Apa yang dimaksud dengan Ar-Raqiib atau Maha Mengawasi ?

Ar-Raqiib

Nilai yang terkandung di dalam Ar-Raqiib:

Barangsiapa yang beriman dan membaca “Ya Raqiib” sebanyak 50x setiap hari dengan niat supaya barangnya selamat dari pencurian atau kebakaran.

Apa yang dimaksud dengan Ar-Raqiib atau Maha Mengawasi ?

Kata Al-Raqib berasal dari akar kata “raqaba” , yang mempunyai akar kata yang terdiri dari tiga huruf ra’, qaf, dan ba’, makna dasarnya adalah ‘tampil tegak lurus untuk memelihara sesuatu’. Pengawas adalah Raqib, karena dia tampil memperhatikan dan mengawasi untuk memelihara yang diawasi.

Kata Ar-Raqîb sebagai nama Allah, dalam Al-Quran diulang sebanyak 3 kali, yaitu dalam surat an-Nisâ: 1, al-Mâ`idah: 118, dan al-Ahzâb: 52.

Allah Ar-Raqîb, Allah yang Maha Mengawasi, mengamati, dan menyaksikan seluruh apa yang terjadi di alam semesta. Tidak ada sesuatu yang terjadi kecuali Allah mengawasinya. Pengawasan Allah mencakup segalanya. Dia tidak pernah lelah atau lengah. Tidak ada pula sesuatu yang tersembunyi dari-Nya. Allah berkalam, yang artinya,

“…Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.” (al-Ahzâb: 52).

Seorang hamba yang meneladani nama Ar-Raqîb, akan lahir dalam dirinya sifat murâqabatullâh (merasa diawasi oleh Allah). Murâqabatullâh akan melahirkan rasa malu kepada Allah yang tidak pernah tidur sekejap pun. Apa pun cara kita menyembunyikan suatu kejahatan atau kemungkaran, pasti Allah mengetahui dan merekamnya tanpa ada sedikit pun yang tertiggal. Murâqabatullâh diilustrasikan seperti kondisi orang yang sedang memburu suatu buruan. Tentu saja sang pemburu akan mengawasi buruannya dengan penuh konsentrasi tinggi.

Dengan murâqabatullâh, seseorang akan selalu berkomitmen dengan syariat Allah di mana pun dia berada, baik di kala bersama orang lain maupun sendirian. Rasulullah saw bersabda, yang artinya,

”Sungguh aku akan memberitahukan tentang satu golongan dari kaumku. Di hari Kiamat, mereka akan diperlihatkan pahala kebaikan mereka yang banyak, menyerupai besarnya gunung Tihamah yang putih. Kemudian tiba-tiba Allah melebur pahala mereka. Tahukah kalian? Mereka adalah dari kalangan saudara dan bangsamu. Kalau malam mereka beribadah seperti kalian, tetapi ketika sendirian, mereka melakukan larangan-larangan Allah.” (HR. Ibnu Mâjah dan dishahihkan oleh al-Albâni).

Murâqabatullâh meliputi tiga fase, yaitu :

  • Pertama, sebelum mengerjakan dengan niat yang benar.
  • Kedua, saat melakukan suatu aktivitas dengan menjaga keihlasan.
  • Ketiga, ketika selesai dari suatu amalan, dengan melahirkan rasa antara harapan dan kekhawatiran terhadap diterima atau tidaknya amal tersebut.

Referensi :

  • Dr. Hasan el-Qudsy, The Miracle of 99 Asmaul Husna, Ziyad Book, 2014
  • Sulaiman Al-Kumayi, Asma’ul Husna For Super Woman, Semarang, Pustaka Nuun, 2009