Apa yang anda ketahui tentang alat musik tradisional Kolintang ?
Dilihat dari asal katanya, Kolintang berasal dari bunyi : Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi) dan Tang (nada tengah). Kolintang merupakan alat musik perkusi yang berasal dari Minahasa (Sulawesi Utara),dan termasuk dalam kelompok perkusi bernada (pitched percussion).
Dahulu dalam bahasa daerah Minahasa untuk mengajak orang bermain kolintang dinyatakan dengan ungkapan “Maimo Kumolintang” artinya “Mari kita ber Tong Ting Tang” dan dari kebiasaan itulah muncul nama "KOLINTANG” untuk alat yang digunakan bermain musik.
Sumber bunyi kolintang berasal dari wilahannya (bar) yang bergetar apabila dipukul. Wilahan(bar) kolintang terbuat dari kayu yang dikategorikan dalam kelompok kayu lunak.
Kayu yang biasa dipakai untuk wilahan antara lain :
- Kayu telur (Alstonia sp)
- Kayu wenuang (Octomeles Sumatrana Miq)
- Kayu cempaka (Elmerrillia Tsiampaca)
- Kayu waru (Hibiscus Tiliaceus).
Fungsi alat musik kolintang adalah Untuk menyambut tamu. Adapun pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur. Itulah sebabnya dengan masuknya agama kristen di Minahasa, eksistensi kolintang demikian terdesak bahkan hampir menghilang sama sekali selama ± 100th.
Orkes Kolintang
Instrument dalam orkes kolintang terdiri dari
1. Melody.
Pada umumnya pemain melody menggunakan dua atau tiga pemukul, maka salah satu pemukul memainkan lagu (suara satu), pemukul lainnya memainkan kombinasinya, serupa dengan orang menyanyi duet atau trio. Bila dalam satu set terdapat dua buah melody, maka dapat digunakan bersama agar suaranya lebih kuat. Dengan begitu dapat mengimbangi suara kolintang pengiring (terutama untuk set 9 pemain) atau bisa juga melody tersebut dimainkan dengan cara memukul nada yang sama tetapi dengan oktaf yang berbeda. Alternatif lain salah satu melody memainkan pokok lagu, dan melody yang lain memainkan nada nada improvisasi.
2. Cello.
Kolintang Cello dapat dipakai untuk memainkan bermacam macam fungsi instrument ,tergantung dari lagu dan kecakapan pemainnya. Seperti memainkan fungsi bass dan treble. Dalam hal ini tangan kanan digantikan oleh Kolintang melody dan tangan kiri digantikan oleh Kolintang Cello,dimana nada bassnya dimainkan oleh pemukul tangan kiri Cello dan treblenya dimainkan oleh sepasang pemukul di tangan kanan pemain Cello.
3. Tenor.
Tenor I dan Tenor II ,hanya memiliki sedikit perbedaan yaitu pada jarak nadanya (scale range),tetapi mempunyai fungsi yang sama sebagai penghasil suara treble rendah. Bagi pemain pemain yang terbiasa dengan sistim tone guitar lebih menyukai menggunakan Tenor II karena nada terendahnya dimulai dari nada E ,sama dengan nada terendah senar guitar. Untuk pemain yang mahir bahkan tidak perlu melihat notasi yang tertera di wilahan kolintang karena mereka sudah hafal dengan posisi nadanya.
4. Alto.
Alto I dan Alto II ,juga hanya memiliki perbedaan sedikit di jarak nada (range),tetapi mempunyai fungsi yang sama sebagai penghasil suara treble sedang. Alto I dan Alto II dapat melengkapi fungsi Tenor merepresentasikan fungsi pengiring Guitar,gabungan 3 pemukul Tenor dengan 3 pemukul Alto dapat di analogikan sebagai 6 senar Guitar. Alto II dengan jarak nada (range) E3-E5 , juga dapat merepresentasikan alat musik Banjo,sebagian pemain kolintang menggunakan 2 pasang pemukul di tangan kanan dan kiri,untuk menyamakan dengan 4 senar Banjo. Alto III dengan jarak nada (range) E4-E6,merepresentasikan fungsi Ukulele,membunyikan nada nada tinggi,yang pada orkes keroncong disebut “cuk”. Alto III dapat pula berfungsi sebagai “cimbal” karena nadanya yang tinggi. Hal yang patut diperhatikan adalah supaya memainkan Alto III tidak terlalu keras sehingga mengaburkan fungsi lagu pada Kolintang Melody.
5. Bass.
Kolintang Bass merupakan salah satu alat musik perkusi akustik bernada rendah yang terbaik di dunia. Cara memainkannya sama seperti memainkan alat musik Bass pada umumnya,seperti Bass Guitar atau Stringbass. Untuk menutupi kekosongan bunyi karena jarak nadanya terpaut yang jauh dengan instrument Kolintang lainnya, sering pemain Bass Kolintang memukul dua nada secara simultan dengan rentang nada 1 oktaf. Ada juga pemain Bass Kolintang yang bereksperimen dengan memainkan Bass dengan suara yang di redam dengan menekan wilahannya. Hal yang perlu diperhatikan adalah penempatan Bass II yang kadang harus disesuaikan dengan kondisi ruangan supaya menghasilkan suara yang prima.
Berdasarkan tulisan dari Jessy Wenas (2009), tentang sejarah Musik kolintang Institut Seni Budaya Sulawesi Utara, alat musik Kolintang lahir dan berkembang di daerah Sulawesi Utara, tepatnya Minahasa. Saat itu fungsi penggunaannya berkaitan erat dengan kepercayaan yang dianut masyarakat, yaitu sebagai media ritual dan perayaan acara adat.
Kolintang terbuat dari bahan dasar kayu, seperti kayu telur, bandaran, wenang, kakinik yaitu jenis kayu yang agak ringan tapi cukup padat dan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk garis-garis sejajar. Bila dipukul kolintang dapat mengeluarkan bunyi yang rentang suaranya panjang, dan juga dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah.
Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk di tanah, dengan kedua kaki terbujur lurus kedepan. Dengan berjalannya waktu kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau kadang-kadang diganti dengan tali seperti arumba dari Jawa Barat. Sedangkan penggunaan peti resonator atau tabung untuk menghasilkan suara, dimulai sejak Pangeran Diponegoro berada di Minahasa pada tahun 1830. Pada saat itu, konon peralatan gamelan dan gambang ikut dibawa juga oleh rombongan dari Pangeran Diponegoro.
Nama Kolintang itu sendiri berasal dari bunyi: Tong (suara nada rendah), Ting (suara nada tinggi) dan Tang (suara nada sedang). Istilah “mangemo kumolintang” dalam bahasa daerah Minahasa yaitu berarti, untuk mengajak orang bermain kolintang atau “Mari kita ber Tong Ting Tang” dengan ungkapan “Mangemo kumolintang”. dan dari kebiasaan itulah muncul nama “Kolintang” yang dikenal sampai sekarang.
Pada awal penggunaanya kolintang hanya terdiri dari satu melodi dengan susunan nada diatonis, dengan jarak nada 2 oktaf. Sedangkan sebagai pengiring dipakai alat-alat string seperti gitar, ukulele dan bass. Pasca perang dunia II barulah kolintang mulai berkembang ke arah alat musik universal, dipelopori oleh Nelwan Katuuk pada tahun 1954 kolintang sudah dibuat 2 ½
oktaf yang saat itu masih menggunakan nada diatonis. Pada tahun 1960 perkembangan alat musik kolintang sudah mencapai 3 ½ oktaf dengan nada 1 kruis, natural, dan 1 mol. Dasar nada yang digunakan pada alat musik kolintang pada saat itu masih terbatas pada tiga kunci
(Naturel, 1 mol, dan 1 kruis) dengan jarak nada 4 ½ oktaf dari F s/d C. Dan sampai saat ini perkembangan alat musik kolintang tetap berlangsung baik kualitas alat, perluasan jarak nada, bentuk peti resonator guna memperbaiki kualitas suara yang dihasilkan alat musik kolintang, dan penampilan alat musik kolintang itu sendiri.
Saat ini alat musik kolintang yang dibuat sudah mencapai 6 (enam) oktaf dengan nada-nada penuh. Penamaan jenis-jenis alat musik kolintang memakai konsep pembagian nama alat oleh Petrus Kaseke. Berdasarkan karakteristik suara dan rentang nada jenis-jenis alat musik Kolintang itu antara lain:
-
Melody sebagai penentu lagu. Biasa juga disebut Ina taweng.
-
Alto sebagai pengiring (accompanion) bernada tinggi. Biasa disebut Uner atau Katelu (alto 3).
-
Tenor sebagai pengiring (accompanion) bernada rendah. Biasa disebut Karua.
-
Cello sebagai penentu irama dan gabungan accompanion dengan bass. Biasa disebut sella.
-
Bass sebagai penghasil nada nada rendah. Biasa disebut loway. (Jessy Wenas: 2009)