Apa yang dimaksud dengan Asimilasi Budaya?

Asimilasi adalah proses masuknya pengaruh budaya ke budaya lain dan hasil dari peleburan antar orang atau kelompok yang memiliki sejarah, baik dari memorial ataupun sikap yang selanjutnya disatukan dalam interaksi bertahap membentuk budaya baru.

Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

Dalam pengertian yang berbeda, khususnya berkaitan dengan interaksi antar kebudayaan, asimilasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila ada:

  1. kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya,
  2. individu-individu sebagai anggota kelompok itu saling bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang relatif lama,
  3. kebudayaan-kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri. Biasanya golongan-golongan yang dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas.

Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kahilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik dan kecenderungan asimilasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan jika ada kesadaran masing-masing kelompok.

####Asimilasi sebagai Proses Sosial

Suatu definisi yang otoritatif tentang akulturasi (acculturation) telah diberikan oleh Subcommittee on Acculturation yang dibentuk oleh Social Science Research Council dengan tujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan dimensi-dimensi penelitian lapangan tentang akulturasi. Social Science Research Council memberikan definisi akulturasi dan asimilasi sebagai berikut:

  1. Akulturasi: Memahami sepenuhnya fenomena-fenomena yang terjadi ketika kelompokkelompok individu memiliki perbedaan-perbedaan budaya untuk melakukan kontak pertama kalinya secara kontinyu, dengan melakukan perubahanperubahan berikutnya dalam bentuk-bentuk suatu budaya asli atau keduanya.

  2. Asimilasi: Suatu proses interpenetrasi dan fusi yang mana orang-orang atau kelompokkelompok, dengan persamaan pengalaman dan sejarah, berinkorporasi bersama dalam suatu kehidupan budayanya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sebenarnya apa yang dirujuk Social Science Research Sub-comittee mengenai akulturasi (acculturation) sudah termasuk dalam definisi ini (asimilasi).

Frase tentang “berbagai pengalaman” (sharing their experience) dan “inkorporasi dalam suatu kehidupan kultural yang umum” (incorporated with them in a common cultural life) tampak menganjurkan penambahan kriteria dari hubungan struktur sosial. Bagaimana definisi akulturasi menjadi bagian atau dapat termasuk dalam definisi asimilasi dapat ditemukan dari hasil penelitian Abdullah Idi (2009) tentang “Asimilasi Cina Melayu di Bangka”.

Berdasarkan hasil penelitian, seorang etnis Cina di Bangka biasanya perlu berasimilasi secepat mungkin. Pendatang (atau jika di Amerika biasa disebut dengan imigran) memerlukan bahasa asal dan ritual komunitas asalnya, dan dapat berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat, ekonomi, dan politik tanpa adanya prasangka terhadap penduduk asli. Hal ini berimplikasi bahwa seorang pendatang diharapkan dapat hidup di Bangka berdasarkan kualitas individu tanpa harus ada referensi dan kualifikasi individu asal rasnya atau kultur warisannya.

Selain itu, ada dua variabel lain, yakni prasangka (prejudice) dan diskriminasi (discrimination). Asimilasi tidak dapat terbentuk hingga pendatang dapat berfungsi di daerah tujuan (Bangka) tanpa adanya upaya mengurangi sikap prasangka dan perilaku diskriminasi.

Pada kasus yang lain, berbagai proses asimilasi yang pernah diteliti oleh para ahli membuktikan bahwa hanya dengan pergaulan antara kelompokkelompok secara luas dan intensif saja, belum tentu terjadi suatu proses asimilasi jika di antara kelompok-kelompok yang berhadapan itu tidak ada suatu sikap toleransi dan simpati satu terhadap yang lain.

Orang Cina yang ada di Kota Surakarta misalnya, setelah bergaul secara luas dan intensif dengan orang Jawa; namun mereka semuanya belum juga terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan Jawa. Lebih lanjut Tundjung W. Sutirto menyatakan bahwa ketika terjadi kerusuhan tahun 1980 murni latar belakangnya adalah SARA.

Dalam kerusuhan horizontal itu hanya ada dua kelompok etnik yang berhadapan yaitu Jawa dan Cina (yang juga terkenal dengan istilah pribumi dan non-pribumi). Dalam perkembangan selanjutnya, para ahli sosiologi Amerika Serikat dengan sederhana telah menyamakan pengertian asimilasi (assimilation) dan akulturasi (acculturation).

Dalam hal ini, asimilasi didefinisikan sebagai suatu bentuk akulturasi yang ekstrim (an extreme form of acculturation). Hal ini berarti bahwa asimilasi, tentu saja, tidak hanya meliputi item-item kultural yang relatif mudah diteliti dan dikenali seperti pakaian, bentuk bangunan, makanan, ataupun bahasa. Namun, asimilasi juga meliputi sejumlah item kultural lainnya, yakni nilainilai (values), kenangan atau peristiwa masa lalu (memories), sentimen-sentimen (sentiments), ide-ide (ideas), dan sikap-sikap (attitudes).

Tingkatan Proses Asimilasi (multi-stages of assimilation)


Milton M. Gordon (1968) mengemukakan suatu model asimilasi yang terjadi dalam proses yang multi-tingkatan (multi-stages of assimilation). Model asimilasi ini memiliki tujuh tingkatan.

  1. Asimilasi budaya atau perilaku (cultural or behavioral assimilation); berhubungan dengan perubahan pola kebudayaan guna menyesuaikan diri dengan kelompok mayoritas

  2. Asimilasi struktural (structural assimilation); berkaitan dengan masuknya kelompok minoritas secara besar-besaran ke dalam klik, perkumpulan, dan pranata pada tingkat kelompok primer dari golongan mayoritas.

  3. Asimilasi perkawinan (marital assimilation); berkaitan dengan perkawinan antar-golongan secara besar-basaran.

  4. Asimilasi identifikasi (identificational assimilation); berkaitan dengan kemajuan rasa kebangsaan secara eksklusif berdasarkan kelompok mayoritas.

  5. Asimilasi penerimaan sikap (attitude receptional assimilation); menyangkut tidak adanya prasangka (prejudice) dari kelompok mayoritas.

  6. Asimilasi penerimaan perilaku (behavior receptional assimilation); ditandai dengan tidak adanya diskriminasi dari kelompok mayoritas.

  7. Asimilasi kewarganegaraan (civic assimilation), berkaitan dengan tidak adanya perbenturan atau konflik nilai dan kekuasaan dengan kelompok mayoritas.

Teori asimilasi cultural Gordon, yang dalam banyak hal sering disebut akulturasi (acculturation), juga diperdebatkan. Akulturasi merupakan subproses dari asimilasi dan mengindikasikan adanya pergantian ciri-ciri budaya masyarakat minoritas dengan ciri-ciri budaya masyarakat asli.

Namun, akulturasi juga menunjukkan bahwa anggota-anggota kelompok minoritas boleh jadi tetap memiliki sebagian ciri asli mereka, serta membuang ciri-ciri lainnya. Kemudian mereka juga mungkin menerima sebagian ciri budaya mayoritas dan menolak ciri-ciri lainnya.

Secara aplikatif, Abdullah Idi (2009)9 menggunakan tingkatan proses asimilasi tersebut untuk mendeskripsikan proses asimilasi etnis Cina dan Melayu di Bangka dengan hasil sebagai berikut:

  1. Asimilasi kultural (cultural assimilation) yang terjadi pada empat elemen kultural, yaitu penggunaan bahasa Melayu, makanan khas dan pakaian Melayu, aktivitas ritual/ seremonial tahunan dan konversi agama.

  2. Asimilasi struktural (structural assimilation) telah terjadi secara luas, terutama berkaitan dengan partisipasi orang Cina dalam kegiatan ekonomi dan pendidikan.

  3. Asimilasi perkawinan (marital assimilation), lebih sering terjadi di kalangan orang Cina berstatus sosial ekonomi menengah ke bawah yang berada di desa-desa atau di kota-kota dan pemukiman yang relatif tidak berjauhan dengan pemukiman orang Melayu.

  4. Asimilasi identifikasi/ rasa kebangsaan (assimilation of identification), terjadi pada derajat yang tinggi. Tidak terdapat perbedaan derajat yang signifikan dalam berbagai pelapisan sosial masyarakat, baik Cina maupun Melayu di perdesaan dan perkotaan.

  5. Asimilasi tanpa prasangka (unprejudiced attitude assimilation) dan asimilasi tanpa diskriminasi (behavior receptional assimilation). Asimilasi jenis ini di Bangka telah terjadi secara luas. Orang Cina, baik di kota-kota, desa-desa, dan lingkungan-lingkungan tertentu, relatif tidak pernah mengalami tindakan prasangka dan diskriminasi dari kelompok etnis mayoritas Melayu.

Teori tujuh tingkatan asimilasi Gordon, sebenarnya, tetap relevan digunakan dalam penelitian asimilasi. Namun, teori asimilasi Gordon ini sulit diaplikasikan dengan utuh. Hal ini mengingat bahwa setiap masyarakat cenderung memiliki kondisi sosial dan ekonomi yang berbeda. Sementara itu, keadaan struktur sosial dan ekonomi itu seringkali mempengaruhi keadaan asimilasi.

Akulturasi atau asimilasi budaya adalah proses sosial yang timbul apabila terjadi percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi. Dalam akulturasi, sebagian menyerap secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu, sebagian berusaha menolak pengaruh itu. Contoh akulturasi yang mudah ditemui ialah dalam perbauran kebudayaan Hindu-Buddha dan kebudayaan Islam dengan kebudayaan asli Indonesia. Bentuk-bentuk akulturasi yang masih ditemukan saat ini misalnya upacara Sekaten, Gerebeg Maulid, dan lainnya.

Secara sepintas aktualisasi hampir sama dengan asimilasi. Perbedaanya adalah bahwa peleburan kebudayaan dua masyarakat di dalam akulturasi tidak menimbulkan hingga kepribadian asli kedua masyarakat itu, namun hanya unsur-unsur tertentu saja yang melebur. Unsur itu menjadi bagian kebudayaan yang menyerapnya, tanpa mengubah ciri-ciri masyarakat yang bersangkutan.

Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia juga merupakan wujud dari akulturasi, yaitu terlihat dengan adanya penggunaan tahun Saka di Indonesia. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau konogram dalam usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adala angka huruf berupa susunan kalimat atau gambar kata. Contoh tahun Candra Sangkala adalah “Sirna Ilang Kertaning Bumi” sama dengan 1400 (tahun saka) dan sama dengan 1478 Masehi.

Tujuan utama akulturasi, seperti yang dikemukakan bersama-sama oleh Herkovits, Linton, dan Redfield, yang penulis kutip dari Muhammad Fauzy, adalah fenomena yang akan terjadi tatkala kelompok-kelompok individu yang memiliki budaya yang berbeda terlibat dalam kontak yang berlangsung secara tangan pertama (langsung), disertai perubahan terus-menerus, sejalan pola-pola budaya asal dari kelompok itu atau dari kedua kelompok itu dibawah definisi itu, akulturasi dibedakan dari perubahan budaya yang hanya merupakan salah satu aspeknya, dan asimilasi dan yang pada saat tertentu merupakan suatu fase awal akulturasi.

Akulturasi juga dibedakan dari difusi yang pada saat sama berlangsung dalam semua contoh akulturasi, tidak hanya sebagai suatu fenomena yang kadang mengambil tempat tanpa tipe kontak antara orang yang dikhususkan dalam definisi diatas, tetapi juga membangun hanya satu aspek proses akulturasi.