Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat persisten
Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak.
Berdasarkan klasifikasi WHO (1992), ameloblastoma merupakan tumor jinak yang berasal dari epitel odontogenik. Ameloblastoma bersifat unisentrik, non-fungsional, pertumbuhannya pelan namun berinvasi lokal, dan memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah terapi. Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat berinvasi.
Etiologi ameloblastoma
Sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga mulut. Patogenesis dari tumor ini, melihat adanya hubungan dengan jaringan pembentuk gigi atau sel-sel yang berkemampuan untuk membentuk gigi tetapi suatu rangsangan yang memulai terjadinya proliferasi sel-sel tumor atau pembentuk ameloblastoma belum diketahui.
Tumor ini kemungkinan dapat berasal dari
-
Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblas yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata;
-
Sisa-sisa dari epitel Malassez atau sisa-sisa pembungkus Hertwig yang terkandung dalam ligamen periondontal gigi yang akan erupsi. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik;
-
Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah terapi dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma;
-
Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epitelium oral;
-
Gangguan perkembangan organ enamel; epitelium heterotropik pada bagian-bagian lain dari tubuh, khususnya kelenjar pituitary.
Diketahui ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan terapi antara lain tipe solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraoseus/perifer.
1) Tipe solid atau multikistik atau konvensional.
Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10-19 tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh.
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat pemeriksaan radiografis. Ameloblastoma tipe konvensional tidak menimbulkan keluhan subjektif pada pasien dan baru menimbulkan keluhan subjektif ketika ukurannya telah membesar. Pembengkakan pada tulang yang tidak menimbulkan rasa sakit dan ekspasi tulang kortikal bukal dan lingual adalah salah satu ciri khas dari ameloblastoma tipe ini. Jika tidak diterapi, lesi akan tumbuh lambat membentuk massa yang masif.
2) Tipe unikistik.
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi. Gambaran radiograf menunjukkan batas lesi yang jelas, radiolusensi unilokular yang berkaitan dengan mahkota dari gigi yang tidak erupsi, biasanya pada molar ketiga yang tidak dapat dibedakan dengan kista dentigerous atau odontogenic keratocyst.
Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio parasimfisis dan anterior maksila. Tipe unikistik ini kurang agresif dan menyarankan enukleasi simple sebagai terapinya. Studi menunjukan secara klinis enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukan angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple merupakan terapi yang tidak sesuai untuk lesi ini dan terapi yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.
3) Tipe perifer/ekstraoseus.
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraoseus ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau granular.
Gambar Tipe ameloblastoma berdasarkan jenis perawatan dan prognosanya: A. Multicystic; B. Unicystic; C. Periferal (Sapp, Eversole, and Wysocki, 2004).
Gambaran Radiologi
Dengan radiografi, kita dapat mengetahui lokasi ameloblastoma. lokasi ameloblastoma merupakan faktor utama dalam menentukan diagnosis. Serangkaian pemeriksaan radiografi dibutuhkan, mulai dari panoramik, computed tomografi (CT) dan magnetics resonance imaging (MRI), sangat membantu dalam mendiagnosis awal.
Hal ini dapat membantu menemukan ekspansi tulang cortikal dengan scalloped margins, multilokasi atau “ soap bubble” dan resorbsi akar. CT Scan biasanya digunakan untuk mengetahui keterlibatan jaringan lunak, kerusakan tulang kortikal dan ekspansi tumor pada struktur sekitarnya. Sedangkan MRI’s digunakan untuk mengetahui usia dan konsistensi tumor.
Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran radiolusensi yang multiokular atau uniokular. Gambaran radiografis yang mungkin tampak pada ameloblastoma adalah (Sciubba, Ragezi, and Rogers, 2002) osteolitik atau radiolusen disertai gambaran batas yang halus, sklerotik, ataupun berbatas tegas; dapat unilokular ataupun multilokular; resorbsi akar atau penyingkiran gigi kemungkinan dapat terlihat; dapat meluas sampai ke rahang sisi manapun; dapat disertai dengan perforasi kortison.
Gambar Tipe unikistik ameloblastoma
Terdapat gambaran radiolusen disertai batas yang halus, sklerotik, ataupun berbatas tegas, terdapat pada daerah posterior kiri gigi yang akan erupsi, dan terjadi resorpsi akar pada daerah tersebut.
Gambar Tipe multikistik ameloblastoma
Terdapat gambaran radiolusen disertai batas yang halus, sklerotik, ataupun berbatas tegas, terdapat pada daerah posterior kanan gigi yang akan erupsi, bersifat multilokuler dan terjadi resorpsi akar dan resorpsi tulang alveolar pada daerah tersebut.
Komplikasi ameloblastoma
Harus diperhatikan kecenderungan neoplasma yang dapat menyerang tulang/jaringan yang berdekatan, sehingga terjadi perluasan kejaringan atau organ penting pada daerah wajah dan leher. Dengan CT dan MRI, dapat menentukan tingkat tumor secara akurat.
Ameloblastoma yang besar dapat membuat hilangnya fungsi rahang dan kesulitan menelan makanan. Selanjutnya, kurangnya nutrisi dapat menyebabkan hipoproteinemi. Pasien juga berisiko perdarahan karena ulserasi dan dapat menunjukkan gejala anemia.
Terapi
Terapi untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Hasilnya kemudian dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan biopsi, hal ini akan menentukan terapi yang selanjutnya dilakukan. Setelah eksisi, harus dilanjutkan dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.
Terapi bedah ameloblastoma dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu
- eksisi tumor yang terbagi dalam reseksi total dan reseksi segmental, perawatan lain yang bisa dilakukan yaitu dengan diterapkan metode dredging atau enucleation and curretation;
- rekonstruksi; dan
- rehabilitasi.
Pendapat mengenai terapi yang paling memadai untuk ameloblastoma bervariasi dan mencakup faktor- faktor seperti kemungkinan terapi akhir, kemungkinan mengendalikan penyakit dengan operasi nanti jika didiagnosis kambuh, usia pasien, derajat gangguan fungsi dan pertumbuhan dan kemungkinan pemeriksaan follow-up.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Sebuah ameloblastoma yang dilakukan eksisi, memiliki tingkat rekurensi sebesar 50%-90%. Hal ini sangat sulit diprediksi tergantung dari jenis ameloblastoma yang menyerang. Ameloblastoma mempunyai reputasi untuk mengalami kekambuhan kembali setelah dsingkirkan. Hal ini disebabkan sifat lesi tersebut menginvasi secara lokal pada penyingkiran yang tidak adekuat.
Reseksi tumor
Reseksi tumor terbagi dalam reseksi total dan reseksi segmental termasuk hemimaksilektomi dan hemimandibulektomi. Apabila ameloblastoma ditemukan pada pemeriksaan, serta dapat dijumpai adanya perubahan kembali serta aktivitas lesi yang baru setelah operasi maka pada kasus tersebut harus direseksi.
Pada ameloblastoma mandibula dilakukan hemimandibulektomi.
Gambar Pola insisi pada hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of oral and maxillofacial surgery. Philadelphia: W.B.Saunder Company; 1992: 243).
Hemimandibulektomi merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan ” andy gump deformity”.
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara horisontal sekitar ½ inci di bawah border bawah mandibula.
Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja dapat terjadi pendarahan karena adanya neurovaskuler.
Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan mendiseksi mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan secara vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang melekat antara lain muskulus depressor labii inferior, depressor anguli oris dan platysma.
Bagian mandibula yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi dengan margin yang cukup. Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi untuk pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau tidak.
Jika bagian itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena insersi temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindari dengan membiarkan kondilus dan prosessus koronoid berada tetap in situ. Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral biasanya dilakukan dengan penjahitan langsung.
Gambar Tipe Umum dari reseksi mandibula; A dengan keterlibatan kondilus, B tanpa pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of oral and maxillofacial surgery. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1992: 244)
Morbiditas dan mortalitas terapi bedah kebanyakan berhubungan dengan asfiksia karena jatuhnya lidah, infeksi post op dan perdarahan dari arteri karotid eksternal dan vena plexus pterigoideus. Asfiksia karena lidah yang jatuh kembali diakibatkan pengangkatan porsi sentral mandibula bersama dengan origo beberapa otot lidah.
Cook dan Siagh mengobservasi 15% angka kematian pada pembedahan reseksi mandibula karena ameloblastoma di serinya, saat Anand et al melaporkan 3 kematian dari 48 operasi.9
Dredging adalah perawatan dimana setelah dilakukan enukleasi, kuret atau burdigunakan untuk mengangkat 1-2 mm tulang di sekitar rongga tumor.
Rekontruksi pasca bedah
Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek jaringan lunak. Pada umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena proses patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh.
Bila dilakukan mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan jaringan lunak. Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak membutuhkan rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula akan menimbulkan kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang tepat untuk melakukan rekonstruksi masih diperdebatkan.
Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan untuk mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang dan tulang autogenous.
Bahan alloplastik telah digunakan secara luas pada rekonstruksi mandibula dalam bentuk kawat atau plat, material organik (kalsium aluminat, kalsium apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat, proplas dan teflon). Dari semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari stainless steel, AO Plates (Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan titanium (titorp plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi ekstrusi/ekspose plat, kehilangan sekrup, dan fraktur plat.
Prinsip dari plat AO yaitu menggunakan batangan titanium untuk memfiksasi tulang rahang dengan sekrup, dengan mengimplantasi batangan titanium yang akan merekonstruksi kekuatan rahang dan fungsi rahang dengan cepat. Titanium digunakan karena substansi titanium tidak ditolak di dalam tubuh. Plat titanium di letakkan dengan teliti pada tulang dan tidak merusak gigi atau nervus sensori dari rahang. Teknik ini mengacu pada ORIF (Open Reduction and Internal Fixation).
Gambar Plat AO
Rekonstruksi mandibula yang baik tidak hanya menghasilkan estetika yang baik dan integritas struktur tetapi juga mengembalikan fungsi mengunyah, berbicara dan menelan ke tingkat yang lebih besar. Ada beberapa cara untuk merekontruksi mandibula termasuk penggunaan plat rekonstruksi dan cangkok tulang autogenous, baik vascularized atau non-vascularized.
Cangkokan autogenous dapat diambil dari fibula, krista iliaka, tulang belikat dan lengan radial tetapi menggunakan iliac rest untuk rekonstruksi mandibula adalah pilihan paling sederhana yang juga memberikan kebebasan untuk mengambil potongan yang lebih besar dari tulang. Metode menggunakan insisi intraoral dan melakukan rekonstruksi mandibula dalam operasi yang sama diperkenalkan oleh Shirani et al.
Teknik yang digunakan dalam hal ini memungkinkan kita untuk mencegah deformitas wajah akibat bekas luka jelek dan trauma pada saraf mandibula marginal. Selain itu, keuntungan dari mengobati patologi dan melakukan rekonstruksi dalam prosedur bedah yang sama menurunkan morbiditas serta biaya dua operasi terpisah.
Ameloblastoma rekuren
Ameloblastoma memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah perawatan, yakni 23% pada ameloblastoma multikistik dan 14% pada ameloblastoma unikistik. Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat berinvasi. Ameloblastoma menyebar dengan membentuk psudopods pada sumsum tulang tanpa resorpsi tulang trabekular yang nyata. Sebagai hasilnya menurut Rapidis dkk, rekurensi dari ameloblastoma diketahui berhubungan dengan operasi pengangkatan yang tidak adekuat dari tumor primer dimana margin tumor tidak terlihat jelas pada radiograf atau selama pembedahan.
Rekurensi juga diketahui dapat terjadi karena beberapa alasan berikut.
-
Pertama, adanya pulau-pulau kecil dari jaringan neoplastik di tulang cancellous pada margin dari specimen atau implantasi dari sel tumor selama enukleasi.
-
Kedua, merupakan konsekuensi dari rekurensi jaringan lunak (Gold 1991). Sehingga mukosa di sekitarnya juga harus direseksi jika tumor menginvasi alveolus dan perforasi melalui tulang alveolar.
-
Ketiga, tumor seeding. Ini sebaiknya dipertimbangkan sebagai penyebab paling penting dari rekurensi ameloblastoma pada graft tulang (Zachariades 1988).
Pengambilan total massa tumor ameloblastoma dengan mengikutsertakan jaringan tulang yang sehat disekitarnya akan memberikan hasil yang optimal. Mengingat pola pertumbuhannya, cenderung meluas melaui marrow space, bila pengangkatannya tidak adekuat maka tumor ini sering kambuh, sehingga ameloblastoma memerlukan penatalaksanaan tindakan yang radikal.
Mengingat sifat ameloblastoma yang cenderung rekuren walaupun sudah dilakukan enblok reseksi, kemungkinan rekurensi tetap bisa terjadi (10%). Oleh karena itu penderita dianjurkan untuk kontrol setiap 3 bulan selama 5 tahun. Bila ditemukan adanya rekurensi dapat segera dilakukan operasi ulang. Beberapa studi menunjukkan tingkat rekurensi ameloblastoma adalah 50-90% paska kuretase dan 15% setelah blok reseksi. Oleh karena itu para ahli bedah menyatakan bahwa pembuangan ameloblastoma setidaknya 1 cm lebihnya dari batas tumor pada radiograf. Rekurensi memakan waktu bertahun-tahun setelah pembedahan pertama sebelum akhirnya bermanifestasi klinis.
Sumber : Syamsiar Toppo, Andi Tajrin, Mufidah Al’amri, Penatalaksanaan reseksi mandibula dengan pemasangan plat AO pada kasus ameloblastoma, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin