negeri, maka peraturan pelaksana Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah diterbitkan oleh Mendagri baik berupa Peraturan menteri Dalam Negeri seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri 1 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Barang Milik Perusahaan Daerah. Sejak terbitnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD, maka sebagian BUMD ada yang berbentuk Perseroan Terbatas.

Bentuk hukum badan hukum BUMD menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum BUMD dapat berupa Perusahaan Daerah atau PD dan Perseroan Terbatas atau PT, kemudian dalam oprasionalnya setiap BUMD tunduk pada masing masing ketentuan yang mengatur tentang badan hukum masing-masing, dengan kata lain bagi Perusahaan Daerah berlaku ketentuan tentang Perusahaan Daerah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah sedangkan untuk BUMD yang bentuk badan hukumnya Perseroan Terbatas berlaku undang-undang yang mengatur tentang Perseroan Terbatas yang untuk saat ini diatur dalam Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Tujuan dan Manfaat BUMD


Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah menegaskan tujuan pendirian Perusahaan Daerah adalah untuk turut serta melaksanakan pembangunan Daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat menuju masyarakat yang adil dan makmur. Tidak berbeda dengan otonomi daerah yang memberikan kesempatan seluas luasnya kepada Pemda untuk mencari sumber-sumber penghasilan bagi peningkatan pendapatan asli daerah sebagai salah satu modal pembangunan daerahnya, sehingga Pemerintah Daerah mendirikan BUMD yang berbasis pada sumber daya alam yang dimiliknya.

Pendirian BUMD oleh Pemda merupakan salah satu cara untuk memenuhi pendapatan asli daerah, pendirian ini merupakan upaya Pemda untuk menambah sumber pendapatan daerah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, sebagai mana yang diatur didalam Pasal 157 huruf “a” angka 4 Undangundang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ada beberapa hal yang mendasari pendirian suatu BUMD antara lain :

  1. Alasan ekonomis, yaitu sebagai langkah mengoptimalisasikan potensi ekonomi di daerah dalam upaya menggali dan mengembangkan sumber daya daerah, memberikan pelayanan masyarakat (public services) dan mencari keuntungan (provit motive).

  2. Alasan strategis, yaitu mendirikan lembaga usaha yang melayani kepentingan publik, yang mana masyarakat atau pihak swasta lainnya tidak (belum) mampu melakukannya, baik karena investasi yang sangat besar, risiko usaha yang sangat besar, maupun eksternalitasnya sangat besar dan luas.

  3. Alasan budget, yaitu sebagai upaya dalam mencari sumber pendapatan lain di luar pajak, retribusi dan dana perimbangan dari pemerintah pusat untuk mendukung pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan di daerah.

Selanjutnya didalam Pasal 8 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, menegaskan bahwa selain Pemerintah Daerah pihak swasta juga dapat menyertakan sahamnya dalam suatu BUMD yang didirikan Pemerintah Daerah, masuknya pemegang saham lain selain Pemerintah Daerah dapat memberikan modal yang lebih banyal lagi, yang kemudian akan digunakan untuk pengembangan usaha BUMD, sehingga masuknya pihak diluar Pemerintah Daerah dalam suatu BUMD memberikan manfaat untuk peningkatan pendapatan asli daerah.

Referensi

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34437/Chapter%20II.pdf;sequence=3