Apa yang dimaksud dengan Ash-Shamad atau Maha Dibutuhkan ?

ash-Shamad

Nilai yang terkandung di dalam ash-Shamad:

Barangsiapa yang beriman dan membaca “Ya Shamad” sebanyak 100x setiap selesai shalat fardhu. Insya Allah akan menjadi penyabar, sedikit amarahnya sekalipun berat tanggungannya.

Apa yang dimaksud dengan Ash-Shamad atau Maha Dibutuhkan ?

Kata Ash-Shamad yang berasal dari kata shamada, secara bahasa memiliki pengertian sekitar dua makna, yaitu tujuan, kekukuhan atau kepadatan, tidak kosong di dalamnya. Kata ash-Shamad dengan ada tambahan “al” di depan kata tersebut, menjadikan kata tersebut makrifat (definit) dan hanya dapat digunakan sebagai sifat khusus untuk Allah swt. Kata Ash-Shamad hanya ada satu dalam Al-Qur`an.

Al-Qusyairi memaknai asma Allah Al-Samad sebagai Al- Baqi, yang artinya yang kekal, yang tiada akan lenyap, dan Al-Da’im adalah yang kekal terus-menerus, yang tidak diberi makan untuk selama-lamanya, yang tidak membutuhkan sokongan, rongga maupun lambung. Penisbatan Dia sebagai Al-Samad berarti Dia adalah tujuan segala hajat, karena hanya Dia yang dibutuhkan.

Allah Ash-Shamad, Allah adalah satu-satunya tempat bergantung. Sekalipun makhluk juga memiliki sifat shamadiyyah (tumpuan harapan), tapi tidak sempurna. Berbeda dengan Allah swt. Karenanya, hanya Allah tumpuan harapan satu-satunya. Dialah ujung dan puncak segala tujuan. Seluruh makhluk menjadikan-Nya sebagai tujuan untuk memenuhi seluruh hajatnya. Hanya Dia yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan makhluk-Nya.

Seorang hamba yang meneladani nama Ash-Shamad, akan selalu menjadikan Allah satu-satunya tempat untuk menggantungkan seluruh keinginan dan harapannya. Ia tidak akan menjadikan selain-Nya sebagai tempat bergantung dan bersandar. Karena selain-Nya adalah lemah, bosan, dan tergantung kepada yang lainnya.

Sebagai manusia, jika menginginkan sesuatu, ia diperintahkan untuk ikhtiar dan mencari sebab yang dapat menyampaikan kepada tujuannya. Namun, pada akhirnya ia tetap mengembalikan semuanya kepada Allah. Ikhtiar apa pun yang yang dia lakukan, tidak boleh menjadi tumpuan dan gantungannya. Karena, hakikat ikhtiar itu hanyalah sarana, bukan sebagai penentu. Penentu hakiki adalah Allah, maka kita bergantung hanya kepada-Nya. Dia Yang menciptakan, menguasai, dan mengatur seluruh alam semesta.

Selain Allah adalah lemah, maka tidak pantas untuk dijadikan Tuhan sembahan atau tempat meminta. Allah berkalam, yang artinya,

“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (al- Hajj:73).

Referensi :

  • Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014
  • Sulaiman Al-Kumayi, Asma’ul Husna For Super Woman, Semarang, Pustaka Nuun, 2009