Apa yang dimaksud dengan amputasi?

Amputasi

Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang bervariasi, tergantung dari bagianmanaalat gerak yang hilang, usia, dan penanganan operasi (untuk kasus kehilangan alat gerak yang disebabkan amputasi).

Kehilangan alat gerak tersebut dapat disebabkan berbagai hal, seperti penyakit, faktor cacat bawaan lahir, ataupun kecelakaan.

Amputasi berasal dari bahasa latin yaitu amputate yang berarti pancung. Dalam ilmu kedokteran diartikan sebagai membuang sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau tonjolan alat (organ) tubuh (Soelarto Reksoprodjo, 1995)

Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap (Syamsuhidayat, 1997)

Amputasi adalah perlakuan berupa penghilangan seluruh atau sebagian ekstremitas atau sesuatu yang menonjol yang mengakibatkan cacat menetap

Etiologi


Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit DM, Gangren, cedera, dan tumor ganas.

Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :

  • Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
  • Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
  • Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
  • Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
  • Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
  • Deformitas organ.

Patofisiologi


Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena dapat mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi :

  • Kecepatan metabolism
    Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.

  • Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
    Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

  • Sistem respirasi

    1. Penurunan kapasitas paru
      Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.

    2. Perubahan perfusi setempat
      Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

    3. Mekanisme batuk tidak efektif
      Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.

  • Sistem Kardiovaskuler

    1. Peningkatan denyut nadi
      Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.

    2. Penurunan cardiac reserve
      Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.

    3. Orthostatik Hipotensi
      Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.

  • Sistem Muskuloskeletal

    1. Penurunan kekuatan otot
      Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.

    2. Atropi otot
      Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.

    3. Kontraktur sendi
      Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak.

    4. Osteoporosis
      Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.

  • Sistem Pencernaan

    1. Anoreksia
      Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

    2. Konstipasi
      Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

  • Sistem perkemihan
    Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :

    • Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.

    • Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.

  • Sistem integumen
    Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari amputasi antara lain :

  • Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)

  • Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat dengan permukaan.

  • Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengankeronitis.

  • Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)

  • Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)

  • Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.

  • Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan

Jenis-jenis Amputasi


Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :

  • Amputasi selektif/terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.

  • Amputasi akibat trauma. Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

  • Amputasi darurat. Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Jenis amputasi yang dikenal adalah :

  • Amputasi terbuka. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi terbuka dilakukan pada luka yang kotor, seperti luka perang atau infeksi berat antara lain gangrene, dibuat sayatan dikulit secara sirkuler sedangkan otot dipotong sedikit proximal dari sayatan kulit dan digergaji sedikit proximal dari otot.

  • Amputasi tertutup. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ). Amputasi tertutup dibuat flap kulit yang direncanakan luas dan bentuknya secara teliti untuk memperoleh kulit penutup ujung putung yang baik dengan lokasi bekas pembedahan

Tingkatan Amputasi


Tingkatan amputasi antara lain :

  • Estremitas atas. Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. Ekstremitas atas, terdiri dari : telapak, pergelangan tangan, lengan bawah, siku dan lengan atas.

  • Ekstremitas bawah. Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan penurunan seminimal mungkin kemampuannya. Ekstremitas bawah terdiri dari : jari kaki dan kaki, proksimal sendi pergelangan kaki, tungkai bawah, tungkai atas, sendi panggul, lutut, hemipeivektomi. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu :

    1. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation). Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb.

    2. Amputasi diatas lutut. Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.

  • Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.

  • Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.

  • Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.

  • Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

Komplikasi


Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.

Penatalaksanaan Amputasi


Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.

1. Balutan rigid tertutup

Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.

2. Balutan lunak

Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.

3. Amputasi bertahap

Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.

4. Protesis

Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.

Manajemen Amputasi

Kegiatan perawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap post operatif.

  • Pre Operatif . Pada tahap praoperatif, tindakan lebih ditekankan pada upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi. Pada tahap ini, dilakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi fisik,khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.

  • Intra Operatif. Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan dimana untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuk tindakan perawatan luka, dibuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa postoperatif

  • Post Operatif. Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa. Dilakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri. Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.

Amputasi diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian seperti kaki, tanggan, lutut, atau seluruh bagian ekstremitas (Wright, 2014), Amputasi dilakukan ketika ekstremitas sudah tidak dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain atau terdapatnya kondisi yang dapat membahayakan keselamatan tubuh atau merusak organ tubuh yang lain sehingga menimbulkan komplikasi infeksi, perdarahan dan pertumbuhan stump yang abnormal (McArdle et al , 2015; Payne & Pruent, 2015; Mei et al, 2014; Daryadi, 2012; Mark et al , 2016).

Komplikasi paska amputasi

Komplikasi yang dapat di temukan pada pasien dengan paska amputasi antara lain:

  1. Fisik

    • Faskulitis nekrotika
      Necrotizing fasciitis (NF) adalah infeksi jaringan lunak yang mengalami nekrosis yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan lokal yang cepat dan mengakibatkan sepsis berat (Chen et al, 2015; Callahan et al, 2016; Ahmedani et al, 2013)

    • Kontraktur sendi
      Pada alat gerak bawah, adanya kontraktur panggul sangat mengganggu karena membuat pasien kesulitan untuk mengekstensikan panggulnya dan mempertahankan pusat gravitasi di lokasi normalnya (Vitriana, 2015). Sementara itu jika pusat gravitasi mengalami perubahan, maka akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk melakukan ambulasi. Tendensi kontraktur fleksi lutut pada amputasi bawah lutut dapat menyebabkan kurangnya keberhasilan fitting sebuah prostetik (Latlief et al, 2014).

    • Pantom sindrom
      Phantom limb sensations adalah perasaan klien yang merasakan bahwa kakinya masih ada, bahkan penderita mengetahui bahwa kakinya tersebut tidak ada (Myers, 2015).

  2. Psikologis

    • Gangguan emosi
      Penderita paska amputasi sering merasa mudah marah, cepat tersinggung pasien cenderung berdiam atau perasaan kosong, depresi, takut, sedih, cemas, putus asa, kelelahan yang luar biasa, kebingungan, ketidak berdayaan dan dendam. Klien memiliki serangkaian perubahan suasana hati dari tinggi ke rendah dan seperti berada pada sebuah roller coaster emosional (Chan, 2016; Abreu et al, 2017).

    • Depresi
      Amputasi tungkai bawah menyebabkan cacat fisik yang serius dan sangat intuitif dengan penyesuaian dengan kondisi amputasi yang impulsif menyebabkan tekanan psikologis. Depresi pada individu karena amputasi tungkai bawah mencapai 45 % dari antara seluruh penderita amputasi (Mozumdar & Roy, 2010).

    • Isolasi sosial
      Livingstone (2011) menemukan bahwa klien yang telah menjalani amputasi mengalami isolasi sosial akibat hilangnya rasa kemampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang membuat kurangnya interaksi terhadap keluarga dan kelompok sosial lainnya, di dukung oleh hilangnya pekerjaan membuat adanya rasa malu dan lemah.

  3. Spiritual
    Terjadinya spiritual health disorder akibat dari keputusasaan dan krisis psikologis yang dialami penderita amputasi menjadikan suatu pengalaman hidup yang traumatis. Hal ini menyebabkan individu mengalami kemarahan terhadap fakta yang terjadi. Kemarahan ini dapat ditujukan kepada siapa saja, apakah dirinya sendiri, orang-orang sekitar yang dekat dengannya, dan bahkan dengan Tuhan (Kaban, 2014).

    Penelitian Salehi (2012) mengungkapkan pengalaman penderita paska amputasi terhadap kesehatan rohani dalam proses pengobatan adalah kekecewaan dan keputusasaan, rasa bersalah, merasa jauh dari Tuhan, berhenti melakukan ibadah dan memandang Tuhan kejam.

    Pada Penelitian Nusawakan (2011) menunjukan responden merasa jauh dari Tuhan dan dengan berdoa merupakan tindakan sia-sia karena tidak dapat melaksanakan dengan baik akibat amputasi.

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang berarti “pancung”. Amputasi adalah penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari malapetaka atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya, seperti kecelakaan, gempa dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau dilakukan karena alasan medis dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien.

Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain, (Demet K, 2003, Glass, Vincent, 2004).

Amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem cardiovaskuler. Lebih lanjut amputasi dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas, (Wahid, 2013).

Amputasi ekstremitas bawah adalah prosedur pembedahan yang dihasilkan dari sebuah kondisi medis yang serius seperti diabetes, trauma atau neoplasma, gangren, deformitas kongenital. Dari semua penyebab tadi, penyakit vaskuler perifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi ekstremitas bawah, (Senra, Arago, Leal, 2011).

Penyebab/predisposisi amputasi

Penyakit vaskular perifer adalah penyebab utama amputasi pada individu non diabetes dan memberikan kontribusi sekitar setengah dari semua amputasi pada individu dengan diabetes. Kontroversi mengenai penilaian yang tepat dan manajemen penyakit pembuluh darah perifer juga ada meskipun beberapa pusat keunggulan telah melaporkan penurunan tingkat amputasi setelah revaskularisasi bedah agresif (Wrobel, Mayfield, Rieber, 2001).

Lebih dari 60 dari amputasi tungkai bawah non traumatik di Amerika Serikat terjadi di antara orang-orang dengan diabetes melitus, dan meningkat enam hingga sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes. Setelah amputasi tungkai bawah pertama, hingga 50 pasien memerlukan amputasi lain dalam waktu 3-5 tahun, (Lipsky, Weigelt, Sun, 2011).

Menurut Jumeno dan Adliss (2010) amputasi dapat juga disebabkan oleh berbagai hal seperti penyakit, faktor cacat bawaan lahir ataupun kecelakaan. Menurut Wahid tahun 2013, amputasi dapat dilakukan pada kondisi sebagai berikut :

  1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
  2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
  3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
  4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
  5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
  6. Deformitas organ.

Jenis amputasi

Menurut Wahid (2013) ada beberapa jenis amputasi yaitu :

  1. Amputasi selektif/terencana ; amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.

  2. Amputasi akibat trauma ; merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

  3. Amputasi darurat ; kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Faktor yang mempengaruhi amputasi

Klien yang memerlukan amputasi biasanya orang muda dengan trauma ekstremitas berat atau lanjut usia dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, klien memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stress akibat hospitalisasi, rehabilitasi jangka panjang, dan penyesuaian gaya hidup.

Klien ini memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan mereka mengenai kehilangan permanen tadi. Reaksi mereka sudah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan (Liu, William, 2010, Smeltzer, 2010).

Sebaliknya lanjut usia dengan penyakit vaskuler perifer sering mengidap masalah kesehatan lain, termasuk diabetes melitus dan arteriosklerosis. Amputasi terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan klien dari nyeri, disabilitas, dan ketergantungan. Klien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi.

Perencanaan untuk rehabilitasi psikologik dan fisiologik dimulai sebelum amputasi dilaksanakan. Namun, kelainan kardiovaskuler respirasi, atau neurologik mungkin dapat membatasi kemajuan rehabilitasi (Lukman, 2009).

Tingkatan amputasi

Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Batas amputasi pada cedera ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat. Batas amputasi pada tumor maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal. Sedangkan pada penyakit pembuluh darah ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya sembuh luka sisa tungkai (puntung) (Sjamsuhidajat, 2005).

Ampusi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor: peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (misalnya sesuai kebutuhan prostesis) (Smeltzer, 2010).

Lima tingkatan amputasi yang sering digunakan pada ekstremitas bawah adalah telapak dan pergelangan kaki, bawah lutut, disartikulasi dan atas lutut, disartikulasi lutut panggul, dan hemipelviktomi dan amputasi translumbar. Tipe amputasi ada dua yaitu, terbuka (provisional) yang memerlukan teknik aseptik ketat dan revisi lanjut, serta tertutup atau flap (Doengoes, 2000).

Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi Syme (modifikasi amputasi disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang dapat menahan beban berat badan yang penuh.

Amputasi bawah lutut lebih disukai dibandingkan amputasi atas lutut karena pentingnya sendi lutut dan kebutuhan energi untuk berjalan. Dengan mempertahankan lutut sangat berarti bagi seorang lanjut usia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan hanya bisa duduk dikursi roda.

Disartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol yang tepat terhadap prostesis. Bila dilakukan amputasi atas lutut, pertahankan sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan kontraktur pinggul dapat dicegah untuk potensial ambulasi maksimal.

Bila dilakukan amputasi disartikulasi sendi pinggul, kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda untuk mobilitasnya. Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional maksimal. Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa maksimal (Smeltzer, 2008).