Antosianin
Antosianin merupakan salah satu pewarna alami karena merupakan zat berwarna merah, jingga, ungu, ataupun biru yang banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan (Hidayat dan Saati, 2006). Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Antosianin dalam bentuk aglikon lebih aktif daripada bentuk glikosidanya (Santoso, 2006). Zat pewarna alami antosianin tergolong kedalam turunan benzopiran. Struktur utama turunan benzopiran ditandai dengan adanya cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin (Moss, 2002).
Menurut Rein (2005) beberapa enzim dapat berperan dalam proses degradasi antosianin misalnya glukosidase dan PPO ( Polipenol Oksidase ). Enzim glukosidase mampu menstimulasi terjadinya hidrolisis pada ikatan gula antara gugus aglikon dengan gugus glikon. Hidrolisis tersebut menyebabkan terbentuknya cincin aromatik yang membentuk senyawa kalkon.
Jumlah antosianin di alam yang berhasil diisolasi sebanyak 539 jenis tetapi hanya 6 yang ada di bahan pangan seperti pelargonidin, cyanidin, peonidin, delphinidin, petunidin, dan malvidin (Mateus dan Freitas, 2009). Pigmen antosianin adalah pigmen yang bersifat larut air, terdapat dalam bentuk aglikon sebagai antosianidin dan glikon sebagai gula yang diikat secara glikosidik. Bersifat stabil pada pH asam, yaitu sekitar 1-4, dan menampakkan warna oranye, merah muda, merah, ungu hingga biru (Lewis et al ., 1997; Li, 2009). Antosianin adalah zat warna yang bersifat polar dan akan larut pada pelarut polar (Samsudin dan Khoirudin, 2011). Antosianin lebih larut dalam air daripada dalam pelarut non polar dan karakteristik ini membantu proses ekstraksi dan pemisahan (Xavier et al., 2008).
Antosianin adalah senyawa satu kelas dari senyawa flavonoid yang secara luas terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonoid-3-ol, flavon, flavanon, dan flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid ang berbeda dalam oksidasi dari antosianin.
Jumlah antosianin di alam yang berhasil diisolasi sebanyak 539 jenis tetapi hanya 6 yang ada di bahan pangan seperti pelargonidin, cyanidin, peonidin, dephinidin, petunidin dan malvidi (Mateus dan Freitas, 2009). Pengaruh perbedaan letak dan jumlah gugus tersubstitusi pada antosianidin terhadap warna antosianin dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Degradasi antosianin dapat terjadi selama proses ekstraksi, pengolahan makanan, dan penyimpanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas antosianin tersebut yaitu adanya modifikasi pada struktur spesifik antosianin (glikosilasi, asilasi dengan asam alifatik atau aromatik) pH, temperatur, cahaya, keberadaan ion logam, oksigen, kadar gula, enzim dan pengaruh sulfur oksida (Misra, 2008).
Antosianin umumnya lebih stabil pada larutan asam apabila dibandingkan dengan larutan netral atau alkali. Antosianin memiliki struktur kimia yang berbeda tergantung dari pH larutan. Pada pH 1 antosianin berbentuk kation flavinium yang memberikan warna merah. Pada pH 2-4 antosianin berbentuk campuran kation flavinium dan quinoidal. Pada pH yang lebih tinggi yaitu 5-6 terdapat dua senyawa yang tidak berwarna yaitu karbinol pseudobasa dan kalkon (Ovando et al. , 2009).
Kestabilan antosianin juga dipengaruhi oleh suhu. Laju kerusakan (degradasi) antosianin cenderung meningkat selama proses penyimpanan yang diiringi dengan kenaikan suhu. Degradasi termal menyebabkan hilangnya warna pada antosianin yang akhirnya terjadi pencoklatan. Kenaikan suhu bersamaan dengan pH menyebabkan degradasi antosianin pada buah cherri (Rein, 2005).
Rahmawati (2011), mengemukakan bahwa proses pemanasan terbaik untuk mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam jangka waktu pendek ( High Temperature Short Time ). Paparan cahaya juga dapat memperbesar degradasi pada molekul antosianin. Penyebab utama kehilangan pigmen warna berhubungan dengan hidrolisis antosianin.
Antosianin berpotensi sebagai pewarna makanan alami karena keanekaragaman warna yang dimilikinya. Namun, mempunyai kelemahan dalam stabilitas warnanya. Intensitas suatu stabilitas pigmen antosianin tergantung pada berbagai faktor termasuk struktur dan konsentrasi dari pigmen, pH, suhu, intensitas cahaya, kualitas dan kehadiran pigmen lain bersama-sama, ion logam, enzim, oksigen, asam askorbat, gula dan gula metabolit, belerang oksida dan laim- lain (Tanaka et al., 2008).